Abdurrahman bin Abu Bakar Ash Siddiq ra

Kisah Sahabat Nabi: Abdurrahman bin Abu Bakar, Mujahid Hingga Akhir Hayat

REPUBLIKA.CO.ID, Ia merupakan lukisan nyata tentang kepribadian Arab dengan segala kedalaman ilmunya. Sementara ayahnya, Abu Bakar Ash-Shiddiq adalah orang yang pertama kali beriman, ia masih tenggelam dalam kekafiran. Ia sosok yang keras kepala dan kokoh dan membela berhala-berhala Jahiliyah.

Pada Perang Badar, ia tampil dalam barisan penyerang di pihak kaum musyrik. Di Perang Uhud, ia mengepalai pasukan panah yang dipersiapkan Quraiys untuk menghadapi kaum Muslimin. 

Sebelum kedua pasukan itu bertempur, terlebih dahulu seperti biasa diadakan duel.  Abdurrahman maju ke depan dan meminta lawan dari pihak Muslim. Maka bangkitlah ayahnya, Abu Bakar Ash-Shiddiq, siap melayani tantangan anaknya. Namun Rasulullah SAW menahan sahabatnya itu dan menghalanginya melakukan perang tanding melawan putranya sendiri.

Walau bagaimanapun hormatnya Abdurrahman kepada ayahnya, dan begitu percayanya ia akan kebesaran jiwa dan keluruhan budi sang ayah, ia tak terpengaruh oleh keislaman Abu Bakar. Ia kokoh membela berhala-berhala Quraiys. Orang-orang seperti ini, tidak buta akan kebenaran, walaupun untuk mencapai hal itu diperlukan waktu yang lama.

Demikianlah, ketika Abdurrahman memeluk Islam dan kembali ke pangkuan agama yang haq, maka bercahayalah wajah Abu Bakar melihat putranya itu ketika menyatakan baiat kepada Rasulullah. Di waktu kafirnya, ia adalah seorang yang jantan, maka sekarang di waktu Islamnya pun, ia tetap jantan. 
 
Sejak saat itu,  Abdurrahman berusaha sekuat tenaga untuk menyusul ketinggalan-ketinggalannya selama ini, baik di jalan Allah maupun di jalan Rasulullah dan orang-orang Mukmin.

Pada masa Rasulullah dan para khalifah sesudah beliau, Abdurrahman tak ketinggalan dalam mengambil bagian dalam peperangan, dan tak pernah berpangku tangan dalam jihad.

Dalam Perang Yamamah yang terkenal itu, jasanya amat besar. Keteguhan dan keberaniannya memiliki peran besar dalam merebut kemenangan dari tentara Musailamah Al-Kadzab dan orang-orang yang murtad. Bahkan dialah yang menghabisi riwayat Mahkam bin Thufail, yang menjadi perencana bagi Musailamah. Dengan segala daya dan upaya ia berhasil mengepung benteng pertahanan mereka yang strategis. 

Di bawah naungan Islam, sifat-sifat utama Abdurrahman bertambah tajam dan lebih menonjol. Kecintaan dan keyakinannya serta kemauan yang teguh untuk mengikuti apa yang dianggapnya haq dan benar, merupakan sari hidup dan permata kepribadiannya.

Ia tiada terpengaruh sedikit pun oleh suatu pancingan atau tekanan. Bahkan pada saat yang amat gawat, ketika Muawiyah memutuskan hendak memberikan baiat khalifah kepada Yazid dengan menggunakan ketajaman senjata.

Muawiyah mengirim surat kepada Marwan, gubernurnya di Madinah, dan menyuruh untuk membacakannya kepada kaum Muslimin di masjid. Marwan melaksanakan perintah itu, namun belum selesai ia membaca, Abdurrahman bin Abu Bakar bangkit dan berkata, "Demi Allah, rupanya bukan kebebasan memilih yang anda berikan kepada umat Nabi Muhammad SAW, tetapi anda hendak menjadikannya kerajaan seperti Romawi sehingga bila seorang kaisar meninggal, tampillah kaisar lain sebagai penggantinya."

Saat itu Abdurrahman melihat bahaya besar yang sedang mengancam umat Islam, seandaianya Muawiyah melanjutkan rencananya itu. Belum lagi selesai Abdurrahman melontarkan kecaman keras ini kepada Marwan, ia telah disokong oleh segolongan Muslimin yang dipimpin oleh Husein bin Ali, Abdullah bin Zubair, dan Abdullah bin Umar.

Di belakang hari muncul beberapa keadaan mendesak yang memaksa Husein, Ibnu Zubair dan Ibnu Umar berdiam diri terhadap rencana baiat yang hendak dilaksanakan Muawiyah dengan kekuatan senjata ini. 

Namun Abdurrahman tidak putus asa menyatakan batalnya baiat tersebut secara terus terang. Tatkala diketahuinya setelah itu bahwa Muawiyah sedang bersiap-siap akan melakukan kunjungan ke Madinah, Abdurrahman segera meninggalkan kota itu menuju Makkah. 

Rupanya iradah Allah akan menghindarkan dirinya dari bencana dan akibat pendiriannya ini. Karena baru saja ia sampai kota Makkah dan tinggal sebentar di sana, ia wafat.

Orang-orang mengusung jenazahnya di bahu-bahu mereka dan membawanya ke sebuah dataran tinggi kota Makkah lalu menguburkannya di sana; di bawah tanah yang telah menyaksikan masa Jahiliyahnya, dan juga telah menyaksikan masa keislamannya.
http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/11/05/26/llsymk-kisah-sahabat-nabi-abdurrahman-bin-abu-bakar-mujahid-hingga-akhir-hayat

Abdurrahman bin Abu Bakar RA

Kalau Abu Bakar adalah merupakan lelaki pertama yang meyakini dan memeluk Islam, kemudian diikuti oleh anak-anaknya, teman dan kerabat lainnya, maka putranya yang satu ini, Abdurrahman bin Abu Bakar termasuk yang "teguh" pendiriannya dalam kekafiran. Sementara saudaranya, Asma dan Abdullah bin Abu Bakar berperan aktif untuk membantu Nabi SAW dan ayahnya ketika akan berhijrah, Abdurrahman "aktif" pula membantu kaum kafir Quraisy untuk menemukan dan menghalangi hijrah mereka berdua, bahkan kalau perlu membunuhnya.Dalam perang Badar, Abdurrahman masih berdiri teguh di barisan kaum kafir Quraisy. Abu Bakar sempat menyapanya dengan lembut dengan harapan akan meluluhkan hatinya, tetapi jawabannya tegas, "Yang ada saat ini hanyalah senjata dan kuda, serta pedang tajam yang siap membabat orang tua yang sudah renta (maksudnya, bapaknya sendiri)."Abu Bakar bermaksud menghadapi anaknya ini dan membunuhnya, tetapi ia dicegah oleh Rasulullah SAW.Ketika berlangsung perang Uhud, Abdurrahman memimpin pasukan panah kaum Quraisy. Sekali lagi Abu Bakar bermaksud memerangi putranya ini dan membunuhnya, tetapi lagi-lagi Rasulullah SAW menghalanginya. Akan halnya Abdurrahman sendiri, ia berkali-kali melihat posisi Abu Bakar dalam pertempuran tersebut, tetapi ia berusaha menghindari bentrokan dengan ayahnya. Ketika telah memeluk Islam dan ia menyampaikan hal ini kepada ayahnya, Abu Bakar berkata, "Demi Allah, sekiranya aku melihatmu saat itu, aku pasti akan membunuhmu…!!"Dalam setiap pertempuran di fihak kaum kafir Quraisy, Abdurrahman selalu saja selamat, sampai kemudian hidayah Allah datang kepadanya saat Fathul Makkah. Dan tampaknya Allah ingin menyempurnakan kemuliaan keluarga Abu Bakar, ayahnya Abu Quhafah yang telah renta dan buta juga memeluk Islam pada saat yang hampir bersamaan dengan cucunya tersebut.Sejak keislamannya, Abdurrahman tidak ingin lagi tertinggal berjuang menegakkan panji-panji keimanan dan  keislaman, baik ketika Nabi SAW masih hidup, atau ketika beliau telah wafat. Kepahlawanannya tampak menonjol  pada perang Yamamah pada masa kekhalifahan Abu Bakar, perang menumpas nabi palsu Musailamah al Kadzdzab.Musailamah bin Tsumamah bin Kabir bin Hubaib berasal dari Bani Hanifah di Yamamahia memeluk Islam bersama beberapa orang dari kabilahnya pada tahun 9 Hijriah. Bani Hanifah memang merupakan kabilah yang memiliki pasukan yang kuat, jarang sekali terkalahkan dalam berbagai pertempuran yang diterjuninya. Sejak keislamannya, Musailamah yang pada dasarnya orang yang sombong, makin meningkat keangkuhannya. Ia merasa mempunyai kedudukan yang sederajad dengan Nabi SAW, karena itu ia menuntut kepada Nabi SAW untuk berbagi kekuasaan dan kenabian. Ia mengaku memperoleh wahyu yang menjadikannya sebagai Nabi sebagai sekutu Nabi SAW, sebagaimana Nabi Harun bersekutu dengan Nabi Musa. Salah satu tangan kanan Musailamah dalam menjalankan  "pemerintahan" tandingan Islam adalah Mahkam bin Thufeil, dialah "otak" yang mengatur dan merencanakan strategi pemberontakan Musailamah.Pada pertempuran Yamamah, awalnya pasukan muslimin dapat dipukul mundur oleh pasukan Musailamah. Tetapi ketika komandan pasukan diserahkan kepada Khalid bin Walid, mereka mulai menyusun kekuatan kembali dengan strategi yang diterapkan oleh "si Pedang Allah" ini. Abdurrahman bin Abu Bakar berhasil membunuh Mahkam bin Thufeil sehingga pertahanan pasukan Musailamah menjadi goyah. Tak lama kemudian Wahsyi bin Harb berhasil membunuh Musailamah dengan tombak andalannya. Tanpa dua orang pucuk pimpinannya tersebut, pasukan Musailamah lari tunggang-langgang dan akhirnya menyerah kalah. Berakhir sudah petualangan sang nabi palsu, Musailamah, dan peran Abdurrahman cukup menentukan dalam peperangan ini.Berlalulah waktu, Abdurrahman selalu membaktikan sisa hidupnya untuk ibadah demi ibadah. Tiba masa-masa fitnah, ia memilih tetap tinggal di Madinah seperti sebagian besar sahabat lainnya. Namun, ketika Muawiyah memutuskan untuk mengangkat putranya, Yazid bin Muawiyah sebagai khalifah penggantinya, ia mulai angkat bicara.Muawiyah mengirimkan surat kepada para gubernurnya, untuk memerintahkan ba'iat kepada putranya tersebut. Ketika Marwan bin Hakam, gubernur Madinah yang masih kerabat dekat Muawiyah, membacakan surat perintah ba'iat ini, tentunya dengan dikawal kekuatan bersenjata, suasana jadi hening. Jelas sekali kalau secara umum ada penolakan, tetapi tidak ada yang berani memberikan tanggapan (penolakan) secara langsung. Akhirnya Abdurrahman bin Abu Bakar angkat bicara, "Demi Allah, rupanya bukan kebebasan memilih yang anda berikan kepada umat Nabi Muhammad SAW, tetapi anda hendak menjadikannya sebagai kerajaan seperti di Romawi, kalau seorang kaisar meninggal, maka tampillah kaisar lain dari keturunannya….!!"Abdurrahman menentang dengan keras rencana ba'iat tersebut, dengan keras ia menyatakan bahwa ba'iat seperti itu batal, berbagai argumen disampaikannya dan ternyata Marwan tidak berkutik. Ia melaporkan perkara ini kepada Muawiyah di Syam.Beberapa waktu kemudian, datanglah utusan Muawiyah menemui Abdurrahman, ia menawarkan uang sebanyak seratus ribu dirham, tetapi Abdurrahman harus menarik ucapannya tersebut dan bersedia memba'iat Yazid sebagai khalifah. Abdurrahman berkata tegas kepada utusan Muawiyah, "Kembalikan uang itu kepadanya (Muawiyah), dan katakan bahwa Abdurrahman tidak akan menjual agamanya dengan dunia sebanyak apapun…!!"Melihat negosiasinya gagal, Muawiyah bermaksud mendatangi langsung Abdurrahman ke Madinah. Tetapi mendengar rencana Muawiyah ini, Abdurrahman segera pergi ke Makkah untuk menghindari pertemuan yang dianggapnya tidak akan ada manfaatnya sama sekali. Ia sangat mengenal watak dan karakter Muawiyah yang ambisius dan ingin mencapai tujuannya dengan cara apapun. Ketika sampai di luar kota Makkah, ia tinggal sebentar, dan maut menjemputnya di sana. Orang-orang membawa jenazah Abdurrahman ke dataran tinggi di Makkah dan memakamnya di sana.Sebagian riwayat menyebutkan terjadinya pertemuan antara Abdurrahman dan Muawiyah sebelum ia pergi ke Makkah, atau mungkin pertemuan itu terjadi sebelum Muawiyah melakukan upaya suap seratus ribu dirham. Dan  dalam pertemuan tersebut terjadi perdebatan. Atas penolakan Abdurrahman untuk dipilihnya Yazid sebagai khalifah penggantinya, Muawiyah berkata, "Bukankah sama saja dengan ayahmu, dimana Abu Bakar telah memilih Umar sebagai khalifah penggantinya…!!"Abdurrahman berkata tegas, "Tetapi ayahku tidak mengangkat siapapun dari anggota keluarganya, dan Umar adalah manusia terbaik pada saat itu ..!!"            Muawiyah tidak berkutik dengan hujjah ini dan ia tidak bisa berkata apapun lagi.http://percikkisahsahabat.blogspot.co.id/2013/10/abdurrahman-bin-abu-bakar-ra.html

Abdurrahman bin Abi Bakar

Abdurrahman bin Abi Bakar (Arabعبد الرحمن بن أبي بكر) adalah Sahabat Nabi Muhammad yang juga merupakan anak dari Khalifah pertama Abu Bakar dan memilki adik kandung bernama Aisyah. Tidak seperti keluarga lainnya yang telah lebih dahulu memeluk Islam, ia memeluk Islam setelah terjadinya Fathu Makkah.
Abdul Rahman menolak kebijakan Muawiyah I yang mengangkat puteranya, yaitu Yazid I sebagai pengganti khalifah. Ketika Marwan bin al-Hakam mengumumkan berita ini ke khalayak ramai di Madinah, dia berupaya untuk memberinya pengesahan dengan mengatakan bahwa inilah cara atau kebiasaan atau sunnahnya Abu Bakar dan Umar. Abdul Rahman berkeberatan terhadap penalaran ini, dengan mengatakan bahwa inilah adatRomawi Timur dan Bangsa Persia, bukan adatnya Abu Bakar, bukan pula Umar, dan bahwa Abu Bakr atau Umar tidak mengangkat anak-cucu mereka sebagai pengganti mereka. Marwan berupaya memfitnah Abdul Rahman dengan mengutip Al-Qur'an, yakni surat ke-46 (Al-Ahqaf) ayat ke-17 dan secara keliru menge-klaim bahwa tindakan ini membongkar upaya perlawanan terhadap Abdul Rahman sendiri. Marwan berupaya menangkap Abdul Rahman, namun kemudian berlindung di rumah saudarinya, Aisyah. [1]
Beberapa sumber menge-klaim bahwa Muawiyah menitahkan Abdul Rahman supaya diracun karena menolak penggantian Yazid.
https://id.wikipedia.org/wiki/Abdurrahman_bin_Abi_Bakar

Hikmah Kisah Cinta Laila dan Abdurrahman bin Abi Bakar

Pada suatu hari Abdurrahman bin Abi Bakar radhiallahu ‘anhu bepergian ke Syam untuk berniaga. Di tengah jalan, ia melihat seorang wanita berbadan semampai, cantik nan rupawan bernama Laila bintu Al Judi. Tanpa diduga dan dikira, panah asmara Laila melesat dan menghujam hati Abdurrahman bin Abi Bakar radhiallahu ‘anhu. Maka sejak hari itu, Abdurrahman radhiallahu ‘anhu mabok kepayang karenanya, tak kuasa menahan badai asmara kepada Laila bintu Al Judi. Sehingga Abdurrahman radhiallahu ‘anhu sering kali merangkaikan bair-bait syair, untuk mengungkapkan jeritan hatinya. Berikut di antara bait-bait syair yang pernah ia rangkai:

"Aku senantiasa teringat Laila yang berada di seberang negeri Samawah
Duhai, apa urusan Laila bintu Al Judi dengan diriku?
Hatiku senantiasa diselimuti oleh bayang-bayang sang wanita
Paras wajahnya slalu membayangi mataku dan menghuni batinku.
Duhai, kapankah aku dapat berjumpa dengannya,
Semoga bersama kafilah haji, ia datang dan akupun bertemu."

Karena begitu sering ia menyebut nama Laila, sampai-sampai Khalifah Umar bin Al Khattab radhiallahu ‘anhu merasa iba kepadanya. Sehingga tatkala beliau mengutus pasukan perang untuk menundukkan negeri Syam, ia berpesan kepada panglima perangnya:

"Bila Laila bintu Al Judi termasuk salah satu tawanan perangmu (sehingga menjadi budak), maka berikanlah kepada Abdurrahman radhiallahu ‘anhu."

Dan subhanallah, taqdir Allah setelah kaum muslimin berhasil menguasai negeri Syam, didapatkan Laila termasuk salah satu tawanan perang. Maka impian Abdurrahman pun segera terwujud. Mematuhi pesan Khalifah Umar radhiallahu ‘anhu, maka Laila yang telah menjadi tawanan perangpun segera diberikan kepada Abdurrahman radhiallahu ‘anhu.

Anda bisa bayangkan, betapa girangnya Abdurrahman, pucuk cinta ulam tiba, impiannya benar-benar kesampaian. Begitu cintanya Abdurrahman radhiallahu ‘anhu kepada Laila, sampai-sampai ia melupakan istri-istrinya yang lain. Merasa tidak mendapatkan perlakuan yang sewajarnya, maka istri-istrinya yang lainpun mengadukan perilaku Abdurrahman kepada ‘Aisyah istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang merupakan saudari kandungnya.

Menyikapi teguran saudarinya, Abdurrahman berkata:

“Tidakkah engkau saksikan betapa indah giginya, yang bagaikan biji delima?”

Akan tetapi tidak begitu lama Laila mengobati asmara Abdurrahman, ia ditimpa penyakit yang menyebabkan bibirnya “memble” (jatuh, sehingga giginya selalu nampak). Sejak itulah, cinta Abdurrahman luntur dan bahkan sirna. Bila dahulu ia sampai melupakan istri-istrinya yang lain, maka sekarang ia pun bersikap ekstrim. Abdurrahman tidak lagi sudi memandang Laila dan selalu bersikap kasar kepadanya. Tak kuasa menerima perlakuan ini, Lailapun mengadukan sikap suaminya ini kepada ‘Aisyah radhiallahu ‘anha. Mendapat pengaduan Laila ini, maka ‘Aisyah pun segera menegur saudaranya dengan berkata:

يا عبد الرحمن لقد أحببت ليلى وأفرطت، وأبغضتها فأفرطت، فإما أن تنصفها، وإما أن تجهزها إلى أهلها، فجهزها إلى أهلها.

“Wahai Abdurrahman, dahulu engkau mencintai Laila dan berlebihan dalam mencintainya. Sekarang engkau membencinya dan berlebihan dalam membencinya. Sekarang, hendaknya engkau pilih: Engkau berlaku adil kepadanya atau engkau mengembalikannya kepada keluarganya."

Karena didesak oleh saudarinya demikian, maka akhirnya Abdurrahmanpun memulangkan Laila kepada keluarganya. (Tarikh Damaskus oleh Ibnu ‘Asakir 35/34 & Tahzibul Kamal oleh Al Mizzi 16/559)
http://detektif007.blogspot.co.id/2012/08/hikmah-kisah-cinta-laila-dan.html
KISAH ATIKAH BINTI ZAID DAN ABDULLAH BIN ABU BAKAR ASH SHIDDIQ
Walimahan.com - Para sahabat Nabi menyepakati bahwa peristiwa terbesar yang layak mendapat apresiasi tahun Islam adalah Hijrah. Al Quran memuji langsung ibadah Hijrah tersebut. Berpahala agung dan berdampak istimewa. Jika hijrah para sahabat ke Madinah istimewa, maka yang paling istimewa adalah hijrah Rasulullahshallallahu alaihi wasallam. Hijrah menantang bahaya. Hijrah beliau dihargai dengan 100 ekor unta bagi yang berhasil menangkap atau membunuhnya. Iblis pun tahu jika Muhammad berhasil keluar dari Mekkah, maka dia akan membahayakan di kemudian hari dengan membawa kekuatan baru untuk menaklukkan Mekah. Dan hal itu benar terjadi. Mekkah takluk anya berselang 8 tahun saja.
Peristiwa seagung itu, melibatkan orang-orang agung yang mengantongi pahala agung. Ya, keluarga Abu Bakar Ash Shiddiq radhiallahu anhu. Diantaranya adalah Abdullah bin Abi Bakar. Putra Abu Bakar.
Tugasnya tidak sederhana. Ia harus duduk seharian mendengarkan semua pembicaraan para pembesar Mekkah tentang Rasul dan ayahnya yang sedang di dalam Gua Tsur. Di sore hari menjelang gelap malam ia harus berjalan menuju Gua Tsur yang terletak di sebelah selatan Mekah sejauh kurang lebih 4 KM dengan ketinggian gua lebih dari 700 M di atas permukaan laut. Perjalanan itu bertujuan memberitahu Rasul dan ayahnya tentang semua berita yang ada di Mekkah. Esok pagi ia sudah harus ada di Mekkah lagi untuk melakukan hal yang sama. Dan sore hari kembali berjalan ke arah Gua Tsur. Selama tiga hari Nabi dan Abu Bakar menginap di Gua Tsur, itulah tugas Abdullah. Tentu sebuah perjuangan yang tidak ringan, melelahkan, berbahaya, dan yang pasti berpahala agung.
Keluarga Abu Bakar memang selalu istimewa. Dalam hijrah Nabi, keluarga Abu Bakar lah yang berperan. Anak-anak, pembantu hingga dirinya dilibatkan. Abdullah hadir dan dididik di dalam keluarga mulia itu.
Tapi perhatikan pemaparan Ibnu Hajar dalam Al Ishobah tentang kisah seseorang yang juga bernama Abdullah bin Abi Bakar. Dia menikah dengan wanita cantik jelita nan berakhlak mulia. Yaitu Atikah binti Zaid bin Amr. Ia adalah wanita Quraisy, saudarinya Said bin Zaid, salah satu 10 sahabat yang dijamin masuk surga dalam satu hadits Nabi.
Kecantikan dan keluhuran pribadi Atikah benar-benar menyihir hati Abdullah. Menyita seluruh jiwanya. Menyandera seutuh akalnya. Hari-harinya hanya mengagumi Atikah. Kecantikannya, jelitanya, dan adab mulianya.
Cinta Atikah nyaris tak menyisakan kehidupan Abdullah, kecuali mengagumi dan larut dalam cintanya. Setiap hari dan setiap saat.
“Ia (Atikah) menyibukkannya(Abdullah) dari perang-perangnya,” kata Imam Ibnu Hajar membicarakan biografi Atikah.
Jika cinta telah mulai berubah menjadi diktator dan mulai terlihat angkuh. Memaksa untuk hanya dia yang diperhatikan dan dipedulikan. Bahkan memaksa untuk melupakan berbagai kewajiban hidup. Maka ia harus ditegur.
Dan Abu Bakar sang ayah pun menegurnya. Meminta Abdullah untuk menceraikan Atikah. Abdullah sangat gundah. Setiap guratan kegundahannya dituangkan dalam untaian syair. Hari-harinya bersyair kegundahan akan pahitnya perpisahan. Dengan Atikah sang jelita paras dan jiwa. Kegundahan antara pilihan yang sulit; ayah atau kekasih hati.
Mereka berkata: ceraikan ia dan tutuplah posisinya
Menetap dengan harapan jiwa terhadap mimpi orang yang tidur
Sesungguhnya berpisah dari keluarga yang telah kucintai mereka
Begitu besarnya dariku adalah sebuah hal yang berat
Tapi Abu Bakar sudah tak bergeming. Abdullah harus tetap menceraikan Atikah. Apapun yang terjadi. Abu Bakar tak peduli apakah cinta itu sudah begitu dalam. Tak peduli apakah perpisahan adalah kemustahilan yang harus terjadi. Tak peduli apakah tidur tak lagi nyaman oleh usikan cinta dan kerinduan. Karena cinta telah egois dan angkuh.
Abdullah resmi menceraikan Atikah.
Tetapi hati Abdullah sudah terpatri dalam bilik cinta Atikah. Tak bisa bergeser apalagi keluar. Abu Bakar suatu hari mendengar Abdullah larut dalam syair kesedihan. Lagi-lagi, segalanya tentang Atikah,
Duhai Atikah sayang, aku tak mampu melupakanmu sepanjang mentari masih bersinar
Dan sepanjang merpati cantik itu masih bersuara indah
Duhai Atikah, hatiku sepanjang siang dan malam
Selalu bergantung pada dirimu tentang rasa dalam jiwa
Tak terbayangkan orang sepertiku menceraikan orang sepertimu hari ini
Tidak juga orang sepertimu yang diceraikan tanpa kesalahan
Ia berakhlak mulia, cerdas, terpandang
Dan kesempurnaan fisik yang dibalut malu dan kejujuran
Abu Bakar pun luluh. Setiap kata Abdullah mengundang simpati Abu Bakar. Begitu dalamnya cinta itu. Ketika dipisahkan berharap bisa terlepas dari cinta angkuh itu. Tetapi setelah dipisahkan justru cinta Atikah telah berubah menjadi penjara dan belenggu yang membuatnya tak mampu berbuat apapun. Lapangnya hati Abdullah tiba-tiba sempit. Dan hanya mampu melafalkan Atikah. Atikah terlalu sempurna di mata Abdullah.
Ayah bijak itu mengizinkan anaknya untuk kembali ke istrinya.
Abdullah kembali menumpahkan bahagianya dalam untaian indah,
Duhai Atikah, sungguh ia telah aku ceraikan
Kini aku telah kembali atas perintah yang hadir
Begitulah keputusan Allah yang hadir dan pergi
Pada manusia baik nyaman ataupun tidak
Hatiku lenyap setiap kali mengingat perpisahan itu
Dan hatiku menjadi tenang kembali karena Allah telah mendekatkan kembali
Selamat untukmu, aku tak melihat ada murka-Nya
Dan engkau semakin istimewa
Engkau termasuk orang yang diindahkan oleh Allah
Dan tak ada yang mampu merusak sesuatu yang diindahkan Allah
Perhatikanlah dua kisah Abdullah di atas. Dua nama yang sama. Dan memang Abdullah putra Abu Bakar. Orang yang sama.
Tetapi perhatikan perbedaannya.
Abdullah sang pejuang. Tak memiliki rasa takut walau bertaruh nyawa. Tak menyerah hanya karena lelah fisik dan gelap malam. Penuh perhitungan matang. Bergerak dan bergerak.
Tapi saat cinta menyapa…
Abdullah sang pecinta. Tak hanya hati yang dikuasai cinta. Akal, tangan, kaki bahkan seluruh hidupnya. Cinta membuatnya berhenti. Tak mampu bergerak. Tak terlihat pergerakan dahsyat yang dilakukannya saat malam hijrah itu. Cinta menghentikan gerak mulianya. Cinta menguasai akalnya. Cinta menguasai lisannya. Dan setiap saat hanya cinta dan cinta.
Tentu kita harus belajar banyak dari kisah orang sangat mulia ini. Orang-orang besar, sholih dan hebat pun bisa jatuh cinta. Mungkin tak terbayangkan oleh kita tentang bagaimana mereka jatuh cinta. Kisah di atas adalah gambaran jelas bahwa saat cinta itu datang kepada Abdullah putra Abu Bakar, terasa sama dengan cinta yang hadir kepada orang biasa. Tiba-tiba kita seperti melihat dua sosok berbeda. Padahal sama.
Begitulah.
Seperti Ibnu Hazm –rahimahullah- yang menulis kitab Fikih Al Muhalla, berubah seperti sosok yang berbeda ketika bicara tentang cinta dalam bukunya Thauqul Hamamah.
Seperti Ibnu Qayyim yang menghantam pemikiran sesat Jahmiyyah dan Mu’athilah dalam bukunya Ash Shawaiq Al Mursalah, berubah seperti sosok yang berbeda ketika membahas cinta dalam bukunya Raudhatul Muhibbin.
Seperti Abdullah pejuang hijrah, seakan sosok berbeda saat cinta Atikah.
Itu adalah rasa yang dianugerahkan Allah. Yang terpeting semuanya tetap mulia. 
sumber : parentingnabawiyah.com
http://walimahan.com/blog/kisah-atikah-binti-zaid-dan-abdullah-bin-abu-bakar-ash-shiddiq

Kisah Abdurrahman bin Abu Bakar

Dunia Nabi ~ Abdurrahman bin Abu Bakar adalah seorang yang sangat memegang teguh pendiriannya. Ayahnya, Abu bakar, termasuk orang-orang yang memeluk  agama Islam pertama kali. Namun, hal itu tidak terjadi pada Abdurrahman bin Abu Bakar. Ia memegang teguh agama nenek moyangnya yang menyembah berhala.
kisah-abdurrahman-bin-abu-bakar


PadaperangBadar, 
Abdurrahman berada di barisan tentara Quraisy yang menyerang tentara Muslim. Pada Perang Uhud, Abdurrahman memimpin pasukaan pemanah Quraisy yang menggempur tentara muslim. Abdurrahman membela keyakinannya dengan penuh keteguhan.
Biasanya di awal peperangan akan terjadi perang tanding satu lawan satu. Abdurrahman pun maju ke depan dan mengajak lawan untuk perang tanding. Melihat hal itu, Abu Bakar hendak melayani ajakan perang tanding tersebut. Namun, Rasulullah mencegahnya. Rasulullah tidak ingin bapak dan anak lelakinya itu berperang tanding. Demikianlah, Abdurrahman membela mati-matian keyakinannya.
Lama-kelamaan, masa kegelapan bagi Abdurrahman berakhir. Ia menerima cahaya kebenaran dari Islam. Kini, ia mengetahui ajaran agama Islam yang benar. Abdurrahman pun memeluk agama Islam dengan penuh keyakinan. Abu Bakar sangat senang karena anaknya telah terbuka hatinya untuk menerima ajaran agama yang benar.
Abdurrahman bin Abu Bakar menjalankan ajaran agama Islam dengan penuh keyakinan. Sekalipun ia tertinggal dalam memeluk agama Islam. Abdurrahman tidak kalah dengan sahabat yang lain dalam melaksanakan ajaran agama Islam.
Setelah memeluk agama Islam, Abdurrahman juga berjuang di medan perang. Namun, kali ini ia berjuang melawan orang-orang kafir. Dalam perang Yamamah. Abdurrahman memiliki peran penting. Ketika itu, Abdurrahman bin Abu Bakar dan pasukannya mengempung benteng pertahanan kaum murtad. Setelah itu, Abdurrahman berhasil membunuh Mahkam bin Thufail, salah seorang pimpinan pasukan musuh. Mengetahui Mahkam bin Thufail roboh, pasukan musuh pun lari tunggang langgang. Dengan demikian, pasukan muslim dapat memasuki benteng dengan mudah.
Abdurrahman bin Abu Bakar Melawan Penguasa Zalim
Abdurrahman adalah seorang muslim yang sangat memegang teguh ajaran agama Islam. Ia sangat membenci perbuatan-perbuatan untuk menjilat para penguasa. Ia juga seorang yang tidak takut dengan tekanan dari penguasa.
Suatu saat, Khalifah Muawiayah mengangkat  anaknya, Yazid, sebagai penggantinya. Oleh karena itu, Muawiyah mengirim surat kepada gubernur di Madinah yang bernama Marwan. Ia meminta Marwan membacakan surat pengangkatan anaknya sebagai khalifah kepada orang-orang di masjid. Kebetulan Abdurrahman bin Abu bakar berada di sana. Belum semua isi surat dibacakan oleh Marwan, Abdurrahman sudah mengajukan protes. Ia mengkritik Muawiyah yang tidak memberi kebebasan kepada kaum muslim untuk memilih pemimpinnya. Kaum muslim yang lain pun mendukung tindakan Abdurrahman.
Terhadap kritik tersebut, Muawiyah tidak tinggal diam. Ia menekan dan mendesak kaum muslim dengan kekuatan senjata. Dengan demikian, banyak kaum muslim yang akhirnya membiarkan tindakan Muawiyah. Namun, hal itu tidak berlaku bagi Abdurrahman bin Abu Bakar. Ia secara terang-terangan menyatakan bahwa pengangkatan Yazid telah batal Untuk melunakan sikap keras Abdurrahman, Muawiyah mengutus seseorang untuk memberikan uang sebesar 100.000 dirham. Ternyata, Abdurrahman tidak mau menerimanya. Ia melemparkan uang itu dan berkata kepada utusan Muawiyah. “Katakan kepadanya (Muawiyah) bahwa Abdurrahman tidak menjual agama dengan dunia (harta kekayaan di dunia).”
Demikianlah, Abdurrahman tidak menyukai penguasa yang memerintah secara zalim dan tidak tergoda dengan kekayaan dunia.
Oleh Sugiasih, S.Si.
http://dunia-nabi.blogspot.co.id/2015/08/kisah-abdurrahman-bin-abu-bakar.html





Komentar

Wayang Kulit Gagrak Surakarta

Wayang Kulit Gagrak Surakarta
Jendela Dunianya Ilmu Seni Wayang

Jika Anda Membuang Wayang Kulit

Menerima Buangan Wayang Kulit bekas meski tidak utuh ataupun keriting, Jika anda dalam kota magelang dan kabupaten magelang silahkan mampir kerumah saya di jalan pahlawan no 8 masuk gang lalu gang turun, Jika anda luar kota magelang silahkan kirim jasa pos atau jasa gojek ke alamat sdr Lukman A. H. jalan pahlawan no 8 kampung boton balong rt 2 rw 8 kelurahan magelang kecamatan magelang tengah kota magelang dengan disertai konfirmasi sms dari bapak/ ibu/ sdr siapa dan asal mana serta penjelasan kategori wayang kulit bebas tanpa dibatasi gagrak suatu daerah boleh gaya baru, gaya lama, gaya surakarta, gaya yogyakarta, gaya banyumasan, gaya cirebonan, gaya kedu, gaya jawatimuran, gaya madura, gaya bali, maupun wayang kulit jenis lain seperti sadat, diponegaran, dobel, dakwah, demak, santri, songsong, klitik, krucil, madya dll

Postingan Populer