Umamah binti Hamzah ra

Perebutan Hak Asuh Anak Yatim Umamah Binti Hamzah
Allah SWT memerintahkan umat Muslim tak hanya untuk mengasuh, tapi juga memuliakan dan menjaga harta anak yatim. Perintah ini dijalankan oleh para sahabat Rasulullah SAW dengan sangat baik. Bahkan, dalam satu sejarah, para sahabat pernah memperebutkan seorang anak yatim keturunan dari Hamzah bin Abdul Muthalib.
Hamzah bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdi Manaf bin Qushay adalah keturunan asli suku Quraisy dari keluarga Bani Hasyim. Ia juga merupakan paman Nabi SAW. Ia diperkirakan lahir bersamaan dengan Nabi Muhammad SAW. Mereka merupakan saudara sepersusuannya dari ibu susu Tsuwaibah Maulah Abu Lahab.
Hamzah adalah seorang pahlawan di medan tempur. Sejak memeluk Islam, ia berniat membaktikan diri untuk kepentingan dakwah Islam. Tak heran, Rasulullah memberi julukan asadullah atau Singa Allah.
Dalam Perang Uhud, Hamzah berhasil membunuh 31 orang Quraisy. Kepiawaian perang Hamzah membuatnya banyak dimusuhi oleh kaum kafir. Hindun adalah salah seorang musuh dengan dendam membara. Ayahnya terbunuh dalam Perang Badar di tangan Hamzah.
Hamzah menjadi incaran kaum kafir Quraisy dan kafilah Arab. Mereka merencanakan pembunuhan yang keji baginya. Ketika ia tergelincir dan jatuh ke tanah, baju besinya sempat tersingkap. Hindun tak mau hilang kesempatan. Ia memerintahkan budaknya, Wahsyi bin Harb, untuk menghunuskan tombak yang merobek perutnya.
Kematian Hamzah menyulut kemarahan Rasulullah SAW, hingga turun firman Allah. "Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi, jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar." (QS an-Nahl: 126).
Selama hidup, Hamzah biasa dipanggil Abu Umarah atau Abu Ya'la. Ia mempunyai beberapa anak dari tiga istri. Dari Mallah bin Ubadah, ia mendapatkan keturunan bernama Ya'la dan Amir. Dari Khaulah binti Qais bin Qahdin, ia mempunyai anak perempuan bernama Umarah. Adapun yang terakhir, ia dikaruniai seorang putri bernama Umamah dari Salma binti Umais.
Ketika Hamzah meninggal, Umamah masih kecil. Suatu hari, Nabi Muhammad SAW dan para sahabat keluar dari  Makkah untuk melakukan ibadah umrah. Ini terjadi pada tahun 7 Hijriah, tepatnya satu tahun setelah penaklukan Kota Makkah.
Umamah kecil mendekati sang Nabi dan berharap dapat ikut dalam rombongan. "Pamanku, pamanku," panggil dia.
Ali bin Abi Thalib RA yang ketika itu berada dalam rombongan mendekati, lalu memegang tangannya. Ia kemudian berkata kepada istrinya, Fatimah binti Rasulullah SAW. "Ambillah putri pamanmu ini," kata dia.
Rupanya, tak hanya Ali yang menginginkan Umamah menjadi putri asuh. Saudaranya, Ja'far bin Abi Thalib, juga ingin mengasuhnya. Begitu pula Zaid bin Haritsah.
Masing-masing dari mereka memiliki alasan tersendiri sehingga layak untuk mengasuh Umamah. "Aku yang berhak mengasuh Umamah karena dia adalah anak dari pamanku," kata Ali bin Abi Thalib.
Ja'far menjawab, "Dia adalah putri pamanku dan bibinya berada di bawah tanggunganku. Akulah yang  berhak." Zaid menimpali, "Dia adalah anak perempuan saudaraku. Aku juga berhak mengambilnya."
Mereka lantas mengadukan hal tersebut kepada Rasulullah SAW. Rasulullah SAW memutuskan agar Umamah tinggal di rumah Ja'far bin Abi Thalib. Alasannya, Ja'far adalah pamannya sehingga masih kategori  muhrim bagi Umamah.
Setelah sekian waktu, Ja'far wafat. Ia berwasiat agar Umamah diamanahkan pengasuhannya kepada Ali, saudaranya. Lalu Umamah pun ikut dengan Ali bin Abi Thalib RA. 
Semakin lama ia semakin dewasa. Lantas Ali pun menemui Rasulullah SAW. Ia hendak menjodohkan Rasulullah  SAW dengan Umamah. "Mengapa engkau tidak menikahi putri Hamzah?" tanya Ali.
Rasulullah SAW pun menolak. Pasalnya, di antara mereka, sejatinya ada hubungan muhrim. "Putri Hamzah itu adalah anak perempuan saudara susuku," jawab Beliau SAW. Rasulullah pun menikahkan Umamah dengan Salamah.  
 Oleh Sri Handayani, ed:Hafidz Muftisany
http://www.republika.co.id/berita/koran/dialog-jumat/16/04/08/o5ar4620-perebutan-hak-asuh-anak-yatim-umamah-binti-hamzah

UMAMAH BINTU HAMZAH , Saudari Susuan Rasulullah


Tinggal sebagai muslimah di antara kaum musyrikin di Makkah bukanlah sesuatu yang diharapkan. Putri Singa Allah, Hamzah bin ‘Abdil Muththalib radhiyallahu ‘anhu ini mendambakan hidup bersama kaum muslimin di Madinah. Dia pun menanti, hingga saatnya tiba….
Nasab dan Keturunannya
Dia adalah Umamah bintu Hamzah bin ‘Abdil Muththalib bin Hasyim bin ‘Abdi Manaf bin Qushai Al-Hasyimiyah radhiyallahu ‘anha. Ibunya bernama Salma bintu ‘Umais bin Ma’d bin Taim bin Malik bin Quhafah dari Khats’am, saudara perempuan Asma’ bintu ‘Umais radhiyallahu ‘anha. Sementara sang ayah, Hamzah bin ‘Abdil Muththalib radhiyallahu ‘anhu adalah paman Rasulullah yang syahid dalam pertempuran Badr. Sepeninggal ayahnya, ‘Umamah bintu Hamzah masih tetap tinggal di Makkah.
Mengikuti Walinya ketika Umratul Qadha’
Sekian lama tinggal di negeri Madinah, rombongan kaum muslimin bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menunaikan ‘umrah qadha’, setelah setahun sebelumnya mereka urung menunaikan ‘umrah ke Makkah karena dihadang kaum musyrikin. Hanya tiga hari waktu yang diberikan pada kaum muslimin untuk tinggal di Makkah. Setelah itu, kaum musyrikin mengingatkan kaum muslimin agar segera meninggalkan Makkah.
Ketika rombongan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam hendak kembali ke Madinah, ‘Umamah bintu Hamzah mengikuti rombongan. Dia berseru memanggil-manggil, “Paman! Paman!”
‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Mengapa engkau biarkan putri paman kita dalam keadaan yatim di antara kaum musyrikin?”
Ali pun mengusulkan kepada beliau untuk membawa ‘Umamah dari Makkah. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tak melarang ‘Ali untuk membawa ‘Umamah.
“Bawa serta putri paman ayahmu!” ujar ‘Ali kepada istrinya, Fathimah radhiyallahu ‘anha. Maka berangkatlah ‘Umamah bintu Hamzah bersama rombongan kaum muslimin menuju Madinah.
Namun permasalahannya, siapa yang paling berhak untuk mengasuh putri yatim Hamzah bin ‘Abdil Muththalib radhiyallahu ‘anhu ini.
Di antara yang merasa berhak adalah Zaid bin Haritsah radhiyallahu ‘anhu yang diberi wasiat oleh Hamzah bin ‘Abdil Muththalib radhiyallahu ‘anhu. Juga Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mempersaudarakannya dengan Hamzah saat beliau mempersaudarakan kaum Muhajirin. “Aku lebih berhak untuk mengasuh anak saudaraku,” katanya.
Mendengar hal itu, Ja’far bin Abi Thalib bin ‘Abdil Muththalib radhiyallahu ‘anhu berujar, “Aku lebih berhak untuk mengasuhnya, karena Asma’ bintu ‘Umais bibinya adalah istriku, sementara kedudukan bibi seperti kedudukan ibu!”
‘Ali pun merasa keberatan. “Mengapa kalian bertikai tentang permasalahan putri pamanku, sementara aku yang membawanya keluar dari Makkah di antara kaum musyrikin. Kalian pun tidak lebih dekat nasabnya dengan ‘Umamah daripada aku. Aku lebih berhak untuk mengasuhnya!”
Mereka adalah para sahabat yang mulia. Segala perselisihan, tak ada tempat lain untuk kembali kecuali pada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka adukan pertikaian mereka, hingga beliau pun memberikan jalan yang terbaik. “Aku akan memutuskan perkara kalian,” kata beliau. “Adapun engkau, wahai Zaid, engkau adalah maula Allah dan maula Rasul-Nya. Adapun dirimu, wahai ‘Ali, engkau saudara dan sahabatku. Sedangkan engkau, wahai Ja’far, orang yang paling mirip denganku. Dan engkau, wahai Ja’far, orang yang paling pantas untuk mengasuhnya, karena istrimu adalah bibinya. Lebih-lebih lagi seseorang tak boleh menikahi wanita yang bibi wanita itu menjadi istrinya.”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memutuskan hak pengasuhan ‘Umamah bintu Hamzah untuk Ja’far.
‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu pernah mengusulkan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, mengapa engkau tidak menikah dengan ‘Umamah?” “Dia itu anak saudaraku sesusuan (Lihat pembahasan Mahram Susuan disini),” jawab Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Dan sesungguhnya Allah mengharamkan karena susuan segala sesuatu yang diharamkan karena nasab.”
‘Umamah bintu Hamzah, kisah kehidupannya memberikan pelajaran bagi kaum muslimin hingga akhir zaman. ‘Umamah bintu Hamzah, semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala meridhainya….
Wallahu a’lamu bish-shawab.
Sumber: ‘Umamah bintu Hamzah Al-Hazyimiyah radhiyallahu ‘anhuma. Penulis : Al-Ustadzah Ummu ‘Abdirrahman Bintu ‘Imran. Sumber Bacaan: Al-Ishabah, Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-‘Asqalani (8/22-23) Ath-Thabaqatul Kubra, Al-Imam Ibnu Sa’d (10/152-154) Shahih Al-Bukhari, Kitab Al-Maghazi Bab ‘Umratil Qadha’.http://asysyariah.com/syariah.php
https://muhammadqosim.wordpress.com/2010/09/22/umamah-bintu-hamzah-saudari-susuan-rasulullah
Serikandi Islam : Umamah Bt Hamzah ( Putri Singa Allah) 
Ketika itu kaum muslimin hampir sampai di Madinah setelah sellesai menunaikan ibadah umrah, saat 3 orang sahabat memperebutkan hak perwalian atas seorang gadis kecil. Para sahabat tersebuy adalah Ali bin Abi Thalib, Ja'far bin Abi Thalib dan Zaid bin Haritah. Sedangkan gadis kecil lyang menjadi bahan diskusi dan yang mereka reabutkan adalah Uamah binti Hamzah bin Abdul Muthalib, putri Hamzah sang Singa Allah. Memang pada saat itu Umamah adalah gadis kecil yatim setelah ayah menemuai kesyahidannya di medan Perang Uhud. Ketika ibunya, Saimah binti Umais selesai masa iddahnya, maka Umamah mendapatkan ayah tiri bernama Syaddad bin al-Hadi al-Laitsi. Ketiga sahabat mulia tadi mengajukan alsan mengapa diri merekalah yang paling pantas mesngasuhy Umamah. "Umamah adlah putri saudara ayahku dan istriku adlah putri rasullullah saw, maka aku yang pantas mengasuh Umamah." Ali bin Abi Thalib mengemukakan argumennya. Naman Ja'far bin Abi Thalib yang tak lain adalah saudara laki-laki Ali juga sudah siap dengan pendapatnya,"Umamah juga putri saudara ayahku dan saudari ibunya adlah istriku, Asma' binti Umais." Tak ketinggalan Zaid bin Haritsah, sang saudara angakat Hamzah, mengajukan argumennya dengan mengatakan, "Umamah adalah putri saudaraku." Karena masing-masing pihak ingin menjadi wali Umamah, maka keputusan pun kemudian diserahkan kepada Rasulullah saw. Rasulullah lantas memberikan keputusannya: hak perwalian diberikan kepada Ja'far bin Abi Thalib. Alasan Rasulullah salah satunya adalah Ja'far merupakan paman Umamah karena Ja'far menikah dengan bibi Umamah. Maka ia menjadi mahram bagi Umamah. Dengan keputusan itu, Umamah pun tinggal bsersama Ja'far bin Abi Thalib sampai Ja'far syahid pada perang Mu'tah. Setelah itu Umamah berpindah tinggal di rumah Ali bin Abi Thalib, sesuai dengan bunyi wasiat yang ditulis Ja'far. Ketika Umamah tumbuh menjadi seorang gadis, Ali pernah menawarkan Umamah untuk deperistri Rasulullah. Namun Rasulullah menolak dan menjelaskan bahwa tidak mungkin bagi Rasulullah menikahi Umamah karena Hamzah adalah mahram beliau saw. Sebagai bentuk tanggung jawabnya, Rasulullah pun menikahkan Umamah dengan Salamah, yang tak lain adalah anak tiri Rasulullah dari Ummu Salamah. sumber :http://rezahusein.blogspot.com/2010/04/umamah-binti-hamzah-bin-abdul-muthalib.html 
http://lekirmai.blogspot.co.id/2010/11/serikandi-islam-umamah-bt-hamzah-putri.html



Komentar

Wayang Kulit Gagrak Surakarta

Wayang Kulit Gagrak Surakarta
Jendela Dunianya Ilmu Seni Wayang

Jika Anda Membuang Wayang Kulit

Menerima Buangan Wayang Kulit bekas meski tidak utuh ataupun keriting, Jika anda dalam kota magelang dan kabupaten magelang silahkan mampir kerumah saya di jalan pahlawan no 8 masuk gang lalu gang turun, Jika anda luar kota magelang silahkan kirim jasa pos atau jasa gojek ke alamat sdr Lukman A. H. jalan pahlawan no 8 kampung boton balong rt 2 rw 8 kelurahan magelang kecamatan magelang tengah kota magelang dengan disertai konfirmasi sms dari bapak/ ibu/ sdr siapa dan asal mana serta penjelasan kategori wayang kulit bebas tanpa dibatasi gagrak suatu daerah boleh gaya baru, gaya lama, gaya surakarta, gaya yogyakarta, gaya banyumasan, gaya cirebonan, gaya kedu, gaya jawatimuran, gaya madura, gaya bali, maupun wayang kulit jenis lain seperti sadat, diponegaran, dobel, dakwah, demak, santri, songsong, klitik, krucil, madya dll

Postingan Populer