perang melawan orang murtad tahun 11 hijriyah sampai 12 hijriyah (perang yamamah)

Pertempuran Yamamah Tahun 11 Hijriyah
Semenjak Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggal dunia, kaum muslimin telah terlibat sejumlah peperangan melawan orang-orang murtad di seluruh penjuru jazirah Arab. Setidaknya 11 regu pasukan telah dikerahkan untuk masalah ini. Mereka menjelajah ke segenap penjuru Arab. Berperang dan menjalankan titah yang diberikan tanpa menguranginya.
Bani Hanifah yang berdiam di daerah Yamamah dan pengikut setia Musailamah adalah orang-orang murtad yang sangat berbahaya bagi kaum muslimin di Madinah. Mereka telah memiliki pasukan lebih dari 40 ribu serdadu[1]. Mereka memiliki tingkat kesukuan yang tinggi, sehingga mereka mampu berafiliasi dan bersiap untuk berperang melawan kaum muslimin. Bahkan mereka sanggup menyerang ke jantung kota Madinah. Tak mengherankan ketika pasukan muslimin di bawah pimpinan Ikrimah bin Abu Jahal yang pertama kali dikirimkan mengalami kegagalan melawan pasukan Musailamah. Untuk itu, Abu Bakar memindahkan Ikrimah dalam penyerangan ke daerah lain dan memerintahkan Syurahbil bin Hasanah untuk membantu Ikrimah dan memerintahkan untuk secara perlahan-lahan menuju daerah Yamamah. Selain itu, Abu Bakar juga mempersiapkan pasukan di bawah komando Khalid bin Walid radhiyallahu ‘anhu. Abu Bakar lalu memerintahkan Syurahbil untuk bergabung dengan Khalid bin Walid[2].
Pasukan Islam mendekat kearah Yamamah di bawah pimpinan para shahabat Muhajirin, seperti Abu Hudzaifah, Zaid bin Khaththab dengan pembawa panji Salim, pelayan Abu Hudzaifah. Juga ada orang-orang Anshar, seperti Tsabit bin Qais bin asy Syammas… Ketika pasukan Islam telah berjalan mendekat, Musailamah mengetahuinya. Musailamah lalu bertolak menuju Aqriba’ dna mendirikan tenda disana. Kaum muslimin memiliki kesempatan untuk melakukan peperangan dengan Musailamah dan pasukkanya yang hanya berjumlah 40 sampai 60 orang laki-laki [3]. Lalu terjadilah pertempuran melawan Musailamah dan pasukannya. Orang yang pertama kali tewas adalah seorang lelaki bernama Ar Rijal bin Anfawah, dia adalah orang yang telah beriman dan patuh kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, tetapi kemudian dia murtad dan mengikuri Musailamah. Dia menganggap Nabi dan Musailamah adalah orang-orang yang menjadi utusan.
Perang ini terasa lebih memberatkan bani Hanifah daripada Musailamah, dan merupakan peperangan yang paling berat yang pernah mereka lakukan. Pada serangan pertama, bani Hanifah dapat mengkoordinasikan pasukannya dengan baik, sehingga pasukan Islam terpecah kesatuannya, bahkan mereka hamper memperoleh kemenangan. Akan tetapi pasukan Islam dikondisikan untuk tetap bersatu dan berperang dengan keras.
Diantara shahabat yang berperang dengan semangat penuh adalah Tsabit bin Qais bin asy SYammas yang membawa panji shahabat Anshar. Tsabit bertanya, “Seburuk-buruk prilaku yang kalian biasakan wahai kaum muslimin, Ya Allah bebaskanlah aku dari apa yang mereka –penduduk Yamamah- lakukan, dan aku meminta ampunan kepadamu Allah atas apa yang mereka –kaum muslimin- lakukan.” Kemudian Tsabit berperangan dengan gigihnya hingga dia terbunuh. Abu Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu berkata, “Wahai para penghafal al Qur’an, hiasilah al Qur’an kalian dengan amalan-amalan.”[4]
Perang berlangsung sangat dahsyat, pada awalnya kemenangan berada di tangan bani Hanifah, kemudian dapat diimbangi oleh tentara Islam. Kemudian Khalid bin Walid memerintahkan masyarakat untuk memisahkan diri, agar setiap kelompok dan suku dan berkumpul sendiri-sendiri, agar dapat dilihat darimana datangnya pasukan musuh. Perang tersebut sangat dahsyat. Para pejuang tangguh Islam kebanyakan adalah para penghafal al Qur’an baik dari Anshar maupun dari Muhajirin. Adapun slogan yang diusung kaum muslik ketika itu adalah: tetaplah menjadi pengikut Muhammad, meskipun mereka mengatakan masa meninggalnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mendengar slogan itu, Musailamah dan pasukannya terdiam, lalu beberapa saat kemudian para pengikut Musaimalah meninggalkannya.
Melihat kejadian itu, Khalid menyebut Musailamah sebagai sang pembohong. Khalid juga menimpakan cemoohan kepada Musailamah dan Musailamah pun sibuk membalas cemoohan itu, karena kalah omongan, Musailamah menantang duel. Khalid pun menanggapinya. Akhirnya Musailamah kalah dan melarikan diri begitu pula pasukannya. Pasukan Islam lalu mengejar mereka dan membunuh mereka semua. Jelaslah kemenangan ditangan kaum muslim. Mengetahui hal itu para pengikut Musailamah bertanya kepada Musailamah, “Kemana kamu akan membawa kami?” Musailamah menjawab, “Berperanglah sekuat-kuatnya.” Mendengar jawaban itu, para pengikut Musailamah menyuarakan, “Taman! Taman!” agar mereka dapat berlindung di taman milik Musailamah dengan aman dan tenang. Kemudian Musailamah dan pasukannya berjumlah 7000 orang bani Hanifah menuju taman yang dimaksud untuk memperoleh perlindungan. Mereka masuk taman itu dan menutup pintunya dan berlindung diri di dalamnya.
Beberapa para pejuang muslim yang terkenal pemberani tetap mengikuti mereka, di antara pemberani tersebut adalah Al Bara’ bin Malik, saudara dari shahabt yang sering membantu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu Anas bin Malik. Dia adalah shahabat yang keberaniannya disamakan dengan harimau. Ketika Al Bara’ melihat kaum muslimin mengelilingi tembok taman, dia meminta sebagian kaum muslim untuk mengangkat dirinya dan melemparkannya ke atas tembok, agar dia dapat membuka pintu. Akan tetapi idenya tersebut ditentang oleh para pejuang lainnya, mereka mengkhawatirkan keselamatan Al Bara’ jika menyerang atau masuk ke daerah musuh sendirian. Namun, ketika mereka melihat keteguhan niat Al Bara’, mereka pun luluh dan melemparkan Al Bara’ ke tembok. Pada akhirnya Al Bara’ berhasil membukakan pintu untuk kaum muslimin setelah dia menyerang sendiri.
Perang dahsyat antara dua kubu pun tak terelakkan, ketika pasukan Islam berhasil masuk taman itu. Tentara Islam juga berhasil membunuh Musailamah. Orang yang berhasil membunuh Musailamah adalah seorang sahabat Anshar bernama Wahsyi, orang yang dahulu membunuh Hamzah bin Abdul Muthalib radhiyallahu ‘anhu. Ketika bani Hanifah mengetahui tewasnya Musailamah,mereka pun tercerai berai, sehingga mudah bagi kaum muslimin mengalahkan mereka[5]. Lalu salah seorang tawanan Khalid bin Walid, salah satu dari para pemimpin bani Hanifah meminta perdamaian dengan Khalid. Dia berbohong dengan mengatakan bahwa di dalam salah satu benteng berkumpul banyak laki-laki yang sewaktu-waktu dapat menyerang pasukan Islam, sedangkan kaum wanitanya telah mengenakan busur, mereka mulai menampakkan diri mereka dari atas benteng itu. Pasukan Islam mengira bahwa memang benar apa yang dikatakan pemimpin itu. Oleh karena itu, sang pemimpin melakukan perjanjian dengan Khalid bin Walid untuk menghentikan peperangan dan beberapa persyaratan lain demi kepentingan kaumnnya. Namun, kaum muslimin berhasil mengetahui bahwa apa yang ada di benteng itu hanya kaum perempuian dan orang-orang jompo dan mereka diampuni Islam.
Kemudian datanglah perintah dari Khalifah Abu Bakar untuk membunuh anak-anak yang telah menginjak usia dewasa, hal ini dilakukan ketika Abu Bakar tahu bahwa perdamaian yang ditawarkan oleh bani Hanifah bukanlah perdamaian yang tulus, tetapi hanya usaha untuk mengulur-ulur waktu. Dengan perang tersebut hilangkan kemurtadan orang bani Hanifah dan tewaslah mereka yang berbohong. Selain itu ada juga dari mereka yang akhirnya kembali lagi memeluk Islam [6]. Dan sebagian dari mereka pada hari pembebasan Yamamah diuji terlebih dahulu dengan ujian yang baik.
Banyak shahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ang menjadi syahid dalam perang ini. Di antara mereka adalah sejumlah shahabat yang turut serta dalam perang Badar, perang Uhud, dan peperangan lainnya bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jumlah korban syahid mencapai 360 orang Anshar dan 300 orang Muhajirin, selain sejumlah arab[7] muslim lainnya. Adapun korban tewas dari bani Hanifah berjumlah 20 ribu orang [8].
Kebanyakan muslim yang syahid dalam perang Yamamah ini adlaah mereka yang menghafal al Qur’an. Melihat kondisi seperti itu, kaum muslimin khawatir akan hilangnya al Qur’an dengan meninggalnya para penghafal al Qur’an. Kemudian, kaum muslimin mengambil langkah untuk mengumpulkan al Qur’an menjadi satu mushaf pertama. Peristiwa pengumpulan ini terjadi pada masa Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu.[9]

Artikel: www.KisahIslam.net (www.facebook.com)

Pertempuran Yamamah Tahun 11 Hijriyah 

 Semenjak Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggal dunia, kaum muslimin telah terlibat sejumlah peperangan melawan orang-orang murtad di seluruh penjuru jazirah Arab. Setidaknya 11 regu pasukan telah dikerahkan untuk masalah ini. Mereka menjelajah ke segenap penjuru Arab. Berperang dan menjalankan titah yang diberikan tanpa menguranginya.

Bani Hanifah yang berdiam di daerah Yamamah dan pengikut setia Musailamah adalah orang-orang murtad yang sangat berbahaya bagi kaum muslimin di Madinah. Mereka telah memiliki pasukan lebih dari 40 ribu serdadu. Mereka memiliki tingkat kesukuan yang tinggi, sehingga mereka mampu berafiliasi dan bersiap untuk berperang melawan kaum muslimin. Bahkan mereka sanggup menyerang ke jantung kota Madinah. Tak mengherankan ketika pasukan muslimin di bawah pimpinan Ikrimah bin Abu Jahal yang pertama kali dikirimkan mengalami kegagalan melawan pasukan Musailamah. Untuk itu, Abu Bakar memindahkan Ikrimah dalam penyerangan ke daerah lain dan memerintahkan Syurahbil bin Hasanah untuk membantu Ikrimah dan memerintahkan untuk secara perlahan-lahan menuju daerah Yamamah. Selain itu, Abu Bakar juga mempersiapkan pasukan di bawah komando Khalid bin Walid radhiyallahu ‘anhu. Abu Bakar lalu memerintahkan Syurahbil untuk bergabung dengan Khalid bin Walid.

Pasukan Islam mendekat kearah Yamamah di bawah pimpinan para shahabat Muhajirin, seperti Abu Hudzaifah, Zaid bin Khaththab dengan pembawa panji Salim, pelayan Abu Hudzaifah. Juga ada orang-orang Anshar, seperti Tsabit bin Qais bin asy Syammas… Ketika pasukan Islam telah berjalan mendekat, Musailamah mengetahuinya. Musailamah lalu bertolak menuju Aqriba’ dna mendirikan tenda disana. Kaum muslimin memiliki kesempatan untuk melakukan peperangan dengan Musailamah dan pasukkanya yang hanya berjumlah 40 sampai 60 orang laki-laki . Lalu terjadilah pertempuran melawan Musailamah dan pasukannya. Orang yang pertama kali tewas adalah seorang lelaki bernama Ar Rijal bin Anfawah, dia adalah orang yang telah beriman dan patuh kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, tetapi kemudian dia murtad dan mengikuri Musailamah. Dia menganggap Nabi dan Musailamah adalah orang-orang yang menjadi utusan.

Perang ini terasa lebih memberatkan bani Hanifah daripada Musailamah, dan merupakan peperangan yang paling berat yang pernah mereka lakukan. Pada serangan pertama, bani Hanifah dapat mengkoordinasikan pasukannya dengan baik, sehingga pasukan Islam terpecah kesatuannya, bahkan mereka hamper memperoleh kemenangan. Akan tetapi pasukan Islam dikondisikan untuk tetap bersatu dan berperang dengan keras.

Diantara shahabat yang berperang dengan semangat penuh adalah Tsabit bin Qais bin asy SYammas yang membawa panji shahabat Anshar. Tsabit bertanya, “Seburuk-buruk prilaku yang kalian biasakan wahai kaum muslimin, Ya Allah bebaskanlah aku dari apa yang mereka –penduduk Yamamah- lakukan, dan aku meminta ampunan kepadamu Allah atas apa yang mereka –kaum muslimin- lakukan.” Kemudian Tsabit berperangan dengan gigihnya hingga dia terbunuh. Abu Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu berkata, “Wahai para penghafal al Qur’an, hiasilah al Qur’an kalian dengan amalan-amalan.”
Perang berlangsung sangat dahsyat, pada awalnya kemenangan berada di tangan bani Hanifah, kemudian dapat diimbangi oleh tentara Islam. Kemudian Khalid bin Walid memerintahkan masyarakat untuk memisahkan diri, agar setiap kelompok dan suku dan berkumpul sendiri-sendiri, agar dapat dilihat darimana datangnya pasukan musuh. Perang tersebut sangat dahsyat. Para pejuang tangguh Islam kebanyakan adalah para penghafal al Qur’an baik dari Anshar maupun dari Muhajirin. Adapun slogan yang diusung kaum muslik ketika itu adalah: tetaplah menjadi pengikut Muhammad, meskipun mereka mengatakan masa meninggalnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mendengar slogan itu, Musailamah dan pasukannya terdiam, lalu beberapa saat kemudian para pengikut Musaimalah meninggalkannya.
Melihat kejadian itu, Khalid menyebut Musailamah sebagai sang pembohong. Khalid juga menimpakan cemoohan kepada Musailamah dan Musailamah pun sibuk membalas cemoohan itu, karena kalah omongan, Musailamah menantang duel. Khalid pun menanggapinya. Akhirnya Musailamah kalah dan melarikan diri begitu pula pasukannya. Pasukan Islam lalu mengejar mereka dan membunuh mereka semua. Jelaslah kemenangan ditangan kaum muslim. Mengetahui hal itu para pengikut Musailamah bertanya kepada Musailamah, “Kemana kamu akan membawa kami?” Musailamah menjawab, “Berperanglah sekuat-kuatnya.” Mendengar jawaban itu, para pengikut Musailamah menyuarakan, “Taman! Taman!” agar mereka dapat berlindung di taman milik Musailamah dengan aman dan tenang. Kemudian Musailamah dan pasukannya berjumlah 7000 orang bani Hanifah menuju taman yang dimaksud untuk memperoleh perlindungan. Mereka masuk taman itu dan menutup pintunya dan berlindung diri di dalamnya.
Beberapa para pejuang muslim yang terkenal pemberani tetap mengikuti mereka, di antara pemberani tersebut adalah Al Bara’ bin Malik, saudara dari shahabt yang sering membantu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu Anas bin Malik. Dia adalah shahabat yang keberaniannya disamakan dengan harimau. Ketika Al Bara’ melihat kaum muslimin mengelilingi tembok taman, dia meminta sebagian kaum muslim untuk mengangkat dirinya dan melemparkannya ke atas tembok, agar dia dapat membuka pintu. Akan tetapi idenya tersebut ditentang oleh para pejuang lainnya, mereka mengkhawatirkan keselamatan Al Bara’ jika menyerang atau masuk ke daerah musuh sendirian. Namun, ketika mereka melihat keteguhan niat Al Bara’, mereka pun luluh dan melemparkan Al Bara’ ke tembok. Pada akhirnya Al Bara’ berhasil membukakan pintu untuk kaum muslimin setelah dia menyerang sendiri.

Perang dahsyat antara dua kubu pun tak terelakkan, ketika pasukan Islam berhasil masuk taman itu. Tentara Islam juga berhasil membunuh Musailamah. Orang yang berhasil membunuh Musailamah adalah seorang sahabat Anshar bernama Wahsyi, orang yang dahulu membunuh Hamzah bin Abdul Muthalib radhiyallahu ‘anhu. Ketika bani Hanifah mengetahui tewasnya Musailamah,mereka pun tercerai berai, sehingga mudah bagi kaum muslimin mengalahkan mereka. Lalu salah seorang tawanan Khalid bin Walid, salah satu dari para pemimpin bani Hanifah meminta perdamaian dengan Khalid. Dia berbohong dengan mengatakan bahwa di dalam salah satu benteng berkumpul banyak laki-laki yang sewaktu-waktu dapat menyerang pasukan Islam, sedangkan kaum wanitanya telah mengenakan busur, mereka mulai menampakkan diri mereka dari atas benteng itu. Pasukan Islam mengira bahwa memang benar apa yang dikatakan pemimpin itu. Oleh karena itu, sang pemimpin melakukan perjanjian dengan Khalid bin Walid untuk menghentikan peperangan dan beberapa persyaratan lain demi kepentingan kaumnnya. Namun, kaum muslimin berhasil mengetahui bahwa apa yang ada di benteng itu hanya kaum perempuian dan orang-orang jompo dan mereka diampuni Islam.

Kemudian datanglah perintah dari Khalifah Abu Bakar untuk membunuh anak-anak yang telah menginjak usia dewasa, hal ini dilakukan ketika Abu Bakar tahu bahwa perdamaian yang ditawarkan oleh bani Hanifah bukanlah perdamaian yang tulus, tetapi hanya usaha untuk mengulur-ulur waktu. Dengan perang tersebut hilangkan kemurtadan orang bani Hanifah dan tewaslah mereka yang berbohong. Selain itu ada juga dari mereka  yang akhirnya kembali lagi memeluk Islam . Dan sebagian dari mereka pada hari pembebasan Yamamah diuji terlebih dahulu dengan ujian yang baik.
Banyak shahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ang menjadi syahid dalam perang ini. Di antara mereka adalah sejumlah shahabat yang turut serta dalam perang Badar, perang Uhud, dan peperangan lainnya bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jumlah korban syahid mencapai 360 orang Anshar dan 300 orang Muhajirin, selain sejumlah arab muslim lainnya. Adapun korban tewas dari bani Hanifah berjumlah 20 ribu orang .
Kebanyakan muslim yang syahid dalam perang Yamamah ini adlaah mereka yang menghafal al Qur’an. Melihat kondisi seperti itu, kaum muslimin khawatir akan hilangnya al Qur’an dengan meninggalnya para penghafal al Qur’an. Kemudian, kaum muslimin mengambil langkah untuk mengumpulkan al Qur’an menjadi satu mushaf pertama. Peristiwa pengumpulan ini terjadi pada masa Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu.
 http://istiqomah-ibadah.blogspot.co.id/2014/12/pertempuran-yamamah-tahun-11-hijriyah.html

Pertempuran Yamamah

 Petempuran Yamamah terjadi pada Desember 632 di jazirah Arab pada wilayah Yamamah antara Khalifah Abu Bakar melawan Musailamah al-Kazzab yang mengaku sebagai nabi.

Latar Belakang

 

Setelah meninggalnya Nabi Muhammad banyak suku-suku Arab yang kemudian kembali murtad dan melawan terhadap Kekhalifahan Islam di Madinah. Khalifah Abu Bakar mengkordinasikan 11 korps pasukan untuk menumpas pemberontak. Abu Bakar menugaskan Ikrimah bin Abu Jahal untuk memimpin salah satu korps. Ikrimah bin Abu Jahal ditugaskan untuk menumpas Musailamah al-Kazzab, tetapi tidak bertemu dalam sebuah pertempuran. Kemudian Khalifah Abu Bakar menugaskan Khalid bin Walid untuk menumpas Musailamah al-Kazzab, setelah ia berhasil menumpas pemberontak di tempat lain. Tugas Ikrimah dalam pertempuran ini adalah untuk memastikan Musailamah al-Kazzab tetap di Yamamah hingga Khalid bin Walid datang untuk memimpin pasukan menumpas Musailamah al-Kazzab.

Serangan kedua pasukan Muslim

 

Setelah kedatangan Khalid bin Walid, pasukan Muslim kemudian maju kearah Yamamah untuk menumpas Musailamah al-Kazzab. Pertempuran ini, pasukan Muslim dan pasukan Musailamah berjalan dengan seimbang dalam waktu cukup lama. Khalid bin Walid, kemudian berusaha untuk menarik Musailamah masuk dalam pertempuran untuk menumpas Musailamah dengan maksud untuk menghancurkan moral para pemberontak.
Khalid bin Walid kemudian maju ke garis depan pertempuran untuk menantang duel dengan para pemimpin pemberontak termasuk Musailamah. Ajakan duel ini disetujui dengan Khalid bin Walid berduel dengan pemimpin pemberontak. Satu per satu pemimpin pemberontak berhasil dikalahkan Khalid bin Walid hingga ia berhasil berduel dengan Musailamah al-Kazzab, tetapi Musailamah al-Kazzab berhasil melarikan diri bersama dengan pasukannya.

Akhir pertempuran

 Musailamah al-Kazzab berserta 7000 pasukannya kemudian mundur ke benteng pertahanannya. Pasukan Muslim tetap maju untuk menumpas Musailamah hingga ke benteng pertahanannya dan berhasil menjebol pertahanan pasukan Musailamah. Akhirnya Musailamah dan pasukannya berusaha mempertahankan diri dengan terus melawan. Pada akhirnya Musailamah dapat ditombak oleh Wahsyi dan seluruh pasukannya dapat dikalahkan dalam pertempuran ini.
 www.arrahmah.com

Kisah Perang Yamamah 

 

Ibnu Katsir membawakan kisah matinya Musailamah Al-Kadzdzab [1] -semoga Allah melaknatnya- pada Perang Yamamah.
Ketika pasukan muslimin dan pasukan Musailamah Al-Kadzdzab berhadap-hadapan, Musailamah berkata kepada pengikutnya, “Hari ini adalah hari kecemburuan. Jika kalian kalah pada hari ini maka istri-istri kalian akan menjadi tawanan dan mereka akan menjadi budak. Oleh karena itu, berperanglah kalian untuk membela kedudukan dan melindungi wanita-wanita kalian.” [2]
Pasukan muslimin terus maju hingga Khalid naik ke tanah yang lebih tinggi dari Yamamah. Kemudian beliau membagi pasukannya.
Bendera kaum Muhajirin dipegang oleh Salim maula Abu Hudzaifah. Bendera kaum Anshar dipegang oleh Tsabit bin Qais bin Syammas, sedangkan kabilah Arab yang lain menggunakan bendera sendiri.
Kemudian pasukan kaum muslimin dan orang-orang kafir saling bertempur. Terjadilah pertempuran. Pasukan muslimin dari kabilah Arab yang lain bisa dikalahkan. Kemudian para shahabat saling menegur sesama mereka.
Tsabit bin Qais bin Syammas berkata, “Sungguh amat jelek kebiasaan yang kalian berikan kepada rekan kalian.”
Lalu terdengarlah seruan dari segala arah, “Berikanlah jalan keluar kepada kita, wahai Khalid.”
Setelah itu, kelompok Muhajirin dan Anshar masing-masing membentuk kelompok sendiri, juga Al-Barra’ bin Ma’rur. Dahulu, blia ia melihat perang maka ia akan gemetar. Lalu ia akan duduk di atas tunggangannya hingga kencing di celananya. Kemudian ia akan menerjang seperti singa.
Adapun Bani Hanifah menjalani perang ini dengan sungguh-sungguh. Kesungguhan yang belum pernah mereka lakukan sebelumnya.
Karena itu, para shahabat saling memberikan wasiat di antara sesama mereka. Para shahabat mengatakan, “Wahai penghapal surat Al-Baqarah, hari ini saaatnya pahlawan waktu sahur.”
Tsabit bin Qais membuat lubang untuk menanam kedua kakinya di bumi hingga setengah betis setelah ia mengusapkan obat pengawet mayat dan mengenakan kafan, dalam keadaan ia memegang panji kaum Anshar. Ia masih terus bertahan hingga terbunuh di lubang itu.
Kaum Muhajrin mengatakan kepada Salim maula Abu Hudzaifah, “Apakah kamu khawatir kita akan ditimpa kekalahan karena dirimu?” Lalu Salim mengatakan, “Kalau seperti itu yang terjadi maka aku sejelek-jelek pembawa Al-Quran.”
Zaid bin Al-Khaththab berkata, “Wahai sekalian kaum muslimin, gigitlah kuat-kuat dengan gigi geraham kalian. Teruslah, tebaskan pedang ke arah musuh-musuhmu! Teruslah maju! Demi Allah, aku tidak akan bicara lagi setelah ini hingga Allah mengalahkan mereka, atau aku berjumpa dengan-Nya, lalu aku akan mengajak-Nya bicara dengan alasan-alasanku.” Kemudian ia gugur sebagai syahid, semoga Allah meridhainya.
Abu Hudzaifah berkata, “Wahai penghapal Al-Quran, hiasilah Al-Quran dengan perbuatan.” Lalu ia terus maju ke tengah pasukan musuh hingga gugur, semoga Allah meridhainya.
Khalid bin Al-Walid terus menyerang hingga melewati pasukan musuh dan menuju ke arah Musailamah. Ia senantiasa mengintai untuk bisa mencapai Musailamah agar bisa membunuhnya. Kemudian ia berbalik dan berdiri di antara dua pasukan. Dia menantang untuk duel dan mengatakan, “Aku adalah putra Al-Walid. Aku adalah putra ‘Amir dan Zaid.”
Kemudian ia mengumandangkan semboyan-semboyan kaum muslimin. Mulalilah ia membunuh setiap pasukan musuh yang berduel dengannya. Ia juga akan melumat semua musuh yang mendekat kepadanya. Pasukan muslimin mulai menguasai keadaan. Lalu ia mendekati Musailamah dan menawarkan untuk kembali kepada kebenaran. Akan tetapi, setan yang ada pada diri Musailamah terus membisikinya, sehingga Musailamah tidak mau menerima tawaran apa pun. Setiap kali Musailamah mencoba melakukan pendekatan, setan yang ada padanya selalu berupa memalingkannya. Setelah itu, Khalid meninggalkan Musailamah.
Sebelumnya, Khalid telah membagi pasukan Muhajirin dan Anshar. Khalid memisahkan kedua pasukan ini dari pasukan muslimin yang berasal dari kabilah Arab yang lain. Beliau juga memisahkan pasukan berdasarkan keturunannya masing-masing. Sehingga setiap pasukan berperang di bawah bendera komando keturunannya. Dengan cara seperti itu, maka akan segera diketahui dari bagian pasukan yang mana kekalahan menimpa mereka. Sedangkan para shahabat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam masih terus bersabar menghadapi keadaan yang sangat genting ini. Mereka menghadapai kobaran perang yang belum pernah dihadapi sebelumnya.
Para shahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa maju menerjang leher-leher musuh, hingga Allah memberikan kemenangan kepada mereka. Orang-orang kafir pun lari tunggang langgang. Namun para shahabat masih terus memerangi sisa pasukan musuh dan menebaskan pedang ke leher-leher mereka. Para shahabat berhasil mendesak pasukan Musailamah di kebun kematian. Hakim Yamamah, yaitu Muhkam bin Ath-Thufail -semoga Allah melaknatnya- telah memberikan isyarat agar pasukan Musailamah memasukinya.
Lalu pasukan Musailamah masuk ke kebun kematian, dan di dalamnya ada musuh Allah, Musailamah. Abdurrahman bin Abu Bakar berhasil mendekati Ath-Thufail dan memanahnya sampai mengenai leher Muhkam dalam keadaan ia sedang berceramah. Abdurrahman berhasil membunuh Muhkam.
Orang-orang Bani Hanifah menutup pintu kebun, namun para shahabat terus mengepung mereka.
Al-Barra’ bin Malik mengatakan, “Wahai pasukan muslimin, lemparkan aku ke arah pasukan musuh di dalam kebun.”
Kemudian, pasukan muslimin menempatkannya di atas perisai, dan mengangkatnya dengan tombak hingga bisa melemparkannya ke arah pasukan musuh melewati pagar. Al-Barra’ senantiasa memerangi pasukan Musailamah yang berada di dekat pintu, hingga Al-Barra’ berhasil membuka pintu tersebut. Kemudian pasukan kaum muslimin masuk ke dalam kebun, baik melalui atas pagar maupun menjebol pintu-pintunya.
Pasukan muslimin terus memerangi orang-orang murtad yang ada di dalam kebun dari kalangan penduduk Yamamah. Kemudian pasukan Islam berhasil menuju ke arah Musailamah -semoga Allah terus melaknatnya-. Ketika itu, ia sedang berdiri di atas pagar yang retak seakan ia adalah unta yang berwarna abu-abu.
Musailamah ingin bersandar karena ia tidak bisa menahan marah. Apabilan setan dalam diri Musailamah meninggalkannya, akan keluar buih dari pelipisnya. Lalu Wahsyi bin Harb, maula Jubair bin Muth’im, mendekati Musailamah dan melemparnya dengan tombak kecil. Tombak itu tepat mengenai Musailamah dan tembus pada sisi tubuh yang lain. Abu Dujanah Simak bin Khirasyah bersegera menuju Musailamah dan menebaskan pedang. Musailamah akhirnya tersungkur tewas.
Seorang perempuan berteriak dari arah gedung, “Pimpinan Wadha`ah telah dibunuh oleh seorang budak hitam.”
Jumlah pasukan kafir yang dibunuh di dalam kebun dan di medan perang mendekati angka 10.000 korban, dan ada yang mengatakan 21.000. Sedangkan jumlah pasukan Islam yang meninggal berjumlah 600 orang, dan ada yang mengatakan 500 orang. Wallahu a’lam.
***
artikel muslimah.or.id
Disadur dari sebuah buku terjemahan yang berjudul “Kisah Kepahlawanan Para Shahabat Radhiyallahu ‘Anhum”, seri 2, cetakan pertama (Jumadil Akhir 1429 H/Juli 2008 M), penerbit: Hikmah Anak Sholih (HAS), Yogyakarta.https://muslimah.or.id/1726-kisah-perang-yamamah.html

Berkumpul bersama orang-orang yang shalih nan pemberani bisa menyemangati kita untuk menjadi seperti mereka. Jika pun tak sempat berjumpa langsung, mendengar dan membaca kisah mereka sudah bisa mengajarkan teladan yang besar pada kita. Berikut ini kami sadurkan sebuah kisah yang akan semakin menggugah keberanian kita dalam jihad fiisabiilillah. Selamat membaca….
***
Ibnu Katsir membawakan kisah matinya Musailamah Al-Kadzdzab [1] -semoga Allah melaknatnya- pada Perang Yamamah.
Ketika pasukan muslimin dan pasukan Musailamah Al-Kadzdzab berhadap-hadapan, Musailamah berkata kepada pengikutnya, “Hari ini adalah hari kecemburuan. Jika kalian kalah pada hari ini maka istri-istri kalian akan menjadi tawanan dan mereka akan menjadi budak. Oleh karena itu, berperanglah kalian untuk membela kedudukan dan melindungi wanita-wanita kalian.” [2]
Pasukan muslimin terus maju hingga Khalid naik ke tanah yang lebih tinggi dari Yamamah. Kemudian beliau membagi pasukannya.
Bendera kaum Muhajirin dipegang oleh Salim maula Abu Hudzaifah. Bendera kaum Anshar dipegang oleh Tsabit bin Qais bin Syammas, sedangkan kabilah Arab yang lain menggunakan bendera sendiri.
Kemudian pasukan kaum muslimin dan orang-orang kafir saling bertempur. Terjadilah pertempuran. Pasukan muslimin dari kabilah Arab yang lain bisa dikalahkan. Kemudian para shahabat saling menegur sesama mereka.
Tsabit bin Qais bin Syammas berkata, “Sungguh amat jelek kebiasaan yang kalian berikan kepada rekan kalian.”
Lalu terdengarlah seruan dari segala arah, “Berikanlah jalan keluar kepada kita, wahai Khalid.”
Setelah itu, kelompok Muhajirin dan Anshar masing-masing membentuk kelompok sendiri, juga Al-Barra’ bin Ma’rur. Dahulu, blia ia melihat perang maka ia akan gemetar. Lalu ia akan duduk di atas tunggangannya hingga kencing di celananya. Kemudian ia akan menerjang seperti singa.
Adapun Bani Hanifah menjalani oernga ini dengan sungguh-sungguh. Kesungguhan yang belum pernah mereka lakukan sebelumnya.
Karena itu, para shahabat saling memberikan wasiat di antara sesama mereka. Para shahabat mengatakan, “Wahai pengahapal surat Al-Baqarah, hari ini saaatnya pahlawan waktu sahur.”
Tsabit bin Qais membuat lubang untuk menanam kedua kakinya di bumi hingga setengah betis setelah ia mengusapkan obat pengawet mayat dan mengenakan kafan, dalam keadaan ia memegang panji kaum Anshar. Ia masih terus bertahan hingga terbunuh di lubang itu.
Kaum Muhajrin mengatakan kepada Salim maula Abu Hudzaifah, “Apakah kamu khawatir kita akan ditimpa kekalahan karena dirimu?” Lalu Salim mengatakan, “Kalau seperti itu yang terjadi maka aku sejelek-jelek pembawa Al-Quran.”
Zaid bin Al-Khaththab berkata, “Wahai sekalian kaum muslimin, gigitlah kuat-kuat dengan gigi geraham kalian. Teruslah, tebaskan pedang ke arah musuh-musuhmu! Teruslah maju! Demi Allah, aku tidak akan bicara lagi setelah ini hingga Allah mengalahkan mereka, atau aku berjumpa dengan-Nya, lalu aku akan mengajak-Nya bicara dengan alasan-alasanku.” Kemudian ia gugur sebagai syahid, semoga Allah meridhainya.
Abu Hudzaifah berkata, “Wahai penghapal Al-Quran, hiasilah Al-Quran dengan perbuatan.” Lalu ia terus maju ke tengah pasukan musuh hingga gugur, semoga Allah meridhainya.
Khalid bin Al-Walid terus menyerang hingga melewati pasukan musuh dan menuju ke arah Musailamah. Ia senantiasa mengintai untuk bisa mencapai Musailamah agar bisa membunuhnya. Kemudian ia berbalik dan berdiri di antara dua pasukan. Dia menantang untuk duel dan mengatakan, “Aku adalah putra Al-Walid. Aku adalah putra ‘Amir dan Zaid.”
Kemudian ia mengumandangkan semboyan-semboyan kaum muslimin. Mulalilah ia membunuh setiap pasukan musuh yang berduel dengannya. Ia juga akan melumat semua musuh yang mendekat kepadanya. Pasukan muslimin mulai menguasai keadaan. Lalu ia mendekati Musailamah dan menawarkan untuk kembali kepada kebenaran. Akan tetapi, setan yang ada pada diri Musailamah terus membisikinya, sehingga Musailamah tidak mau menerima tawaran apa pun. Setiap kali Musailamah mencoba melakukan pendekatan, setan yang ada padanya selalu berupa memalingkannya. Setelah itu, Khalid meninggalkan Musailamah.
Sebelumnya, Khalid telah membagi pasukan Muhajirin dan Anshar. Khalid memisahkan kedua pasukan ini dari pasukan muslimin yang berasal dari kabilah Arab yang lain. Beliau juga memisahkan pasukan berdasarkan keturunannya masing-masing. Sehingga setiap pasukan berperang di bawah bendera komando keturunannya. Dengan cara seperti itu, maka akan segera diketahui dari bagian pasukan yang mana kekalahan menimpa mereka. Sedangkan para shahabat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam masih terus bersabar menghadapi keadaan yang sangat genting ini. Mereka menghadapai kobaran perang yang belum pernah dihadapi sebelumnya.
Para shahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa maju menerjang leher-leher musuh, hingga Allah memberikan kemenangan kepada mereka. Orang-orang kafir pun lari tunggang langgang. Namun para shahabat masih terus memerangi sisa pasukan musuh dan menebaskan pedang ke leher-leher mereka. Para shahabat berhasil mendesak pasukan Musailamah di kebun kematian. Hakim Yamamah, yaitu Muhkam bin Ath-Thufail -semoga Allah melaknatnya- telah memberikan isyarat agar pasukan Musailamah memasukinya.
Lalu pasukan Musailamah masuk ke kebun kematian, dan di dalamnya ada musuh Allah, Musailamah. Abdurrahman bin Abu Bakar berhasil mendekati Ath-Thufail dan memanahnya sampai mengenai leher Muhkam dalam keadaan ia sedang berceramah. Abdurrahman berhasil membunuh Muhkam.
Orang-orang Bani Hanifah menutup pintu kebun, namun para shahabat terus mengepung mereka.
Al-Barra’ bin Malik mengatakan, “Wahai pasukan muslimin, lemparkan aku ke arah pasukan musuh di dalam kebun.”
Kemudian, pasukan muslimin menempatkannya di atas perisai, dan mengangkatnya dengan tombak hingga bisa melemparkannya ke arah pasukan musuh melewati pagar. Al-Barra’ senantiasa memerangi pasukan Musailamah yang berada di dekat pintu, hingga Al-Barra’ berhasil membuka pintu tersebut. Kemudian pasukan kaum muslimin masuk ke dalam kebun, baik melalui atas pagar maupun menjebol pintu-pintunya.
Pasukan muslimin terus memerangi orang-orang murtad yang ada di dalam kebun dari kalangan penduduk Yamamah. Kemudian pasukan Islam berhasil menuju ke arah Musailamah -semoga Allah terus melaknatnya-. Ketika itu, ia sedang berdiri di atas pagar yang retak seakan ia adalah unta yang berwarna abu-abu.
Musailamah ingin bersandar karena ia tidak bisa menahan marah. Apabilan setan dalam diri Musailamah meninggalkannya, akan keluar buih dari pelipisnya. Lalu Wahsyi bin Harb,maula Jubair bin Muth’im, mendekati Musailamah dan melemparnya dengan tombak kecil. Tombak itu tepat mengenai Musailamah dan tembus pada sisi tubuh yang lain. Abu Dujanah Simak bin Khirasyah bersegera menuju Musailamah dan menebaskan pedang. Musailamah akhirnya tersungkur tewas.
Seorang perempuan berteriak dari arah gedung, “Pimpinan Wadha`ah telah dibunuh oleh seorang budak hitam.”
Jumlah pasukan kafir yang dibunuh di dalam kebun dan di medan perang mendekati angka 10.000 korban, dan ada yang mengatakan 21.000. Sedangkan jumlah pasukan Islam yang meninggal berjumlah 600 orang, dan ada yang mengatakan 500 orang. Wallahu a’lam.
***
Disadur dari sebuah buku terjemahan yang berjudul “Kisah Kepahlawanan Para Shahabat Radhiyallahu ‘Anhum”, seri 2, cetakan pertama (Jumadil Akhir 1429 H/Juli 2008 M), penerbit: Hikmah Anak Sholih (HAS), Yogyakarta.
***
Catatan kaki :
[1] “Al-Kadzdzab” artinya pembohong besar (pendusta). Musailamah diberi gelar “Al-Kadzdzab” karena sepeninggal Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, Musailamah mengaku-aku sebagai seorang nabi. Padahal telah terdapat dalil-dalil shahih yang menyebutkan bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah penutup para nabi, tidak ada lagi nabi setelah beliau.
– Firman Allah Ta’ala,
مَا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِّن رِّجَالِكُمْ وَلَكِن رَّسُولَ اللَّهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ
Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapidia adalah Rasulullah dan penutup para nabi.” (QS. Al-Ahzab [33]: 40)
– Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang artinya, “Aku adalah penutup para Nabi dan tidak ada Nabi lagi sesudahku.” (HR. Abu Daud, Ibnu Majah, dan Ahmad, dengan sanad shahih menurut Muslim)
[2] Ucapan penyemangat ini menunjukkan cita-cita Musailamah yang rendah dan hina, karena di dalamnya dia menyemangati pasukannya untuk berperang bukan untuk Allah tetapi untuk dunia, sebagaimana pada akhir ucapan Musailamah ini, “Oleh karena itu, berperanglah kalian untuk membela kedudukan dan melindungi wanita-wanita kalian.” Adapun kaum muslimin berperang untuk Allah, di jalan Allah, dan dengan pertolongan Allah lah kaum muslimin memperoleh kemenangan.

muslimah site
- See more at: http://www.arrahmah.com/read/2012/01/01/17138-kisah-perang-yamamah.html#sthash.X7o5hLov.dpuf
Kisah Perang Yamamah
Kisah Perang Yamamah

Komentar

Wayang Kulit Gagrak Surakarta

Wayang Kulit Gagrak Surakarta
Jendela Dunianya Ilmu Seni Wayang

Jika Anda Membuang Wayang Kulit

Menerima Buangan Wayang Kulit bekas meski tidak utuh ataupun keriting, Jika anda dalam kota magelang dan kabupaten magelang silahkan mampir kerumah saya di jalan pahlawan no 8 masuk gang lalu gang turun, Jika anda luar kota magelang silahkan kirim jasa pos atau jasa gojek ke alamat sdr Lukman A. H. jalan pahlawan no 8 kampung boton balong rt 2 rw 8 kelurahan magelang kecamatan magelang tengah kota magelang dengan disertai konfirmasi sms dari bapak/ ibu/ sdr siapa dan asal mana serta penjelasan kategori wayang kulit bebas tanpa dibatasi gagrak suatu daerah boleh gaya baru, gaya lama, gaya surakarta, gaya yogyakarta, gaya banyumasan, gaya cirebonan, gaya kedu, gaya jawatimuran, gaya madura, gaya bali, maupun wayang kulit jenis lain seperti sadat, diponegaran, dobel, dakwah, demak, santri, songsong, klitik, krucil, madya dll

Postingan Populer