Pakeliran
Pakeliran
Pakeliran merupakan semua bunyi vokal maupun instumental yang dipergunakan untuk mendukung suasana yang ingin dibangun dalam sebuah pementasan wayang. Musik pakeliran secara umum meliputi gamelan, sindhen, penyanyi laki-laki, pemain gamelan dan lagu karawitan yang semua disesuaikan dengan pertunjukan wayang. Gamelan yang menjadi musik pengiring pertunjukan wayang dimainkan dalam nada pelog atau slendro disesuaikan dengan suasana adegan yang sedang dimainkan. Musik gamelan menjadi pendukung penyampaian nilai-nilai yang ada dalam pertunjukan wayang. Jenis musik gamelan untuk pewayangan beda dengan musik gamelan untuk tari ataupun lagu karawitan biasa. Pada perkembangan adat Jawa, musik gamelan yang mengiri wayang menjadi ciri hiburan kaum priyayi. Dalam perkembangan kemudian, musik yang mengiringi pementasan wayang dikolaborasikan dengan musik modern dan menghasilkan musik pakeliran kontemporer.
Unsur-unsur musik pakeliran
Dalam seni pedalangan, musik pakeliran terdiri atas unsur-unsur berikut: gending dan tembang, kombangan , dodogan dan keprakan.
Gending dan Tembang
Gending dan tembang dalam musik pakeliran menggunakan iringan gamelan. Akan tetapi, musik gamelan yang digunakan berbeda dengan musik untuk tarian dan lagu Jawa. Gending atau lagu yang digunakan dalam pewayangan disebut gendhing wayang. Gending ini memang digarap secara khusus untuk keperluan pewayangan demi membangun suasana yang ada dalam adegan-adegan pewayangan. Ada 4 macam gendhing wayang yaitu gendhing patalon, gendhing jejer, gendhing playon dan gendhing perang
Gendhing patalon merupakan istilah untuk musik yang mengiringi pengantar awal pertunjukan wayang. Patalon berasal dari kata talu (Jawa) yang artinya adalah memukul. Musik ini menjadi tanda dimulainya sebuah pertunjukan wayang. Contohnya adalah Cucur Bawuk, Pareanom dan Ketawang Sukma ilang.
Gendhing jejer merupakan musik yang mengiringi adegan-adegan atau latar tertentu dalam pentas wayang. Jejer merupakan bahasa Jawa untuk adegan. Setiap adegan memiliki iringan yang khas. Misalnya untuk adegan Kahyangan Suralaya digunakan Remeng, untuk adengan Astina dipakai gending Kawit.
Gendhing playon adalah musik yang digunakan untuk mengiringi seorang tokoh yang sedang berada dalam perjalanan. Playon dari kata mlayu yang artinya berlari. Misalnya untuk perjalanan Gathotkaca digunakan Palaran Gathotkaca.
Gendhing perang adalah istilah untuk musik yang mengiringi adegan perang. Jenis musik ini mengiringi dua macam adegan perang, yaitu perang sederhana dan perang tanding atau besar. Misalnya untuk perang biasa digunakan iringan dengan gending Srepek Lasem, sementara untuk perang tanding antara ksatria dengan ksatria digunakan Ganjur. Perang antara binatang/raksasa dengan binatang digunakan Gangsaran.
Kombangan
Kombangan adalah kata kiasan yang berasal dari nama binatang berkaki enam kumbang, atau dalam bahasa Jawa Kombang. Ciri khas dari binatang ini adalah mengeluarkan suara ngung atau mbrengengeng.Maka kombangan adalah suara yang dikeluarkan dalang yang bunyinya mirip seperti kumbang. Suara yang cenderung monoton ini mengikuti nada musik yang sedang dimainkan. Fungsi kombangan adalah memantabkan suara gamelan yang sedang bermain, tanda musik akan berhenti atau sebaliknya musik akan bermain dalam tempo yang lebih cepat.
Dhodogan dan Keprakan
Dhodog adalah suara yang dihasilkan dari kotak wayang yang berada di samping seorang dalang. Suara ini dihasilkan dari pukulan dalang pada kotak tersebut dengan alat bernama cempala. Sementara keprak digantungkan di kotak wayang yang berada tepat di telapak kaki dalang. Cara membunyikan keprak adalah dengan menekannya dengan jari atau telapak kaki.
https://id.wikipedia.org/wiki/Pakeliran
Gending Petalon
Petalon berasal dari kata “TALU” (Jawa) yang berarti “Mulai” atau “Mengawali“, sehingga kata Gending Petalon berarti Gending Pembukaan atau gending-gending untuk mengawali sebuah Acara.
Gending-gending pada bagian ini pada umumnya memuat makna sebagai ungkapan do’a. Misalnya saja : “Ladrang Slamet” atau juga biasa disebut “Ladrang Wilujeng”. Slamet adalah bahasa Jawa ngoko, dan Wilujeng adalah bahasa Jawa Krama yang dalam bahasa Indonesianya berarti “Selamat”. Jadi di mainkannya Gending tersebut dengan harapan acara yang digelar saat itu dapat berlangsung Selamat, baik pada saat acara berlangsung maupun sesudahnya. Masih banyak lagi Gending untuk Petalon yang mempunyai maksud yang sama misalnya : MUGI RAHAYU (Semoga Selamat), PUJI RAHAYU (Do’a Selamat), SRIWIDODO (Raja/Ratu Selamat) dlsb.
Gending Jejer Pertama
Jejer-I (Jejer Kawitan)
Babak (Episode) Pertama Pementasan Wayang diawali dengan adegan yang dinamai “JEJER – I” atau biasa disebut sebagai “JEJER KAWITAN”.
Untuk mengiringi adegan ini ada beberapa macam Gending yang disesuaikan dengan Raja/Kerajaan mana adegan tersebut. Misalnya untuk kerajaan Hastina (Ngastina) dipakai Gending Kabor. Kabor berasal dari kata Kabur (tidak jelas), yang maknanya adalah : bahwa apa yang nantinya menjadi topik pembicaraan dalam adegan ini biasanya tidak jelas atau kabur, tidak memiliki visi dan misi yang baik. Sedangkan untuk Kerajaan Amerta (Ngamarta) atau Pendawa menggunakan Gending Kawit atau Kawah. Gending ini bermakna sebagai Awal (Kawit-an) dari rencana (Visi-Misi), sedangkan Kawah yang di maksud disini adalah “tempat untuk menggodog” sesuatu (Visi-Misi) yang pada umumnya adalah hal-hal yang berkaitan dengan ketentraman dan kesejahteraan rakyat negerinya. Dan masih banyak lagi Gending-gending dan maknanya.
Jika dalam adegan ini harus ada peperangan, maka perangnya disebut sebagai “Perang Rempak” yaitu perang yang tidak berlanjut, karena akan berlanjut nanti setelah melewati beberapa adegan lainnya.
Gending untuk mengiringi datangnya Tamu.
Jika dalam adegan Awal (Jejer-I) ada tamu yang datang maka untuk mengiringi datangnya tamu juga ada gending-gending khusus sebagaimana skema di atas. Semuanya disesuaikan dengan karakter tamu yang akan datang sehingga suasana pergelaran menjadi terasa pas dan penuh filosofi.
Jengkar Kedaton, Limbukan dan Bodolan.
Gending-gending untuk mengiringi adegan-adengan ini secara garis besar sebagaimana skema diatas, namun sebenarnya sangat banyak ragam dan jenis gending-gending yang dapat digunakan, tergantung sifat dan karakter dari adegan serta pelaku dalam adegan tersebut.
Jejer – II (Jejer Sabrangan atau Bondet)
Jejer ke 2 ini disebut sebagai Jejer Sabrangan karena biasanya adegan yang tampil adalah Kerajaan Negeri Seberang. Seberang yang dimaksud disini adalah “seberang lautan” atau tidak sedaratan dengan Kerajaan pada Jejer I yang konotasinya adalah berada di Tanah Jawa.
Tetapi juga tidak sepenuhnya harus demikian, karena bisa saja pada cerita tertentu Jejer 2 ini adalah kerajaan atau pertapaan (non seberang), misalnya pertapaan Kendalisodo dll. Dan jika demikian halnya, maka Jejeran ini dinamakan “Jejer Bondet”.
Perang Gagal
Perang Gagal adalah peperangan yang terjadi antara Negeri pada Jejer-1 dan Negeri Jejer-2. Disebut Perang Gagal, karena dari peperangan ini Gagal membuahkan hasil, atau dengan kata lain : Visi dan Misi nya Gagal (belum tercapai).
Gending yang digunakan untuk mengiringi adegan ini pada umumnya adalah : Srempek 6 , Kemudo atau Palaran dll., yang kemudian diteruskan ke Sampak Pathet 6.
Gending-gending pada bagian ini prinsipnya menggunakan Pijakan Nada / Nada Dasar atau yang biasa disebut dengan nama “Pathet”, yaitu Pathet Nem (6).
Gending pada Babak – II
Goro-goro
Goro-goro, …… adegan ini sebenarnya bukan adegan baku (sesuai pakem), namun merupakan adegan tambahan guna memberikan tempat untuk kepentingan hiburan dan guyonan. Kalau tidak salah, adegan ini merupakan rekaan Ki Nartosabdo(Almarhum), dan pada adegan ini para Punokawan (Semar, Gareng, Petruk dan Bagong) bebas bercengkerama sambil menunggu Bendoro (tuan) mereka datang untuk mengajaknya pergi berkelana.
Gending-gending yang digunakan diawali dengan srempek Banyumas-an atau yang lain. Setelah itu baru Gending-gending Dolanan dan juga Gending-gending Jineman tergantung Dhalang dan juga permintaan dari para Penonton.
Jejer – III (Jejer Pandito)
Jejer ke 3 ini disebut Jejer Pandito, karena pada umumnya adeganya adalah sebuah pertapaan (tempat tinggal sang Pandito), misalnya : Begawan Abiyoso sedang dihadap oleh Raden Arjuna dlsb. Untuk adegan ini biasanya menggunakan Gending Lara-Lara, sebuah gending yang sifatnya membuat pendengarnya “Trenyuh”.
Kenapa demikian? ……, ….. ya, ……. karena dalam adegan ini biasanya membahas sebuah solusi terhadap suatu keadaan yang susah, dan meyedihkan. Sang Begawan bertindak sebagai sang Problem Solver yang akan memberi arahan dan petunjuk kepada sang kesatriya (tamunya) bagaimana cara menemukan solusi bagi kesulitan yang sedang dihadapinya.
Masih serangkaian dengan adegan ini, yaitu ketika sang Kesatriya meninggalkan Pertapaan, maka Gending yang mengiringinya biasanya Gending Ketawang Subokastowo atau yang lainnya, yang kemudian diteruskan dengan ayak-ayakan Slendro Pathet 9.
Perang Kembang
Perang Kembang adalah : perang yang keberadaanya hanya sebagai selingan, sisipan (tambahan). Disebut Perang Kembang dimaksudkan hanya sebagai Kembang-an (Hiasan) agar lebih menarik.
Gending pengiring yang umum dipakai pada adegan ini adalah : berbagai jenis Srempek, Palaran dan Sampak pathet 9 atau Pelog Pathet Barang.
https://pandjipainting.wordpress.com/mengenal-gending-jawa-bagian-i/
Komentar
Posting Komentar