Kesultanan Samudera Pasai Aceh Utara
Kerajaan Samudera Pasai
Salah satu sumber menyebutkan bahwa Kerajaan Samudera Pasai berdiri sejak tahun 433H/1024M., pendirinya adalah Meurah Khair yang telah menjadi raja bergelar Maharaja Mahmud Syah. Beliau memerintah sampai tahun 470H/1078M. Setelah itu pemerintahan dipegang oleh:
- Maharaja Mansur Syah (470-527H/1078-1133M)
- Maharaja Ghiyasyuddin syah, cucu Meurah Khair(527-550H/1133-1155M)
- Maharaja Nuruddin atau Meurah Noe atau Tengku Samudra atau Sultan Al-Kamil (550-607H/1155- 1210M).
Beliau merupakan sultan terakhir dari keturunan Meurah Khair. Setelah kemangkatannya kerajaan menjadi rebutan pembesar-pembesarnya karena tidak memiliki keturunan. Sekitar lima puluh tahunan Samudera Pasai dalam konflik akhirnya tampillah Meurah Silu mengambil kekuasaan dengan mendasarkan bahwa dinastinya telah memerintah Perlak lebih dari dua abad dan kemudian disatukan dengan Samudera Pasai pada masa Sultan Muhammad Al-Zahir (1289-1326M).
Lambang Kesultanan Samudera Pasai
Sumber lain yaitu berita dari Cina dan catatan Ibnu Battutah pengembara dari Maroko menyebutkan kerajaan ini berdiri pada tahun 1282 M., pendirinya Al-Malik Al-Saleh. Pada waktu itu beliau mengirimkan utusan ke Quilon, yang terletak di pantai barat India, dan bertemu duta-duta dari Cina. Di antara nama duta yang dikirim adalah Husien dan sulaiman (nama-nama muslim). Kemudian ketika Marcopolo berkunjung di Sumatera 1346 M., menyatakan bahwa di sana Islam sudah sekitar satu abad disiarkan, kesalehan, kerendahan hati, dan semangat keagamaan raja dan rakyatnya serta madzab yang diikuti yakni madzab Syafi’i. Selain itu Samudera Pasai juga menjadi pusat studi agama Islam dan tempat berkumpulnya para ulama dari berbagai negeri untuk membicarakan masalah keagamaan dan keduniaan. Lebih lanjut Ibnu Battutah mengatakan Samudera Pasai mempunyai peranan penting dalam mengislamkan Malaka maupun pulau Jawa. Bahkan Sultan Al-Malik al-Zahir adalah pecinta teologi dan ia senantiasa memerangi orang kafir dan menjadikan mereka memeluk agama Islam.
Masjid Agung Baiturrahman Kesultanan Samudera Pasai
E.Gerini mengatakan bahwa Samudera didirikan pada tahun1270 M.,dan Islam masuk ke sana antara tahun 1270-1275 M. Sumber lain juga menyebutkan bahwa Kerajaan Samudera Pasai berdiri pada tahun 1297 M., Raja pertamanya adalah Al-Malik al-Saleh, itu berdasarkan batu nisan yang ditemukan dan bertuliskan bahwa raja pertama wafat pada bulan Ramadhan 696H/1297M. Hal itu juga diketahui dalam Hikayat Raja-raja Pasai (Sejarah Melayu).
Basis perekonomian Kerajaan Samudera Pasai lebih kepada pelayaran dan perdagangan. Pengawasan terhadapnya merupakan kekuasaan yang memungkinkan kerajaan memperoleh penghasilan dan pajak yang besar. Ditinjau dari segi geografis dan ekonomi pada waktu itu Samudera Pasai merupakan suatu daerah penghubung antara pusat perdagangan yang ada di kepulauan Indonesia, India, Cina dan Arab dan adanya mata uang sebagai alat pembayaran menandakan kerajaan ini marupakan kerajaan yang makmur.
Disebutkan bahwa Kerajaan Samudera Pasai telah ditaklukan oleh Kerajaan Majapahit sehingga merupakan bagian wilayah Kerajaan Majapahit. Sebelum bala tentara Majapahit meniggalkan Samudera Pasai dan kembali ke Jawa, pembesar-pembesar Majapahit telah sepakat mengangkat seorang raja dari bangsawan Pasai yang dapat dipercaya untuk memerintah kerajaan. Adapun yang ditunjuk adalah Ratu NuruIlah atau Malikah NuruIlah binti Sultan Al-Malik Al-Zahir.
Tahun mangkat Malikah NuruIlah 1380 M., bertepatan dengan masa pemerintahan Kerajaan Majapahit yang dipimpin oleh Raja Hayam Wuruk. Pada masa itu Majapahit berada dalam puncak kejayaannya berkat pimpinan Mahapatih Gajah Mada.
Adapun nama-nama raja yang pernah memerintah di kerajaan Islam Samudera Pasai, yaitu:
- Sultan Al-Malik Al-Saleh (1297 M)
- Muhammad Malik Al-Zahir (1297-1326 M)
- Muhammad Malik Al-Zahir II (1326-1345M)
- Manshur Malik Al-Zahir (1345-1345M)
- Ahmad Malik Al-Zahir (1345-1383M)
- Zainal Abidin Malik Al-Zahir (1383-1405M)
- Nahrasiyah (1405-?)
- Abu Zaid Malik Al-Zahir (?-1455M)
- Mahmud Malik Al-Zahir (1455-1477)
- Zainal Abidin (1477-1500M)
- Abdullah Malik Al-Zahir (1501-1513M)
- Zainal Abidin (1513-1524M). Pada masa sultan terakhir ini tahun 1521 M., Samudera Pasai dikuasai oleh Portugis selama tiga tahun. Tahun 1524 penguasaan atas Samudera Pasai digantikan Kerajaan Aceh Darussalam.
https://youchenkymayeli.blogspot.co.id/kerajaan-islam-di-sumatera.html
KERAJAAN SAMUDERA PASAI
Raja pertamanya adalah Sultan Malik as Shaleh. Beliau adalah keturunan dari Raja Islam Perlak, yaitu Makhdum Sultan Malik Ibrahim Syah Joan (365 – 402 H/976 – 1012 M).
Ada beberapa hal yang masih simpang siur mengenai Sultan Malik as Shaleh. Ada yang menyebutkan beliau memeluk agama Hindu yang kemudian diIslamkan oleh Syekh Ismail. Ada pula yang menyebutkan bahwa beliau sudah memeluk agama Islam sejak awal.
Sebelum bernama Samudra Pasai, kerajaan ini bernama kerajaan Samudra saja. Kerajaan Samudra merupakan kerajaan yang makmur dan kaya. Juga memiliki angkatan tentara laut dan darat yang teratur.
Kerajaan Samudra semakin bertambah maju, yang kemudian dikenal dengan nama “Samudera Pasai”, yaitu setelah dibangunnya Bandar Pasai pada masa pemerintahan Raja Muhammad.
Hubungan Kerajaan Samudra Pasai dengan Kerajaan Perlak sangatlah baik. Dan hal ini makin dipererat dengan menikahnya Sultan Malik as Shaleh dengan putri raja Perlak.
Puncak kejayaan kerajaan Samudra Pasai yaitu pada masa pemerintahan Sultan Al Malik Al Zahir (1326—1349/757—750 H).
http://ilmusosial.net/perkembangan-kerajaan-islam-di-sumatra.html
Kerajaan Islam Samudera Pasai
Kerajaan Samudra Pasai terletak di pantai Timur Sumatera di Aceh Utara. Ibu kota kerajaan Islam ini terletak di Pasai. Pada mulanya kerajaan ini terdiri atas dua daerah yang berdiri sendiri yakni Samudrea dan Pasai. Kedua daerah itu sudah dikenal oleh para pedagang jauh sebelum kedatangan agama Islam, setelah Islam menguasai daerah tersebut namanya menjadi kerajaan Islam Samudera Pasai.
Berdirinya kerajaan Islam Samudera Pasai pada tahun 1285 M mendapat dukungan politis dari kerajaan Mamluk di Mesir. Hal itu ditandai dengan datangnya utusan kerajaan Mamluk bernama Syeikh Ismail pada saat penobatan Meurah Silu menjadi raja Islam pertama Kerajaan Islam Samudera Pasai, Meurah Silu bergelar Malikus Saleh dan memerintah dari tahun 1285 – 1297 M. Ia menganut Mazhab Syafi’i sesuai dengan Sultan Mamluk di Mesir.
Dalam menjalankan pemerintahannya Malikus Saleh dibentu oleh Seri Kaya dan Bawa Kaya. Keduanya itu diberi gelar Sidi Ali Khiatuddin dan Sidi Ali Hasanuddin. Diceritakan pula bahwa pada masa pemerintahan Malikus Saleh datang seorang alim dari Mesir bernama Faqir Muhammad yang kedatangannya mengemban misi dakwah Islam.
Sultan Malikus Saleh meninggal dunia pada tahun 686 H/1297 M, posisinya digantikan oleh anaknya yaitu Sultan Muhammad (1297-1326 M)./ Ia bergelar Sultan Malik al Dzahir I. Sultan Malik al Dzahir meninggal dunia pada tahun 1326 M dan digantikan oleh putranya bernama Sultan Akhmad Bahiam Syah (1326-1348 M) yang bergelar Sultan Malikuz Zhahir II. Data mengenai perkembangan dan kemajuan yang telah dicapai pemerintahan Sultan Akhmad Bahiam Syah tercatat dengan baik oleh pengembara muslim Maroko, Ibnu Batutah. Ketika ia berkunjung ke tempat itu pada tahun 1345 M. Menurut Ibnu Batutah, Sultan Samudera Pasai adalah seorang yang cakap, gagah dan pemeluk Islam yang taat. Dia adalah orang yang menjunjung tinggi agama dengan sungguh-sungguh. Ia berhasil mengislamkan penduduk di daerah-daerah sekitarnya.
Setelah Sultan Akhmad Bahiam Syah meninggal dunia, posisinya digantikan oleh putranya bernama Zainal Abidin (1348- 1406 M). Pada waktu itu Zainal Abidin Masih kecil dan pemerintahan dipegang oleh Pembesar Kerajaan. Keadaan demikian membuat Samudera Pasai menjadi lemah. Keadaan itu diperparah lagi ketika Samudera Pasai diserang oleh kerajaan Siam dengan kekuatan 4000 tentara. Dalam Serangan itu Zainal Abidin ditawan dan baru bebas setelah ditebus dengan dua ekor itik dari emas dan sebuah pisau emas.
Pada tahun 1377 M Kerajaan Samudera Pasai diserang oleh Kerajaan Majapahit. Serangan itu dilancarkan karena Hayam Wuruk dari Majapahit khawatir atas kemajuan Samudera Pasai, terutama kemajuan di bidang perdagangan dan penyebaran agama Islam. Sebab hal itu akan membahayakan posisi Majapahit dalam perdagangan dan kekuatan politik di Nusantara.
Serangan Majapahit tak dapat ditahan oleh Samudera Pasai meskipun telah mendapat bantuan dari kerajaan Siam. Dengan demikian Kerajaan Samudera Pasai ditaklukkan kerajaan Majapahit. Meskipun begitu gerakan dakwah Islam tidak terhambat bahkan berjalan baik. Hal itu disebabkan karena letak pusat kekuasaan dengan daerah yang dikuasai sangat jauh sehingga sulit melekukan kontrol atas wilayah kekuasaannya di luar Jawa.
Untuk memperkuat peran dan posisi kerajaan, terutama di jalur perdagangan strategis di Selat Malaka, Kerajaan Samudera Pasai menjalin hubungan politik dengan Malaka melalui perkawinan antara raja Parameswara dengan puteri Zainal Abidin. Hubungan itu berdampak positif terhadap mempercepat proses islamisasi.
Dalam Suatu situasi yang kurang menguntungkan, terjadi peperangan antara Samudera Pasai dengan tentara Nuku pada tahun 1406 M. Dalam pertempuran itu Zainal Abidin tewas. Setelah itu pemerintahan dipegang oleh Haidar Bahiam Syah (1406-1417 M). Setelah Haidar meninggal, digantikan oleh Nagor (1417-1419 M).
Setelah Nagor meninggal digantikan oleh Ahmad Permala (Raja Bahoy) dari tahun (1419-1420 M).
Pada tahun 1420-1434 M Kerajaan Samudera Pasai diperintah oleh Sultan Iskandar. Pada waktu itu terjalin hubungan dengan Tiongkok. Dari Tiongkok datang seorang utusan yang bernama Cheng Ho. Dengan adanya hubungan itu pemerintah Tiongkok memberi jaminan perlindungan dan bantuan kepada Samudera Pasai apabila ada serangan dari manapun datangnya. Untuk memperkuat hubungan diplomatik tersebut Sultan Iskandar Melakukan kunjungan balasan ke Tiongkok dan ia meninggal di sana.
Setelah Sultan Iskandar wafat, pusat perdagangan pindah ke Malaka dan sejak saat itu Kerajaan Samudera Pasai tidak mempunyai kekuatan lagi, baik dalam bidang politik maupun perdagangan, sehingga akhirnya Samudera Pasai mengalami keruntuhan. Setelah itu tidak banyak data dan informasi mengenai kelanjutan kerajaan ini.
Meskipun Kerajaan Samudera Pasai runtuh, namun kerajaan ini tetap dikenal, karena telah banyak berjasa dalam pengembangan agama Islam di Nusantara.
Raja-raja yang pernah memerintah kerajaan Islam Samudera Pasai adalah:
1) Sultan Al Malikus Shaleh (1285-1297 M)
2) Sultan Muhammad (Al Malikuz Zhahir I) (1297-1326 M)
3) Sultan Akhmad Bahiam Syah (Al Malikuz Zhahir II) (1326-1348 M)
4) Sultan Zainal Abidin (1348-1406 M)
5) Sultan Haidar Bahiam Syah (1406-1417 M)
6) Sultan Nagor (1417-1419 M)
7) Sultan Akhmad Permala (1419-1420 M)
8) Sultan Iskandar (1420-1434 M)
http://shekakau.blogspot.co.id/kerajaan-kerajaan-islam-di-sumatera.html
Kesultanan Samudera Pasai
Kesultanan Pasai, juga dikenal dengan Samudera Darussalam, atau Samudera Pasai, adalah kerajaan Islam yang terletak di pesisir pantai utara Sumatera, kurang lebih di sekitar Kota Lhokseumawe dan Aceh Utara, Provinsi Aceh, Indonesia.
Belum begitu banyak bukti arkeologis tentang kerajaan ini untuk dapat digunakan sebagai bahan kajian sejarah.[1] Namun beberapa sejarahwan memulai menelusuri keberadaan kerajaan ini bersumberkan dari Hikayat Raja-raja Pasai,[2] dan ini dikaitkan dengan beberapa makam raja serta penemuan koin berbahan emas dan perak dengan tertera nama rajanya.[3]
Kerajaan ini didirikan oleh Marah Silu, yang bergelar Sultan Malik as-Saleh, sekitar tahun 1267. Keberadaan kerajaan ini juga tercantum dalam kitab Rihlah ila l-Masyriq (Pengembaraan ke Timur) karya Abu Abdullah ibn Batuthah (1304–1368), musafir Maroko yang singgah ke negeri ini pada tahun 1345. Kesultanan Pasai akhirnya runtuh setelah serangan Portugal pada tahun 1521.
Pembentukan awal
Berdasarkan Hikayat Raja-raja Pasai, menceritakan tentang pendirian Pasai oleh Marah Silu, setelah sebelumnya ia menggantikan seorang raja yang bernama Sultan Malik al-Nasser.[2] Marah Silu ini sebelumnya berada pada satu kawasan yang disebut dengan Semerlanga kemudian setelah naik tahta bergelar Sultan Malik as-Saleh, ia wafat pada tahun 696 H atau 1297 M.[4] Dalam Hikayat Raja-raja Pasai maupun Sulalatus Salatin nama Pasai dan Samudera telah dipisahkan merujuk pada dua kawasan yang berbeda, namun dalam catatan Tiongkok nama-nama tersebut tidak dibedakan sama sekali. Sementara Marco Polo dalam lawatannya mencatat beberapa daftar kerajaan yang ada di pantai timur Pulau Sumatera waktu itu, dari selatan ke utara terdapat nama Ferlec (Perlak), Basma dan Samara (Samudera).
Pemerintahan Sultan Malik as-Saleh kemudian dilanjutkan oleh putranya Sultan Muhammad Malik az-Zahir dari perkawinannya dengan putri Raja Perlak. Pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Malik az-Zahir, koin emas sebagai mata uang telah diperkenalkan di Pasai, seiring dengan berkembangnya Pasai menjadi salah satu kawasan perdagangan sekaligus tempat pengembangan dakwah agama Islam. Kemudian sekitar tahun 1326 ia meninggal dunia dan digantikan oleh anaknya Sultan Mahmud Malik az-Zahir dan memerintah sampai tahun 1345. Pada masa pemerintahannya, ia dikunjungi oleh Ibn Batuthah, kemudian menceritakan bahwa sultan di negeri Samatrah (Samudera) menyambutnya dengan penuh keramahan, dan penduduknya menganut Mazhab Syafi'i.[5]
Selanjutnya pada masa pemerintahan Sultan Ahmad Malik az-Zahir putra Sultan Mahmud Malik az-Zahir, datang serangan dari Majapahit antara tahun 1345 dan 1350, dan menyebabkan Sultan Pasai terpaksa melarikan diri dari ibukota kerajaan.
Relasi dan persaingan
"Maka titah Sang Nata akan segala tawanan orang Pasai itu, suruhlah ia duduk di tanah Jawa ini, mana kesukaan hatinya. Itulah sebabnya maka banyak keramat di tanah Jawa tatkala Pasai kalah oleh Majapahit itu".
— Gambaran penaklukan Pasai oleh Majapahit, kutipan dari Hikayat Raja-raja Pasai[2].
Kesultanan Pasai kembali bangkit dibawah pimpinan Sultan Zain al-Abidin Malik az-Zahir tahun 1383, dan memerintah sampai tahun 1405. Dalam kronik Cina ia juga dikenal dengan nama Tsai-nu-li-a-pi-ting-ki, dan disebutkan ia tewas oleh Raja Nakur. Selanjutnya pemerintahan Kesultanan Pasai dilanjutkan oleh istrinya Sultanah Nahrasiyah.
Armada Cheng Ho yang memimpin sekitar 208 kapal mengunjungi Pasai berturut turut dalam tahun 1405, 1408 dan 1412. Berdasarkan laporan perjalanan Cheng Ho yang dicatat oleh para pembantunya seperti Ma Huan dan Fei Xin. Secara geografis Kesultanan Pasai dideskripsikan memiliki batas wilayah dengan pegunungan tinggi disebelah selatan dan timur, serta jika terus ke arah timur berbatasan dengan Kerajaan Aru, sebelah utara dengan laut, sebelah barat berbatasan dengan dua kerajaan, Nakur dan Lide. Sedangkan jika terus ke arah barat berjumpa dengan kerajaan Lambri (Lamuri) yang disebutkan waktu itu berjarak 3 hari 3 malam dari Pasai. Dalam kunjungan tersebut Cheng Ho juga menyampaikan hadiah dari Kaisar Cina, Lonceng Cakra Donya.[6]
Sekitar tahun 1434 Sultan Pasai mengirim saudaranya yang dikenal dengan Ha-li-zhi-han namun wafat di Beijing. Kaisar Xuande dari Dinasti Ming mengutus Wang Jinhong ke Pasai untuk menyampaikan berita tersebut.[6]
Pemerintahan
Pusat pemerintahan Kesultanan Pasai terletaknya antara Krueng Jambo Aye (Sungai Jambu Air) dengan Krueng Pase (Sungai Pasai), Aceh Utara. Menurut ibn Batuthah yang menghabiskan waktunya sekitar dua minggu di Pasai, menyebutkan bahwa kerajaan ini tidak memiliki benteng pertahanan dari batu, namun telah memagari kotanya dengan kayu, yang berjarak beberapa kilometer dari pelabuhannya. Pada kawasan inti kerajaan ini terdapat masjid, dan pasar serta dilalui oleh sungai tawar yang bermuara ke laut. Ma Huan menambahkan, walau muaranya besar namun ombaknya menggelora dan mudah mengakibatkan kapal terbalik.[6] Sehingga penamaan Lhokseumawe yang dapat bermaksud teluk yang airnya berputar-putar kemungkinan berkaitan dengan ini.
Dalam struktur pemerintahan terdapat istilah menteri, syahbandar dan kadi. Sementara anak-anak sultan baik lelaki maupun perempuan digelari dengan Tun, begitu juga beberapa petinggi kerajaan. Kesultanan Pasai memiliki beberapa kerajaan bawahan, dan penguasanya juga bergelar sultan.
Pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Malik az-Zahir, Kerajaan Perlak telah menjadi bagian dari kedaulatan Pasai, kemudian ia juga menempatkan salah seorang anaknya yaitu Sultan Mansur di Samudera. Namun pada masa Sultan Ahmad Malik az-Zahir, kawasan Samudera sudah menjadi satu kesatuan dengan nama Samudera Pasai yang tetap berpusat di Pasai. Pada masa pemerintahan Sultan Zain al-Abidin Malik az-Zahir, Lide (Kerajaan Pedir) disebutkan menjadi kerajaan bawahan dari Pasai. Sementara itu Pasai juga disebutkan memiliki hubungan yang buruk dengan Nakur, puncaknya kerajaan ini menyerang Pasai dan mengakibatkan Sultan Pasai terbunuh.
Lonceng Cakra Donya
Adalah sebuah lonceng yang berbentuk stupa buatan negeri Cina pada tahun 1409 M. Ukurannya tinggi 125cm sedangkan lebarnya 75cm. Pada bagian luar Cakra Donya terdapat beberapa hiasan serta simbol-simbol kombinasi aksara Cina dan Arab. Aksara Cina bertuliskan Sing Fang Niat Tong Juut Kat Yat Tjo, sedangkan aksara Arab sudah tidak terbaca lagi.
Perekonomian
Pasai merupakan kota dagang, mengandalkan lada sebagai komoditi andalannya, dalam catatan Ma Huan disebutkan 100 kati lada dijual dengan harga perak 1 tahil. Dalam perdagangan Kesultanan Pasai mengeluarkan koin emas sebagai alat transaksi pada masyarakatnya, mata uang ini disebut Deureuham (dirham) yang dibuat 70% emas murni dengan berat 0.60 gram, diameter 10 mm, mutu 17 karat.
Sementara masyarakat Pasai umumnya telah menanam padi di ladang, yang dipanen 2 kali setahun, serta memilki sapi perah untuk menghasilkan keju. Sedangkan rumah penduduknya memiliki tinggi rata-rata 2.5 meter yang disekat menjadi beberapa bilik, dengan lantai terbuat dari bilah-bilah kayu kelapa atau kayu pinang yang disusun dengan rotan, dan di atasnya dihamparkan tikar rotan atau pandan.[6]
Agama dan budaya
Islam merupakan agama yang dianut oleh masyarakat Pasai, walau pengaruh Hindu dan Buddha juga turut mewarnai masyarakat ini. Dari catatan Ma Huan dan Tomé Pires,[7] telah membandingkan dan menyebutkan bahwa sosial budaya masyarakat Pasai mirip dengan Malaka, seperti bahasa, maupun tradisi pada upacara kelahiran, perkawinan dan kematian. Kemungkinan kesamaan ini memudahkan penerimaan Islam di Malaka dan hubungan yang akrab ini dipererat oleh adanya pernikahan antara putri Pasai dengan raja Malaka sebagaimana diceritakan dalam Sulalatus Salatin.
Akhir pemerintahan
Menjelang masa-masa akhir pemerintahan Kesultanan Pasai, terjadi beberapa pertikaian di Pasai yang mengakibatkan perang saudara. Sulalatus Salatin[8] menceritakan Sultan Pasai meminta bantuan kepada Sultan Melaka untuk meredam pemberontakan tersebut. Namun Kesultanan Pasai sendiri akhirnya runtuh setelah ditaklukkan oleh Portugal tahun 1521 yang sebelumnya telah menaklukan Melaka tahun 1511, dan kemudian tahun 1524 wilayah Pasai sudah menjadi bagian dari kedaulatan Kesultanan Aceh.
Daftar penguasa Pasai
Berikut adalah daftar para sultan yang memerintah Kesultana Samudera Pasai[9]:
No | Periode | Nama Sultan atau Gelar | Catatan dan peristiwa penting |
---|---|---|---|
1 | 1267 - 1297 | Sultan Malik as-Saleh (Meurah Silu) | Pendiri Samudra Pasai |
2 | 1297 - 1326 | Sultan Al-Malik azh-Zhahir I / Muhammad I | Koin emas mulai diperkenalkan |
3 | 1326 - 133? | Sultan Ahmad I | Penyerangan ke Kerajaan Karang Baru, Tamiang |
4 | 133? - 1349 | Sultan Al-Malik azh-Zhahir II | Dikunjungi Ibnu Batutah |
5 | 1349 - 1406 | Sultan Zainal Abidin I | Diserang Majapahit |
6 | 1406 - 1428 | Ratu Nahrasyiyah | Masa kejayaan Samudra Pasai |
7 | 1428 - 1438 | Sultan Zainal Abidin II | |
8 | 1438 - 1462 | Sultan Shalahuddin | |
9 | 1462 - 1464 | Sultan Ahmad II | |
10 | 1464 - 1466 | Sultan Abu Zaid Ahmad III | |
11 | 1466 - 1466 | Sultan Ahmad IV | |
12 | 1466 - 1468 | Sultan Mahmud | |
13 | 1468 - 1474 | Sultan Zainal Abidin III | Digulingkan oleh saudaranya |
14 | 1474 - 1495 | Sultan Muhammad Syah II | |
15 | 1495 - 1495 | Sultan Al-Kamil | |
16 | 1495 - 1506 | Sultan Adlullah | |
17 | 1506 - 1507 | Sultan Muhammad Syah III | Memiliki 2 makam |
18 | 1507 - 1509 | Sultan Abdullah | |
19 | 1509 - 1514 | Sultan Ahmad V | Malaka jatuh ke tangan Portugis |
20 | 1514 - 1517 | Sultan Zainal Abidin IV |
Warisan sejarah
Penemuan makam Sultan Malik as-Saleh yang bertarikh 696 H atau 1297 M, dirujuk oleh sejarahwan sebagai tanda telah masuknya agama Islam di Nusantara sekitar abad ke-13. Walau ada pendapat bahwa kemungkinan Islam telah datang lebih awal dari itu. Hikayat Raja-raja Pasai memang penuh dengan mitos dan legenda namun deskripsi ceritanya telah membantu dalam mengungkap sisi gelap sejarah akan keberadaan kerajaan ini. Kejayaan masa lalu kerajaan ini telah menginspirasikan masyarakatnya untuk kembali menggunakan nama pendiri kerajaan ini untuk Universitas Malikussaleh di Lhokseumawe.
https://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Samudera_Pasai
manuskrip,silsilah,pemugaran makam nahrasiyah,nisan makam sultan muh malikul zahir,nisan meurah silu/ sultan malik as saleh,salinan halaman pertama hikayat raja pasai,mata uang,papan makam sultan malik as saleh,
Peninggalan
Makam Sultan Malik Al-Shaleh
Makam ini terletak di Desa Beuringin, Kec Samudera letaknya kurang lebih 17km sebelah timur kota Lhokseumawe.
Makam Sultan Muhammad Malik Al- Zahir
Malik Al-Zahir adalah putera dari Malik Al- Saleh yang memimpin Kesultanan Samudera Pasai pada tahun 1287 sampai 1326M. letak makamnya bersebelahan dengan makam ayahnya Malik Al-Saleh.
Makam Teungku Sidi Abdullah Tajul Nillah
Makam ini merupakan peninggalan dari Dinasti Abbasiyah dan beliau merupakan cicit dari khalifah Al-Muntasir. Teungku Sidi mamangku jabatan Menteri Keuangan di samudra pasai. Makam terletak di Gampong Kuta Krueng, batu nisannya terbuat dari marmer dihiasi kaligrafi.
Makam Teungku Peuet Ploh Peuet
Di komplek terdapat makam 44 orang ulama dari Kesultanan Samudera Pasai yang dibunuh karena mengharamkan pernikahan raja dengan putri kandungnya. Makam ini terletak di Gampong Beuringen Kec Samudera. Pada nisan tersebut juga bertuliskan kaligrafi surat Ali Imran ayat 18.
Makam Ratu Al-Aqla (Nur Ilah)
Adalah puteri Sultan Muhammad Malikul Dhahir, Makam ini terletak di Gampong Meunje Tujoh Keca Matangkuli. Batu nisannya berhiasakan kaligrafi berbahasa Kawi dan Arab.
Stempel Kerajaan Samudra Pasai
Stempel ini diduga milik Sultan Muhamad Malikul Zahir oleh Tim peneliti Sejarah Kerajaan Islam. Di temukan Desa Kuta Krueng, Kec Samudera, Kabupaten Aceh Utara. Saat ditemukan stempel dalam keadaan patah pada bagian gagangnya.
Naskah Surat Sultan Zainal Abidin
Adalah surat tulisan Sultan Zainal Abidin pada tahun 923H atau 1518M, naskah atau surat ini ditujukan kepada Kapitan Moran.
http://jagosejarah.blogspot.co.id/peninggalan-kerajaan-samudra-pasai.html
Komentar
Posting Komentar