Zaid bin Tsabit ra

Zaid bin Tsabit

Zaid bin Tsabit an-Najjari al-Anshari (612 - 637/15 H)), (Bahasa Arabزيد بن ثابت), atau yang lebih dikenal dengan nama Zaid bin Tsabit, adalah salah seorang sahabat Rasulullah SAW dan merupakan penulis wahyu dan surat-surat Rasulullah SAW.
Zaid bin Tsabit merupakan keturunan Bani Khazraj, yang mulai tinggal bersama Muhammad ketika ia hijrah ke Madinah. Ketika berusia berusia 11 tahun, Zaid bin Tsabit dikabarkan telah dapat menghafal 11 surahAl-Quran. Zaid bin Tsabit turut serta bersama Muhammad dalam perperangan Khandaq dan peperangan-peperangan lainnya. Dalam peperangan Tabuk, Muhammad menyerahkan bendera Bani Najjar yang sebelumnya dibawa oleh Umarah kepada Zaid bin Tsabit. Ketika Umarah bertanya kepada Rasulullah SAW, ia berkata: "Al-Quran harus diutamakan, sedang Zaid lebih banyak menghafal Al-Quran daripada engkau."Penulis Wahyu 
Rasulullah SAW berkata kepadanya "Aku berkirim surat kepada orang, dan aku khawatir, mereka akan menambah atau mengurangi surat-suratku itu, maka pelajarilah bahasa Suryani", kemudian aku mempelajarinya selama 17 hari, dan bahasa Ibrani selama 15 hari."Anda adalah seorang pemuda yang cerdas dan kami tidak meragukanmu".


Kekuatan daya ingat Zaid bin Tsabit telah membuatnya diangkat penulis wahyu dan surat-surat Nabi Muhammad SAW semasa hidupnya, dan menjadikannya tokoh yang terkemuka di antara para sahabat lainnya. Diriwayatkan oleh Zaid bin Tsabit bahwa:
Di kemudian hari pada zaman kekhalifahan Abu Bakar dan Umar, Zaid bin Tsabit adalah salah seorang yang diamanahkan untuk mengumpulkan dan menuliskan kembali Al-Quran dalam satu mushaf. Dalam perang Al-Yamamah banyak penghafal Al-Quran yang gugur, sehingga membuat Umar bin Khattab cemas dan mengusulkan kepada Abu Bakar untuk menghimpun Al-Quran sebelum para penghafal lainnya gugur. Mereka kemudian memanggil Zaid bin Tsabit dan Abu Bakar mengatakan kepadanya:
Setelah itu Abu Bakar menyuruh Zaid bin Tsabit untuk menghimpun Al-Quran. Meskipun pada awalnya ia menolak, namun setelah diyakinkan akhirnya Zaid bin Tsabit dengan bantuan beberapa orang lainnya pun menjalankan tugas tersebut.
Ulama Hadist 
Zaid bin Tsabit telah meriwayatkan sembilan puluh dua hadist, yang lima daripadanya disepakati bersama oleh Iman Bukhari dan Imam Muslim. Bukhari juga meriwayatkan empat hadist yang lainnya bersumberkan dari Zaid bin Tsabit, sementara Muslim meriwayatkan satu hadist lainnya yang bersumberkan dari Zaid bin Tsabit. Zaid bin Tsabit diakui sebagai ulama di Madinah yang keahliannya meliputi bidang fiqih, fatwa dan faraidh (waris).
Pejabat Pemerintahan Masa Rasulullah SAW. 
Zaid bin Tsabit diangkat menjadi bendahara pada zaman pemerintahan Khalifah Abu Bakar dan Khalifah Umar. Ketika pemerintahan Khalifah Utsman, Zaid bin Tsabit diangkat menjadi pengurus Baitul Maal. Umar dan Utsman juga mengangkat Zaid bin Tsabit sebagai pemegang jabatan khalifah sementara ketika mereka menunaikan ibadah haji.
Zaid bin Tsabit meninggal tahun 15 Hijriah. Putranya, Kharijah bin Zaid, menjadi seorang tabi'in besar dan salah satu di antara tujuh ulama fiqih Madinah pada masanya.
https://id.wikipedia.org/wiki/Zaid_bin_Tsabit
Zaid bin Tsabit
cara-global.blogspot.com: Dia adalah Abu Dhahhak, seorang pemimpin besar, penulis wahyu, gurunya para pembaca Al Qur`an, ahli ilmu faraidh, mufti Madinah, Abu Sa’id dan Abu Kharijah Al Khazraji An-Najjari Al AnshariDia termasuk sahabat yang memiliki hujjah yang kuat. Umar bin Khaththab pernah menyerahkan urusan Madinah kepadanya jika dia menunaikan ibadah haji. Dia juga sahabat yang mengurus pembagian harta rampasan pada saat perang Yarmuk. Ayahnya terbunuh sebelum hijrah pada waktu perang Bu’ats, sehingga Zaid menjadi yatim. 
Dia termasuk anak yang cerdas, sehingga ketika Nabi SAW hijrah, Zaid masuk Islam pada saat dia baru berusia 11 tahun. Diriwayatkan dari Kharijah, dari ayahnya, dia berkata: Nabi SAW dibawa kepadaku saat beliau sampai di Madinah, lalu mereka berkata, “Ya Rasulullah, ini adalah anak dari keturunan bani Najjar. Dia telah membaca apa yang diturunkan kepadamu, yaitu Al Qur`an, sebanyak 17 surah.” Aku kemudian membacakannya di hadapan beliau, lalu beliau pun takjub akan hal itu, maka  beliau bersabda, “Wahai Zaid, belajarlah kitab Yahudi untukku. Demi Allah, aku tidak merasa aman jika mereka mengacaukan Kitabku.”Aku pun mempelajarinya. Tidak sampai setengah bulan aku sudah mampu  mendalaminya. Kemudian aku menulis surat kepada Rasulullah SAW agar beliau menulis surat kepada mereka. Diriwayatkan dari Tsabit bin Ubaid, bahwa Zaid berkata: Rasulullah SAW bersabda kepadaku, “Apakah kamu bisa bahasa Suryani?” Aku menjawab, “Tidak.” Nabi SAW bersabda, “Pelajarilah!” Aku pun mempelajarinya dan sanggup menguasainya selama 17 hari.Ubaid bin As-Sabbaq berkata: Zaid menceritakan kepadaku bahwa Abu Bakar pernah berkata kepadanya, “Kamu pemuda cerdas yang sempurna. Kamu juga telah menuliskan wahyu Rasulullah SAW dan mengikuti Al Qur`an, maka sekarang kumpulkan Al Qur`an itu!” Aku berkata, “Bagaimana mereka melakukan sesuatu yang tidak dilakukan Rasulullah?” Dia menjawab, “Demi Allah, ini lebih baik.” Abu Bakar masih terus datang memintaku hingga Allah SWT membukakan hatiku seperti halnya hati Abu Bakar dan Umar yang telah dibukakan. Aku kemudian mulai melacak Al Qur`an dan mengumpulkannya, ada yang tertulis pada kulit, pelepah kurma, daun-daunan, dan dada orang-orang yang menghafalnya.Diriwayatkan dari Anas, dari Nabi SAW, beliau bersabda, “Di antara umatku yang paling pandai tentang ilmu faraidh adalah Zaid bin Tsabit.”Diriwayatkan oleh Asy-Sya’bi, dia berkata, “Zaid menguasai dua perkara, yaitu Al Qur`an dan ilmu faraidh.” Diriwayatkan Abu Sa’id, dia berkata, “Ketika Rasulullah SAW wafat, para khatib Anshar berdiri dan berkata, ‘Seorang dari golongan kami dan seorang dari golongan kalian’. Zaid lalu berdiri dan berkata, ‘Sesungguhnya Rasulullah SAW termasuk golongan Muhajirin dan kami adalah penolongnya, maka sebaiknya yang menjadi pemimpin adalah golongan Muhajirin dan kami penolongnya’. Abu Bakar kemudian menjawab, ‘Terima kasih wahai sekalian kaum Anshar, tepat sekali ucapanmu itu. Seandainya kamu mengatakan yang lain maka kami tidak akan berdamai dengan kalian’.”Kharijah bin Zaid berkata, “Sejak Umar menjadi pengganti Ayahku, aku memetikkan buah kurma dari kebun untuknya ketika ia datang.”Diriwayatkan dari Abu Salamah, bahwa Ibnu Abbas menghampiri Zaid bin Tsabit dengan kendaraannya, kemudian memboncengnya, seraya berkata, “Paculah wahai putra paman Rasulullah!” Dia berkata, “Seperti inilah yang dilakukan oleh para ulama dan pembesar kita.” Diriwayatkan dari Az-Zuhri, dia berkata: Kami mendapat berita bahwa jika Zaid ditanya tentang sesuatu maka dia menjawab, “Apakah ini sudah terjadi?” Jika mereka menjawab, “Ya,” maka dia akan menjelaskan sesuatu yang diketahuinya. Jika mereka menjawab, “Tidak,” maka dia berkata, “Tunggulah sampai itu terjadi.” Diriwayatkan dari Tsabit bin Ubaid, dia berkata, “Zaid bin Tsabit adalah orang yang paling lucu dan paling pendiam di keluarganya menurut para kaum.”Diriwayatkan dari Ibnu Sirin, dia berkata, “Ketika Zaid bin Tsabit keluar hendak menunaikan shalat Jum’at, dia bertemu dengan orang yang kembali ke rumah masing-masing, maka dia berkata kepada mereka, ‘Orang yang tidak malu kepada manusia adalah orang yang tidak malu kepada Allah’.”Diriwayatkan dari Amar bin Abu Amar, dia berkata, “Ketika Zaid meninggal, kami duduk bersama Ibnu Abbas di bawah pohon yang teduh, dia berkata, ‘Seperti inilah kepergian ulama, dan pada hari ini telah terkubur ilmu yang banyak’.”Diriwayatkan dari Makhul, dia berkata, “Ubadah bin Ash-Shamit menyuruh seorang nabthi untuk memegang kendaraannya ketika di Baitul Maqdis, tetapi dia enggan, maka dia memukul dan melukainya. Umar lalu menengahinya seraya berkata, ‘Apa yang mendorongmu melakukan perbuatan ini?’ Dia menjawab, ‘Aku menyuruhnya dan dia tidak mau, sampai aku jengkel’. Mendengar itu, Umar berkata, ‘Duduklah kamu untuk dihukum qishash’. Zaid berkata, ‘Apakah kamu lebih membela budakmu daripada saudara laki-lakimu sendiri?’ Umar kemudian tidak jadi memukulnya, tetapi membayar diyat untuknya.”Di antara kemuliaan Zaid adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq sangat mengandalkannya dalam penulisan Al Qur`an yang masih dalam bentuk lembaran-lembaran lalu mengumpulkannya dari mulut-mulut para pembesar, kulit, dan pelepah daun kurma. Mereka berusaha menjaga lembaran-lembaran tersebut sejenak di rumah Abu Bakar Ash-Shiddiq. Kemudian diserahkan kepada Umar Al Faruq, lalu diserahkan kepada Ummul Mukminin Hafshah. Setelah itu Utsman menganjurkan kepada Zaid dan seorang pria Quraisy untuk menulis mushaf Utsmani, yang pada saat ini di dunia telah diperbanyak, yang jumlahnya lebih dari satu juta mushaf, dan tidak ada kitab selain itu di tangan umat Islam. Segala puji bagi Allah.Zaid meninggal tahun 45 Hijriyah, dalam usia 56 tahun.  sumber: an-nubala


http://cara-global.blogspot.co.id/2013/05/zaid-bin-tsabit.html

Zaid bin Tsabit RA

Zaid bin Tsabit RA adalah seorang sahabat Anshar, ia memeluk Islam bersama keluarganya pada masa awal Nabi SAW hijrah ke Madinah, saat itu ia berusia 11 tahun. Ia beruntung karena sebagai anak-anak, ia secara khusus didoakan oleh Nabi SAW.
Pada waktu terjadinya perang Badar tahun 2 hijriah, saat itu ia berusia 13 tahun, ia dibawa serta oleh ayahnya, tetapi Nabi SAW melarangnya ikut serta karena masih terlalu kecil dan tubuhnya juga kecil. Begitu juga ketika perang Uhud, Nabi SAW masih  melarang sekelompok anak muda berkuda termasuk Zaid di dalamnya. Tetapi dua anak muda yang tubuhnya cukup kekar dan mempunyai keahlian tertentu Nabi SAW mengijinkannya, yakni Rafi bin Khudaij dan Samurah bin Jundub. Keduanya berusia limabelas tahun. Zaid bin Tsabit sendiri baru terjun dalam pertempuran dalam perang Khandaq  pada tahun ke 5 hijriah. Setelah itu, ia hampir selalu menyertai berbagai pertempuran yang dilakukan Nabi SAW.Sebagai anak muda, ia mendapat perhatian secara khusus oleh Rasulullah SAW. Ia seorang yang cerdas dan mempunyai kemampuan tulis menulis, sehingga diberi tugas menulis wahyu. Beliau juga memerintahkannya mempelajari beberapa bahasa asing, yang bisa dikuasainya dalam waktu singkat. Ketika Nabi SAW mulai melakukan dakwah kepada raja-raja dan kaisar di luar negeri Arab, Zaid bin Tsabit menjadi salah satu penulis surat-surat dakwah tersebut karena kemampuan bahasanya.Sebenarnya cukup banyak sahabat yang diserahi Nabi SAW untuk menghafal dan menuliskan wahyu yang turun secara bertahap, terkadang juga berkaitan dengan suatu peristiwa atau sebagai jawaban dan solusi atas suatu masalah. Tetapi beberapa orang saja yang dianggap sebagai "pemimpin-pemimpin" dalam bidang ini, mereka itu adalah Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Mas'ud, Abdullah bin Abbas, Ubay bin Ka'ab dan Zaid bin Tsabit sendiri. Tiga yang pertama adalah dari sahabat Muhajirin dan dua yang terakhir dari sahabat Anshar.Ketika pecah pertempuran Yamamah pada masa Khalifah Abu Bakar, banyak sekali sahabat yang ahli baca (Qary) dan ahli hafal (Huffadz) yang gugur menemui syahidnya. Hal yang cukup mengkhawatirkan ini ‘ditangkap’ oleh Umar bin  Khaththab. Segera saja menghadap Abu Bakar dan mengusulkan agar segera menghimpun Al Qur'an dari catatan-catatan dan hafalan-hafalan para sahabat yang masih hidup. Tetapi Abu Bakar berkata tegas, "Mengapa aku harus melakukan sesuatu yang tidak pernah diperbuat Rasulullah SAW (yakni, bid'ah) ?""Demi Allah, ini adalah perbuatan yang baik!!" Kata Umar, agak sedikit memaksa.Abu Bakar masih dalam keraguan. Ia shalat istikharah, dan kemudian Allah membukakan hatinya untuk menerima usulan Umar. Abu Bakar dan Umar bermusyawarah, dan mereka memutuskan untuk menyerahkan tugas tersebut kepada Zaid bin Tsabit. Ketika Zaid menghadap Abu Bakar dan diberikan tugas tersebut, reaksinya sama seperti Abu Bakaria berkata "Mengapa aku harus melakukan sesuatu yang tidak pernah diperbuat Rasulullah SAW (yakni, bid'ah) ?"Abu Bakar dan Umar menjelaskan tentang keadaan yang terjadi dan bahaya yang mungkin bisa terjadi, dan akhirnya Abu Bakar berkata,  "Engkau adalah seorang pemuda yang cerdas, dan kami tidak pernah meragukan dirimu. Engkau juga selalu diperintahkan Nabi SAW untuk menuliskan wahyu, maka kumpulkanlah ayat-ayat Qur'an tersebut…."Zaid bin Tsabit berkata, "Demi Allah, ini adalah pekerjaan yang berat. Seandainya kalian memerintahkan aku untuk memindahkan sebuah gunung, rasanya itu lebih ringan daripada tugas menghimpun al Qur'an yang engkau perintahkan tersebut!!"Seperti halnya Abu Bakar, akhirnya Zaid bisa diyakinkan akan pentingnya pekerjaan tersebut demi kelangsungan Islam di masa mendatang.Zaid bin Tsabit sendiri sebenarnya hafal al Qur'an dari awal sampai akhirnya, bahkan Nabi SAW sendiri sering mengecek hafalannya. Namun demikian, ia tidak mau menggunakan hafalannya saja. Ia berjalan menemui para sahabat yang mempunyai catatan dan hafalan, mengumpulkan catatan yang terserak pada kulit, tulang, pelepah kurma, daun dan sebagainya dan juga membandingkannya dengan hafalan para sahabat tersebut. Setelah semua terkumpul dan dicek ulang dengan hafalannya dan juga hafalan para sahabat, Zaid menuliskannya lagi dalam lembaran-lembaran dan menyatukannya dalam satu ikatan. Semuanya disusun menurut urutan surat dan urutan ayat-ayat seperti yang pernah di-imla'-kan (didiktekan) Nabi SAW kepadanya. Inilah mushhaf pertama yang dibuat dalam Islam, dan peran Zaid bin Tsabit sangat besar dalam penyusunannya. Ia menghabiskan waktu hampir satu tahun untuk menyelesaikannya.Al Qur'an diturunkan dengan tujuh macam bacaan (qiraat sab'ah). Hal ini memang diminta Nabi SAW sendiri untuk kemudahan umat beliau yang karakter lafal dan ucapannya berbeda-beda, sehingga jika telah cocok dengan salah satu bacaan (qiraat) tersebut sudah dianggap benar. Di masa Nabi SAW hidup dan Islam masih di sekitar jazirah Arab, hal itu tidak jadi masalah. Tetapi ketika wilayah Islam makin meluas ke Romawi, Persia dan tempat-tempat lainnya, sementara pemeluk Islam juga makin beragam dari berbagai bangsa, bukan hanya Arab, hal itu bisa menimbulkan perpecahan.Pada masa khalifah Utsman, di mana Islam sudah mulai menjamah wilayah Eropa, yakni Siprus dan sekitarnya, benih berbahaya ini ditangkap oleh Hudzaifah bin Yaman dan beberapa sahabat lainnya. Karena itu mereka menghadap khalifah Utsman menyampaikan usulan untuk menyatukan mush’af dalam satu bacaan/qiraat saja, dan menyebar-luaskannya sebagai pedoman bagi masyarakat Islam yang makin meluas saja. Untuk qiraat sab'ah (bacaan yang tujuh), biarlah hanya diketahui para ulama dan ahlinya saja.Khalifah Utsman tidak serta-merta menerima usulan tersebut karena takut terjatuh dalam bid’ah, sebagaimana yang dikhawatirkan Abu Bakar. Tetapi setelah melakukan istikharah dan mempertimbangkan persatuan umat, serta madharat dan manfaat dari adanya Qiraat Sab’ah, akhirnya ia menyetujui usulan ini. Dan seperti halnya Abu Bakar, khalifah Utsman menugaskan Zaid bin Tsabit untuk memimpin proyek besar ini, sehingga tersusun kodifikasi Mush’af Utsmani, yang menjadi cikal bakal dari hampir seluruh Mush'af Al Qur'an yang sekarang beredar di antara kita. Sungguh kita semua berhutang jasa kepada Zaid bin Tsabit RA.
http://percikkisahsahabat.blogspot.co.id/2012/10/zaid-bin-tsabit-ra.html
ZAID BIN TSABITPenghimpun Kitab Suci al-QuranOleh;Nizar A. Saputra*Biografi, Sikap Keislaman dan Peranan Dakwahnya            Ia adalah seorang Anshar dari Madinah, berasal dari klan suku Khazraj. Nama lengkapnya Abu Kharizah Zaid bin Tsabit bin al-Dahak bin Zaid bin Laudan bin Amr bin Abu Manaf  bin Ganam bin al-Najjam al-Anshari al-Khazraji. Ayahnya wafat ketika dia berumur 11 tahun. Ibunya bernama Nawar binti Malik bin Muawiyah bin Adi bin Amr bin Ghanam bin Adi. Ibunya ini berasal dari Bani Najjar. Tidak ada sumber yang menjelaskan secara jelas tentang masa kecil Zaid. Kehidupan sebelum Islamnya tidak bisa dilacak sebagaimana Umar bin Khattab atau sahabat lainnya yang pernah mengalami kekafiran. Hal ini dikerankan Zaid masuk Islam ketika masih kanak-kanak. Berbeda dengan Umar bin Khattab. Dia masuk Islam ketika sudah dewasa. Sehingga kehidupan pra Islamnya bisa ditelusuri.            Menurut Khalid Muhammad Khalid, Sewaktu Rasulullah datang (berhijrah) ke Madinah, Zaid berumur 11 tahun.Ini berarti, jika dibandingkan dengan data Ensiklopedi Islam, saat Rasul tiba di Madinah, Zaid mungkin sudah Yatim. Namun di lain pihak, Khalid Muhammad bin Khalid menyatakan, bahwa Zaid masuk Islam dibawa oleh orang tuanya. Bahkan ayahnya sempat mengajak Zaid untuk mengikuti perang Badar.Penulis sendiri belum menemukan sumber yang pasti tentang hal ini. Yang jelas, pertentangan di antara kedua sumber tadi bisa ditengahi. Bisa jadi, Zaid masuk Islam memang dibawa oleh orang tuanya, bahkan orang tuanya sempat mengajak Zaid –yang ketika itu berumur 11 tahun– ikut perang Badar. Dan dalam perang Badar itu ayahnya sahid.            Zaid termasuk seorang sahabat yang memiliki jiwa semangat tinggi dalam mempertahankan dan membela agama Islam. Ini bisa dilihat dari keinginannya yang selalu memohon kepada Rasul untuk berperang melawan musuh-musuh Islam. Ketika berumur 11 tahun, dia sebenarnya ingin sekali ikut perang Badar. Namun dikarenakan umur dan tubuhnya yang masih kecil, Rasulullah menolaknya.Begitu juga ketika terjadi perang Uhud. Ia menghadap Rasulullah bersama teman sebayanya dengan berhiba-hiba dan memohon agar dapat diterima Rasul dalam barisan mujahidin. Zaid kadang-kadang memohon dengan menangis agar dapat ikut berperang.Suatu sikap yang sangat langka untuk kita temukan di jiwa-jiwa muda Islam sekarang ini.            Kepribadiannya selaku seorang muslim yang beriman terus tumbuh dan berkembang dengan cepat dan menakjubkan. Selain seorang pejuang, Zaid juga dikenal sebagai seorang ilmuwan dengan bermacam-macam bakat. Dia memiliki kecerdasan dan kekuatan hafalan yang tinggi. Beliau juga sangat mahir memahami bahasa asing. Prof. M.M. 'Azami mengutip suatu riwayat yang menyebutkan, Zaid pernah diperintahkan (ditugaskan) Rasul untuk mempelajari bahasa Yahudi (Ibrani). Tugasnya ini dia selesaikan dalam waktu dua minggu. Perintah tersebut didasari oleh kekhawatiran Nabi terhadap orang-orang Yahudi yang ditakutkan akan menodai surat-surat Nabi.Sumber lain menyatakan, dia belajar bahasa Suryani. Kepintaraannya dalam memahami bahasa asing memang sangat diperlukan Rasul, karena dia (Zaid) adalah sekretaris Rasul untuk menulis surat-surat kepada Raja-raja, baik itu raja Romawi, Persia dan lainnya. Tidak hanya pandai berbahasa asing, Zaid juga memiliki keterampilan menulis. Ini juga yang menjadi kelebihan Zaid dibanding dengan sahabat-sahabat lainnya. Jika para sahabat lainnya memiliki keistimewaan daya ingatnya yang kuat dalam menghafal dan menjaga al-Quran, namun mereka kebanyakan tidak pandai menulis. Zaid memiliki dua-duanya. Daya ingatnya kuat dan kemampuan menulisnya juga bagus. Hatta tidaklah heran kalau rasul menjadikannya sebagai sekretaris resminya.Intelektualitas Zaid bin Tsabit tidak hanya di situ. Dia tidak hanya pandai berbahasa asing, pandai menulis sehingga menjadi sekretaris Nabi. Zaid juga dikenal sebagai ulama ahli Qiraat dan ahli Faraidh. Dalam sebuah riwayat dijelaskan, Umar bin Khattab pernah meminta pendapat Zaid tentang faraidh, yaitu masalah bagian Kakek. Ketika itu Zaid menolaknya, namun Umar tetap menyuruhnya untuk menjelaskannya. Zaid ketika itu, akhirnya menuliskan tentang masalah faraidh. Tulisan Zaid itu termasuk buku yang pertama kali ditulis dalam masalah Faraidh. Sampai –seperti dinyatakan Prof. M.M. 'Azami –Ja'far bin Burqon mengatakan bahwa dia pernah mendengar al-Zuhri berkata: "Seandainya Zaid tidak menulis Faraidh, saya kira ilmu itu sudah punah".Zaid juga dikenal sebagai perawi hadits. Dalam shahihain (shahih Bukhari dan shahih Muslim) terdapat 92 hadits yang diriwayatkan melalui Zaid bin Tsabit.Setelah Nabi wafat, Zaid memegang peranan penting dalam urusan pemerintahan di Madinah. Ia pernah dipercaya untuk mengurus pemerintahan ketika Umar bin Khattab dan Utsman bin Affan melaksanakan haji. Dia juga pernah mendampingi Umar bin Khattab ketika menerima penyerahan pintu Yerusalem dan pernah diutus untuk mengurus masalah ghanimah setelah perang Yarmuk (20 Agustus, 636). Ia juga pernah membuat daftar nama-nama orang yang akan duduk di dewan yang dibentuk oleh Umar ra. Ia juga pernah menjadi Qadi di Madinah dan menteri urusan keuangan pada masa Utsman bin Affan.Itulah sikap keislaman Zaid. Berbagai upaya telah dia lakukan untuk kepentingan Islam. Berapa banyak umat Islam yang menikmati khazanah ilmu keislaman berkat jasa Zaid bin Tsabit seperti dalam bidang Faraidh, Qiraat, hadits dan yang lainnya. Upaya-upaya Zaid itu pun bisa dikatakan sebagai peranan dakwahnya dalam Islam, karena dakwah dalam pengertian etimologis dan terminologis bisa diterapkan terhadap berbagai upaya yang telah dilakukan Zaid. Namun, dibalik itu semua, ada peranan dakwah yang penulis kira merupakan peninggalan jasa Zaid yang paling besar bagi Islam dan Umat Islam, yakni upaya dan kerja kerasnya dalam menghimpun al-Quran.
Peran Zaid bin Tsabit Dalam Penghimpunan al-QuranSebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, peranan dakwah yang paling besar dari Zaid bin Tsabit adalah menulis dan menghimpun al-Quran. Bisa kita katakan bahwa Zaid adalah orang yang sangat beruntung. Ketika berumur 11 tahun, dia sudah menghafal al-Quran sebanyak 16 surat. Saat itu, mungkin karena kecerdasaannya yang luar biasa, Rasulullah dikenalkan dengannya.Lebih beruntungnya lagi, Sejak usianya di awal dua puluh-tahunan, di masa itu, Zaid diberi ke­istimewaan tinggal berjiran dengan Nabi Muhammad dan bertindak sebagai salah seorang penulis wahyu yang amat cemerlang.Ini untuk memudahkan penulisan wahyu yang terkadang turun secara langsung kepada Nabi Muhammad saw.Saat wahyu turun, Nabi Muhammad secara rutin memanggil para penulis yang ditugaskan agar mencatat ayat itu.Zaid bin Thabit sebagai ganti atau mewakili peranan dalam Nabi Muhammad, sering kali dipanggil diberi tugas penulisan saat wahyu turun.Sewaktu ayat al-jihad turun misalnya, Nabi Muhammad memanggil Zaid bin Thabit membawa tinta dan alat tulis dan kemudian mendiktekannya; Saat tugas penulisan selesai, Zaid membaca ulang di depan Nabi Muhammad agar yakin tak ada sisipan kata lain yang masuk ke dalam teks.Sebagai sekretaris resmi Nabi, Zaid selalu ada di samping Nabi. Dalam sebuah riwayat disebutkan, Zaid pernah menyusun al-Quran dari lempengan-lempengan di hadapan Rasul.Zaid juga adalah salah seorang sahabat yang bernasib mujur, karena mendengar bacaan al-Quran Malaikat Jibril bersama Nabi Muhammad di bulan Ramadhan.Ketika Rasul wafat, al-Quran belum dikumpulkan dalam bentuk Mushaf seperti yang kita lihat sekarang ini. Ini juga dikatakan oleh Zaid, menurutnya:قبض النبي صلعم ولم يكن القران جمع فى شيئ."Saat Nabi Muhammad wafat, Al-Qur'an masih belum dirangkum dalam satuan bentuk buku."Namun, bukan berarti al-Quran tidak ditulis. Al-Quran dihafal dan ditulis oleh beberapa sahabat.Pada masa khalifah Abu Bakar Shidiq, terjadi peperangan di Yamamah yang mengakibatkan banyaknya para Qurra (Penghafal al-Quran) yang syahid. Kejadian ini, membuat Umar bin Khattab khawatir akan otentitas al-Quran. Al-Quran dikhawatirkan akan hilang bersama hilangnya para Qurra. Karenanya Umar mempunyai inisiatif untuk mengumpulkan al-Quran dalam satu mushaf. Kekhawatiran Umar disampaikan pada Abu Bakar yang ketika itu menjadi khalifah. Pada awalnya Abu Bakar menolak inisiatif Umar, karena merasa perbuatan itu merupakan bid'ah. Sedangkan bid'ah seperti yang telah dijelaskan oleh Rasul, akan membawa pada kesesatan dan menjerumuskan pelakunya ke Neraka. Akan tetapi, Abu Bakar, sebagaimana diriwayatkan dalam hadits shahih, mendapat ilham dari Allah swt sehingga beliau pun akan merealisasikan usulan Umar tersebut. Untuk merealisasikan usulan Umar, Abu Bakar tentunya memerlukan orang yang ahli dan terpercaya (tsiqah). Abu Bakar dan Umar memilih Zaid bin Tsabit untuk melakukan itu.            Kita mungkin bertanya-tanya, mengapa Zaid bin Tsabit yang dipilih oleh Abu Bakar dan Umar? Padahal banyak sahabat yang hafal al-Quran dan bisa menulis. Abdullah bin Mas'ud, bahkan Ali bin Abi Thalib, Umar bin Khattab hafal al-Quran dan bisa menulis. Dalam pandangan Abu Bakar, Zaid merupakan sahabat yang dapat dipercaya. Abu Bakr as-Siddiq mencatat kualifikasi diri Zaid sebagai berikut:
  1. Masa muda Zaid menunjukkan vitalitas dan kekuatan energinya.
  1. Akhlak yang tak pernah tercemar menyebabkan Abu Bakr memberi pengakuan secara khusus dengan kata-kata, ‘Kami tak pernah memiliki prasangka negatif pada anda.'
  1. Kecerdasannya menunjukkan pentingnya kompetensi dan kesadaran.
  1. Pengalamannya di masa lampau sebagai penulis wahyu.
Prof. M. Mustafa A'zami menambahkan tentang kredibilitasnya. Menurutnya, Zaid salah seorang yang bernasib mujur di antara beberapa orang sahabat yang sempat mendengar bacaan Al-Qur'an Malaikat Jibril bersama Nabi Muhammad di bulan Ramadan.Karena alasan inilah Abu Bakar memilih Zaid bin Tsabit. Selain itu, Abu Bakar juga yakin, Zaid adalah orang yang keimanannya sangat kuat, sehingga tidak akan melakukan interpetasi atau semacamnya terhadap pengumpulan al-Quran. Dan memang apa yang disangka Abu Bakar benar adanya. Ini dapat dilihat dari perkataan Zaid ketika disuruh oleh Abu Bakar untuk melakukan tugas itu. "Demi Allah, Jika sekiranya mereka minta kami me­mindahkan sebuah gunung raksasa, hal itu akan terasa lebih ringan dari apa yang mereka perintahkan pada saya sekarang". Dalam pandangan Zaid mengumpulkan al-Quran adalah usaha yang sangat berat. Dia lebih baik memindahkan sebuah gunung daripada harus mengumpulkan al-Quran. Perkataannya tersebut mencerminkan keimanan yang begitu kuat. Dia sadar bahwa al-Quran adalah kitab suci. Dia merasa takut kalau nantinya akan ada sumber-sumber yang dimasukan dalam mushaf, padahal bukan merupakan al-Quran. Namun dengan kesungguhan dan tawakkal pada awal, Zaid mengumpulkan al-Quran dengan sangat teliti. Sehingga terkumpulah al-Quran dalam bentuk Mushaf.Ketika khalifah Utsman bin Affan, masalah otentitas al-Quran lagi-lagi terjadi. Adalah Khudaifah al-Yamani yang melaporkan kepada Utsman tentang banyaknya ragam bacaan al-Quran yang tidak sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Nabi. Bahkan keragaman ini bisa jadi malapetaka bagi kaum muslimin. Khudaifah berkeyakinan perang saudara bisa terjadi akibat masalah ini. Usulan Khudaifah diterima oleh Khalifah Utsman bin Affan. Khudaifah menyarankan khalifah agar membuat Mushaf standar al-Quran agar tidak terjadi pemalsuan terhadap al-Quran dan tidak terjadi perang saudara. Lagi-lagi, Zaid bin Tsabit menjadi orang kepercayaan untuk melakukan tugas ini.Jika pada masa Abu Bakar tugas pengumpulan al-Quran tidak terlalu rumit, ketika masa Utsman lain keadaannya. Sehingga diperlukan ketelitian yang sangat tinggi agar al-Quran benar-benar otentik seperti yang diturunkan Allah kepada Muhammad. Pada masa Utsman mushaf-mushaf pribadi sangat banyak bertebaran. Hal ini dikarenakan kebijakan khalifah terdahulu ,Abu Bakar, yang tidak membatasi mushaf al-Quran. Karena memang factor utama pengumpulan al-Quran ketika masa kholifah Abu Bakar bukan banyaknya ragam bacaan, melainkan karena banyaknya para Qurra yang meninggal.Bagaimanakah cara Zaid bin Tsabit mengumpulkan al-Quran? Apakah menjamin otentitas al-Quran? Ilmiahkan cara yang dia tempuh? Cara yang biasa dipakai dalam menyatukan naskah agar seorang perumus kalimat (editor) mengadakan perbandingan dengan naskah lain dari hasil kerja yang sama kendati, biasanya tidak semua naskah memiliki nilai yang setaraf. Dalam memberi penjelasan terhadap tingkatan naskah yang paling dapat dipertanggungjawabkan dengan yang tak memiliki harga nilai, Bergstraser mem­buat beberapa ketentuan penting sebagai berikut,
  1. Naskah yang lebih awal biasanya lebih dapat terjamin dan tepercaya dari naskah yang muncul kemudian.
  1. Naskah yang sudah diubah dan dibetulkan oleh penulis melalui proses perbandingan dengan naskah induk, lebih tinggi tingkatannya dari ma­nuskrip-manuskrip yang tidak ada perubahan.
  1. Jika naskah asli masih ada, naskah lain yang ditulis dari naskah itu akan hilang nilainya.
Ternyata empat belas abad yang silam, Zaid telah melakukan kegiatan persis seperti teori yang mereka buat. Sejak Nabi Muhammad menapakkan kaki di bumi Madinah, adalah merupakan titik permulaan kegiatan intensif penulisan. Banyak di antara para sahabat memiliki ayat-ayat Al-Qur'an yang mereka salin dari kertas kulit milik kawan-kawan serta para jiran. Dengan membatasi terhadap ayat-ayat yang disalin di bawah pengawasan. Setelah menghafal Al-Qur'an dan menulis banyak semasa duduk ber­sama Nabi Muhammad, ingatan atau hafalan Zaid hanya dapat dikomparasikan dengan materi yang sama, bukan dengan naskah kedua atau ketigawasan Nabi Muhammad, Zaid meyakinkan bahwa semua materi yang beliau teliti memiliki tingkatan yang sama dan hal yang demikian memberi jaminan mutlak atas ketelitian yang dicapai.Orientalis ternama dari Inggris, Wiliam Muir, sebagaimana dikutip oleh M. Husain Haekal mengakui ketelitian Zaid bin Tsabit. Sehingga tidak heran kalau dia mengatakan:"Pengumpulan Quran dengan segala isi dan susunannya mencerminkan ketelitian yang luar biasa. Bagian-bagian yang beraneka ragam digabung dengan sangat bersahaja tanpa dibuat-dibuat atau dipaksa-paksakan. Dalam pengumpulan itu tak ada tanda-tanda adanya campur tangan dengan berusaha mau berlagak pintar atau merekayasa. Apa yang dikumpulkannya itu membuktikan betapa dalamnya keimanan dan keikhlasan penghimpunnya (Zaid bin Tsabit, penl). Ia tidak berani bertindak lebih dari hanya mengambil ayat-ayat suci lalu menempatkannya yang satu di sisi yang lain".Bisa kita bayangkan, jika al-Quran tidak disusun dalam sebuah mushaf seperti sekarang ini. Perubahan campur tangan manusia yang jail mungkin akan mewarnai al-Quran sehingga tidak lagi bisa disebut sebagai kitab suci Tuhan. Apa yang telah dilakukan oleh Abu Bakar yakni mengumpulkan al-Quran merupakan jasa yang paling besar dalam kekholifahannya. Begitu juga dengan kholifah Utsman. Jasa dan peninggalan terbesar itu, tidak bisa dipisahkan dari peranan seorang Zaid bin Tsabit.
Akhir Perjalanan Hidupnya.            Dalam hal ini, penulis sangat sulit mencari sumber kapan dan tahun berapa Zaid bin Tsabit meninggal dunia (wafat). Namun, dari buku Prof. M. M. 'Azami, yang mengutip dari buku Tadzkirah al-Huffaz : 31, disebutkan, Zaid bin Tsabit meninggal atau wafat pada tahun 45 H.
Pelajaran Yang Dapat dipetik            Ada beberapa hal yang menyebabkan saya memilih dan mengidolakan Zaid bin Tsabit. Beberapa hal inilah yang nantinya mempengaruhi ideology dan cita-cita penulis dalam menjalani dan menjaga agama Islam. Beberapa hal tersebut adalah;
  1. Semangat, kerja keras dan intelektualitas Zaid bin Tsabit yang menurut penulis sengaja Allah berikan untuk menjaga otentitas agama Islam, dalam hal ini al-Quran. Karena tanpa al-Quran, Islam apalah artinya. Jangankan tanpa al-Quran, Islam tanpa sunnah Nabi sudah tidak sempurna, apalagi kalau tidak ada al-Quran. Kehujjahan al-Quran sebagai pedoman umat Islam dan sumber utama agama Islam tidaklah akan bernilai dan akan sama dengan kitab-kitab agama lainnya, kalau tidak terjaga keotentikannya. Dan dalam hal ini, Zaid merupakan salah seorang sahabat Nabi di antara sahabat-sahabat lainnya yang telah menjaga dan memelihara al-Quarn dari campur tangan manusia.
  1. Apa yang telah dilakukan Zaid dalam rangka memelihara otentitas al-Quran, dengan segenap tenaga, jiwa dan raganya, menjadi inspirasi penulis untuk melakukan hal yang sama seperti yang telah dilakukan Zaid. Apalagi di era moden ini, terutama di Indonesia, dekonstruksi dan desakralisasi al-Quran sangat populer dan digandrungi oleh para akademisi Muslim. Jika dulu Zaid menjaga al-Quran dengan cara menulis, menghimpun dan menghafalnya, maka penulis bertekad akan membela al-Quran dari siapa saja, baik dari kalangan muslim sendiri atau pun dari non Muslim, yang menghujat dan menggugat keotentikan al-Quran. Mudah-mudahan cita-cita penulis dapat terealisasikan dan dimudahkan serta mendapat ridha dari Allah swt. Amin..Allahu Akbar…Allahu Akbar.Wallohu 'Alam bi al-Shawab.
http://kallolougi.blogspot.co.id/2010/11/zaid-bin-tsabit-penghimpun-kitab-suci.html

ZAID BIN TSABIT

Sekretaris RasuluLlah

Ikhwan/akhwat fiLlah, kali ini kita akan berta'aruf dengan seorang sahabat yang terkenal sebagai sekretaris RasuluLlah SAW, yaitu Zaid bin Tsabit.
Zaid bin Tsabit termasuk "group sahabat junior". Ia 10 tahun lebih muda dari pada Ali ibn Abi Thalib. Zaid dilahirkan 10 tahun sebelum hijrah. Orang tuanya, yang berasal dari kabilah Bani an-Najjar, adalah termasuk kelompok awal penduduk Madinah yang menerima Islam. Di bawah bimbingan dan pendidikan orang tuanya, Zaid tumbuh menjadi seorang pemuda cilik yang cerdas dan berwawasan luas. Ia mempunyai daya tangkap dan daya ingat yang melebihi rekan-rekan seusianya saat itu.
Pada saat-saat penantian kedatangan RasuluLlah dan Abu Bakar di Madinah dari Makkah, Zaid bin Tsabit termasuk mereka yang sebentar-bentar pergi ke tepi kota melihat kalau-kalau Sang Junjungan tercinta telah datang. Betapa berbunganya hati kaum muslimin Madinah melihat RasuluLlah memasuki batas kota. Mereka menyambut dengan rasa syukur, dan menawarkan rumah-rumah mereka kepada RasuluLlah. Berlainan dengan yang lain, pemuka Bani Najjar tidak menawarkan rumah-rumah mereka, tapi menawarkan pemuda anggota kabilah mereka: Zaid bin Tsabit kepada RasuluLlah, untuk diterima sebagai asisten beliau di bidang kesekretariatan mengingat kecerdasannya yang luar biasa dalam bidang ini.
Betapa girangnya hati sang pemuda cilik ini, dapat membantu dan selalu berdekatan dengan Utusan Allah yang ia cintai. RasuluLlah SAW pun gembira dan menerima tawaran pemuka Bani Najjar. RasuluLlah sangat mencintai sahabat ciliknya yang ketika itu baru berusia 11 tahun. Zaid bin Tsabit tidak mengecewakan RasuluLlah, dalam waktu sangat singkat dia dapat menuliskan dan menghafal 17 surat Al-Qur'an. Disamping tugasnya sebagai sekretaris untuk menuliskan dan menghafal wahyu yang baru diterima RasuluLlah, Zaid pun mendapat assignment dari RasuluLlah untuk mempelajari bahasa Ibrani dan Suryani, dua bahasa yang sering dipergunakan musuh Islam pada waktu itu. Kedua bahasa ini dikuasai oleh Zaid dalam waktu sangat singkat, 32 hari!
Pada masa kekhalifahan Abu Bakar, Zaid bin Tsabit mendapat tugas sangat penting untuk membukukan Al-Qur'an. Abu Bakar RA memanggilnya dan mengatakan, "Zaid, engkau adalah seorang penulis wahyu kepercayaan RasuluLlah, dan engkau adalah pemuda cerdas yang kami percayai sepenuhnya. Untuk itu aku minta engkau dapat menerima amanah untuk mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur'an dan membukukannya." Zaid, yang tak pernah menduga mendapat tugas seperti ini memberikan jawaban yang sangat terkenal dalam memulai tugas beratnya mengumpulkan dan membukukan Al-Qur'an:
"Demi Allah, mengapa engkau akan lakukan sesuatu yang tidak RasuluLlah lakukan? Sungguh ini pekerjaan berat bagiku. Seandainya aku diperintahkan untuk memindahkan sebuah bukit, maka hal itu tidaklah seberat tugas yang kuhadapi kali ini."
Akhirnya dengan melalui musyawarah yang ketat, Abu Bakar RA dan Umar bin Khattab dapat meyakinkan Zaid bin Tsabit dan sahabat yang lain, bahwa langkah pembukuan ini adalah langkah yang baik. Hal-hal yang mendorong segera dibukukannya Al-Qur'an, adalah mengingat banyaknya hafidz Qur'an yang syahid. Dalam pertempuran "Harb Ridah" melawan Musailamah Al-Kazzab, sebanyak 70 sahabat yang hafal Qur'an menemui syahid.
Dengan pertimbangan-pertimbangan ini, Zaid bin Tsabit menyetujui tugas ini dan segera membentuk team khusus. Zaid membuat dua butir outline persyaratan pengumpulan ayat-ayat. Kemudian Khalifah Abu Bakar menambahkan satu persyaratan lagi. Ketiga persyaratan tersebut adalah:
    1. Ayat/surat tersebut harus dihafal paling sedikit 2 orang.
    2. Harus ada dalam bentuk tertulisnya (di batu, tulang, kulit dan bentuk "hardcopy" lainnya).
    3. Untuk yang tertulis, paling tidak harus ada 2 orang saksi yang melihat saat dituliskannya.Dengan persyaratan tersebut, dimulailah pekerjaan yang berat ini oleh Zaid bin Tsabit yang membawahi beberapa sahabat lain. Pengumpulan dan pembukuan dapat diselesaikan masih pada masa kekhalifahan Abu Bakar.

    Wassalamu'alaikum
    abu akhyar 
    keyword: profil, zaid bin tsabit, sekretaris rasulullah
    http://www.sunnah.org/history/Sahaba/Indon/zaid.html

    BIOGRAFI ZAID BIN TSABIT

    A.    Kehidupan masa kecil Zaid bin Tsabit
    Dilahirkan pada tahun 10 sebelum hijrah, atau 10 tahun lebih muda dari Ali bin Abi Thalib, Zaid dan keluarganya berasal dari kabilah Bani An-Najjar. Keluarganya termasuk kelompok awal penduduk Madinah yang menerima Islam. Di bawah bimbingan dan pendidikan orang tuanya, Zaid tumbuh menjadi seorang pemuda cilik yang cerdas dan berwawasan luas.
    Nama lengkapnya adalah Zaid bin Tsabit bin Adh-Dhahak bin Zaid Ludzan bin Amru. Dia adalah seorang Anshar yang kelak akan menjadi seorang ulama terkenal, dan pengumpul al-Qur’an. Beliau telah meenjadi yatim pada usia enam tahun.
    Pada umur 11 tahun, ketika Rasulullah hijrah ke Madinah, beliau masuk Islam bersama dengan keluarganya. Dua tahun setelah Rasulullah hijrah ke Madinah, terjadi Perang Badar. Di usia 13 tahun, Zaid bin Tsabit datang menemui Rasulullah Muhammad saw. Ia datang membawa pedang yang panjangnya melebihi tinggi badannya.
    Tanpa rasa takut dan penuh percaya diri, ia memohon kepada Rasulullah agar diijinkan ikut berperang.
    “Saya bersedia syahid untuk Anda wahai Rasulullah. Ijinkan saya pergi berjihad bersama Anda untuk memerangi musuh-musuh Allah, di bawah panji-panji Anda,” ucapnya dengan tegas.
    Rasulullah tertegun mendengar permintaan itu. Dengan penuh rasa haru, gembira dan takjub, ia menepuk-nepuk bahu Zaid. Sayangnya, Rasulullah tidak bisa memenuhi permintaan itu karena Zaid masih terlalu muda untuk ikut berperang.
    Bocah itu pulang sambil menyeret pedangnya. Wajahnya murung karena tak mendapat kehormatan menyertai Rasulullah dalam perangnya yang pertama.
    Sang ibu, Nuwar binti Malik, menyusul di belakangnya. Tak kurang kesedihannya daripada putranya. Ingin sekali dia melihat putranya berangkat sebagai mujahid bersama kaum lelaki yang lain di bawah panji-panji Rasulullah. Ingin sekali dia menyaksikan putranya mengantikan kedudukan ayahnya yang telah tiada.
    B.     Zaid bin Tsabit Sektretais Nabi
    Meskipun telah ditolak oleh Rasulullah untuk ikut berjihad di jalan Allah dalam perang Badar karena terhalang usia yang masih muda. Tapi, kecintaan Zaid bin Tsabit yang tinggi terhadap Islam tidak pupus. Dengan kecerdasannya, ia memikirkan hal lain yang mungkin bisa ia lakukan tanpa terhalang usia. Dibantu ibunya, Nuwar binti Malik, ia mengajukan permohonan baru untuk ikut berjuang di jalan Allah.
    Sang ibu pergi menghadap Rasulullah menyampaikan kelebihan Zaid yang hafal tujuh belas surah dengan bacaan yang baik dan benar serta mampu membaca dan menulis dengan bahasa Arab dengan tulisan yang indah dan bacaan yang lancar.
    Lalu, Rasulullah meminta Zaid mempraktekkan apa yang dikatakan ibunya. Rasulullah kagum, ternyata kemampuan Zai lebih bagus dari yang disampaikan ibunya.
    Rasulullah lalu meminta Zaid agar belajar bahasa Ibrani, bahasa orang Yahudi agar mereka tidak mudah menipu Rasulullah.
    Sebentar saja, Zaid mampu menguasai bahasa itu. Setiap kali Rasulullah mendapatkan surat atau akan membalas surat kepada orang Yahudi, maka beliau meminta Zaid membantunya.
    Rasulullah juga meminta Zaid belajar bahasa Suryani. Ternyata Zaid mampu melakukannya. Di usia yang masih muda, Zaid sudah menjadi orang kepercayaan Rasulullah untuk menjadi sekretaris pribadi beliau. Tidak hanya itu. Karena kemampuannya membaca dan menghafal Al Quran, Rasulullah juga memercayakan Zaid menuliskan wahyu yang turun kepada Rasulullah. Setiap kali wahyu turun, Rasulullah memanggil Zaid, mendiktekan dan meminta Zaid menuliskannya.
    Kekuatan daya ingat Zaid bin Tsabit telah membuatnya diangkat menjadi penulis wahyu dan surat-surat Nabi Muhammad SAW semasa hidupnya, dan menjadikannya tokoh yang terkemuka di antara para sahabat lainnya. Diriwayatkan oleh Zaid bin Tsabit bahwa:
    Rasulullah SAW berkata kepadanya "Aku berkirim surat kepada orang, dan aku khawatir, mereka akan menambah atau mengurangi surat-suratku itu, maka pelajarilah bahasa Suryani", kemudian aku mempelajarinya selama 17 hari, danbahasa Ibrani selama 15 hari.

    C.    Peranan Zaid bin Tsabit dalam pemilihan Khalifah setelah Rasulullah Meninggal
    Keberadaan Zaid tak terbatas pada posisinya sebagai penulis al-Qur’an. Ia pun menjadi sumber solusi suatu persoalan. Salah satu peranan Zaid bin Tsabit yang sangat besar bagi ummat Islam adalah pada peristiwa pengangkatan Khalifah pengganti Rasulullah.
    Posisi Rasulullah sebagai Nabi dan Rasul yang terakhir mutlak tidak dapat tergantikan, namun posisinya sebagainya sebagai kepala negara harus ada yang menggantikan karena dikhawatirkan akan mendatangkan perpecahan dikalangan ummat Islam.
    Maka saat Rasulullah meninggal ummat Islam melakukan musyawarah untuk mengankat khalifah pengganti Rasul. Kaum Muhajirin berkata, “Pihak kami lebih berhak menjadi khalifah.” Sementara kaum Anshar berkata, “Pihak kami dan kalian sama-sama berhak. Kalau Rasulullah mengangkat seseorang dari kalian untuk suatu urusan, maka beliau mengangkat pula seorang dari pihak kami untuk menyertainya.”Artinya mereka menginginkan ada dua orang khalifah.
    Perbedaan pendapat hampir saja memicu konflik fisik. Padahal jenazah Rasulullah masih terbaring. Di tengah meruncingnya masalah itulah, Zaid muncul dan berkata kepada kaumnya, orang-orang Anshar, “Wahai kaum Anshar, sesungguhnya Rasulullah saw. adalah orang Muhajirin. Karena itu, sepantasnyalah penggantinya orang Muhajirin pula. Kita adalah pembantu-pembantu (Anshar) Rasulullah. Maka sepantasnyalah pula kita menjadi pembantu bagi pengganti (khalifah)-nya, sesudah beliau wafat, dan memperkuat kedudukan khalifah dalam menegakkan agama.” Setelah mengatakan hal itu, Zaid bin Tsabit mengulurkan tangannya kepada Abu Bakar Ash Shiddiq, seraya berkata, “Inilah Khalifah kalian. Baiatlah kalian dengannya!” dengan begitu Zaid bin Tsabit telah membai’at Abu Bakar, disusul oleh Umar bin Khattab dan seluruh yang hadir dalam musyawarah itu. Dan diangkatlah Abu Bakar sebagai Khalifah.
    D.    Zaid bin Tsabit, pengumpul al-Qur’an
    Ketika pecah pertempuran Yamamah pada masa Khalifah Abu Bakar, banyak sekali sahabat yang ahli baca (Qary) dan ahli hafal (Huffadz) yang gugur menemui syahidnya. Hal yang cukup mengkhawatirkan ini ‘ditangkap’ oleh Umar bin  Khaththab. Segera saja menghadap khalifah Abu Bakar dan mengusulkan agar segera menghimpun Al Qur’an dari catatan-catatan dan hafalan-hafalan para sahabat yang masih hidup. Tetapi Abu Bakar berkata tegas, “Mengapa aku harus melakukan sesuatu yang tidak pernah diperbuat Rasulullah saw. (yakni, bid’ah) ?”
    “Demi Allah, ini adalah perbuatan yang baik!!” Kata Umar, agak sedikit memaksa.
    Abu Bakar masih dalam keraguan. Ia shalat istikharah, dan kemudian Allah membukakan hatinya untuk menerima usulan Umar. Abu Bakar dan Umar bermusyawarah, dan mereka memutuskan untuk menyerahkan tugas tersebut kepada Zaid bin Tsabit. Ketika Zaid menghadap Abu Bakar dan diberikan tugas tersebut, reaksinya sama seperti Abu Bakar, ia berkata “Mengapa aku harus melakukan sesuatu yang tidak pernah diperbuat Rasulullah SAW (yakni, bid’ah) ?”
    Abu Bakar dan Umar menjelaskan tentang keadaan yang terjadi dan bahaya yang mungkin bisa terjadi, dan  akhirnya Abu Bakar berkata,  “Engkau adalah seorang pemuda yang cerdas, dan kami tidak pernah meragukan dirimu. Engkau juga selalu diperintahkan Nabi untuk menuliskan wahyu, maka kumpulkanlah ayat-ayat Qur’an tersebut….”
    Zaid bin Tsabit berkata, “Demi Allah, ini adalah pekerjaan yang berat. Seandainya kalian memerintahkan aku untuk memindahkan sebuah gunung, rasanya itu lebih ringan daripada tugas menghimpun al Qur’an yang engkau perintahkan tersebut!!”
    Seperti halnya Abu Bakar, akhirnya Zaid bisa diyakinkan akan pentingnya pekerjaan tersebut demi kelangsungan Islam di masa mendatang.
    Zaid bin Tsabit sendiri sebenarnya hafal al Qur’an dari awal sampai akhirnya, bahkan Nabi sendiri sering mengecek hafalannya. Namun demikian, ia tidak mau menggunakan hafalannya saja. Ia berjalan menemui para sahabat yang mempunyai catatan dan hafalan, mengumpulkan catatan yang terserak pada kulit, tulang, pelepah kurma, daun dan sebagainya dan juga membandingkannya dengan hafalan para sahabat tersebut. Setelah semua terkumpul dan dicek ulang dengan hafalannya dan juga hafalan para sahabat, Zaid menuliskannya lagi dalam lembaran-lembaran dan menyatukannya dalam satu ikatan. Semuanya disusun menurut urutan surat dan urutan ayat-ayat seperti yang pernah di-imla’-kan (didiktekan) Nabi kepadanya. Itulah mushhaf pertama yang dibuat dalam Islam, dan peran Zaid bin Tsabit sangat besar dalam penyusunannya. Ia menghabiskan waktu hampir satu tahun untuk menyelesaikannya.
    Al Qur’an diturunkan dengan tujuh macam bacaan (qiraat sab’ah). Hal ini memang diminta Nabi SAW sendiri untuk kemudahan umat beliau yang karakter lafal dan ucapannya berbeda-beda, sehingga jika telah cocok dengan salah satu bacaan (qiraat) tersebut sudah dianggap benar. Di masa Nabi saw. hidup dan Islam masih di sekitar jazirah Arab, hal itu tidak jadi masalah. Tetapi ketika wilayah Islam makin meluas ke Romawi, Persia dan tempat-tempat lainnya, sementara pemeluk Islam juga makin beragam dari berbagai bangsa, bukan hanya Arab, hal itu bisa menimbulkan perpecahan.
    Pada masa khalifah Utsman, di mana Islam sudah mulai menjamah wilayah Eropa, yakni Siprus dan sekitarnya, benih berbahaya ini ditangkap oleh Hudzaifah bin Yaman dan beberapa sahabat lainnya. Karena itu mereka menghadap khalifah Utsman menyampaikan usulan untuk menyatukan mush’af dalam satu bacaan/qiraat saja, dan menyebar-luaskannya sebagai pedoman bagi masyarakat Islam yang makin meluas saja. Untuk qiraat sab’ah (bacaan yang tujuh), biarlah hanya diketahui para ulama dan ahlinya saja.
    Khalifah Utsman tidak serta-merta menerima usulan tersebut karena takut terjatuh dalam bid’ah, sebagaimana yang dikhawatirkan Abu Bakar. Tetapi setelah melakukan istikharah dan mempertimbangkan persatuan umat, serta madharat dan manfaat dari adanya Qiraat Sab’ah, akhirnya ia menyetujui usulan ini. Dan seperti halnya Abu Bakar, khalifah Utsman menugaskan Zaid bin Tsabit untuk memimpin proyek besar ini, sehingga tersusun kodifikasi Mush’af Utsmani, yang menjadi cikal bakal dari hampir seluruh Mush’af al-Qur’an yang sekarang beredar di antara kita. Sungguh kita semua berhutang jasa kepada Zaid bin Tsabit.
    E.     Zaid bin Tsabit Sang Ulama Besar
    Zaid bin Tsabit adalah seorang ulama yang kedudukannya sama dengan para ulama dari kalangan sahabat lainnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda,” Umatku yang paling menguasai ilmu Faraidh adalah Zaid bin Tsabit”. Riwayat lain yang senada terdapat dalam riwayat Imam an-Nasa’I dan Ibnu Majah, dimana Nabi bersabda,” Umatku yang paling penyayang adalah Abu Bakar, yang paling kuat kesaksiannya dihadapan Allah adalah Umar, yang paling diakui perasaan malunya adalah Utsman dan yang paling menguasai faraidh adalah Zaid bin Tsabit.”.
    Zaid bin Tsabit telah meriwayatkan sembilan puluh dua hadist, yang lima daripadanya disepakati bersama oleh Iman Bukhari dan Imam Muslim. Bukhari juga meriwayatkan empat hadist yang lainnya bersumberkan dari Zaid bin Tsabit, sementara Muslim meriwayatkan satu hadist lainnya yang bersumberkan dari Zaid bin Tsabit. Zaid bin Tsabit diakui sebagai ulama di Madinah yang keahliannya meliputi bidang fiqih, fatwa dan faraidh (waris).
    Karena kedalaman pengetahuannya akan al-Quran, Zaid bin Tsabit diangkat menjadi penasehat umat Islam di masanya. Ia menjadi tempat bertannya bila ada masalah yang terkait dengan hukum Islam, terutama masalah warisan. Di masa itu, hanya Zaid bin Tsabit yang mahir membagi warisan sesuai aturan Islam.
    Karena kemampuan itu, saat Umar bin Khatab menadji khalifah, Umar pernah berfatwa, “Hai manusia, siapa yang ingin bertanya tentang Al Quran, datanglah kepada Zaid bin Tsabit…”
    Meski sudah menjadi ulama besar, namun Zaid bin Tsabit tetap zuhud dan tawadhu. Suatu hari, saat ia sedang mengendarai seekor hewan, ia kesulitan mengendalikan hewan itu. Saat itu, Ibnu Abbas melintas di depannya. Ia membantu Zaid bin Tsabit mengendalikan hewannya.
    Lalu Zaid berkata, “Biarkan saja hewan itu, wahai anak paman Rasulullah,” katanya.
    Ibnu Abbas menjawab, “Beginilah kami diperintahkan oleh Rasulullah menghormati ulama kami,”
    Lalu Zaid menjawab,”Kalau begitu, berikan tanganmu padaku.”
    Ibnu Abbas memberikan tangannya. Zaid menciumnya dan berkata, “Begitulah cara kami diperintahkan Rasulullah untuk menghormati keluarga nabi kami.”
    Mengenai kedalaman ilmunya, Ibnu Abbas berkata, “Sebagaimana diketahui bahwa para penghafal al-Quran dari kalangan sahabat dan Zaid bin Tsabit, termasuk orang-orang luas ilmunya.”
    F.     Zaid bin Tsabit Sebagai Pejabat
    Zaid bin Tsabit tidak hanya sebagai seorang Ulama, pengumpul al-Qur’an, sekretaris Nabi, ia juga pernah diangkat menjadi bendahara pada zaman pemerintahan Khalifah Abu Bakar dan Khalifah Umar. Ketika pemerintahan Khalifah Utsman, Zaid bin Tsabit diangkat menjadi pengurus Baitul Maal. Umar dan Utsman juga mengangkat Zaid bin Tsabit sebagai pemegang jabatan khalifah sementara ketika mereka menunaikan ibadah haji.
    Saat Umar menjadi Khalifah dia diangkat sebagai amir (gubernur) Madinah sebanyak tiga kali di ibukota atau di wilayah pusat kekuasaan, dan dia juga ditugaskan untuk mengumpulkan al-Quran atas perintah Abu Bakar dan Umar.
    G.    Wafat
    Ia wafat di Madinah pada tahun 45 H dalam usia 56 tahun (dalam riwayat lain ia wafat tahun 51 H atau 52 H).
    Kebesaran nama Zaid bin Tsabit dan kedalaman ilmu yang dimilikinya, menjadi suatu kehilangan besar ketika tiba waktunya ia pergi menghadap Illahi. Kaum muslimin bersedih karena mereka kehilangan seseorang yang dihatinya bersarang ilmu al-Quran.  Bahkan Abu Hurairah mengungkapkannya sebagai kepergian Samudera Ilmu.
    “Hari ini orang yang paling alim di antara umat Islam telah wafat. Semoga Allah memberikan ganti dari keluarga Ibnu Abbas.”

    Belia meninggalkan seorang anak bernama Khorijah bin Zaid, salah seorang ahli fiqih tujuh yang terkenal di Madinah. Anaknya termasuk dari golongan tabi’in yang sangat berpengaruh.
    http://insyaallahb.blogspot.co.id/2015/06/biografi-zaid-bin-tsabit.html

    Kisah Singkat Zaid Bin Tsabit Penulis Wahyu

    Dunia Nabi ~ Saat Rasulullah SAW berhijrah ke Madinah, Zaid bin Tsabit baru berumur 11 tahun. Zaid bin Tsabit adalah orang dari golongan Anshar di Madinah. Selain pejuang dalam peperangan, Zaid bin Tsabit adalah seorang yang pandai. Ia banyak mempelajari berbagai ilmu. Ia juga penghafal Al-Quran dan penulis wahyu.
    Pada suatu masa, terjadilah pertempuran Yamamah. Saat itu, Rasulullah telah wafat. Pada pertempuran itu, banyak pembaca dan penghafal Al-Quran yang terbunuh. Umar merasa khawatir dengan keadaan yang demikian. Ia pun berkonsultasi dengan Abu Bakar dan para sahabat lainnya. Akhirnya, mereka memutuskan untuk menyusun ayat dan surat Al-Quran. Tugas itu diberikan kepada Zaid bin Tsabit.

    Zaid bin Tsabit mulai mengumpulkan ayat-ayat Al-Quran dari para penghafal Al-Quran dan dari tulisan-tulisan Al-Quran pada zaman Rasulullah. Ia dibantu oleh sahabat-sahabat yang lain. Tugas ini merupakan tugas yang amat berat bagi Zaid bin Tsabit. Dengan izin Allah SWT, Zaid bin Tsabit berhasil menyusun Al-Quran dengan rapi.

    Dalam surat Al-Hijr ayat 9, Allah menjaga Al-Quran hingga terjamin kesucian dan kemurniannya.“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Quran, dan sesungguhnya kami benar-benar memeliharanya” (QS. Al-Hijr : 9).

    http://dunia-nabi.blogspot.co.id/2014/08/kisah-singkat-zaid-bin-tsabit.html

    Siapakah Zaid bin Tsabit?

     .. بسم الله الرحمن الرحيم
    Saudara-saudaraku, maaf karena saya sudah 1 bulan tidak meng-update blog ini. Karena saya sibuk menyelesaikan novel saya. Sekarang saya akan membahas tentang Zaid bin Tsabit, seorang pejuang islam yang sangat cinta pada Tuhannya, Allah SWT dan juga Rasulnya, Muhammad SAW. Ia juga salah satu sahabat Rasulullah.
    Ia adalah keturunan Bani Khazraj. Ia mulai tinggal bersama Rasulullah ketika hijrah ke Madinah. Zaid pernah ikut perang Khandaq yang dipimpin Nabi Muhammad SAW. Sejak kecil, Zaid senang menghapal Al-Qur'an. Ia juga memiliki daya ingat yang kuat sekali. Dalam peperangan Tabuk, Muhammad menyerahkan bendera Bani Najjar kepada Zaid yang sebelumnya dipegang Umarah. Beliau berkata, "Al-Qur'an harus diutamakan! Zaid lebih banyak menghapal Al-Qur'an daripada engkau.."
    Dan satu lagi yang sangat memukau dari Zaid bin Tsabit. Pada waktu itu, khalifah Abu Bakar sedang mencari sekretaris yang tekun, pandai, rajin, dan juga ulet. Ditunjuklah Zaid bin Tsabit. Walau sempat menolak, Zaid akhirnya resmi menjadi sekretaris Abu Bakar setelah dibujuk.
    Zaid diberi tugas pertama yang cukup berat oleh Abu Bakar. Ia harus mengumpulkan dan menuliskan kembali ayat-ayat suci Al-Qur'an. Zaid sempat tak yakin, namun, setelah diyakinkan, ia akhirnya mau menjalankan tugas itu.
    Zaid sangaat berjasa bagi seluruh kaum muslim. Karena berkat Zaid, kaum muslim bisa membaca Al-Qur'an. Dahulu, Al-Qur'an ditulis pada kulit, ataupun daun. Tulisannya hanya terlihat samar. Dan dulu, Al-Qur'an tidak tersusun rapi seperti sekarang.
    Pada tahun 45 Hijriah, dunia berduka. Zaid bin Tsabit telah menghembuskan napas yang terakhir pada usia 56 tahun.
    http://informasi-seputar-islam.blogspot.co.id/2012/07/siapakah-zaid-bin-tsabit.html
    Zaid bin Tsabit Sang Penulis Wahyu
    Zaid bin Tsabit adalah sosok yang patut diteladani. Ia beruntung mengenal hidayah Islam sejak masih remaja. Sehingga kesempatan mengukir prestasi dalam Islam sanagt terbuka lebar. Ia memeluk Islam bersama keluarganya pada masa awal Nabi SAW hijrah ke Madinah, saat itu ia berusia 11 tahun.
    Pada waktu terjadinya perang Badar tahun 2 hijriah, Zaid baru menginjak usia 13 tahun. Tapi, bersama ayahnya mereka bersikukuh ikut berperang. Nabi SAW melarangnya. Karena Zaid terlalu muda dan tubuhnya juga kecil. Begitu juga ketika perang Uhud, Zaid kembali meminta izin kepada Nabi SAW agar diperbolehkan ikut berperang. Nabi SAW masih melarangnya. Tetapi beliau memberi izin dua anak muda yang tubuhnya kekar dan mempunyai keahlian tertentu Nabi SAW, yakni Rafi bin Khudaij dan Samurah bin Jundub. Keduanya berusia limabelas tahun. Zaid bin Tsabit sendiri baru terjun dalam pertempuran dalam perang Khandaq pada tahun ke 5 hijriah. Setelah itu, ia hampir selalu menyertai berbagai pertempuran yang dilakukan Nabi SAW.
    Ia beranjak dewasa menjadi pemuda yang cerdas dan terpelajar. Karena itu ia mendapat perhatian secara khusus dari Rasulullah SAW. Nabi memberinya tugas mulia sebagai pencatat wahyu. Sungguh, Zaid begitu bahagia dipercaya oleh Nabi. Rasulullah SAW juga memotivasinya agar mempelajari beberapa bahasa asing. Hal itu bukan sesuatu yang sulit bagi Zaid. Beliau dapat menguasai bahasa lesan dan tulisan asing dalam waktu singkat. Karena itu, setiap kali Nabi SAW mengirim surat kepada raja-raja di Jazirah Arab dan sekitarnya, beliau mengandalkan Zaid sebagai sekretaris pribadinya.
    Sebenarnya cukup banyak sahabat yang diserahi Nabi SAW untuk menghafal dan menuliskan wahyu yang turun secara bertahap, terkadang juga berkaitan dengan suatu peristiwa atau sebagai jawaban dan solusi atas suatu masalah. Tetapi hanya beberapa orang saja yang lebih menguasai bidangini. Merka yaitu Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Mas’ud, Abdullah bin Abbas, Ubay bin Ka’ab dan Zaid bin Tsabit sendiri. Tiga yang pertama adalah dari sahabat Muhajirin dan dua yang terakhir dari sahabat Anshar.
    Ketika pecah pertempuran Yamamah pada masa Khalifah Abu Bakar, banyak sekali sahabat yang ahli baca (Qary) dan ahli hafal (Huffadz) yang gugur menemui syahidnya. Umar bin Khattab khawatir semakin sedikit orang yang menguasai Al-Qur’an. Sebab, di masa selanjutnya kaum muslimin akan menghadapi banyak pertempuran. Bukan mustahil semakin banyak hafidz yang gugur dalam perang-perang tersebut.
    Karena itu Umar bin Khattab menemui Abu Bakar dan menawarkan gagasan ‘baru’ yang belum pernah ada sebelumnya, membukukan Al-Qur’an dalam satu mushaf. Tetapi Abu Bakar menolak tegas. Takut melakukan bidah.
    “Mengapa aku harus melakukan sesuatu yang tidak pernah diperbuat Rasulullah SAW?”
    “Demi Allah, ini adalah perbuatan yang baik!” Kata Umar yang lalu menjelaskan duduk perkara serta kekhawatiran yang sedang menjejali dadanya.
    Abu Bakar melihat ada sinar kebenaran dalam usulan Umar. Namun, ia belum berani mengambil keputusan. Hal ini merupakan masalah krusial. Khalifah pengganti Rasulullah itu pun shalat istikharah memohon petunjuk. Pada akhirnya Allah tunjukkan piliha terbaik baginya, yaitu menerima usulan Umar.
    Abu Bakar dan Umar bermusyawarah. Mereka memutuskan untuk menyerahkan tugas tersebut kepada Zaid bin Tsabit. Ketika Zaid menghadap Abu Bakar dan diberikan tugas tersebut, reaksinya sama seperti Abu Bakar.
    Ia berkata “Mengapa aku harus melakukan sesuatu yang tidak pernah diperbuat Rasulullah SAW?”
    Abu Bakar dan Umar menjelaskan tentang keadaan yang terjadi dan bahaya yang mungkin bisa terjadi. Dan hal itu pun diterima dengan baik oleh Zaid.
    Keputusan Abu Bakar memilih Zaid bukan pilihan acak, melainkan karena kapabilitasnya dalam dokumentasi Al-Quran. Satu perkataan Abu Bakar kepada Zaid bin Tsabit yang dikenang sejarah, “Engkau adalah seorang pemuda yang cerdas, dan kami tidak pernah meragukan dirimu. Engkau juga selalu diperintahkan Nabi SAW untuk menuliskan wahyu, maka kumpulkanlah ayat-ayat Qur’an tersebut.”
    “Demi Allah, ini adalah pekerjaan yang berat. Seandainya kalian memerintahkan aku untuk memindahkan sebuah gunung, rasanya itu lebih ringan daripada tugas menghimpun Al-Qur’an yang engkau perintahkan tersebut!” Kata Zaid bin Tsabit.

    Zaid bin Tsabit sendiri sebenarnya hafal Al-Qur’an dari awal sampai akhirnya, bahkan Nabi SAW sendiri sering mengecek hafalannya. Namun, ia tidak mau mengandalkan hafalannya saja. Ia temui setiap sahabat yang mempunyai catatan dan hafalan. Mengumpulkan catatan yang terserak pada kulit, tulang, pelepah kurma, daun dan sebagainya. Kemudian mengkomparasikan satu-ayat dengan yang lain. Setelah itu, zaid menulis ulang Al-Qur’an dari awal hingga akhir.
    Catatan itu disusun menjadi satu mushaf. Susunan surat dan ayat mengacu kepada bacaan Rasulullah. Inilah mushhaf pertama yang dibuat dalam Islam, dan peran Zaid bin Tsabit sangat besar dalam penyusunannya. Ia menghabiskan waktu hampir satu tahun untuk menyelesaikannya.
    Al-Qur’an diturunkan dengan tujuh macam bacaan (qiraat sab’ah). Hal ini memang diminta Nabi SAW sendiri untuk kemudahan umat beliau yang karakter lafal dan ucapannya berbeda-beda, sehingga jika telah cocok dengan salah satu bacaan (qiraat) tersebut sudah dianggap benar. Di masa Nabi SAW hidup dan Islam masih di sekitar jazirah Arab, hal itu tidak jadi masalah. Tetapi ketika wilayah Islam makin meluas ke Romawi, Persia dan tempat-tempat lainnya, sementara pemeluk Islam juga makin beragam dari berbagai bangsa, bukan hanya Arab, hal itu bisa menimbulkan perpecahan.
    Pada masa khalifah Utsman, di mana Islam sudah mulai menjamah wilayah Eropa, yakni Siprus dan sekitarnya, benih berbahaya ini ditangkap oleh Hudzaifah bin Yaman dan beberapa sahabat lainnya. Karena itu mereka menghadap khalifah Utsman menyampaikan usulan untuk menyatukan mush’af dalam satu bacaan/qiraat saja, dan menyebar-luaskannya sebagai pedoman bagi masyarakat Islam yang makin meluas saja. Untuk qiraat sab’ah (bacaan yang tujuh), biarlah hanya diketahui para ulama dan ahlinya saja.
    Khalifah Utsman tidak serta-merta menerima usulan tersebut karena takut terjatuh dalam bid’ah, sebagaimana yang dikhawatirkan Abu Bakar. Tetapi setelah melakukan istikharah dan mempertimbangkan persatuan umat, serta madharat dan manfaat dari adanya Qiraat Sab’ah, akhirnya ia menyetujui usulan ini. Dan seperti halnya Abu Bakar, khalifah Utsman menugaskan Zaid bin Tsabit untuk memimpin proyek besar ini, sehingga tersusun kodifikasi Mush’af Utsmani, yang menjadi cikal bakal dari hampir seluruh Mush’af Al-Qur’an yang sekarang beredar di antara kita. Sungguh kita semua berhutang jasa kepada Zaid bin Tsabit RA. [faris]

Komentar

Wayang Kulit Gagrak Surakarta

Wayang Kulit Gagrak Surakarta
Jendela Dunianya Ilmu Seni Wayang

Jika Anda Membuang Wayang Kulit

Menerima Buangan Wayang Kulit bekas meski tidak utuh ataupun keriting, Jika anda dalam kota magelang dan kabupaten magelang silahkan mampir kerumah saya di jalan pahlawan no 8 masuk gang lalu gang turun, Jika anda luar kota magelang silahkan kirim jasa pos atau jasa gojek ke alamat sdr Lukman A. H. jalan pahlawan no 8 kampung boton balong rt 2 rw 8 kelurahan magelang kecamatan magelang tengah kota magelang dengan disertai konfirmasi sms dari bapak/ ibu/ sdr siapa dan asal mana serta penjelasan kategori wayang kulit bebas tanpa dibatasi gagrak suatu daerah boleh gaya baru, gaya lama, gaya surakarta, gaya yogyakarta, gaya banyumasan, gaya cirebonan, gaya kedu, gaya jawatimuran, gaya madura, gaya bali, maupun wayang kulit jenis lain seperti sadat, diponegaran, dobel, dakwah, demak, santri, songsong, klitik, krucil, madya dll

Postingan Populer