Kisah Ashabul Kahfi

Kisah Ashabul Kahfi dan Anjing Dalam Al-Quran


Kisah Ashabul Kahfi dan anjing dalam Al-Quran terdapat pada surat Al-Kahfi ayat 10-26. Mereka adalah sekelompok 7 pemuda dan seekor anjing yang tertidur dalam gua. Mereka hidup ditengah masyarakat penyembah berhala dengan seorang raja yang kejam bernama Diqyanus. Raja tersebut meminta rakyatnya untuk menyembah selain Allah Ta’ala. Jika tidak, maka akan disiksa dan dibunuh.
Nama-nama Ashabul Kahfi yang terdiri dari 7 pemuda tersebut yaitu: Tamlikha, Maksalmina, Martunis, Nainunis, Sarbunis, Falyastatyunis, Dzununis. Serta seekor anjing bernama Qithmir, yang dipercaya sebagai satu-satunya anjing yang masuk Surga.
Adapun lokasi gua Ashabul Kahfi tersebut ada 3 pendapat yaitu:
1. Gua di Efesus, Anatolia, Turki sekarang. Paulus, Orang Yahudi dan Kristian mempercayainya di sini. Namun gua ini juga turut menepati ciri-ciri yang diberikan dalam Al-Quran.
2. Gua di Damsyik, Syria.
3. Gua di Amman, Jordan. Gua ini lebih menepati ciri-ciri yang diberi dalam Al-Quran.
Pada awalnya penduduk negeri Efesus beriman kepada Allah. Tapi keadaan berubah setelah Raja Diqyanus (Decius) yang menguasainya. Kekejamannya yang luar biasa telah membuat banyak rakyat sengsara. Barang siapa yang taat dan patuh kepadanya, diberi pakaian dan berbagai macam hadiah lainnya. Tetapi barang siapa yang tidak mau taat atau tidak bersedia mengikuti kemauannya, akan segera dibunuh. Dalam masa yang cukup lama, sebagian besar rakyat patuh kepada Raja dengan menyembah selain Allah.
Demi mempertahankan keislaman dan keimanan kepada Allah Ta’ala, 7 pemuda Ashabul Kahfi dan seekor anjing, memilih untuk mengasingkan diri serta bersembunyi dalam sebuah gua. Mereka teguh mempertahankan aqidah mereka walaupun menyadari nyawa dan diri mereka mungkin terancam dengan berbuat demikian.
Pada saat mereka beristirahat di dalam gua itulah, Allah s.w.t. menidurkan 7 pemuda tersebut selama 309 tahun. Allah s.w.t. membolik-balikkan tubuh mereka dari kanan ke kiri. Allah lalu memerintahkan matahari supaya pada saat terbit, condong memancarkan sinarnya ke dalam gua dari arah kanan, dan pada saat hampir terbenam supaya sinarnya mulai meninggalkan mereka dari arah kiri. Allah Ta’ala menyelamatkan mereka dari kejaran Raja Diqyanus yang kejam dan tidak mengakui adanya Allah Yang Maha Sempurna.
Ashabul Kahfi Bangun Dari Tidur
Setelah 309 tahun tersebut, Allah s.w.t. membangunkan 7 pemuda Ashabul Kahfi. Mereka saling bertanya: “Siapakah di antara kita yang sanggup dan bersedia berangkat ke kota membawa uang untuk bisa mendapatkan makanan? Tetapi yang akan pergi ke kota nanti supaya hati-hati.” Salah satu anggota Ashabul Kahfi bernama Tamlikha berkata: “Aku sajalah yang berangkat untuk mendapatkan makanan”. Setibanya di sebuah pasar, ia bertanya kepada seorang penjaja roti: “Hai tukang roti, apakah nama kota kalian ini?”. “Ephesus,” sahut penjual roti.
Penjual Roti berkata kepada Tamlikha: “Alangkah beruntungnya aku! Rupanya engkau baru menemukan harta karun! Berikan sisa uang itu kepadaku! Kalau tidak, engkau akan kuhadapkan kepada raja.” “Aku tidak menemukan harta karun,” sangkal Tamlikha. “Uang ini kudapatkan tiga hari yang lalu dari hasil penjualan buah kurma seharga 3 dirham! Aku kemudian meninggalkan kota karena orang-orang semuanya menyembah Diqyanus!”
Penjual roti itu marah. Tamlikha lalu ditangkap dan dibawa pergi menghadap raja. Raja yang baru ini seorang yang dapat berfikir dan bersikap adil.  Tamlikha menjelaskan: “Baginda, aku sama sekali tidak menemukan harta karun!
Aku adalah penduduk kota ini!”
Raja bertanya sambil keheran-heranan: “Engkau penduduk kota ini?”
“Ya. Benar,” sahut Tamlikha.
“Adakah orang yang kau kenal?” tanya raja lagi.
“Ya, ada,” jawab Tamlikha.
“Coba sebutkan siapa namanya,” perintah raja.
Tamlikha menyebut nama-nama kurang lebih 1000 orang, tetapi tak ada satu
nama pun yang dikenal oleh raja atau oleh orang lain yang hadir mendengarkan.
Mereka berkata: “Ah…, semua itu bukan nama orang-orang yang hidup di zaman kita sekarang. Tetapi, apakah engkau mempunyai rumah di kota ini?”
“Ya, tuanku,” jawab Tamlikha. “Utuslah seorang menyertaiku!”
Raja kemudian memerintahkan beberapa orang menyertai Tamlikha pergi.
Oleh Tamlikha mereka diajak menuju ke sebuah rumah yang paling tinggi di
kota itu. Setibanya di sana, Tamlikha berkata kepada orang yang mengantarkan: “ inilah rumahku!”
Pintu rumah itu lalu diketuk. Keluarlah seorang lelaki yang sudah sangat lanjut
usia. Sepasang alis di bawah keningnya sudah sedemikian putih dan
mengkerut hampir menutupi mata karena sudah terlampau tua. Dia terperanjat
ketakutan, lalu bertanya kepada orang-orang yang datang: “Kalian ada perlu apa?”
Utusan raja yang menyertai Tamlikha menyahut: “Orang muda ini mengaku rumah ini adalah rumahnya!”
Orang tua itu marah, memandang kepada Tamlikha. Sambil mengamat-amati ia bertanya: “Siapa namamu?”
“Aku Tamlikha anak Filistin!”
Orang tua itu lalu berkata: “Coba ulangi lagi!”
Tamlikha menyebut lagi namanya. Tiba-tiba orang tua itu bertekuk lutut di depan kaki Tamlikha sambil berucap: “Engkau adalah datukku! Demi Allah, ia salah seorang di antara orang-orang yang melarikan diri dari Diqyanus, raja durhaka.”
Peristiwa yang terjadi di rumah orang tua itu kemudian di laporkan kepada raja. Dengan menunggang kuda, raja segera datang menuju ke tempat Tamlikha yang sedang berada di rumah orang tua tadi. Setelah melihat Tamlikha, raja segera turun dari kuda. Oleh raja, Tamlikha diangkat ke atas pundak, sedangkan orang banyak beramai-ramai menciumi tangan dan kaki Tamlikha sambil bertanya-tanya: “Hai Tamlikha, bagaimana keadaan teman-temanmu?” Kepada mereka Tamlikha memberi tahu, bahwa semua temannya masih berada di dalam gua Al-Kahfi.
Pada masa itu Negeri Ephesus diatur oleh dua orang bangsawan istana. Dua orang bangsawan itu bersama pengikutnya masing-masing pergi membawa Tamlikha menuju ke gua. Setibanya dekat gua, Tamlikha berkata kepada dua orang bangsawan dan para pengikut mereka: “Aku khawatir kalau sampai teman-temanku mendengar suara tapak kuda, atau gemerincingnya senjata. Mereka pasti menduga Diqyanus datang dan mereka bakal mati semua. Oleh karena itu kalian berhenti saja di sini.
Biarlah aku sendiri yang akan menemui dan memberitahu mereka!” Semua berhenti menunggu dan Tamlikha masuk seorang diri ke dalam gua. Melihat Tamlikha datang, teman-temannya berdiri kegirangan, dan Tamlikha dipeluknya kuat-kuat. Kepada Tamlikha mereka berkata: “Puji dan syukur bagi Allah yang telah menyelamatkan dirimu dari Diqyanus!” Tamlikha menukas: “Ada urusan apa dengan Diqyanus? Tahukah kalian, sudah berapa lamakah kalian tinggal di sini?” “Kami tinggal sehari atau beberapa hari saja,” jawab mereka. “Tidak!” sangkal Tamlikha. “Kalian sudah tinggal di sini selama 309 tahun!
“Diqyanus sudah lama meninggal dunia! Generasi demi generasi sudah lewat silih berganti, dan penduduk kota itu sudah beriman kepada Allah yang Maha Agung! Mereka sekarang datang untuk bertemu dengan kalian!” Teman-teman Tamlikha menyahut: “Hai Tamlikha, apakah engkau hendak menjadikan kami ini orang-orang yang menggemparkan seluruh jagad?” “Lantas apa yang kalian inginkan?” Tamlikha balik bertanya. “Angkatlah tanganmu ke atas dan kami pun akan berbuat seperti itu juga,” jawab mereka.
Mereka bertujuh semua mengangkat tangan ke atas, kemudian berdoa: “Ya Allah, dengan kebenaran yang telah Kau perlihatkan kepada kami tentang keanehan-keanehan yang kami alami sekarang, cabutlah nyawa kami tanpa sepengetahuan orang lain!” Allah s.w.t. mengabulkan permohonan mereka. Lalu memerintahkan Malaikat maut mencabut nyawa mereka. Kemudian Allah s.w.t. melenyapkan pintu gua tanpa bekas.
Setelah kematian 7 pemuda dan anjing Ashabul Kahfi tersebut, dibangunlah di sisi gua tersebut sebuah bangunan masjid dan tugu sebagai peringatan demi menyembah dan membesarkan nama Allah Ta’ala.
Ashabul Kahfi
Ayat Al-Quran Tentang Ashabul Kahfi
“(Ingatlah) tatkala pemuda-pemuda itu mencari tempat berlindung ke dalam gua lalu mereka berdoa: “Wahai Tuhan kami berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini)”. [Al-Kahfi: 10]
“Lalu Kami tidurkan mereka dengan nyenyak dalam gua itu, bertahun-tahun, yang banyak bilangannya”. [Al-Kahfi: 11]
“Kemudian Kami bangkitkan mereka (dari tidurnya), untuk Kami menguji; siapakah dari dua golongan di antara mereka yang lebih tepat kiraannya, tentang lamanya mereka hidup (dalam gua itu)”. [Al-Kahfi: 12]
“Kami ceritakan kepadamu (Wahai Muhammad) perihal mereka dengan benar; sesungguhnya mereka itu orang-orang muda yang beriman kepada tuhan mereka, dan Kami tambahi mereka dengan hidayah dan petunjuk”. [Al-Kahfi: 13]
“Dan Kami kuatkan hati mereka (dengan kesabaran dan keberanian), semasa mereka bangun (menegaskan tauhid) lalu berkata: “Tuhan kami adalah Tuhan langit dan bumi; kami sekali-kali tidak menyeru tuhan selain Dia, sesungguhnya kami kalau demikian telah mengucapkan perkataan yang amat jauh dari kebenaran”. [Al-Kahfi: 14]
“(Mereka berkata pula sesama sendiri): “Kaum kita itu, menyembah beberapa tuhan yang lain dari Allah; sepatutnya mereka mengemukakan keterangan yang nyata yang membuktikan ketuhanan makhluk-makhluk yang mereka sembah itu?(Tetapi mereka tidak dapat berbuat demikian); Maka tidak ada yang lebih zalim dari orang-orang yang berdusta terhadap Allah. [Al-Kahfi: 15]
“Dan oleh karena kamu telah mengasingkan diri dari mereka dan dari apa yang mereka sembah yang lain dari Allah, maka pergilah kamu berlindung di gua itu, supaya Tuhan kamu melimpahkan dari RahmatNya kepada kamu, dan menyediakan kemudahan-kemudahan untuk urusan kamu dengan memberikan bantuan yang berguna”. [Al-Kahfi: 16]
“Dan engkau akan melihat matahari ketika terbit, condong ke kanan dari gua mereka; dan apabila ia terbenam, meninggalkan mereka ke arah kiri, sedang mereka berada dalam satu tempat yang luas di gua. Itulah tanda-tanda kekuasaan Allah. Barangsiapa diberi hidayah petunjuk oleh Allah, maka dialah yang berjaya mencapai kebahagiaan; dan barangsiapa yang disesatkanNya maka engkau tidak akan memperoleh seorang penolong pun yang dapat menunjukkan (jalan yang benar) kepadanya”. [Al-Kahfi: 17]
Ayat Al-Quran Tentang Ashabul Kahfi 
“Dan engkau sangka mereka sadar, padahal mereka tidur; dan Kami balik-balikkan mereka dalam tidurnya ke sebelah kanan dan ke sebelah kiri (supaya badan mereka tidak dimakan tanah); sedangkan anjing mereka menjulurkan dua kaki depannya dekat pintu gua; jika engkau melihat mereka, tentulah engkau akan berpaling melarikan diri dari mereka, dan tentulah engkau akan merasa penuh ketakutan kepada mereka”. [Al-Kahfi: 18]
“Dan demikianlah Kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di antara mereka sendiri. Berkatalah salah seorang di antara mereka: Sudah berapa lamakah kamu berada (disini?)”. Mereka menjawab: “Kita berada (disini) sehari atau setengah hari”. Berkata (yang lain lagi): “Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah ia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah ia berlaku lemah-lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seorangpun”. [Al-Kahfi: 19]
“Dan demikian (pula) Kami mempertemukan (manusia) dengan mereka, agar manusia itu mengetahui, bahwa janji Allah itu benar, dan bahwa kedatangan hari kiamat tidak ada keraguan padanya. Ketika orang-orang itu berselisih tentang urusan mereka, orang-orang itu berkata: “Dirikan sebuah bangunan di atas (gua) mereka, Tuhan mereka lebih mengetahui tentang mereka”. Orang-orang yang berkuasa atas urusan mereka berkata: “Sesungguhnya kami akan mendirikan sebuah rumah peribadatan di atasnya”. [Al-Kahfi: 20]
“Nanti (ada orang yang akan) mengatakan (jumlah mereka) adalah tiga orang yang keempat adalah anjingnya, dan (yang lain) mengatakan: “(jumlah mereka) adalah lima orang yang keenam adalah anjing nya”, sebagai terkaan terhadap barang yang gaib; dan (yang lain lagi) mengatakan: “(jumlah mereka) tujuh orang, yang ke delapan adalah anjingnya”. Katakanlah: “Tuhanku lebih mengetahui jumlah mereka; tidak ada orang yang mengetahui (bilangan) mereka kecuali sedikit”. Karena itu janganlah kamu (Muhammad) bertengkar tentang hal mereka, kecuali pertengkaran lahir saja dan jangan kamu menanyakan tentang mereka (pemuda-pemuda itu) kepada seorangpun di antara mereka”. [Al-Kahfi: 21]
“(Sebagian dari) mereka akan berkata: “Bilangan Ashabul Kahfi itu tiga orang, yang keempatnya ialah anjing mereka”; dan setengahnya pula berkata bilangan mereka lima orang, yang keenamnya ialah anjing mereka”, secara meraba-raba dalam gelap akan sesuatu yang tidak diketahui; dan setengahnya yang lain berkata: “Bilangan mereka tujuh orang dan yang kedelapan ialah anjing mereka”. “Katakanlah (wahai Muhammad): “Tuhanku lebih mengetahui akan bilangan mereka, tiada yang mengetahui bilangannya melainkan sedikit”. Karena itu janganlah engkau membahas dengan siapapun mengenai mereka melainkan dengan bahasan (secara sederhana) yang nyata (keterangannya di dalam al-Quran), dan janganlah engkau meminta penjelasan mengenai hal mereka kepada seseorang pun dari golongan (yang membincangkannya)”. [Al-Kahfi: 22]
“Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan tentang sesuatu: “Sesungguhnya aku akan mengerjakan ini besok pagi”. [Al-Kahfi: 23]
“Kecuali (dengan menyebut): “Insya Allah”. Dan ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa dan katakanlah: “Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat kebenarannya dari pada ini”. [Al-Kahfi: 24]
“Dan mereka telah tidur dalam gua mereka, tiga ratus tahun (dengan perkiraan ahli kitab) dan sembilan lagi (dengan perkiraan kamu)”. [Al-Kahfi: 25]
“Katakanlah: “Allah lebih mengetahui berapa lamanya mereka tinggal (di gua); kepunyaan-Nya-lah semua yang tersembunyi di langit dan di bumi. Alangkah terang penglihatan-Nya dan alangkah tajam pendengaran-Nya; tak ada seorang pelindung pun bagi mereka selain dari pada-Nya; dan Dia tidak mengambil seorangpun menjadi sekutu-Nya dalam menetapkan keputusan”. [Al-Kahfi: 26]
Demikianlah postingan tentang Kisah Ashabul Kahfi dan Anjing Dalam Al-Quran. 
http://www.mohlimo.com/kisah-ashabul-kahfi-dan-anjing-dalam-al-quran/
Kisah Ashabul Kahfi (Penghuni Gua) versi Lengkap

Dalam surat Al-Kahfi, Allah SWT menceritakan tiga kisah masa lalu, yaitu kisah Ashabul Kahfi, kisah pertemuan nabi Musa as dan nabi Khaidir as serta kisah Dzulqarnain. Kisah Ashabul Kahfi mendapat perhatian lebih dengan digunakan sebagai nama surat dimana terdapat tiga kisah tersebut. Hal ini tentu bukan kebetulan semata, tapi karena kisah Ashabul Kahfi, seperti juga kisah dalam al-Quran lainnya, bukan merupakan kisah semata, tapi juga terdapat banyak pelajaran (ibrah) didalamnya.

Ashabul Kahfi adalah nama sekelompok orang beriman yang hidup pada masa Raja Diqyanus di Romawi, beberapa ratus tahun sebelum diutusnya nabi Isa as. Mereka hidup ditengah masyarakat penyembah berhala dengan seorang raja yang dzalim. Ketika sang raja mengetahui ada sekelompok orang yang tidak menyembah berhala, maka sang raja marah lalu memanggil mereka dan memerintahkan mereka untuk mengikuti kepercayaan sang raja. Tapi Ashabul Kahfi menolak dan lari, dikejarlah mereka untuk dibunuh. Ketika mereka lari dari kejaran pasukan raja, sampailah mereka di mulut sebuah gua yang kemudian dipakai tempat persembunyian.

Dengan izin Allah mereka kemudian ditidurkan selama 309 tahun di dalam gua, dan dibangkitkan kembali ketika masyarakat dan raja mereka sudah berganti menjadi masyarakat dan raja yang beriman kepada Allah SWT (Ibnu Katsir; Tafsir al-Quran al-'Adzim; jilid:3 ; hal.67-71).

Berikut adalah kisah Ashabul Kahfi (Penghuni Gua) yang ditafsir secara jelas jalan ceritanya.....
Penulis kitab Fadha'ilul Khamsah Minas Shihahis Sittah (jilid II, halaman 291-300), mengetengahkan suatu riwayat yang dikutip dari kitab Qishashul Anbiya. Riwayat tersebut berkaitan dengan tafsir ayat 10 Surah Al-Kahfi:



"(Ingatlah) tatkala pemuda-pemuda itu mencari tempat berlindung ke dalam gua lalu mereka berdo'a: "Wahai Tuhan kami berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini)"
(QS al-Kahfi:10)


Dengan panjang lebar kitab Qishashul Anbiya mulai dari halaman 566 meriwayatkan sebagai berikut:

Di kala Umar Ibnul Khattab memangku jabatan sebagai Amirul Mukminin, pernah datang kepadanya beberapa orang pendeta Yahudi. Mereka berkata kepada Khalifah: "Hai Khalifah Umar, anda adalah pemegang kekuasaan sesudah Muhammad dan sahabatnya, Abu Bakar. Kami hendak menanyakan beberapa masalah penting kepada anda. Jika anda dapat memberi jawaban kepada kami, barulah kami mau mengerti bahwa Islam merupakan agama yang benar dan Muhammad benar-benar seorang Nabi. Sebaliknya, jika anda tidak dapat memberi jawaban, berarti bahwa agama Islam itu bathil dan Muhammad bukan seorang Nabi."

"Silahkan bertanya tentang apa saja yang kalian inginkan," sahut Khalifah Umar.
"Jelaskan kepada kami tentang induk kunci (gembok) mengancing langit, apakah itu?" Tanya pendeta-pendeta itu, memulai pertanyaan-pertanyaannya. "Terangkan kepada kami tentang adanya sebuah kuburan yang berjalan bersama penghuninya, apakah itu? Tunjukkan kepada kami tentang suatu makhluk yang dapat memberi peringatan kepada bangsanya, tetapi ia bukan manusia dan bukan jin! Terangkan kepada kami tentang lima jenis makhluk yang dapat berjalan di permukaan bumi, tetapi makhluk-makhluk itu tidak dilahirkan dari kandungan ibu atau atau induknya! Beritahukan kepada kami apa yang dikatakan oleh burung puyuh (gemak) di saat ia sedang berkicau! Apakah yang dikatakan oleh ayam jantan di kala ia sedang berkokok! Apakah yang dikatakan oleh kuda di saat ia sedang meringkik? Apakah yang dikatakan oleh katak di waktu ia sedang bersuara? Apakah yang dikatakan oleh keledai di saat ia sedang meringkik? Apakah yang dikatakan oleh burung pipit pada waktu ia sedang berkicau?"

Khalifah Umar menundukkan kepala untuk berfikir sejenak, kemudian berkata: "Bagi Umar, jika ia menjawab 'tidak tahu' atas pertanyaan-pertanyaan yang memang tidak diketahui jawabannya, itu bukan suatu hal yang memalukan!''
Mendengar jawaban Khalifah Umar seperti itu, pendeta-pendeta Yahudi yang bertanya berdiri melonjak-lonjak kegirangan, sambil berkata: "Sekarang kami bersaksi bahwa Muhammad memang bukan seorang Nabi, dan agama Islam itu adalah bathil!"

Salman Al-Farisi yang saat itu hadir, segera bangkit dan berkata kepada pendeta-pendeta Yahudi itu: "Kalian tunggu sebentar!"

Ia cepat-cepat pergi ke rumah Ali bin Abi Thalib. Setelah bertemu, Salman berkata: "Ya Abal Hasan, selamatkanlah agama Islam!"

Imam Ali r.a. bingung, lalu bertanya: "Mengapa?"
Salman kemudian menceritakan apa yang sedang dihadapi oleh Khalifah Umar Ibnul Khattab. Imam Ali segera saja berangkat menuju ke rumah Khalifah Umar, berjalan lenggang memakai burdah (selembar kain penutup punggung atau leher) peninggalan Rasul Allah s.a.w. Ketika Umar melihat Ali bin Abi Thalib datang, ia bangun dari tempat duduk lalu buru-buru memeluknya, sambil berkata: "Ya Abal Hasan, tiap ada kesulitan besar, engkau selalu kupanggil!"
Setelah berhadap-hadapan dengan para pendeta yang sedang menunggu-nunggu jawaban itu, Ali bin Abi Thalib herkata: "Silakan kalian bertanya tentang apa saja yang kalian inginkan. Rasul Allah s.a.w. sudah mengajarku seribu macam ilmu, dan tiap jenis dari ilmu-ilmu itu mempunyai seribu macam cabang ilmu!"

Pendeta-pendeta Yahudi itu lalu mengulangi pertanyaan-pertanyaan mereka. Sebelum menjawab, Ali bin Abi Thalib berkata: "Aku ingin mengajukan suatu syarat kepada kalian, yaitu jika ternyata aku nanti sudah menjawab pertanyaan-pertanyaan kalian sesuai dengan yang ada di dalam Taurat, kalian supaya bersedia memeluk agama kami dan beriman!"

"Ya baik!" jawab mereka.
"Sekarang tanyakanlah satu demi satu," kata Ali bin Abi Thalib.
Mereka mulai bertanya: "Apakah induk kunci (gembok) yang mengancing pintu-pintu langit?"
"Induk kunci itu," jawab Ali bin Abi Thalib, "ialah syirik kepada Allah. Sebab semua hamba Allah, baik pria maupun wanita, jika ia bersyirik kepada Allah, amalnya tidak akan dapat naik sampai ke hadhirat Allah!"
Para pendeta Yahudi bertanya lagi: "Anak kunci apakah yang dapat membuka pintu-pintu langit?"
Ali bin Abi Thalib menjawab: "Anak kunci itu ialah kesaksian (syahadat) bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasul Allah!"

Para pendeta Yahudi itu saling pandang di antara mereka, sambil berkata: "Orang itu benar juga!" Mereka bertanya lebih lanjut: "Terangkanlah kepada kami tentang adanya sebuah kuburan yang dapat berjalan bersama penghuninya!"
"Kuburan itu ialah ikan hiu (hut) yang menelan Nabi Yunus putera Matta," jawab Ali bin Abi Thalib. "Nabi Yunus as. dibawa keliling ketujuh samudera!"

Pendeta-pendeta itu meneruskan pertanyaannya lagi: "Jelaskan kepada kami tentang makhluk yang dapat memberi peringatan kepada bangsanya, tetapi makhluk itu bukan manusia dan bukan jin!"

Ali bin Abi Thalib menjawab: "Makhluk itu ialah semut Nabi Sulaiman putera Nabi Dawud alaihimas salam. Semut itu berkata kepada kaumnya: "Hai para semut, masuklah ke dalam tempat kediaman kalian, agar tidak diinjak-injak oleh Sulaiman dan pasukan-nya dalam keadaan mereka tidak sadar!"
Para pendeta Yahudi itu meneruskan pertanyaannya: "Beritahukan kepada kami tentang lima jenis makhluk yang berjalan di atas permukaan bumi, tetapi tidak satu pun di antara makhluk-makhluk itu yang dilahirkan dari kandungan ibunya atau induknya!"

Ali bin Abi Thalib menjawab: "Lima makhluk itu ialah, pertama, Adam. Kedua, Hawa. Ketiga, Unta Nabi Shaleh. Keempat, Domba Nabi Ibrahim. Kelima, Tongkat Nabi Musa (yang menjelma menjadi seekor ular)."
Dua di antara tiga orang pendeta Yahudi itu setelah mendengar jawaban-jawaban serta penjelasan yang diberikan oleh Imam Ali r.a. lalu mengatakan: "Kami bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasul Allah!"
Tetapi seorang pendeta lainnya, bangun berdiri sambil berkata kepada Ali bin Abi Thalib: "Hai Ali, hati teman-temanku sudah dihinggapi oleh sesuatu yang sama seperti iman dan keyakinan mengenai benarnya agama Islam. Sekarang masih ada satu hal lagi yang ingin kutanyakan kepada anda."

"Tanyakanlah apa saja yang kau inginkan," sahut Imam Ali.

"Coba terangkan kepadaku tentang sejumlah orang yang pada zaman dahulu sudah mati selama 309 tahun, kemudian dihidupkan kembali oleh Allah. Bagaimana hikayat tentang mereka itu?" Tanya pendeta tadi.

Ali bin Ali Thalib menjawab: "Hai pendeta Yahudi, mereka itu ialah para penghuni gua. Hikayat tentang mereka itu sudah dikisahkan oleh Allah s.w.t. kepada Rasul-Nya. Jika engkau mau, akan kubacakan kisah mereka itu."

Pendeta Yahudi itu menyahut: "Aku sudah banyak mendengar tentang Qur'an kalian itu! Jika engkau memang benar-benar tahu, coba sebutkan nama-nama mereka, nama ayah-ayah mereka, nama kota mereka, nama raja mereka, nama anjing mereka, nama gunung serta gua mereka, dan semua kisah mereka dari awal sampai akhir!"

Ali bin Abi Thalib kemudian membetulkan duduknya, menekuk lutut ke depan perut, lalu ditopangnya dengan burdah yang diikatkan ke pinggang. Lalu ia berkata: "Hai saudara Yahudi, Muhammad Rasul Allah s.a.w. kekasihku telah menceritakan kepadaku, bahwa kisah itu terjadi di negeri Romawi, di sebuah kota bernama Aphesus, atau disebut juga dengan nama Tharsus. Tetapi nama kota itu pada zaman dahulu ialah Aphesus (Ephese). Baru setelah Islam datang, kota itu berubah nama menjadi Tharsus (Tarse, sekarang terletak di dalam wilayah Turki).
Penduduk negeri itu dahulunya mempunyai seorang raja yang baik. Setelah raja itu meninggal dunia, berita kematiannya didengar oleh seorang raja Persia bernama Diqyanius. Ia seorang raja kafir yang amat congkak dan dzalim. Ia datang menyerbu negeri itu dengan kekuatan pasukannya, dan akhirnya berhasil menguasai kota Aphesus. Olehnya kota itu dijadikan ibukota kerajaan, lalu dibangunlah sebuah Istana."

Baru sampai di situ, pendeta Yahudi yang bertanya itu berdiri, terus bertanya: "Jika engkau benar-benar tahu, coba terangkan kepadaku bentuk Istana itu, bagaimana serambi dan ruangan-ruangannya!"

Ali bin Abi Thalib menerangkan: "Hai saudara Yahudi, raja itu membangun istana yang sangat megah, terbuat dari batu marmar. Panjangnya satu farsakh (= kl 8 km) dan lebarnya pun satu farsakh. Pilar-pilarnya yang berjumlah seribu buah, semuanya terbuat dari emas, dan lampu-lampu yang berjumlah seribu buah, juga semuanya terbuat dari emas. Lampu-lampu itu bergelantungan pada rantai-rantai yang terbuat dari perak. Tiap malam apinya dinyalakan dengan sejenis minyak yang harum baunya. Di sebelah timur serambi dibuat lubang-lubang cahaya sebanyak seratus buah, demikian pula di sebelah baratnya. Sehingga matahari sejak mulai terbit sampai terbenam selalu dapat menerangi serambi.
Raja itu pun membuat sebuah singgasana dari emas. Panjangnya 80 hasta dan lebarnya 40 hasta. Di sebelah kanannya tersedia 80 buah kursi, semuanya terbuat dari emas. Di situlah para hulubalang kerajaan duduk. Di sebelah kirinya juga disediakan 80 buah kursi terbuat dari emas, untuk duduk para pepatih dan penguasa-penguasa tinggi lainnya. Raja duduk di atas singgasana dengan mengenakan mahkota di atas kepala."

Sampai di situ pendeta yang bersangkutan berdiri lagi sambil berkata: "Jika engkau benar-benar tahu, coba terangkan kepadaku dari apakah mahkota itu dibuat?"

"Hai saudara Yahudi," kata Imam Ali menerangkan, "mahkota raja itu terbuat dari kepingan-kepingan emas, berkaki 9 buah, dan tiap kakinya bertaburan mutiara yang memantulkan cahaya laksana bintang-bintang menerangi kegelapan malam.
Raja itu juga mempunyai 50 orang pelayan, terdiri dari anak-anak para hulubalang. Semuanya memakai selempang dan baju sutera berwarna merah. Celana mereka juga terbuat dari sutera berwarna hijau. Semuanya dihias dengan gelang-gelang kaki yang sangat indah. Masing-masing diberi tongkat terbuat dari emas. Mereka harus berdiri di belakang raja.

Selain mereka, raja juga mengangkat 6 orang, terdiri dari anak-anak para cendekiawan, untuk dijadikan menteri-menteri atau pembantu-pembantunya. Raja tidak mengambil suatu keputusan apa pun tanpa berunding lebih dulu dengan mereka. Enam orang pembantu itu selalu berada di kanan kiri raja, tiga orang berdiri di sebelah kanan dan yang tiga orang lainnya berdiri di sebelah kiri."
Pendeta yang bertanya itu berdiri lagi. Lalu berkata: "Hai Ali, jika yang kau katakan itu benar, coba sebutkan nama enam orang yang menjadi pembantu-pembantu raja itu!"

Menanggapi hal itu, Imam Ali r.a. menjawab: "Kekasihku Muhammad Rasul Allah s.a.w. menceritakan kepadaku, bahwa tiga orang yang berdiri di sebelah kanan raja, masing-masing bernama Tamlikha, Miksalmina, dan Mikhaslimina. Adapun tiga orang pembantu yang berdiri di sebelah kiri, masing-masing bernama Martelius, Casitius dan Sidemius. Raja selalu berunding dengan mereka mengenai segala urusan. 

Tiap hari setelah raja duduk dalam serambi istana dikerumuni oleh semua hulubalang dan para punggawa, masuklah tiga orang pelayan menghadap raja. Seorang diantaranya membawa piala emas penuh berisi wewangian murni.

Seorang lagi membawa piala perak penuh berisi air sari bunga. Sedang yang seorangnya lagi membawa seekor burung. Orang yang membawa burung ini kemudian mengeluarkan suara isyarat, lalu burung itu terbang di atas piala yang berisi air sari bunga. Burung itu berkecimpung di dalamnya dan setelah itu ia mengibas-ngibaskan sayap serta bulunya, sampai sari-bunga itu habis dipercikkan ke semua tempat sekitarnya.

Kemudian si pembawa burung tadi mengeluarkan suara isyarat lagi. Burung itu terbang pula. Lalu hinggap di atas piala yang berisi wewangian murni. Sambil berkecimpung di dalamnya, burung itu mengibas-ngibaskan sayap dan bulunya, sampai wewangian murni yang ada dalam piala itu habis dipercikkan ke tempat sekitarnya. Pembawa burung itu memberi isyarat suara lagi. Burung itu lalu terbang dan hinggap di atas mahkota raja, sambil membentangkan kedua sayap yang harum semerbak di atas kepala raja.

Demikianlah raja itu berada di atas singgasana kekuasaan selama tiga puluh tahun. Selama itu ia tidak pernah diserang penyakit apa pun, tidak pernah merasa pusing kepala, sakit perut, demam, berliur, berludah atau pun beringus. Setelah sang raja merasa diri sedemikian kuat dan sehat, ia mulai congkak, durhaka dan dzalim. Ia mengaku-aku diri sebagai "tuhan" dan tidak mau lagi mengakui adanya Allah s.w.t.

Raja itu kemudian memanggil orang-orang terkemuka dari rakyatnya. Barang siapa yang taat dan patuh kepadanya, diberi pakaian dan berbagai macam hadiah lainnya. Tetapi barang siapa yang tidak mau taat atau tidak bersedia mengikuti kemauannya, ia akan segera dibunuh. Oleh sebab itu semua orang terpaksa mengiakan kemauannya. Dalam masa yang cukup lama, semua orang patuh kepada raja itu, sampai ia disembah dan dipuja. Mereka tidak lagi memuja dan menyembah Allah s.w.t.

Pada suatu hari perayaan ulang-tahunnya, raja sedang duduk di atas singgasana mengenakan mahkota di atas kepala, tiba-tiba masuklah seorang hulubalang memberi tahu, bahwa ada balatentara asing masuk menyerbu ke dalam wilayah kerajaannya, dengan maksud hendak melancarkan peperangan terhadap raja. Demikian sedih dan bingungnya raja itu, sampai tanpa disadari mahkota yang sedang dipakainya jatuh dari kepala.

Kemudian raja itu sendiri jatuh terpelanting dari atas singgasana. Salah seorang pembantu yang berdiri di sebelah kanan --seorang cerdas yang bernama Tamlikha-- memperhatikan keadaan sang raja dengan sepenuh fikiran. Ia berfikir, lalu berkata di dalam hati: "Kalau Diqyanius itu benar-benar tuhan sebagaimana menurut pengakuannya, tentu ia tidak akan sedih, tidak tidur, tidak buang air kecil atau pun air besar. Itu semua bukanlah sifat-sifat Tuhan."

Enam orang pembantu raja itu tiap hari selalu mengadakan pertemuan di tempat salah seorang dari mereka secara bergiliran. Pada satu hari tibalah giliran Tamlikha menerima kunjungan lima orang temannya. Mereka berkumpul di rumah Tamlikha untuk makan dan minum, tetapi Tamlikha sendiri tidak ikut makan dan minum. Teman-temannya bertanya: "Hai Tamlikha, mengapa engkau tidak mau makan dan tidak mau minum?"

"Teman-teman," sahut Tamlikha, "hatiku sedang dirisaukan oleh sesuatu yang membuatku tidak ingin makan dan tidak ingin minum, juga tidak ingin tidur."

Teman-temannya mengejar: "Apakah yang merisaukan hatimu, hai Tamlikha?"

"Sudah lama aku memikirkan soal langit," ujar Tamlikha menjelaskan."

Aku lalu bertanya pada diriku sendiri: 'siapakah yang mengangkatnya ke atas sebagai atap yang senantiasa aman dan terpelihara, tanpa gantungan dari atas dan tanpa tiang yang menopangnya dari bawah?

Siapakah yang menjalankan matahari dan bulan di langit itu?

Siapakah yang menghias langit itu dengan bintang-bintang bertaburan?' Kemudian kupikirkan juga bumi ini: 'Siapakah yang membentang dan menghamparkan-nya di cakrawala?

Siapakah yang menahannya dengan gunung-gunung raksasa agar tidak goyah, tidak goncang dan tidak miring?' Aku juga lama sekali memikirkan diriku sendiri: 'Siapakah yang mengeluarkan aku sebagai bayi dari perut ibuku? Siapakah yang memelihara hidupku dan memberi makan kepadaku? Semuanya itu pasti ada yang membuat, dan sudah tentu bukan Diqyanius'…"

Teman-teman Tamlikha lalu bertekuk lutut di hadapannya. Dua kaki Tamlikha diciumi sambil berkata: "Hai Tamlikha dalam hati kami sekarang terasa sesuatu seperti yang ada di dalam hatimu. Oleh karena itu, baiklah engkau tunjukkan jalan keluar bagi kita semua!"

"Saudara-saudara," jawab Tamlikha, "baik aku maupun kalian tidak menemukan akal selain harus lari meninggalkan raja yang dzalim itu, pergi kepada Raja pencipta langit dan bumi!"

"Kami setuju dengan pendapatmu," sahut teman-temannya.

Tamlikha lalu berdiri, terus beranjak pergi untuk menjual buah kurma, dan akhirnya berhasil mendapat uang sebanyak 3 dirham. Uang itu kemudian diselipkan dalam kantong baju. Lalu berangkat berkendaraan kuda bersama-sama dengan lima orang temannya.

Setelah berjalan 3 mil jauhnya dari kota, Tamlikha berkata kepada teman-temannya: "Saudara-saudara, kita sekarang sudah terlepas dari raja dunia dan dari kekuasaannya. Sekarang turunlah kalian dari kuda dan marilah kita berjalan kaki. Mudah-mudahan Allah akan memudahkan urusan kita serta memberikan jalan keluar."

Mereka turun dari kudanya masing-masing. Lalu berjalan kaki sejauh 7 farsakh, sampai kaki mereka bengkak berdarah karena tidak biasa berjalan kaki sejauh itu.

Tiba-tiba datanglah seorang penggembala menyambut mereka. Kepada penggembala itu mereka bertanya: "Hai penggembala, apakah engkau mempunyai air minum atau susu?"

"Aku mempunyai semua yang kalian inginkan," sahut penggembala itu. "Tetapi kulihat wajah kalian semuanya seperti kaum bangsawan. Aku menduga kalian itu pasti melarikan diri. Coba beritahukan kepadaku bagaimana cerita perjalanan kalian itu!"

"Ah…, susahnya orang ini," jawab mereka. "Kami sudah memeluk suatu agama, kami tidak boleh berdusta. Apakah kami akan selamat jika kami mengatakan yang sebenarnya?"

"Ya," jawab penggembala itu.

Tamlikha dan teman-temannya lalu menceritakan semua yang terjadi pada diri mereka. Mendengar cerita mereka, penggembala itu segera bertekuk lutut di depan mereka, dan sambil menciumi kaki mereka, ia berkata: "Dalam hatiku sekarang terasa sesuatu seperti yang ada dalam hati kalian. Kalian berhenti sajalah dahulu di sini. Aku hendak mengembalikan kambing-kambing itu kepada pemiliknya. Nanti aku akan segera kembali lagi kepada kalian."

Tamlikha bersama teman-temannya berhenti. Penggembala itu segera pergi untuk mengembalikan kambing-kambing gembalaannya. Tak lama kemudian ia datang lagi berjalan kaki, diikuti oleh seekor anjing miliknya."

Waktu cerita Imam Ali sampai di situ, pendeta Yahudi yang bertanya melonjak berdiri lagi sambil berkata: "Hai Ali, jika engkau benar-benar tahu, coba sebutkan apakah warna anjing itu dan siapakah namanya?"

"Hai saudara Yahudi," kata Ali bin Abi Thalib memberitahukan, "kekasihku Muhammad Rasul Allah s.a.w. menceritakan kepadaku, bahwa anjing itu berwarna kehitam-hitaman dan bernama Qithmir.

Ketika enam orang pelarian itu melihat seekor anjing, masing-masing saling berkata kepada temannya: kita khawatir kalau-kalau anjing itu nantinya akan membongkar rahasia kita! Mereka minta kepada penggembala supaya anjing itu dihalau saja dengan batu.

Anjing itu melihat kepada Tamlikha dan teman-temannya, lalu duduk di atas dua kaki belakang, menggeliat, dan mengucapkan kata-kata dengan lancar dan jelas sekali:
"Hai orang-orang, mengapa kalian hendak mengusirku, padahal aku ini bersaksi tiada tuhan selain Allah, tak ada sekutu apa pun bagi-Nya. Biarlah aku menjaga kalian dari musuh, dan dengan berbuat demikian aku mendekatkan diriku kepada Allah s.w.t." Anjing itu akhirnya dibiarkan saja. Mereka lalu pergi.
Penggembala tadi mengajak mereka naik ke sebuah bukit. Lalu bersama mereka mendekati sebuah gua." 

Pendeta Yahudi yang menanyakan kisah itu, bangun lagi dari tempat duduknya sambil berkata: "Apakah nama gunung itu dan apakah nama gua itu?!"

Imam Ali menjelaskan: "Gunung itu bernama Naglus dan nama gua itu ialah Washid, atau di sebut juga dengan nama Kheram!"

Ali bin Abi Thalib meneruskan ceritanya: secara tiba-tiba di depan gua itu tumbuh pepohonan berbuah dan memancur mata-air deras sekali. Mereka makan buah-buahan dan minum air yang tersedia di tempat itu. Setelah tiba waktu malam, mereka masuk berlindung di dalam gua. Sedang anjing yang sejak tadi mengikuti mereka, berjaga-jaga ndeprok sambil menjulurkan dua kaki depan untuk menghalang-halangi pintu gua.

Kemudian Allah s.w.t. memerintahkan Malaikat maut supaya mencabut nyawa mereka. Kepada masing-masing orang dari mereka Allah s.w.t. mewakilkan dua Malaikat untuk membalik-balik tubuh mereka dari kanan ke kiri. Allah lalu memerintahkan matahari supaya pada saat terbit condong memancarkan sinarnya ke dalam gua dari arah kanan, dan pada saat hampir terbenam supaya sinarnya mulai meninggalkan mereka dari arah kiri.

Suatu ketika waktu raja Diqyanius baru saja selesai berpesta ia bertanya tentang enam orang pembantunya. Ia mendapat jawaban, bahwa mereka itu melarikan diri. Raja Diqyanius sangat gusar. Bersama 80.000 pasukan berkuda ia cepat-cepat berangkat menyelusuri jejak enam orang pembantu yang melarikan diri. Ia naik ke atas bukit, kemudian mendekati gua. Ia melihat enam orang pembantunya yang melarikan diri itu sedang tidur berbaring di dalam gua. Ia tidak ragu-ragu dan memastikan bahwa enam orang itu benar-benar sedang tidur.

Kepada para pengikutnya ia berkata: "Kalau aku hendak menghukum mereka, tidak akan kujatuhkan hukuman yang lebih berat dari perbuatan mereka yang telah menyiksa diri mereka sendiri di dalam gua. Panggillah tukang-tukang batu supaya mereka segera datang ke mari!"

Setelah tukang-tukang batu itu tiba, mereka diperintahkan menutup rapat pintu gua dengan batu-batu dan jish (bahan semacam semen). Selesai dikerjakan, raja berkata kepada para pengikutnya: "Katakanlah kepada mereka yang ada di dalam gua, kalau benar-benar mereka itu tidak berdusta supaya minta tolong kepada Tuhan mereka yang ada di langit, agar mereka dikeluarkan dari tempat itu."
Dalam gua tertutup rapat itu, mereka tinggal selama 309 tahun.

Setelah masa yang amat panjang itu lampau, Allah s.w.t. mengembalikan lagi nyawa mereka. Pada saat matahari sudah mulai memancarkan sinar, mereka merasa seakan-akan baru bangun dari tidurnya masing-masing. Yang seorang berkata kepada yang lainnya: "Malam tadi kami lupa beribadah kepada Allah, mari kita pergi ke mata air!"
Setelah mereka berada di luar gua, tiba-tiba mereka lihat mata air itu sudah mengering kembali dan pepohonan yang ada pun sudah menjadi kering semuanya. Allah s.w.t. membuat mereka mulai merasa lapar. Mereka saling bertanya: "Siapakah di antara kita ini yang sanggup dan bersedia berangkat ke kota membawa uang untuk bisa mendapatkan makanan? Tetapi yang akan pergi ke kota nanti supaya hati-hati benar, jangan sampai membeli makanan yang dimasak dengan lemak-babi."

Tamlikha kemudian berkata: "Hai saudara-saudara, aku sajalah yang berangkat untuk mendapatkan makanan. Tetapi, hai penggembala, berikanlah bajumu kepadaku dan ambillah bajuku ini!"

Setelah Tamlikha memakai baju penggembala, ia berangkat menuju ke kota. Sepanjang jalan ia melewati tempat-tempat yang sama sekali belum pernah dikenalnya, melalui jalan-jalan yang belum pernah diketahui. Setibanya dekat pintu gerbang kota, ia melihat bendera hijau berkibar di angkasa bertuliskan: "Tiada Tuhan selain Allah dan Isa adalah Roh Allah."

Tamlikha berhenti sejenak memandang bendera itu sambil mengusap-usap mata, lalu berkata seorang diri: "Kusangka aku ini masih tidur!" Setelah agak lama memandang dan mengamat-amati bendera, ia meneruskan perjalanan memasuki kota. Dilihatnya banyak orang sedang membaca Injil. Ia berpapasan dengan orang-orang yang belum pernah dikenal. Setibanya di sebuah pasar ia bertanya kepada seorang penjaja roti: "Hai tukang roti, apakah nama kota kalian ini?"

"Aphesus," sahut penjual roti itu.

"Siapakah nama raja kalian?" tanya Tamlikha lagi. "Abdurrahman," jawab penjual roti.

"Kalau yang kau katakan itu benar," kata Tamlikha, "urusanku ini sungguh aneh sekali! Ambillah uang ini dan berilah makanan kepadaku!"

Melihat uang itu, penjual roti keheran-heranan. Karena uang yang dibawa Tamlikha itu uang zaman lampau, yang ukurannya lebih besar dan lebih berat.

Pendeta Yahudi yang bertanya itu kemudian berdiri lagi, lalu berkata kepada Ali bin Abi Thalib: "Hai Ali, kalau benar-benar engkau mengetahui, coba terangkan kepadaku berapa nilai uang lama itu dibanding dengan uang baru!"

Imam Ali menerangkan: "Kekasihku Muhammad Rasul Allah s.a.w. menceritakan kepadaku, bahwa uang yang dibawa oleh Tamlikha dibanding dengan uang baru, ialah tiap dirham lama sama dengan sepuluh dan dua pertiga dirham baru!"

Imam Ali kemudian melanjutkan ceritanya: Penjual Roti lalu berkata kepada Tamlikha: "Aduhai, alangkah beruntungnya aku! Rupanya engkau baru menemukan harta karun! Berikan sisa uang itu kepadaku! Kalau tidak, engkau akan ku hadapkan kepada raja!"

"Aku tidak menemukan harta karun," sangkal Tamlikha. "Uang ini ku dapat tiga hari yang lalu dari hasil penjualan buah kurma seharga tiga dirham! Aku kemudian meninggalkan kota karena orang-orang semuanya menyembah Diqyanius!"

Penjual roti itu marah. Lalu berkata: "Apakah setelah engkau menemukan harta karun masih juga tidak rela menyerahkan sisa uangmu itu kepadaku? Lagi pula engkau telah menyebut-nyebut seorang raja durhaka yang mengaku diri sebagai tuhan, padahal raja itu sudah mati lebih dari 300 tahun yang silam! Apakah dengan begitu engkau hendak memperolok-olok aku?"

Tamlikha lalu ditangkap. Kemudian dibawa pergi menghadap raja. Raja yang baru ini seorang yang dapat berfikir dan bersikap adil. Raja bertanya kepada orang-orang yang membawa Tamlikha: "Bagaimana cerita tentang orang ini?"
"Dia menemukan harta karun," jawab orang-orang yang membawanya.

Kepada Tamlikha, raja berkata: "Engkau tak perlu takut! Nabi Isa a.s. memerintahkan supaya kami hanya memungut seperlima saja dari harta karun itu. Serahkanlah yang seperlima itu kepadaku, dan selanjutnya engkau akan selamat."

Tamlikha menjawab: "Baginda, aku sama sekali tidak menemukan harta karun! Aku adalah penduduk kota ini!"
Raja bertanya sambil keheran-heranan: "Engkau penduduk kota ini?"

"Ya. Benar," sahut Tamlikha.

"Adakah orang yang kau kenal?" tanya raja lagi.

"Ya, ada," jawab Tamlikha.

"Coba sebutkan siapa namanya," perintah raja.

Tamlikha menyebut nama-nama kurang lebih 1000 orang, tetapi tak ada satu nama pun yang dikenal oleh raja atau oleh orang lain yang hadir mendengarkan. Mereka berkata: "Ah…, semua itu bukan nama orang-orang yang hidup di zaman kita sekarang. Tetapi, apakah engkau mempunyai rumah di kota ini?"

"Ya, tuanku," jawab Tamlikha. "Utuslah seorang menyertai aku!"

Raja kemudian memerintahkan beberapa orang menyertai Tamlikha pergi. Oleh Tamlikha mereka diajak menuju ke sebuah rumah yang paling tinggi di kota itu. Setibanya di sana, Tamlikha berkata kepada orang yang mengantarkan: "Inilah rumahku!"

Pintu rumah itu lalu diketuk. Keluarlah seorang lelaki yang sudah sangat lanjut usia. Sepasang alis di bawah keningnya sudah sedemikian putih dan mengkerut hampir menutupi mata karena sudah terlampau tua. Ia terperanjat ketakutan, lalu bertanya kepada orang-orang yang datang: "Kalian ada perlu apa?"

Utusan raja yang menyertai Tamlikha menyahut: "Orang muda ini mengaku rumah ini adalah rumahnya!"

Orang tua itu marah, memandang kepada Tamlikha. Sambil mengamat-amati ia bertanya: "Siapa namamu?"
"Aku Tamlikha anak Filistin!"

Orang tua itu lalu berkata: "Coba ulangi lagi!"

Tamlikha menyebut lagi namanya. Tiba-tiba orang tua itu bertekuk lutut di depan kaki Tamlikha sambil berucap: "Ini adalah datukku! Demi Allah, ia salah seorang di antara orang-orang yang melarikan diri dari Diqyanius, raja durhaka."

Kemudian diteruskannya dengan suara haru: "Ia lari berlindung kepada Yang Maha Perkasa, Pencipta langit dan bumi. Nabi kita, Isa as., dahulu telah memberitahukan kisah mereka kepada kita dan mengatakan bahwa mereka itu akan hidup kembali!"

Peristiwa yang terjadi di rumah orang tua itu kemudian di laporkan kepada raja. Dengan menunggang kuda, raja segera datang menuju ke tempat Tamlikha yang sedang berada di rumah orang tua tadi. Setelah melihat Tamlikha, raja segera turun dari kuda. Oleh raja Tamlikha diangkat ke atas pundak, sedangkan orang banyak beramai-ramai menciumi tangan dan kaki Tamlikha sambil bertanya-tanya: "Hai Tamlikha, bagaimana keadaan teman-temanmu?"
Kepada mereka Tamlikha memberi tahu, bahwa semua temannya masih berada di dalam gua.

"Pada masa itu kota Aphesus diurus oleh dua orang bangsawan istana. Seorang beragama Islam dan seorang lainnya lagi beragama Nasrani. Dua orang bangsawan itu bersama pengikutnya masing-masing pergi membawa Tamlikha menuju ke gua," demikian Imam Ali melanjutkan ceritanya.

Teman-teman Tamlikha semuanya masih berada di dalam gua itu. Setibanya dekat gua, Tamlikha berkata kepada dua orang bangsawan dan para pengikut mereka: "Aku khawatir kalau sampai teman-temanku mendengar suara tapak kuda, atau gemerincingnya senjata. Mereka pasti menduga Diqyanius datang dan mereka bakal mati semua. Oleh karena itu kalian berhenti saja di sini. Biarlah aku sendiri yang akan menemui dan memberitahu mereka!"

Semua berhenti menunggu dan Tamlikha masuk seorang diri ke dalam gua. Melihat Tamlikha datang, teman-temannya berdiri kegirangan, dan Tamlikha dipeluknya kuat-kuat. Kepada Tamlikha mereka berkata: "Puji dan syukur bagi Allah yang telah menyelamatkan dirimu dari Diqyanius!"

Tamlikha menukas: "Ada urusan apa dengan Diqyanius? Tahukah kalian, sudah berapa lamakah kalian tinggal di sini?"
"Kami tinggal sehari atau beberapa hari saja," jawab mereka.

"Tidak!" sangkal Tamlikha. "Kalian sudah tinggal di sini selama 309 tahun! Diqyanius sudah lama meninggal dunia! Generasi demi generasi sudah lewat silih berganti, dan penduduk kota itu sudah beriman kepada Allah yang Maha Agung! Mereka sekarang datang untuk bertemu dengan kalian!"

Teman-teman Tamlikha menyahut: "Hai Tamlikha, apakah engkau hendak menjadikan kami ini orang-orang yang menggemparkan seluruh jagad?"

"Lantas apa yang kalian inginkan?" Tamlikha balik bertanya.

"Angkatlah tanganmu ke atas dan kami pun akan berbuat seperti itu juga," jawab mereka.

Mereka bertujuh semua mengangkat tangan ke atas, kemudian berdoa: "Ya Allah, dengan kebenaran yang telah Kau perlihatkan kepada kami tentang keanehan-keanehan yang kami alami sekarang ini, cabutlah kembali nyawa kami tanpa sepengetahuan orang lain!"

Allah s.w.t. mengabulkan permohonan mereka. Lalu memerintahkan Malaikat maut mencabut kembali nyawa mereka. Kemudian Allah s.w.t. melenyapkan pintu gua tanpa bekas. Dua orang bangsawan yang menunggu-nunggu segera maju mendekati gua, berputar-putar selama tujuh hari untuk mencari-cari pintunya, tetapi tanpa hasil. Tak dapat ditemukan lubang atau jalan masuk lainnya ke dalam gua.

Pada saat itu dua orang bangsawan tadi menjadi yakin tentang betapa hebatnya kekuasaan Allah s.w.t. Dua orang bangsawan itu memandang semua peristiwa yang dialami oleh para penghuni gua, sebagai peringatan yang diperlihatkan Allah kepada mereka.

Bangsawan yang beragama Islam lalu berkata: "Mereka mati dalam keadaan memeluk agamaku! Akan ku dirikan sebuah tempat ibadah di pintu gua itu."

Sedang bangsawan yang beragama Nasrani berkata pula: "Mereka mati dalam keadaan memeluk agamaku! Akan ku dirikan sebuah biara di pintu gua itu."

Dua orang bangsawan itu bertengkar, dan setelah melalui pertikaian senjata, akhirnya bangsawan Nasrani terkalahkan oleh bangsawan yang beragama Islam. Dengan terjadinya peristiwa tersebut, maka Allah berfirman:


Dan begitulah Kami menyerempakkan mereka, supaya mereka mengetahui bahawa janji Allah adalah benar, dan bahawa Saat itu tidak ada keraguan padanya. Apabila mereka berbalahan antara mereka dalam urusan mereka, maka mereka berkata, "Binalah di atas mereka satu bangunan; Pemelihara mereka sangat mengetahui mengenai mereka." Berkata orang-orang yang menguasai atas urusan mereka, "Kami akan membina di atas mereka sebuah masjid."

Sampai di situ Imam Ali bin Abi Thalib berhenti menceritakan kisah para penghuni gua. Kemudian berkata kepada pendeta Yahudi yang menanyakan kisah itu: "Itulah, hai Yahudi, apa yang telah terjadi dalam kisah mereka. Demi Allah, sekarang aku hendak bertanya kepadamu, apakah semua yang ku ceritakan itu sesuai dengan apa yang tercantum dalam Taurat kalian?"

Pendeta Yahudi itu menjawab: "Ya Abal Hasan, engkau tidak menambah dan tidak mengurangi, walau satu huruf pun! Sekarang engkau jangan menyebut diriku sebagai orang Yahudi, sebab aku telah bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba Allah serta Rasul-Nya. Aku pun bersaksi juga, bahwa engkau orang yang paling berilmu di kalangan ummat ini!"

Demikianlah hikayat tentang para penghuni gua (Ashhabul Kahfi), kutipan dari kitab Qishasul Anbiya yang tercantum dalam kitab Fadha 'ilul Khamsah Minas Shihahis Sittah, tulisan As Sayyid Murtadha Al Huseiniy Al Faruz Aabaad, dalam menunjukkan banyaknya ilmu pengetahuan yang diperoleh Imam Ali bin Abi Thalib dari Rasul Allah s.a.w.

Sumber : Usrah Pemuda Bakri
http://indonesiaindonesia.com/f/87236-kisah-ashabul-kahfi-penghuni-gua-versi/ 
Kisah Singkat Ashabul Kahfi
Kisah ashabul kahfi merupakan cerita 7 pemuda yang menjadi salah satu bukti kebenaran yang diabadikan di dalam al quran. Kalau dipikir dengan logika maka kisah dan cerita tentang ashabul kahfi termasuk sebuah kejadian luar biasa, fenomenal dan sangat menakjubkan. Manusia manapun tak akan bisa menjelaskan dan tak akan sanggup menerima jika ada orang yang bisa memiliki usia hingga ratusan tahun lamanya. Namun bagi orang yang beriman kepada Allah SWT dan meyakini bahwa tak ada yang tak mungkin jika Allah telah berkehendak maka orang orang yang demikian akan sampai pada pemahaman spiritual yang semakin mendekatkan dirinya pada Sang pencipta.
Kisah ashabul kahfi bukanlah lelucon,dongeng atau hanya sebuah rekayasa fiktif manusia. Secara historis kejadian tersebut punya hubungan erat dengan kegelisahan Rosullullloh Saw saat ditanya oleh beberapa orang Yahudi untuk membuktikannya bahwa Beliau memang seorang Nabi Utusan Allah. Orang orang Yahudi ini bertanya, wahai Muhammad, tolong ceritakan kepada kami tentang kisah 7 pemuda yang rela mengasingkan diri untuk mempertahankan keyakinannya kepada Allah SWT, jika engkau saanggup menceritakan dengan benar maka kami juga akan mengikuti ajaranmu dan menjadi bagian dari Islam. Lalu Nabi Muhammad Saw memohon pertolongan pada Allah SWT dan selang beberapa waktu kemudian beliau mendapat wahyu yang berisi penjelasan tentang kisah ashabul kahfi atau cerita tentang 7 pemuda yang ditanyakan oleh orang yahudi tersebut. Penjelasan mengenai kisah ashabul kahfi ini dimuat dalam beberapa ayat dari surat al kahfi pada kitab suci al quran. Sesuai dengan kandungan al quran, kronologi dari kisah ashabul kahfi adalah sebagai berikut :
Pada zaman dulu hiduplah seorang raja yang bernama Dikyanus, dia termasuk kejam dan sewenang wenang dalam memimpin rakyatnya. Kekejaman raja yanhg super otoriter ini memberlakukan aturan yang tak boleh dilanggar oleh rakyatnya. Siapapun yang menentang keinginan raja maka sama saja ingin mengakhiri hidupnya lebih awal. Salah satu aturan yang tak bisa diterima oleh rakyat adalah pemaksaan kehendak untuk menyembah Tuhan selain kehendak raja. Semua rakyat diwajibkan menyembah raja dan tak ada satupun rakyat yang diperbolehkan menyembah selain raja brengsek tersebut. Karena ketakutan, sebagian besar rakyat di negeri itu tunduk dengan aturan kejam sang raja. Tapi meskipun demikian, ada sekelompok pemuda yang tidak mau mematuhi keinginan raja, mereka secara sembunyi sembunyi tetap mempertahankan keinginan untuk menyembah dan mengakui bahwa hanya ada satu Tuhan yang pantas disembah dan dimintai pertolongan. Dialah Allah SWT Sang Penguasa alam beserta isinya yang kekal abadi dan tak akan pernah kekurangan, tempat kita meminta pertolongan dalam suka maupun duka.
Keyakinan 7 pemuda ini kemudian diketahui oleh mata mata raja yang suka menjilat dan mencari muka dihadapan raja, kontan saja raja dikyanus marah besar. Raja lalu meminta para pembantunya untuk segera menyeret pemuda tersebut kehadapan raja. Sesampainya dihadapan raajaa, ketujuh pemuda ini ditawari berbagai hal yang menggiurkan seperti jabatan tinggi, kekuasaan meilmpah dan wanita tercantik di negeri itu asal ketujuh pemuda mau melepas keyakinan dan hanya menyembah raja dikyanus. Mereka bukanlah pemuda dengan iman kerupuk yang mudah rusak, merekaa juga orang orang yang mencintai jabatan, ataupun orang yang suka mengumbar nafsu syahwat kepada wanita. Tawaran raja ditolak dengan tegas dan mereka lebih memilih Allah SWT sebagai Tuhan sepanjang hidupnya.
Jawaban para pemuda semakin membuat raja berang dan kehilangan kendali. Dia mengancam akan menghukum mati para pemuda jika dalam beberapa hari tak mau merubah keyakinannya dengan segera. Pemuda tidak takut dengan ancaman tersebut dan telah bertekad untuk mempertahankan iman hingga tetes darah penghabisan. Bagi mereka lebih baik mati menggenggam iman daripada mengikuti ajakan raja untuk menyekutukan Allah SWT. Ketujuh pemuda ini kemudain membuat kesepapakatan untuk bersembunyi ke sebuah tempat. Berangkatlah mereka bertuju dengan ditemani seekor anjing sebagai penunjuk jalan. Ketujuh pemuda ini akhirnya sampai di sebuah gua dan untuk bersembunyi disana. Karena kelelahan, ketujuh pemuda ini tertidur sementara anjingnya berada di sekitar pintu gua.Keesokan harinya raja meminta agar segera membawa para pemuda untuk dihukum mati, tapi langkah raja kejam ini membuahkan kegagalan, sebab para pemuda telah pergi dan sangat susah dicari. Seluruh rakyat pun dikerahkan untuk mencari para pemuda yang dianggap membangkang, siapapun yang mampu menemukan dan membawa mereka maka raja telah menyediakan hadiah dan kenaikan pangkat bagi para pembantu setianya.
Pencarian pun dimulai, ada sekelompok punggawa kerajaan yang akhirnya menemukan sebuah gua di tengah hutan. Tapi karena gua ini dianggap sangat angker, mereka takut untuk memasukinya. Demi menyenangkan hati sang raja, para punggawa kerajaan ini melaporkan jika mereka telah menyusuri semua tempat di negeri ini dan telah menutup sebuah gua dengan tujuan bila para pemuda ini berada di dalam maka mereka akan mati kelaparan dan tak akan bisa keluar. Itulah batas logika manusia yang merasa telah punya kekuasaan dan merasa paling hebat dibandingkan dengan yang lain, padahal kita semua mengerti jika ada sebuah kekuatan yang tak mungkin bisa ditaklukkan oleh daya pikir manusia. Dialah Allah SWT yang tak akan membiarkan orang orang membuat kerusakan dan penderitaan pada hamba hamba terkasihNya.
Waktu terus berlalu, zaman pun telah berganti dari beberapa generasi. Kini kerajaan yang dulu dipimpin oleh raja kejam plus musyrik telah berubah menjadi sebuah negeri yang maju dan punya kebebasan dalam menjalankan keyakinan agamanya masing masing. Sementara itu para pemuda yang tertidur di gua terbangun karena perut terasa lapar, mereka saling bertanya tentang berapa lama mereka tertidur di dalam gua. Salah satu sahabatnya mengatakan jika mereka mungkin tertidur setengah jam, satu lagi berkata jika dia tertidur satu jam,intinya mereka tidak mengerti secara tepat berapa lama mereka tertidur di dalam gua. Lalu salah satu dari mereka diminta untuk pergi ke pasar mencari makanan. Dengan langkah hati hati mereka menyusuri jalan sambil memperhatikan lingkungan sekitarnya. Dia masih takut jangan jangan ada mata mata dari raja dikyanus.
Sampai juga pemuda yang mulia ini di pasar, ia menemui salah satu penjual yang menjajakan makanan. Namun penjual keheranan dengan uang yang digunakan oleh pemuda ini, ia memandangi pemuda dan memanggil pengawas pasar yang sangat bijak. Pengawas pasar kemudian membawa pemuda ini kehadapan baginda raja yang sholeh. Betapa terkejutnya raja saat pemuda ini menceritakan siapa dia sebenarnya, raja memeluk pemuda dengan kucuran air mata yang begitu banyaknya. Raja yang sholeh ini kemudian menjelaskan kepada pemuda itu bahwa raja kejam dikyanus telah mati 309 tahun yang lalu. Seketika suasana istana menjadi sangat hening dan terharu oleh kehadiran pemuda yang luar biasa. Tanpa diminta raja lalu mengajak semua orang yang hadir untuk menjemput teman para pemuda yang masih di dalam gua untuk dibawa ke istana. Dihadapan banyak orang, pemuda ini mengatakan agar kita selalu beriman kepada Allah SWT, jangan pernah tunduk kepada siapapun yang mengajak pada jalan kesesatan dan kemusryikan. Meski raja telah meminta berkali kali agar para pemuda ini tetap tinggal di istana, tapi pemuda menolak dan tetap memilih untuk kembali ke gua lagi. Beberapa waktu kemudian Allah mengambil ruh mereka dan kembali kepadaNya untuk selama lamanya.
https://www.facebook.com/

Kisah Lengkap Ashabul Kahfi

Kisah ashabul kahfi merupakan cerita 7 pemuda yang menjadi salah satu bukti kebenaran yang diabadikan di dalam al quran. 

Kalau dipikir dengan logika maka kisah dan cerita tentang ashabul kahfi termasuk sebuah kejadian luar biasa, fenomenal dan sangat menakjubkan. Manusia manapun tak akan bisa menjelaskan dan tak akan sanggup menerima jika ada orang yang bisa memiliki usia hingga ratusan tahun lamanya. Namun bagi orang yang beriman kepada Allah SWT dan meyakini bahwa tak ada yang tak mungkin jika Allah telah berkehendak maka orang orang yang demikian akan sampai pada pemahaman spiritual yang semakin mendekatkan dirinya pada Sang pencipta.

Kisah ashabul kahfi bukanlah lelucon,dongeng atau hanya sebuah rekayasa fiktif manusia. Secara historis kejadian tersebut punya hubungan erat dengan kegelisahan Rosullullloh Saw saat ditanya oleh beberapa orang Yahudi untuk membuktikannya bahwa Beliau memang seorang Nabi Utusan Allah. Orang orang Yahudi ini bertanya, wahai Muhammad, tolong ceritakan kepada kami tentang kisah 7 pemuda yang rela mengasingkan diri untuk mempertahankan keyakinannya kepada Allah SWT, jika engkau saanggup menceritakan dengan benar maka kami juga akan mengikuti ajaranmu dan menjadi bagian dari Islam. 

Lalu Nabi Muhammad Saw memohon pertolongan pada Allah SWT dan selang beberapa waktu kemudian beliau mendapat wahyu yang berisi penjelasan tentang kisah ashabul kahfi atau cerita tentang 7 pemuda yang ditanyakan oleh orang yahudi tersebut. Penjelasan mengenai kisah ashabul kahfi ini dimuat dalam beberapa ayat dari surat al kahfi pada kitab suci al quran. Sesuai dengan kandungan al quran, kronologi dari kisah ashabul kahfi adalah sebagai berikut :

Pada zaman dulu hiduplah seorang raja yang bernama Dikyanus, dia termasuk kejam dan sewenang wenang dalam memimpin rakyatnya. Kekejaman raja yanhg super otoriter ini memberlakukan aturan yang tak boleh dilanggar oleh rakyatnya. Siapapun yang menentang keinginan raja maka sama saja ingin mengakhiri hidupnya lebih awal. Salah satu aturan yang tak bisa diterima oleh rakyat adalah pemaksaan kehendak untuk menyembah Tuhan selain kehendak raja. Semua rakyat diwajibkan menyembah raja dan tak ada satupun rakyat yang diperbolehkan menyembah selain raja brengsek tersebut. 
Karena ketakutan, sebagian besar rakyat di negeri itu tunduk dengan aturan kejam sang raja. Tapi meskipun demikian, ada sekelompok pemuda yang tidak mau mematuhi keinginan raja, mereka secara sembunyi sembunyi tetap mempertahankan keinginan untuk menyembah dan mengakui bahwa hanya ada satu Tuhan yang pantas disembah dan dimintai pertolongan. Dialah Allah SWT Sang Penguasa alam beserta isinya yang kekal abadi dan tak akan pernah kekurangan, tempat kita meminta pertolongan dalam suka maupun duka.

Keyakinan 7 pemuda ini kemudian diketahui oleh mata mata raja yang suka menjilat dan mencari muka dihadapan raja, kontan saja raja dikyanus marah besar. Raja lalu meminta para pembantunya untuk segera menyeret pemuda tersebut kehadapan raja. Sesampainya dihadapan raajaa, ketujuh pemuda ini ditawari berbagai hal yang menggiurkan seperti jabatan tinggi, kekuasaan meilmpah dan wanita tercantik di negeri itu asal ketujuh pemuda mau melepas keyakinan dan hanya menyembah raja dikyanus. Mereka bukanlah pemuda dengan iman kerupuk yang mudah rusak, merekaa juga orang orang yang mencintai jabatan, ataupun orang yang suka mengumbar nafsu syahwat kepada wanita. Tawaran raja ditolak dengan tegas dan mereka lebih memilih Allah SWT sebagai Tuhan sepanjang hidupnya. 
http://uswahislam.blogspot.co.id/2014/04/kisah-lengkap-ashabul-kahfi.html

Siapa Saja Pemuda Beriman dalam Kisah Ashabul Kahfi?

KISAH Ashabul Kahfi sudah diterangkan dalam Al-Qur’an. Menurut riwayat, kisah ini menceritakan tentang sekelompok pemuda beriman yang bersembunyi di sebuah gua dari kejaran tentara raja kafir. Kisah Ashabul Kahfi berlaku disuatu tempat yang dinamakan Gunung Pion (Mount of Pion).
Di gunung ini terletak sebuah gua yang diberi nama “Gua 7 Pertapa,” (The Cave of the Seven Sleepers) yang terletak di Efesus, Turki. Kisah tersebut terjadi sekira 1400 tahun yang lalu, yaitu ketika pemereintahan Raja Decius dari Roma, sekira 249 – 251 masehi.
Peristiwa ini diyakini berakhir selama 300 tahun, dan telah menjadi ‘ejekan’ masyarakat terutama bagi penganut Islam dan Kristen karena 7 pemuda beriman tidur selama 3 abad. Mereka bangun ketika pemerintahan Maharaja Theodosius II yang beragama Nasrani.
Setelah itu, gua itu dibangun menjadi Gereja Nasrani oleh para pengikut raja. Padahal ketujuh pemuda itu adalah orang-orang yang beriman kepada Allah Subhanallahu Wa Ta’ala. Adapun nama ketujuh pemuda itu di antaranya: Tamlikha, Maksalmina, Martunus, Bainunus atau Nainunus, Sarbunus, Dzunuanus, Kasyfitatanunus.
Dan bersama seekor anjing bernama Qitmir yang mengikuti mereka. Ketujuh pemuda ini beriman kepada Allah di tengah kekufuran kaum dan bangsa mereka. Keimanan mereka dinyatakan dalam Al-Qur’an:
“Sesungguhnya mereka itu adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka dan Kami tambahkan kepada mereka petunjuk.” (QS. al-Kahfi: 13).
[Sumber: misteri ya’juj dan ma’juj/ karya: Moh. Nadzri Kamsin/ penerbit: Hijjaz] 
https://www.islampos.com/siapa-saja-pemuda-beriman-dalam-kisah-ashabul-kahfi 





Komentar

Wayang Kulit Gagrak Surakarta

Wayang Kulit Gagrak Surakarta
Jendela Dunianya Ilmu Seni Wayang

Jika Anda Membuang Wayang Kulit

Menerima Buangan Wayang Kulit bekas meski tidak utuh ataupun keriting, Jika anda dalam kota magelang dan kabupaten magelang silahkan mampir kerumah saya di jalan pahlawan no 8 masuk gang lalu gang turun, Jika anda luar kota magelang silahkan kirim jasa pos atau jasa gojek ke alamat sdr Lukman A. H. jalan pahlawan no 8 kampung boton balong rt 2 rw 8 kelurahan magelang kecamatan magelang tengah kota magelang dengan disertai konfirmasi sms dari bapak/ ibu/ sdr siapa dan asal mana serta penjelasan kategori wayang kulit bebas tanpa dibatasi gagrak suatu daerah boleh gaya baru, gaya lama, gaya surakarta, gaya yogyakarta, gaya banyumasan, gaya cirebonan, gaya kedu, gaya jawatimuran, gaya madura, gaya bali, maupun wayang kulit jenis lain seperti sadat, diponegaran, dobel, dakwah, demak, santri, songsong, klitik, krucil, madya dll

Postingan Populer