Kisah Kaum Sabat


Di antara orang-orang yang berusaha keras untuk melawan Islam dan menghalangi penyebaran Islam adalah orang-orang Yahudi. Mereka bahkan bekerja sama dengan orang-orang musyrik dan menghasut suku-suku Arab kafir terhadap Islam, meskipun mereka seharusnya menjadi orang pertama yang percaya dan membantu Islam.
Al-Qur’an menegur mereka terkait dengan perbuatan keji mengerikan, dan menantang mereka untuk menyebutkan cerita tentang Sabat di mana beberapa dari mereka bermetamorfosis menjadi monyet dan babi. Allah berfirman dalam Al-Qur’an,
“Dan tanyakanlah kepada Bani Israel tentang negeri yang terletak di dekat laut ketika mereka melanggar aturan pada hari Sabtu, di waktu datang kepada mereka ikan-ikan (yang berada di sekitar) mereka terapung-apung di permukaan air, dan di hari-hari yang bukan Sabtu, ikan-ikan itu tidak datang kepada mereka. Demikianlah Kami mencoba mereka disebabkan mereka berlaku fasik. Dan (ingatlah) ketika suatu umat di antara mereka berkata, ‘Mengapa kamu menasihati kaum yang Allah akan membinasakan mereka atau mengazab mereka dengan azab yang amat keras?’ Mereka menjawab, ‘Agar kami mempunyai alasan (pelepas tanggung jawab) kepada Tuhanmu, dan supaya mereka bertakwa.’ Maka tatkala mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka, Kami selamatkan orang-orang yang melarang dari perbuatan jahat dan Kami timpakan kepada orang-orang yang lalim siksaan yang keras, disebabkan mereka selalu berbuat fasik. Maka tatkala mereka bersikap sombong terhadap apa yang mereka dilarang mengerjakannya, Kami katakan kepadanya: “Jadilah kamu kera yang hina.” (Al-Araf :163-166)
“Hai orang-orang beriman, janganlah teman dan pelindung orang-orang yang membawa agama untuk olok-olok atau olahraga, – apakah di antara mereka yang menerima Kitab sebelum kamu, atau di antara orang-orang yang kafir, tetapi kamu takut kepada Allah, jika kamu beriman (memang). Ketika kamu nyatakan ajakan Anda untuk doa mereka bawa (tetapi) sebagai ejekan dan olahraga; itu adalah karena mereka adalah orang-orang tanpa pemahaman.” (QS Al-A’raf [7]: 163-166)
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil jadi pemimpinmu, orang-orang yang membuat agamamu jadi buah ejekan dan permainan, (yaitu) di antara orang-orang yang telah diberi Kitab sebelummu, dan orang-orang yang kafir (orang-orang musyrik). Dan bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-betul orang-orang yang beriman. Dan apabila kamu menyeru (mereka) untuk (mengerjakan) sembahyang, mereka menjadikannya buah ejekan dan permainan. Yang demikian itu adalah karena mereka benar-benar kaum yang tidak mau mempergunakan akal. Katakanlah: “Hai Ahli kitab, apakah kamu memandang kami salah, hanya lantaran kami beriman kepada Allah, kepada apa yang diturunkan kepada kami dan kepada apa yang diturunkan sebelumnya, sedang kebanyakan di antara kamu benar-benar orang-orang yang fasik?” Katakanlah: “Apakah akan aku beritakan kepadamu tentang orang-orang yang lebih buruk pembalasannya dari (orang-orang fasik) itu di sisi Allah, yaitu orang-orang yang dikutuki dan dimurkai Allah, di antara mereka (ada) yang dijadikan kera dan babi dan (orang yang) menyembah thaghut?” Mereka itu lebih buruk tempatnya dan lebih tersesat dari jalan yang lurus.” (QS Al-Maidah [5]: 57-60)
Dalam ayat tersebut di atas, seorang muslim dilarang bersikap loyal terhadap orang-orang yang dikutuk dan melecehkan Islam. Di antara ajaran Islamic diejek oleh orang-orang Yahudi adalah adzan. Al-Qur’an mengecam dan mengingatkan mereka tentang salah satu tindakan memalukan yang mengakibatkan satu kelompok orang-orang Yahudi diubah menjadi kera.
Dalam kisah ini, Allah telah menguji keyakinan mereka dan sejauh mana mereka mematuhi-Nya. Di beberapa desa yang terletak di Laut Merah, orang-orang Yahudi bekerja sebagai nelayan. Allah memerintahkan ikan untuk tidak mendekati pantai, kecuali pada hari Sabtu. Pada hari Sabtu ikan melimpah datang ke pantai. Jadi, ketika mereka menemukan bahwa ikan hanya datang pada hari Sabtu, maka mereka mulai membuat beberapa trik dengan menyebarkan jaring ikan, lalu mereka mengumpulkan ikan-ikan yang tertangkap jaring pada hari Minggu. Padahal dalam Kitab Taurat orang-orang Yahudi diperintahkan untuk tidak bekerja pada hari Sabtu.
Ada tiga kelompok orang yang memperdebatkan mengenai apa yang harus mereka lakukan. Beberapa dari mereka memperingatkan kelompok kedua, yaitu orang-orang yang berbuat dosa, akan siksaan akibat perbuatan mereka itu. Sementara kelompok ketiga menolak untuk mengambil bagian dalam dosa. Bahkan mereka berkata kepada yang kelompok pertama yang memberi nasihat kepada kelompok kedua, “Untuk apa kamu menasihati orang-orang yang berdosa itu?” Itulah nasehat yang diberikan jauh sebelum hukuman Allah terjadi. Hukuman Allah itu terjadi dengan begitu cepat, dan orang-orang yang berdosa itu pun bermetamorfosis menjadi kera. Cerita ini dihapus dari Taurat meskipun masih ada beberapa jejaknya. Yang pertama adalah:
“Engkau memandang ringan terhadap hal-hal yang kudus bagi-Ku dan hari-hari Sabat-Ku kaunajiskan.” (Yehezkiel 22:8)
Seperti apa cerita hari Sabat? Ini adalah pertanyaan yang tidak ada jawabannya dalam bab kanonik, namun masih ada beberapa bukti yang menjelaskan bagaimana mereka menistakan Sabat dan bagaimana mereka memanipulasinya dalam Talmud, kisah-kisah kuno orang Yahudi. Bahkan ada bukti dalam tulisan suci yang tercatat setelah penulisan Talmud yang menoleransi penyebaran jaring ikan untuk menangkap ikan dan jaring untuk menangkap binatang-binatang di hari Sabtu untuk mereka kumpulkan di hari berikutnya.
Yang terakhir dari bukti-bukti ini ditemukan di Kitab Rabbinci dan Talmud Aramaic. Dalam buku ini dijelakan Jacopo bernubuat bahwa keturunan Efraim, anak Yusuf, akan mengalami bencana karena menangkap ikan dengan mulut, dan sebagai akibatnya mereka akan menjadi bisu lalu mati seperti ikan.
Kepada mereka yang masih mengklaim bahwa Nabi Muhammad Saw. mengadopsi kisah-kisah dalam Al-Quran dari kitab suci mereka kita katakan: Apakah mungkin beliau membaca kitab suci mereka meskipun beliau buta huruf dan tidak pernah tahu salah satu bahasa dari buku-buku ini untuk menyisipkannya di dalam Al-Qur’an? Apakah mungkin beliau mendapatkan buku-buku ini lalu membaca potongan-potongan cerita yang berserakan dan kemudian menemukan garis samar yang menghubungkan semua bagian, kemudian menulis cerita ini? Tidak diragukan lagi itu adalah kitab yang nyata dari Allah dan setiap kata adalah benar.
http://www.eramuslim.com/peradaban/quran-sunnah/kisah-kaum-sabat.htm 
Hari Sabtu menurut Al Quran
Pandangan tentang hari baik dan hari buruk khususnya di masyarakat kita kadang sering kita jumpai. Perbedaan pandangan itu kadang menimbulkan pertentangan yang tajam dan masing - masing golongan yang bertentangan biasanya mengakhirinya dengan mengecam masing - masing lawannya dengan sebutan musryik atau yang lainnya. Anehnya golongan yang menentang bahwa ada hari - hari tertentu dan bulan - bulan tertentu yang tidak baik biasanya cenderung fanatik dan mengaku berdasarkan ayat - ayat Al Quran.Kemudian mereka dengan mudah memfonis golongan yang berpendapat bahwa ada hari dan bulan yang kurang baik atau pantang dengan sebutan musryik atau kejawen.Semua merasa paling benar. Bagaimanakah sebenarnya Al Quran menerangkan tentang hari dan bulan ?
Al Baqarah
65. Sesungguhnya telah kamu ketahui 
orang - orang yang melanggar peraturan diantara kamu pada hari sabtu, lalu Kami berkata kepada mereka: jadi keralah kamu serta terusir.
66. 
Maka Kami jadikan yang demikian itu suatu ibrah bagi orang - orang pada masa itu dan orang - orang yang kemudiannya dan jadi pengajaran bagi orang - orang yang taqwa.dalam kedua ayat di atas ternyata Allah menerangkan bahwa memang kita sebagai orang yang taqwa wajib meyakini bahwa hari Sabtu adalah hari pantang, sehingga dalam ayat di atas disebutkan bahwa kejadian umat - umat terdahulu yang melanggar dan tidak percaya bahwa hari sabtu adalah hari pantang untuk dijadikan ibrah bagi umat kemudiannya dan bagi orang yang bertaqwa.
An Nisak

47. hai orang - orang ahli kitab, berimanlah kamu kepada ( Quran ) yang Kami turunkan sedang ia membenarkan ( kitab ) yang ada serta kamu ( Taurat ), sebelum Kami hapus mukamu lalu Kami jadikan dia ( seperti kuduk ) yang dibelakangmu, atau 
Kami kutuki mereka itu, sebagaimana Kami telah mengutuki orang - orang ( yang menangkap ikan ) pada hari sabtu dan perintah Allah itu mesti kejadian.
154. Kami tinggikan bukit ( Thur ) di atas mereka untuk ( menguatkan ) perjanjian mereka dan Kami katakan kepada mereka itu, masuklah kamu ke dalam pintu ( negeri ) itu dengan tunduk: dan juga Kami katakan kepada mereka
, janganlah kamu melampaui batas pada ( hari ) Sabtu dan telah Kami terima dari mereka itu perjanjian yang teguh.

Kedua ayat di atas juga menyebutkan bahwa orang - orang yang melanggar perintah pada hari Sabtu maka Allah akan mengutuki mereka. Juga diterangkan dengan jelas bahwa kita dilarang melampaui batas pada hari Sabtu.
Al A'Raaf
163. Tanyakanlah kepada mereka tentang negeri yang terletak dekat laut. 
Ketika mereka melanggar perintah Allah pada hari Sabtu,ketika ikan - ikan mereka datang terapung - apung ( di muka air ) pada hari Sabtu, sedangkan pada hari ( yang lain ) bukan hari Sabtu tiada datang kepada mereka. Demikianlah Kami cobai mereka, disebabkan mereka orang - orang fasik.
165. Tatkala mereka melupakan apa - apa yang diperintahkan kepada mereka, 
Kami selamatkan orang - orang yang melarang kejahatandan Kami siksa orang - orang yang aniaya dengan azab yang keras,disebabkan mereka fasik.
166. Setelah 
mereka sombong ( melanggar ) apa yang terlarang, Kami berfirman kepada mereka, jadi Keralah kamu serta terusir.
An Nahl
124. 
Hanya ( hari) Sabtu dijadikan ( hari besar ) bagi orang - orang yang berselisih tentang itu. Sesungguhnya Tuhanmu akan menghukum antara mereka pada hari kiyamat tentang apa - apa yang mereka perselisihkan.

ayat - ayat di atas menerangkan bahwa ternyata memang Allah menjadikan Hari Sabtu sebagai hari Pantang yang wajib diimani dan dipatuhi jika kita termasuk orang - orang yang bertaqwa, bahkan bagi orang - orang yang tidak percaya dan melanggar hari Sabtu ternyata digolongkan sebagai orang fasik. Sedangkan Allah menyelamatkan orang - orang yang melarang kejahatan ( kejahatan di sini berarti memperingatkan tentang hari sabtu sebagai hari Pantang ) dan Orang - orang yang melanggar hari sabtu tergolong sebagai orang telah berbuat kejahatan.
Menjadikan hari sabtu sebagai hari besar ( untuk kepentingan kita misal menikahka, memulai sesuatu dan lain - lain ) ternyata juga dilarang oleh Al Quran.
Subbhanallah.. Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan semua ciptaannya termasuk hari Sabtu dengan sebaik - baiknya dan dengan maksud yang nyata. Bukti bahwa Allah Maha sempurna, seperti Ia menciptakan Baik dan Buruk, surga dan neraka, manusia dan Iblis...
Kiranya alangkah piciknya kita jika dengan yakinnya mengatakan bahwa semua hari itu baik, semua bulan itu baik dan dengan mudahnya mengecap mereka yang meyakini bahwa Hari Sabtu itu pantang dengan sebutan Musryik dan kejawen.
Astaghfirullohal'adzim.. semoga Allah memaafkan kita semua.
Bulan Pantang
At Taubah
36.
Sesungguhnya 
bilangan bulan di sisi Allah, dua belas bulan dalam kitab Allah pada hari Allah menjadikan Langit dan bumi. Diantaranya ada empat bulan suci ( tidak boleh berperang dalam bulan itu :Zulkaidah, Zulhijah, Muharram dan Rajab ). Demikianlah agama Allah yang lurus, sebab itu janganlah kamu menganiaya dirimu dalam bulan itu. Perangilah orang - orang musyrik semuanya sebagaimana mereka memerangi kamu semuanya. Ketahuilah bahwa Allah bersama orang - orang yang taqwa.

berdasarkan ayat di atas ternyata memang Allah menciptakan beberapa bulan yang suci yang wajib kita imani. Bulan Muharram atau dalam masyarakat jawa dikenal sebagai bulan Suro yang dijadikan bulan keramat, mereka sangat berhati - hati dalam bulan itu, ternyat ada relefansinya dengan ayat Al Quran. Melihat juga peristiwa - peristiwa tang telah terjadi, beberapa nabi yang mendapat ujian pada bulan Muharram, begitu juga tragedi mengenaskan yakni pembantaian terhadap seluruh keturunan Rosullulloh di padang karbala pada bulan Muharram. 
http://sayyidmuhammadraffie.blogspot.co.id/2009/01/hari-sabtu-menurut-al-quran-setapak.html
Kelebihan hari Sabtu dalam Islam

Hari Sabtu adalah Hari Tipu Daya, kerana pada hari ini terdapat 7 peristiwa helah dan tipu daya oleh tujuh kaum:
  1. Peristiwa Tipu daya kaum Nabi Nuh as terhadap Nabi Nuh as – mereka membangkang kepada Nabinya,
  2. Peristiwa Tipu daya kaum Nabi Sholeh as terhadap Nabi Sholeh as – mereka mencabar Nabinya dengan menyembelih unta yang diamanahkan kepada mereka,
  3. Peristiwa Tipu daya saudara-saudara Nabi Yusuf as terhadap Nabi Yusuf as – saudara-saudara Nabi Yusuf mengkhianati nabi Yusuf dengan mencampakkannya ke dalam perigi di padang pasir.,
  4. Peristiwa Tipu daya kaum Nabi Musa as terhadap Nabi Musa as – Raja Firaun mencabar Nabi Musa,
  5. Peristiwa Tipu daya kaum Nabi Isa as terhadap Nabi Isa as – Orang-orang Yahudi mengkhianati dan mengejar Nabi Isa a.s untuk membunuhnya. Lalu, Allah mengangkat Nabi Isa ke langit,
  6. Peristiwa Tipu daya para musyrikin Quraisy terhadap Nabi Muhammad saw – Orang-orang Quraisy menipu dan mencabar Nabi Muhamad di Darun Nadwah.
  7. Peristiwa Tipu daya kaum Bani Israil terhadap Larangan Allah – kaum yahudi melanggar perintah Allah dengan menagkap ikan walaupun hari itu di larang mereka berbuat demikian. Lalu Allah mengubah mereka menjadi kera-kera yang hina.
Sebagian daripada ulama menganggap hari Sabtu ini juga adalah hari yang baik untuk berburu.
Zikir hari Sabtu:
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ

Sebagaian kalangan ada yang mempermasalahkan berpuasa pada hari Sabtu. Terutama jika puasa Arofah, puasa Asyuro atau puasa Syawal bertepatan dengan hari Sabtu. Apakah boleh berpuasa ketika itu? Semoga pembahasan berikut bisa menjawab keraguan yang ada.
Larangan Puasa Hari Sabtu
Mengenai larangan berpuasa pada hari Sabtu disebutkan dalam hadits,
لاَ تَصُومُوا يَوْمَ السَّبْتِ إِلاَّ فِيمَا افْتُرِضَ عَلَيْكُمْ
Janganlah engkau berpuasa pada hari Sabtu kecuali puasa yang diwajibkan bagi kalian.”Abu Daud mengatakan bahwa hadits ini mansukh (telah dihapus). Abu Isa At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan.
Beberapa Puasa Ada yang Dilakukan pada Hari Sabtu
Pertama: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sering melakukan puasa pada hari Sabtu dan Ahad.
Dari Ummu Salamah, ia berkata,
كان أكثر صومه السبت و الأحد و يقول : هما يوما عيد المشركين فأحب أن أخالفهم
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam banyak berpuasa pada hari Sabtu dan Ahad.” Beliau pun berkata, “Kedua hari tersebut adalah hari raya orang musyrik, sehingga aku pun senang menyelisihi mereka.
Kedua: Boleh berpuasa pada Hari Jum’at dan Sabtu.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengatakan kepada salah satu istrinya yang berpuasa pada hari Jum’at,
« أَصُمْتِ أَمْسِ » . قَالَتْ لاَ . قَالَ « تُرِيدِينَ أَنْ تَصُومِى غَدًا » . قَالَتْ لاَ . قَالَ « فَأَفْطِرِى »
Apakah kemarin (Kamis) engkau berpuasa?” Istrinya mengatakan, “Tidak.”
Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata lagi, “Apakah engkau ingin berpuasa besok (Sabtu)?” Istrinya mengatakan, “Tidak.” “Kalau begitu hendaklah engkau membatalkan puasamu”, jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Ketiga: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membolehkan berpuasa pada hari Jum’at asalkan diikuti puasa pada hari sesudahnya (hari Sabtu).Dari Abu Hurairah, ia mengatakan,
نهى رسول الله صلى الله عليه وسلم عن صوم يوم الجمعة إلا بيوم قبله أو يوم بعده .
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang berpuasa pada hari Jum’at kecuali apabila seseorang berpuasa pada hari sebelum atau sesudahnya.” Dan hari sesudah Jum’at adalah hari Sabtu.
Keempat: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam banyak melakukan puasa di bulan Sya’ban dan pasti akan bertemu dengan hari Sabtu.
Kelima: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk melakukan puasa Muharram dan kadangkala bertemu dengan hari Sabtu.
Keenam: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan berpuasa enam hari di bulan Syawal setelah sebelumnya berpuasa Ramadhan. Ini juga bisa bertemu dengan hari Sabtu.
Ketujuh: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan berpuasa pada ayyamul biid (13, 14, dan 15 Hijriyah) setiap bulannya dan kadangkala juga akan bertemu dengan hari Sabtu.
Dan masih banyak hadits yang menceritakan puasa pada hari Sabtu.
Dari hadits yang begitu banyak (mutawatir), Al Atsrom membolehkan berpuasa pada hari Sabtu. Pakar ‘ilal hadits (yang mengetahui seluk beluk cacat hadits), yaitu Yahya bin Sa’id enggan memakai hadits larangan berpuasa pada hari Sabtu dan beliau enggan meriwayatkan hadits itu. Ha ini menunjukkan lemahnya (dho’ifnya) hadits larangan berpuasa pada hari Sabtu.
Murid Imam Ahmad –Al Atsrom dan Abu Daud- menyatakan bahwa pendapat tersebut dimansukh (dihapus). Sedangkan ulama lainnya mengatakan bahwa hadits ini syadz, yaitu menyelisihi hadits yang lebih kuat.
Namun kebanyakan pengikut Imam Ahmad memahami bahwa Imam Ahmad mengambil dan mengamalkan hadits larangan berpuasa pada hari Sabtu, kemudian mereka pahami bahwa larangan yang dimaksudkan adalah jika puasa hari Sabtu tersebut bersendirian. Imam Ahmad ditanya mengenai berpuasa pada hari Sabtu. Beliau pun menjawab bahwa boleh berpuasa pada hari Sabtu asalkan diikutkan dengan hari sebelumnya.
Kesimpulan:
  1. Ada ulama yang menilai hadits larangan berpuasa pada hari Sabtu adalah lemah (dho’if) dan hadits tersebut tidak diamalkan. Dari sini, boleh berpuasa pada hari Sabtu.
  2. Sebagian ulama lainnya menilai bahwa hadits larangan berpuasa pada hari Sabtu adalah jayid (boleh jadi shahih atauhasan). Namun yang mereka pahami, puasa hari Sabtu hanya terlarang jika bersendirian. Bila diikuti dengan puasa sebelumnya pada hari Jum’at, maka itu dibolehkan.
Rincian Berpuasa pada Hari Sabtu
Dari penjelasan di atas, kesimpulan yang paling bagus jika kita mengatakan bahwa puasa hari Sabtu diperbolehkan jika tidak bersendirian. Sangat bagus sekali jika hal ini lebih dirinci lagi. Rincian yang sangat bagus mengenai hal ini telah dikemukakan oleh Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin sebagai berikut.
Keadaan pertama: Puasa pada hari Sabtu dihukumi wajib seperti berpuasa pada hari Sabtu di bulan Ramadhan, mengqodho’ puasa pada hari Sabtu, membayar kafaroh (tebusan), atau mengganti hadyu tamattu’ dan semacamnya. Puasa seperti ini tidaklah mengapa selama tidak meyakini adanya keistimewaan berpuasa pada hari tersebut.
Keadaan kedua: Jika berpuasa sehari sebelum hari Sabtu, maka ini tidaklah mengapa. Sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengatakan kepada salah satu istrinya yang berpuasa pada hari Jum’at,
« أَصُمْتِ أَمْسِ » . قَالَتْ لاَ . قَالَ « تُرِيدِينَ أَنْ تَصُومِى غَدًا » . قَالَتْ لاَ . قَالَ « فَأَفْطِرِى »
Apakah kemarin (Kamis) engkau berpuasa?” Istrinya mengatakan, “Tidak.”
Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata lagi, “Apakah engkau ingin berpuasa besok (Sabtu)?” Istrinya mengatakan, “Tidak.” “Kalau begitu hendaklah engkau membatalkan puasamu”, jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Perkataan beliau “Apakah engkau berpuasa besok (Sabtu)?”, ini menunjukkan bolehnya berpuasa pada hari Sabtu asalkan diikuti dengan berpuasa pada hari Jum’at.
Keadaan ketiga: Berpuasa pada hari Sabtu karena hari tersebut adalah hari yang disyari’atkan untuk berpuasa. Seperti berpuasa pada ayyamul bid (13, 14, 15 setiap bulan Hijriyah), berpuasa pada hari Arofah, berpuasa ‘Asyuro (10 Muharram), berpuasa enam hari di bulan Syawal setelah sebelumnya berpuasa Ramadhan, dan berpuasa selama sembilan hari di bulan Dzulhijah. Ini semua dibolehkan. Alasannya, karena puasa yang dilakukan bukanlah diniatkan berpuasa pada hari Sabtu. Namun puasa yang dilakukan diniatkan karena pada hari tersebut adalah hari disyari’atkan untuk berpuasa.
Keadaan keempat: Berpuasa pada hari sabtu karena berpuasa ketika itu bertepatan dengan kebiasaan puasa yang dilakukan, semacam berpapasan dengan puasa Daud –sehari berpuasa dan sehari tidak berpuasa-, lalu ternyata bertemu dengan hari Sabtu, maka itu tidaklah mengapa. Sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan mengenai puasa satu atau dua hari sebelum Ramadhan dan tidak terlarang berpuasa ketika itu jika memang bertepatan dengan kebiasaan berpuasanya .
Keadaan kelima: Mengkhususkan berpuasa sunnah pada hari Sabtu dan tidak diikuti berpuasa pada hari sebelum atau sesudahnya. Inilah yang dimaksudkan larangan berpuasa pada hari Sabtu, jika memang hadits yang membicarakan tentang hal ini shahih. –Demikian penjelasan Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin-
Keterangan Al Lajnah Ad Da-imah (Komisi Fatwa di Saudi Arabia) Mengenai Puasa pada Hari Sabtu
Berikut Fatwa Al Lajnah Ad Da-imah lil Buhuts ‘Ilmiyyah wal Ifta’.
Soal:
Kebanyakan orang di negeri kami berselisih pendapat tentang puasa di hari Arofah yang jatuh pada hari Sabtu untuk tahun ini. Di antara kami ada  yang berpendapat bahwa ini adalah hari Arofah dan kami berpuasa karena bertemu hari Arofah bukan karena hari Sabtu yang terdapat larangan berpuasa ketika itu. Ada pula sebagian kami yang enggan berpuasa ketika itu karena hari Sabtu adalah hari yang terlarang untuk diagungkan untuk menyelisihi kaum Yahudi. Aku sendiri tidak berpuasa ketika itu karena pilihanku sendiri. Aku pun tidak mengetahui hukum syar’i mengenai hari tersebut. Aku pun belum menemukan hukum yang jelas  mengenai hal ini. Mohon penjelasannya.
Jawab:
Boleh berpuasa Arofah pada hari Sabtu atau hari lainnya, walaupun tidak ada puasa pada hari sebelum atau sesudahnya, karena tidak ada beda dengan hari-hari lainnya. Alasannya karena puasa Arofah adalah puasa yang berdiri sendiri. Sedangkan hadits yang melarang puasa pada hari Sabtu adalah hadits yang lemah karena mudhtorib dan menyelisihi hadits yang lebih shahih.
Hanya Allah yang memberi taufik. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Yang menandatangani fatwa ini: ‘Abdullah bin Ghodyan sebagai anggota, ‘Abdur Rozaq ‘Afifi sebagai Wakil Ketua, ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz sebagai Ketua.[12]
Demikian pembahasan kami yang singkat ini. Semoga dengan pembahasan ini dapat menghilangkan keraguan yang selama ini ada mengenai berpuasa pada hari Sabtu. Semoga bisa menjadi ilmu yang bermanfaat.
Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna. 
http://aa-kapten.blogspot.co.id/2012/04/kelebihan-hari-sabtu-dalam-islam.html

Komentar

Wayang Kulit Gagrak Surakarta

Wayang Kulit Gagrak Surakarta
Jendela Dunianya Ilmu Seni Wayang

Jika Anda Membuang Wayang Kulit

Menerima Buangan Wayang Kulit bekas meski tidak utuh ataupun keriting, Jika anda dalam kota magelang dan kabupaten magelang silahkan mampir kerumah saya di jalan pahlawan no 8 masuk gang lalu gang turun, Jika anda luar kota magelang silahkan kirim jasa pos atau jasa gojek ke alamat sdr Lukman A. H. jalan pahlawan no 8 kampung boton balong rt 2 rw 8 kelurahan magelang kecamatan magelang tengah kota magelang dengan disertai konfirmasi sms dari bapak/ ibu/ sdr siapa dan asal mana serta penjelasan kategori wayang kulit bebas tanpa dibatasi gagrak suatu daerah boleh gaya baru, gaya lama, gaya surakarta, gaya yogyakarta, gaya banyumasan, gaya cirebonan, gaya kedu, gaya jawatimuran, gaya madura, gaya bali, maupun wayang kulit jenis lain seperti sadat, diponegaran, dobel, dakwah, demak, santri, songsong, klitik, krucil, madya dll

Postingan Populer