Kesultanan Kubu Kalimantan Barat
Kerajaan Kubu
Kerajaan Kubu atau landschap Koeboe adalah padalah sebuah kerajaan yang diperintah oleh seorang Yang Dipertuan Besar yang pernah berdiri dalam wilayah yang sekarang terletak di wilayah Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat.
Sejarah
Sejarah Kerajaan Kubu memiliki kaitan yang erat dengan sejarah Kesultanan Pontianak. Sejarah pantas berhutang budi kepada sekelompok kecil petualang dan saudagar Arab yang singgah di sana atas kemunculan serta tegaknya kedua kerajaan tersebut pada awalnya. Yaitu ketika 45 penjelajah Arab yang berasal dari daerah Hadramaut di Selatan Jazirah Arab, yang pada mulanya bertujuan untuk mencari keuntungan dengan berdagang di lautan Timur-jauh (Asia) berlabuh di sana. Leluhur dan Tuan Besar (Raja) Kerajaan Kubu pertama, yaitu Syarif Idrus Al-Idrus, adalah menantu dari Tuan Besar (Panembahan) Mampawa (Mempawah). Ia Syarif Idrus juga merupakan ipar dari Sultan pertama Kesultanan Pontianak (Al-Qadri). Pada awalnya Dia Syarif Idrus membangun perkampungan di dekat muara sungai Terentang, barat-daya pulau Kalimantan.
Sebagaimana keluarga sepupunya (Al-Qadri), Keluarga Syarif Idrus Al-Idrus (the Idrusi) tumbuh menjadi keluarga yang kaya-raya melalui perdagangan yang maju. Mereka membangun hubungan yang terjaga baik dengan Kerajaan Inggris Raya, pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Sir Thomas Stanford Raffles (yang membangun Singapura), saat Raffles ditugaskan di Hindia Belanda. Hubungan ini berlanjut hingga setelah kembalinya Belanda ke Indonesia (Hindia Belanda) dan dirintisnya pembangunan pulau Singapura.
Bagaimanapun juga, hubungan ini tidak disukai oleh Kerajaan Belanda, yang secara formal mereka mengendalikan Pulau Kalimantan berdasarkan kontrak perjanjian bangsa-bangsa yang ditetapkan pada tahun 1823. beberapa keluarga Al-Idrus sempat juga mengalami perubahan kesejahteraan hidup menjadi sengsara pada masa itu. Mereka ada yang meninggalkan Kalimantan demi menjauhi sikap buruk Belanda ke daerah Serawak, yang mana waktu itu menjadi daerah territorial Kerajaan Inggris Raya, demi harapan yang lebih baik akan keberhasilan dalam perdagangan. Sedangkan Keluarga Al-Idrus yang memilin bertahan di Kubu, bagaimanapun juga, tak jua mendapatkan kehidupan serta perlakuan yang lebih baik dari pemerintah Belanda.
Menurut Staatsblad van Nederlandisch Indië tahun 1849, wilayah ini termasuk dalam wester-afdeeling berdasarkan Bêsluit van den Minister van Staat, Gouverneur-Generaal van Nederlandsch-Indie, pada 27 Agustus 1849, No. 8
Pemerintah Belanda menurunkan Syarif Abbas Al-Idrus dari jabatan Tuan Besar Kerajaan Kubu atas dukungan sepupunya, Syarif Zainal Al-Idrus ketika terjadi perebutan jabatan Raja pada tahun 1911. Akhirnya ia justru terbukti menemui kesulitan dalam pemerintahan serta diturun-tahtakan dengan tanpa memiliki pewaris/pengganti yang jelas, delapan tahun kemudian. Tidak adanya Pewaris tahta, baru ditetapkan dan disahkan setelah beberapa tahun kemudian. sehingga pejabat kerajaan yang ada selama kurun waktu itu hanyalah “Pelaksana sementara” (temporary ruler).
Setelah beberapa lama, akhirnya Syarif Shalih, mendapatkan kehormatan agung dari pemberi wewenang untuk menjabat sebagai Raja, tetapi kemudian tertahan saat kedatangan tentara Jepang di Mandor, pada tahun 1943.
Dewan kerajaan dan Keluarga Bangsawan tak semudah itu menyutujui pergantian Kerajaan kepada Syarif Shalih. Hingga akhirnya justru Jepang menempatkan putra bungsu Raja terdahulu yaitu Syarif Hasan, sebagai pemimpin Dewan Kerajaan akan tetapi belum sempat terjadi karena Jepang terlebih dulu kalah pada PD II dan meninggalkan Indonesia. Ia justru baru menerima pengesahan sebagai Pemimpin Kerajaan (Tuan Besar) Kubu pada tahun 1949, setelah Pemerintah Indonesia terbentuk. Kerajaan Kubu itu sendiri akhirnya berakhir dan menghilang ketika dihapus oleh Pemerintahan Republik Indonesia pada tahun 1958.
Sayyid Idrus bin Sayyid 'Abdu'l Rahman al-Idrus, Tuan Besar Kubu (1772 – 1795)
Sayyid Idrus bin Sayyid 'Abdu'l Rahman al-Idrus, Tuan Besar Kubu(1772 – 1795) –(lahir di Dukhum-Hadramaut Yaman, catatan sejarah menyatakan Dia pernah singgah di Batavia bersama Al-Habib Husain bin Abubakar al-Idrus—makamnya di Keramat Luar Batang, Jakarta Utara)-- membangun perkampungan Arab di pesisir Sungai Terentang, yang mana menjadi cikal-bakal Kerajaan Kubu pada tahun 1772. Gelar Sayyid atau Habib atau Syarif yang disandang dia menandakan bahwa dia termasuk keturunan Nabi Muhammad SAW dari jalur Sayyid Al-Imam Husain ra.
Dia Syarif Idrus menikahi putri H.H. Pangeran Ratu Kimas Hindi Sri Susuhanan Mahmud Badaruddin I Jayawikrama Candiwalang Khalifat ul-Mukminin Sayyidul-Iman, Sultan Palembang, pada tahun 1747. Syarif Idrus wafat pada tahun 1795, penerus Dia :
- Syarif Muhammad bin Syarif Idrus al-Idrus, Yang di-Pertuan Besar Kubu – lihat bawah.
- Syarif 'Alawi bin Syarif Idrus al-Idrus, Tuan (Raja) Ambawang (Kerajaan kecil bagian dari Kerajaan Kubu). Ia mencoba menjadikan Ambawang sebagai Kerajaan yang terpisah dari Kubu pada tahun 1800akan tetapi tidak diijinkan oleh Pemerintah Belanda yang dideklarasikan pada tahun 1833 sebagai Kerajaan terpisah. Ia wafat di Ambawang.
- Syarif Abdurrahman bin Syarif Idrus (Raja /Tuan Besar I Kubu) Al-Idrus. Syarif Abdurrahman bin Syarif Idrus Al-Idrus ini menikahi Syarifah Aisyah Al-Qadri yang merupakan putri dari Sultan Syarif Abdurrahman bin Husein Al-Qadri (Sultan I Kesultanan Pontianak di Kalimantan Barat). Berputra Sultan Syarif Ali Al-Idrus yang mendirikan Kerajaan Sabamban di Angsana (sekarang masuk wilayah Keramat Dermaga, Kabupaten Tanahbumbu—Kalimantan Selatan - Indonesia). Pangeran Syarif Ali Alaydrus menjabat sebagai Raja Sabamban hingga akhir hayatnya. Jadi Keluarga Pangeran Syarif Ali mempertemukan dua jalur kebangsawanan Kalimantan, yaitu dari jalur Kerajaan Kubu (Al-Idrus) dan Kesultanan Pontianak (Al-Qadri).
- Syarif Mustafa bin Syarif Idrus al-Idrus (Tuan Besar Kubu).
- Syarifa Muzayanah [dari Menjina] binti Syarif Idrus al-Idrus (Tuan Besar Kubu). Lahir pada 1748 (putri dari Putri Kerajaaan Palembang).
- Syarif Muhammad (1795 – 1829) ibni al-Marhum Syarif Idrus al-Idrus, Yang di-Pertuan Besar Kubu.
Kerajaan Sabamban
Syarif Ali Al-Idrus, pendiri Kerajaan Sabamban yang merupakan cucu dari Raja (Tuan Besar) Kubu -Syarif Idrus Al-Idrus ini, pada awalnya menetap di daerah Kubu-Kalimantan Barat (bersama keluarga bangsawan Kesultanan Kubu). Pada masa itu Dia telah memiliki satu istri dan berputra dua orang yaitu : Syarif Abubakar Al-Idrus dan Syarif Hasan Al-Idrus. Karena ada suatu konflik kekeluargaan, akhirnya Syarif Ali Al-Idrus memutuskan untuk hijrah/pindah ke Kalimantan Selatan dengan meninggalkan istri dan kedua putranya yang masih tinggal di Kesultanan Kubu, melalui sepanjang Sungai Barito hingga sampai di daerah Banjar.
Di daerah Banjar tersebut, dia mendirikan Kerajaan Sabamban dan menjadi Raja yang Pertama, bergelar Pangeran Syarif Ali Al-Idrus. Pada saat dia menjadi Raja Sabamban ini, Dia menikah lagi dengan 3 (tiga) wanita; Yang pertama Putri dari Sultan Adam dari Kesultanan Banjar di Kalimantan Selatan, yang Kedua dari Bugis (Putri dari Sultan Bugis di Sulawesi Selatan), yang ketiga dari Bone (Putri dari Sultan Bone di Sulawesi Selatan). Pada saat dia telah menjabat sebagai Raja Sabamban inilah, kedua putra dia dari Istri Pertama di Kubu-Kalimantan Barat yaitu Syarif Abubakar dan Syarif Hasan menyusul Dia ke Angsana - Kerajaan Sabamban (Lansekap Sabamban), dan menetap bersama Ayahandanya.
Dari Ketiga istri dia di Banjar-Kalimantan Selatan serta satu Istri dia di Kubu-Kalimantan Barat tersebut, Pangeran Syarif Ali Alaydrus memiliki 12 (duabelas) putra. Putra-putra dia yaitu : Dari Istri Pertama (Kubu-Kalimantan Barat) :
- Syarif Hasan bin Sultan Syarif Ali Al-Idrus, putra dia : Pangeran Syarif Qasim Al-Idrus, Raja II Sabamban menjabat sebagai Raja setelah sepeninggal Kakeknya yaitu Pangeran Syarif Ali bin Syarif Abdurrahman Al-Idrus, hingga akhirnya Kerajaan Sabamban ini hilang dari bumi Kalimantan Selatan.
- Syarif Abubakar bin Sultan Syarif Ali Al-Idrus
Dari Istri ke-dua, Putri Kesultanan Banjar, Istri ke-tiga (Putri Sultan Bugis) dan Istri ke-empat (Putri Sultan Bone), menurunkan putra-putra dia :
- Syarif Musthafa bin Sultan Syarif Ali Al-Idrus,
- Syarif Thaha bin Sultan Syarif Ali Al-Idrus,
- Syarif Hamid bin Sultan Syarif Ali Al-Idrus
- Syarif Ahmad bin Sultan Syarif Ali Al-Idrus
- Syarif Muhammad bin Sultan Syarif Ali Al-Idrus
- Syarif Umar bin Sultan Syarif Ali Al-Idrus
- Syarif Thohir bin Sultan Syarif Ali Al-Idrus
- Syarif Shalih bin Sultan Syarif Ali Al-Idrus
- Syarif Utsman bin Sultan Syarif Ali Al-Idrus dan
- Syarif Husein bin Sultan Syarif Ali Al-Idrus.
Setelah wafatnya Sultan Syarif Ali Al-Idrus, Jabatan Sultan tidak diteruskan oleh putra-putra dia, akan tetapi yang menjadi Sultan II Sabamban adalah justru cucu dia yaitu Sultan Syarif Qasim Al-Idrus, putra dari Syarif Hasan (Syarif Hasan adalah putra Sultan Syarif Ali Al-Idrus dari Istri Pertama/Kubu, waktu Syarif Ali masih menetap di Kubu-Kalimantan Barat).
Jadi sepanjang sejarahnya, Kesultanan Sabamban ini hanya dijabat oleh dua Sultan saja, yaitu pendirinya Sultan Syarif Ali Al-Idrus sebagai Sultan I dan cucu dia sebagai Sultan II Sabamban yaitu Sultan Syarif Qasim Al-Idrus.
Sementara itu, setelah tidak adanya lagi Kesultanan Sabamban tersebut, anak-cucu keluarga bangsawan dari keturunan Sultan Syarif Ali Al-Idrus ini, menyebar ke seluruh wilayah Kalimantan Selatan pada umumnya dan ada yang hijrah ke Malaysia, Filipina, pulau Jawa dan di belahan lain Nusantara hingga saat ini.
Syarif Muhammad (1795 – 1829)
Syarif Muhammad (1795 – 1829) ibni al-Marhum Syarif Idrus al-Idrus, Yang di-Pertuan Besar Kubu. Menggantikan Ayahandanya yang meninggal dunia pada 1795. Menerima perlindungan dari Belanda saat ia menyetujui kontrak perjanjian dengan Pemerintah NEI (Hindia Belanda), 4 Juni 1823. Ia meninggal pada 7 Juni 1829, memiliki keturunan, tiga putra :
- Syarif 'Abdu'l Rahman bin Syarif Muhammad al-Idrus, Yang di-Pertuan Besar of Kubu
- Syarif Taha bin Syarif Muhammad al-Idrus, Kampung Sungai Pinang.
- Syarif Mubarak bin Syarif Muhammad al-Idrus. Menggantikan kakaknya sebagai Pemimpin di Kampung Sungai Pinang.
Syarif 'Abdul Rahman (1829 – 1841)
Syarif 'Abdul Rahman (1829 – 1841) ibni al-Marhum Syarif Muhammad al-Idrus, Yang di-Pertuan Besar Kubu. Menggantikan Ayahandanya yang meninggal pada 7 Juni 1829. Menikahi Syarifa Idja. Ia meninggal pada 2 Februari 1841, memiliki keturunan:
- Syarif Ismail bin Syarif 'Abdu'l Rahman al-Idrus, Yang di-Pertuan Kubu – lihat bawah.
- Syarif Hasan bin Syarif 'Abdu'l Rahman al-Idrus, Yang di-Pertuan Kubu – lihat bawah.
- Syarif Kasim bin Syarif 'Abdu'l Rahman al-Idrus. menikahi putri dari Pangeran Syarif Hamid, Batavia. Ia memilki, seorang putra:
- Syarif Ismail bin Syarif Kasim al-Idrus.
- Syarif Aqil bin Syarif 'Abdu'l Rahman al-Idrus. Menikahi Syarifa Jara. Ia memiliki keturunan :
- Syarif 'Abdu'l Rahman bin Syarif Akil al-Idrus. Menikahi Syarifa Piah ibni al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus, putri kedua dari Syarif Hasan bin Syarif 'Abdu'l Rahman al-Idrus, Yang di-Pertuan Besar Kubu. Ia memiliki, dua anak.
- Syarif Hamid bin Syarif Akil al-Idrus. Menikahi Syarifa Kamala.
- Syarifa Saha binti Syarif Akil al-Idrus. Menikah dengan Syarif Umar ibni al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus, Putra ke-empat Syarif Hasan bin Syarif 'Abdu'l Rahman al-Idrus, Yang di-Pertuan Kubu. Ia memiliki dua anak - lihat bawah.
- Syarifa Bunta binti Syarif Akil al-Idrus.
- Syarif 'Abdu'l Rahman bin Syarif Akil al-Idrus. Menikahi Syarifa Piah ibni al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus, putri kedua dari Syarif Hasan bin Syarif 'Abdu'l Rahman al-Idrus, Yang di-Pertuan Besar Kubu. Ia memiliki, dua anak.
- Syarifa Saida binti Syarif 'Abdu'l Rahman al-Idrus. Menikah dengan Syarif Muhammad Ba-Hasan, dan memiliki keturunan :
- Syarifa Saha binti Syarif Muhammad Ba-Hasan. Menikah dengan Syarif Umar Al-Qadri, of Pontianak.
- Syarifa Nur binti Syarif 'Abdu'l Rahman al-Idrus. Menikah dengan Syarif Alawi, memiliki keturunan dua putra :
- Syarif 'Abdu'llah bin Syarif Alawi. Menikah dengan Syarifa Saliha, memiliki dua anak.
- Syarif 'Abdu'l Rahman bin Syarif Alawi.
Syarif Ismail (1841 – 1864)
Syarif Ismail (1841 – 1864) ibni al-Marhum Syarif 'Abdu'l Rahman al-Idrus, Yang di-Pertuan Besar Kubu. Menggantikan Ayahandanya yang meninggal pada 2 Februari 1841, dilantik pada 28 Mei 1841. Memiliki beberapa istri, termasuk (yang pertama) Tengku Embong binti al-Marhum Tengku Besar Anum (d.s.p.), Putri bungsu dari H.H. Tengku Besar Anum ibni al-Marhum Sultan 'Abdu'l Jalil Shah, Panembahan Sukadana, dengan istri keduanya, Tengku Jeba binti Tengku Ja'afar, Putri tertua dari Tengku Ja'afar bin Tengku Musa, Tengku Panglima Besar Karimata. Syarif Ismail juga menikahi (yang kedua) Syarifa Zina.
Dia meninggal 19 September 1864, memiliki keturunan, 4 laki-laki dan 8 perempuan :
- Syarif 'Abdu'l Rahman ibni al-Marhum Syarif Ismail (Putra Mahkota) menikahi Syarifa Amina. Ia hilang saat pergi ke Serawak (diperkirakan meninggal dunia), pada 1866.
- Syarif Muhammad Zainal Idrus ibni al-Marhum Syarif Ismail, Tuan Kubu - lihat bawah.
- Syarif Said ibni al-Marhum Syarif Ismail. Menikahi Syarifa Zina, dan memiliki dua anak.
- Syarif 'Ali ibni al-Marhum Syarif Ismail. Menikahi Syarifa Marian.
Anak perempuan :
- Syarifa Nur binti al-Marhum Syarif Ismail. Dia meninggal sebelum 1903.
- Syarifa Dara binti al-Marhum Syarif Ismail, menikah dengan sepupunya, Syarif 'Ali ibni al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus, Putra Bungsu Syarif Hasan ibni al-Marhum Syarif 'Abdu'l Rahman al-Idrus, Yang di-Pertuan Besar Kubu. Ia memilki, 3 anak - lihat bawah.
- Syarifa Fatima binti al-Marhum Syarif Ismail.
- Syarifa Amina binti al-Marhum Syarif Ismail.
- Syarifa Rola binti al-Marhum Syarif Ismail. menikah dengan Syarif Mahmud, dan memiliki 3 anak.
- Syarifa Zina binti al-Marhum Syarif Ismail. menikah dengan Syarif Mansur, dan memiliki 1 anak.
- Syarifa Talaha binti al-Marhum Syarif Ismail.
- Syarifa Mariam binti al-Marhum Syarif Ismail.
Syarif Hasan I (1864 – 1871)
Syarif Hasan (1864 – 1871) ibni al-Marhum Syarif 'Abdu'l Rahman al-Idrus, Yang di-Pertuan Besar Kubu. Menggantikan Kakak tertuanya pada 19 September 1864. dilantik pada 5 Maret 1866. Resmi memegang jabatan Tuan Kubu mulai 7 Juli 1871. menikah dengan Syarifa Isa. Ia meninggal pada 4 November 1900, memiliki 13 putra dan 6 putri.
Putera :
- Syarif Muhammad ibni al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus. Lahir sebelum 1862.
- Syarif 'Ali ibni al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus. Lahir sebelum 1862. Ia meninggal pada waktu muda.
- Syarif 'Abbas ibni al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus, Yang di-Pertuan Besar Kubu - lihat bawah.
- Syarif 'Abdu'llah ibni al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus. Lahir pada 1870. menikah dengan Syarifa Selina, dan memiliki lima anak.
- Syarif Yasin ibni al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus. Lahir 1872. menikah dengan Syarifa Muna, dan memiliki keturunan, 4 anak.
- Syarif 'Umar ibni al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus. menikah dengan Syarifa Saha binti Syarif Akil al-Idrus, putri tertua Syarif Akil bin Syarif 'Abdu'l Rahman al-Idrus. Ia memilki, dua anak.
- Syarif Kasim ibni al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus. DH Kubu, Mbr. of the Cncl. of Regency (Anggota Majelis Rakyat Kabupaten/DPRD) 1919-1921. menikah dengan Syarifa Kamariah. Ia meninggal pada 16 Juni 1921.
- Syarif Taha ibni al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus. menikah dengan Syarifa Darah, dan memiliki keturunan, 2 anak.
- Syarif Usman ibni al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus. menikah dengan Syarifa 'Isa al-Idrus.
- Syarif Sajaf ibni al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus.
- Syarif Husain ibni al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus.
- Syarif 'Ali ibni al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus. menikah dengan sepupunya, Syarifa Dara, Putri kedua Syarif Ismail ibni al-Marhum Syarif 'Abdu'l Rahman al-Idrus, Yang di-Pertuan Besar Kubu.
- Syarif Zaman [Seman] ibni al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus.
Puteri :
- Syarifa Shaikha binti al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus.
- Syarifa Sipa binti al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus. menikah dengan Syarif 'Abu Bakar, dan memiliki keturunan, 2 anak.
- Syarifa Piah binti al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus. menikah dengan Syarif 'Abdu'l Rahman bin Syarif Akil al-Idrus, Putra tertua Syarif Akil bin Syarif 'Abdu'l Rahman al-Idrus. Ia memilki, dua anak – lihat atas.
- Syarifa Talaha binti al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus. menikah dengan Syarif Kechil, dan memiliki keturunan 2 anak.
- Syarifa Saida binti al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus. menikah dengan Syarif Muhammad, dan memiliki keturunan dua anak.
- Syarifah Mani binti al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus.
- Syarifa Kembong binti al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus.
Syarif 'Abbas (1900 – 1911)
Syarif 'Abbas (1900 – 1911) ibni al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus, Yang di-Pertuan Besar Kubu. Lahir 1853, Pendidikan Khusus. Menggantikan Ayahandanya yang meninggal pada 4 November 1900. Dilantik pada 6 Juli 1901. Diturunkan dari tahtanya pada April 1911. memiliki beberapa istri, termasuk Syarifa Kamariah. Ia memiliki dua putra dan 10 putri .
Putera-putera:
- Syarif 'Abdu'l Rahman ibni al-Marhum Syarif 'Abbas al-Idrus. Lahir 1903. Ia meninggal pada usia muda..
- Syarif Ahmad ibni al-Marhum Syarif 'Abbas al-Idrus [Wan Sulung]. Ia terbunuh pada 1906.
Puteri-puteri :
- Syarifa Inah binti al-Marhum Syarif 'Abbas al-Idrus.
- Syarifa Zubaida binti al-Marhum Syarif 'Abbas al-Idrus. menikah dengan Syarif Mahmud, dan memiliki keturunan tiga anak.
- Syarifa Kamala binti al-Marhum Syarif 'Abbas al-Idrus. menikah dengan Syarif Hamid, dan memiliki satu anak.
- Syarifa Buntat binti al-Marhum Syarif 'Abbas al-Idrus. menikah dengan Syarif Kasim, dan memiliki satu anak.
- Syarifa Isa binti al-Marhum Syarif 'Abbas al-Idrus.
- Syarifa Tura binti al-Marhum Syarif 'Abbas al-Idrus. menikah dengan Syarif Muhammad Zainal Idrus ibni al-Marhum Syarif Ismail al-Idrus, Tuan Besar Kubu (Lahir pada 1851), Putra kedua Syarif Ismail ibni al-Marhum Syarif 'Abdu'l Rahman al-Idrus, Yang di-Pertuan Besar Kubu.
- Syarifa Nur binti al-Marhum Syarif 'Abbas al-Idrus. menikah dengan Syarif Muhammad [Mo] al-Idrus, dan memiliki satu anak.
- Syarifa Saliha binti al-Marhum Syarif 'Abbas al-Idrus. menikah dengan Syarif 'Umar al-Idrus.
- Syarifa Kuning binti al-Marhum Syarif 'Abbas al-Idrus.
- Syarifa Kebong binti al-Marhum Syarif 'Abbas al-Idrus.
Syarif Muhammad Zainal Idrus (1911 – 1921)
Syarif Muhammad Zainal Idrus (1911 – 1921) ibni al-Marhum Syarif Ismail al-Idrus, Tuan Besar Kubu. Lahir 1851, Putra kedua Syarif Ismail ibni al-Marhum Syarif 'Abdu'l Rahman al-Idrus, Yang di-Pertuan Besar Kubu, Pendidikan Khusus. Dipilih oleh Belanda untuk menggantikan sepupunya yang diturun-tahtakan sebelumnya pada 26 September 1911. Dilantik pada 15 Januari 1912. Menyerahkan menyerahkan wewenang Kesultanan kepada Dewan Kabupaten pada 1919. di-turun-tahtakan tanpa adanya pilihan pengganti pada 11 April 1921. Memiliki 3 istri, termasuk Syarifa Tura binti al-Marhum Syarif 'Abbas al-Idrus, Putri ke-enam Syarif 'Abbas ibni al-Marhum Syarif Hasan 'Ali al-Idrus, Yang di-Pertuan Besar Kubu. Ia memiliki, 7 putra :
- Syarif Mustafa ibni al-Marhum Syarif Muhammad Zainal Idrus al-Idrus.
- Syarif Akil [Agel] ibni al-Marhum Syarif Muhammad Zainal Idrus al-Idrus. Lahir 1877, Pendidikan Khusus. Menikah dengan putri Syarif Said al-Idrus pada 1900. Ia memiliki 3 putra :
- Syarif 'Usman ibni al-Marhum Syarif Akil al-Idrus.
- Syarif Tani ibni al-Marhum Syarif Akil al-Idrus.
- Syarif Mohsen [Mukhsin] ibni al-Marhum Syarif Akil al-Idrus.
- Syarif Ja'afar ibni al-Marhum Syarif Muhammad Zainal Idrus al-Idrus.
- Syarif Husain ibni al-Marhum Syarif Muhammad Zainal Idrus al-Idrus (putra dari istri pertama).
- Syarif Hasan ibni al-Marhum Syarif Muhammad Zainal Idrus al-Idrus, Tuan Besar of Kubu (putra dari istri kedua)- lihat bawah.
- Syarif 'Usman ibni al-Marhum Syarif Muhammad Zainal Idrus al-Idrus (putra dari istri ke-tiga).
- Syarif Salim ibni al-Marhum Syarif Muhammad Zainal Idrus al-Idrus.
Syarif Salih (1921 – 1943)
Syarif Salih (1921 – 1943) ibni al-Marhum Idrus al-Idrus, Tuan Besar Kubu. Lahir 1881, Pendidikan khusus. Dipilih oleh Belanda, bersama Dewan Kesultanan, dikenal sebagai Senior Mbr. of the Cncl. of Regent 1919 (Anggota Senior Dewan Rakyat Kabupaten). Menjadi Asisten Bupati pada 16 Juni 1921. Dikenal sebagai Pelaksana Sementara Kesultanan, pada September 1921. Dilantik pada 7 Februari 1922. Ditangkap oleh Jepang pada 23 November 1943. Menerima: Knt. of the Order of Orange-Nassau (17.8.1940) Gelar Ksatria-Bangsawan dari Kerajaan Belanda (17 Agustus 1940), dan Lesser Golden Star for Loyalty dan Merit (Gelar Pengabdian dan Jasa Luar Biasa dari Kerajaan Belanda). Ia dibunuh (dipancung) oleh tentara Jepang di Mandor pada 28 Juni 1944, memiliki dua putra :
- Syarif Yahya ibni al-Marhum Syarif Salih al-Idrus. Ia memiliki putra :
- Syarif Hamid bin Syarif Yahya al-Idrus.
- Syarif 'Abdu'l Rahman bin Syarif Yahya al-Idrus.
- Syarif Husain bin Syarif Salih al-Idrus. Excluded from the succession because of physical dan mental incapacity. Ia memiliki seorang anak :
- Syarif Yusuf bin Syarif Husain al-Idrus. (Mbr. of the Cncl. of Regency (Anggota Senior Dewan Rakyat Kabupaten) 1946).
Syarif Hasan II (1943 – 1958)
Syarif Hasan (1943 – 1958) ibni al-Marhum Syarif Muhammad Zainal Idrus al-Idrus, Tuan Besar of Kubu, Pendidikan: HIS Pontianak. Menjadi Ketua bestuur comite oleh Jepang pada tahun 1943. Dilantik sebagai Pemimpin Dewan Rakyat Daerah (Cncl. of Regency/DPRD) pada 1946. Terpilih sebagai head of the self-governing monarchy (Pemimpin Kerajaaan-kerajaan di Indonesia) pada 16 August 1949. Diturunkan dari tahtanya saat Kesultanan Kubu dihapus oleh Pemerintah RI pada tahun 1958.
Nasab Bani Alawi - al-Husaini
Bani Alawi ialah gelar marga yang diberikan kepada mereka yang nasab-nya bersambung kepada Sayyid Alawi bin Ubaidullah (Abdullah) bin Ahmad bin Isa Al-Muhajir. Ahmad bin Isa Al-Muhajir telah meninggalkan Basrah di Iraq bersama keluarga dan pengikut-pengikutnya pada tahun 317H/929M untuk berhijrah ke Hadhramaut di Yaman Selatan. Cucu Ahmad bin Isa yang bernama Alawi, merupakan orang pertama yang dilahirkan di Hadramaut. Oleh itu anak-cucu Alawi digelar Bani Alawi, yang bermakna “Keturunan Alawi”. Panggilan Bani Alawi atau Ba'Alawi juga ialah bertujuan memisahkan kumpulan keluarga ini daripada cabang-cabang keluarga yang lain yang juga keturunan dari Nabi Muhammad SAW.
Bani Alawi (Ba 'Alawi) juga dikenali dengan kata-nama Sayid (jamaknya: Sadah) atau Habib (jamaknya: Haba'ib) atau Syarif (jamaknya: Asyraf, khusus bagi bangsawan/ningrat-nya). Untuk kaum wanitanya dikenal juga dengan sebutan Syarifah. Keluarga yang bermula di Hadhramaut di negara Yaman ini, telah berkembang dan menyebar, dan saat ini banyak di antara mereka yang menetap di segenap pelosok dunia baik Arab, Indonesia, Asia Tenggara, India, Afrika dan lainnya.
Gelar dan Istilah
- Putra Mahkota/Pangeran : Syarif (atau Sayyid) (nama pribadi) ibni al-Marhum Syarif (atau Sayyid) (nama bapaknya) Al-Idrus (nama marga/keluarga), Tuan Besar Kubu (aslinya: Yang di-Pertuan Besar).
- Anggota laki-laki keluarga Kesultanan yang lain, keturunan pada garis Bapak: Syarif (atau Sayyid) (nama pribadi) ibni Syarif (or Sayyid) (nama bapaknya) Al-Idrus (nama marga/keluarga).
- Anggota wanita keluarga Kesultanan, keturunan pada garis bapak: Syarifah (nama pribadi) binti Syarif (atau Sayyid) (nama bapaknya) Al-Idrus (nama marga/keluarga).
Aturan Suksesi (Pergantian)
Pemilihan Raja dijalankan oleh Dewan Kesultanan (Council of the State) dan Anggota Senior dari Keluarga kebangsawanan yang menjabat Mufti/Qadhi (Ruling House).
https://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Kubu
SEJARAH SINGKAT KERAJAAN KUBU
Istana Kerajaan Kubu
Raja Pertama
Sayyidis Syarif Idrus bin abdurahman Al-Aydrus, lahir pada malam Kamis 17 Ramadhan 1144 H ( 1732 M ) dikampung Al-Raidhah terim ( Hadramaut ). Beliau meninggalkan kampung halamannya dalam rangka Syiar agama Islam. Banyak negeri dan tempat yang dilalui dan disinggahi termasuk dikepulauan Nusantara hingga diriwayatkan akhirnya ia tiba menyusuri sepanjang sungai terentang ( dimuara pulau Bengah ), didaerah ini beliau berhasrat untuk menetap dan membuka perkampungan untuk itu pemohonnya mendapat restu dari Sultan Ratu, Raja di Simpang ( Matan ). Di situlah tahun 1182 H (1768 M) Beliau dan beberapa orang anak buahnya yang berasal dari Hadramaut dan di Bantu oleh suku-suku Bugis dan Melayu membuka sebuah perkampungan. Dipersimpangan muara tiga buah anak sungai dibuatlah benteng-benteng dari serangan perompak laut (lanun) yang pada masa itu masih merajalela. Perkampungan yang dibuka kemudian berkembangmenjadi negeri yang kemudian diberi nama Kubu. Di Kubu ini beliau dinobatkan menjadi Raja Pertama pada tahun 1775 M dan bergelar Tuan Besar Raja Kubu, yang mana kelak bekas Istana tersebut didirikan Masjid Raya sekarang. Beliau mempunyai zuriat Putra dan Putri sebanyak 12 Orang yang mana salah satu putranya yakni Syarif Abdurahman kawin dengan Putri dari Sultan Abdurahman Alkadri pendiri Kesultanan Pontianak bernama Syarifah Aisyah (dari Ibu Permaisuri Utin Candra Midi yang bermakam di Batulayang.
Sayyidis Syarif Idrus bin Abdurrahman Al-Aydrus wafat pada hari Minggu pada tanggal 26 Zulkaedah 1209 H (1794 M ) dan dimakamkan disamping Masjid Raya yang ada sekarang.
Raja Ke–Dua
Setelah Raja Pertama wafat Putranya yang kedua bernama Syarif Muhammad menggantikannya dengan Gelar Tuan Besar Raja Kubu. Adapun saudara Syarif Muhammad yang bernama Syarif Alwi yang turut berjasa di Kerajaan Kubu membuka negeri sendiri yaitu Kerajaan Ambawang ( lihat riwayat berikutnya ).
Sayyidis Syarif Muhammad ( Raja Kubu ke-2 ) wafat pada tahun 1829 M ( 1248 H ) dan dimakamkan di Kubu.
Raja Ke–Tiga
Almarhum Syarif Muhammad bin Idrus Al-Aydrus digantikan dengan Putranya Sayyidis Syarif Abdurrahman sebagai Raja Ketiga tahun 1829 M bergelar Tuan Kubu
Dalam pemerintahan Beliau datang utusan dari Pemerintah Tinggi Belanda bernama
de Linge yang kemudian Pemerintah Tinggi mengeluarkan Surat Keputusan ( besluit ) tanggal 15 Mei 1835 M, yang menyatakan bahwa Kerajaan Kubu berdiri sendiri, tidak dibawah Gubernemen Belanda, dan Pemerintah Belanda tidak akan memungut pajak apapun dari Kerajaan Kubu, tetapi Kerajaan Kubu dibuatkan perjanjian adanya pelarangan perdagangan gelap dan penjagaan dari perompak laut.
Pada pemerintahan Syarif Abdurrahman Kerajaan Ambawang dibawah kekuasaan Syarif Abdurrahman bin Alwi Al-Aydrus ( Raja Kedua Kerajaan Ambawang ) di Persatukan kembali dengan Kerajaan Kubu.
Pada tanggal 2 Februari 1841 ( 1260 H ) Syarif Abdurrahman bin Muhammad Al-Aydrus wafat.
Raja Ke–Empat
Dengan wafatnya Raja Kubu yang Ketiga yang kemudian digantikan oleh Putranya yang bernama Syarif Ismail bin Abdurrahman Al-Aydrus sebagai Raja ke-Empat pada tanggal 28 Mei 1841. Pada masa Pemerintahannya ditanda tangani kembali perjanjian dengan pemerintah Belanda yang menerangkan bahwa Kerajaan Kubu berada langsung dibawah kekuasaan Pemerintah Belanda dan Raja Kubu hanya diberi ganti rugi tiap-tiap tahun. Hal ini juga berlaku Kepada Syarif Abdurrahman bin Alwi Al-Aydrus bekas Raja Ambawang yang ke-Dua diberikan ganti rugi perbelanjaan dan pindah di Pontianak. Tuan Kubu Syarif Ismail bin Abdurrahman Al-Aydrus wafat pada tanggal 19 September 1864 dan sebagai penggantinya ditunjuk Putra Tertuanya Syarif Abdurrahman yang berada di Serawak, sementara kerajaan Kubu dipangku oleh saudaranya yang bernama Syarif Hasan bin Abdurrahman Al-Aydrus.
Raja Ke–Lima
Sambil menunggu Putranya yang bernama Syarif Abdurahman bin Ismail Al-Aydrus yang masih berada di Serawak, Pemerintah Belanda mengangkat Syarif Hasan bin Abdurrahman Al-Aydrus sebagai pemangku sementara Kerajaan Kubu tanggal 5 Maret 1866. Dalam perjalanan dari Serawak Syarif Abdurahman bin Ismail Al-Aydrus sakit mendadak dan meninggal dunia dan kemudian jenazahnya dibawa kembali ke Serawak. Berita ini disampaikan kepada Pemerintah Belanda di Pontianak. Dengan demikian Syarif Hasan bin Abdurrahman Al-Aydrus langsung dinobatkan sebagai Raja Kubu ke-Lima, dengan kontrak tanggal 27 Juni 1878, kontrak-kontak tersebut memuat surat keputusan Residen Borneo Barat tahun 1833 termasuk penyatuan Kerajaan Ambawang dengan kerajaan Kubu.
Raja Ke–Enam
Sebagai penggantinya dinobatkan Putranya yang bernama Syarif Abbas bin Syarif Hasan dengan gelar Tuan Kubu dengan persetujuan Pemerintah Tinggi pada tanggal 8 November 1900 ( 1318 H ) . Pada masanya Kerajaan Kubu bertambah maju. Pendapatan Kerajaan Kubu dihasilkan dari pemungutan cukai dengan hasil 10 : 1 dari hasil hutan. Pada waktu itu Gubrnemen ( Pemerintah Belanda ) masih belum ambil perduli dengan penghasilan Kerajaan Kubu dan belum ada peraturan-peraturan yang khusus.
Pada tanggal 7 juni 1911, Tuan Kubu Syarif Abbas diberhentikan oleh Pemerintah Tinggi (Belanda) selaku Raja Kerajaan Kubu, karena menolak adanya per-pajakan didalam Kerajaannya. Syarif Abbas bin Syarif Hasan wafat tahun 1911 dan dimakamkan di Kubu.
Raja Ke–Tujuh
Untuk tidak terlalu lama kosongnya Pemerintahan Kerajaan Kubu, dengan suara 22 orang saja, dipilih Syarif Zain bin Almarhum Tuan Kubu Syarif Ismail menggantikan tahta Kerajaan Kubu, dengan kontrak tanggal 26 September 1911, ber-istana di Pematang Al-Hadad, yang dikenal sekarang “Kerta Mulya“ perkampungan kecil dibagian Tanjung Bunga ( Telok Pakedai ).
Selaku menteri-menteri Kerajaan, yaitu :
1. Putranya bernama Syarif Agil dan langsung menjadi Kepala Distrik di Telok Pakedai.
2. Sayid Ali Al-Habsyi selaku Penghulu Agama.
3. Syarif Abubakar, Kepala Kampung di Telok Pakedai dan berkedudukan pula di Kerta Mulya.
4. Putranya Syarif Yahya, langsung menjadi Kepala Distrik di Padang Tikar.
Pada tahun 1917 Syarif Agil diberhentikan dari jabatannya oleh pemerintahan, dan digantikan oleh Kasimin (Mantri Polisi dari Pontianak), berkedudukan di Telok Pakedai selaku Kepala Distrik.
Syarif Yahya Kepala Distrik di Padang Tikar, meninggal dunia pada tahun 1919, digantikan oleh Syarif Saleh bin Idrus Al Aydrus ( baca : Raja Kubu VIII / ke – delapan ) berkedudukan di Padang Tikar.
Tuan Kubu Syarif Zain bin Ismail Al–Aydrus berhenti dari jabatannya dengan surat putusan dari Gubernur Jendral tanggal 29 Agustus 1919, kemudian disusul dengan surat keputusan tanggal 15 Juni 1921 No. 56 dengan Onderstand (tunjangan) F1.100,- sebulan.
Untuk mengisi kekosongan Kerajaan Kubu, dengan persetujuan Pemerintah Pusat, pada tanggal 23 Oktober 1919, Kerajaan Kubu diperintah oleh suatu Majelis Kerajaan (Bestuurscommissie) yang dipegang oleh :
1. Syarif Saleh bin Idrus Al Aydrus, Kepala Distrik Padang Tikar,
2. Kasimin, Kepala Distrik Telok Pakedai.
Raja Ke–Delapan
Dengan persetujuan Pemerintah Tinggi (Gubernermen) Syarif Saleh bin Idrus Al Aydrus diangkat menjadi Raja Kubu Ke-Delapan bergelar Tuan Besar Raja Kubu dengan Surat Ikral 3 September 1921 dan dengan Kontrak Pendek (Korte Verklaring) tanggal 7 Pebruari 1922.
Hingga pada masa pemerintahannya situasi dunia dalam keadaan perang. Dengan penyerangan dan pengeboman tiba-tiba oleh Jepang atas Pearl Harbour, dan terlibatnya Pemerintahan Belanda dalam kancah peperangan (Agresi Jerman) di benua Eropa, juga di Hindia Belanda sibuk mempersiapkan diri.
Kota Pontianak di bom oleh 9 buah pesawat Jepang pada tanggal 19 Desember 1941 yang kemudian dikenal dengan Bom Sembilan. Mayat bergelimpangan hingga tidak dapat dikenali lagi dan dikuburkan begitu saja dalam satu lubang besar dan kebakaran kota tampak dimana-mana.
Pelarian dan mundurnya Pemerintah Sipil Belanda disusul dengan pendaratan tentara Jepang menduduki Kota Pontianak pada bulan Pebruari 1942. Di Pontianak, umunnya di daerah Kalimantan Barat mulai adanya penangkapan Raja-Raja, Pejabat-Pejabat Pemerintah, Pedagang-Pedagang dan lainnya, disusul dengan penangkapan Tuan Kubu Syarif Saleh bin Idrus Al Aydrus (20 Pebruari 1944), kemudian esoknya Putra Beliau Syarif Ahmad Al Idrus menyerahkan diri langsung ke Pontianak.
Akhirnya berita resmi tentang pembunuhan Raja-Raja dan lainnya tiba (Borneo Shinbun 1 Juli 1944 No. 135) adapun menantu Almarhum yakni Syarif Yusuf (Alhadj Bin Said Al Kadri) ditunjuk menjadi Gi-Cho Kubu ZitiryoHyogikai (semacam Bestuurscommissie) tanpa keanggotaan lainnya.
Setelah peristiwa Bom Atom di Hiroshima dan Nagasaki oleh Tentara Sekutu pada tahun 1945 dan Jepang menyerah tanpa syarat. Pada bulan September 1945 Belanda datang kembali ke Indonesia dengan memboncengi tentara sekutu yang mencari sisa-sisa tentara Jepang yang kemudian dikenal dengan NICA.
Pada bulan Nopember 1945 serombongan tentara NICA singgah di Kubu dan kebetulan pada waktu itu Putra Tertua Almarhum Raja ke- Delapan yakni Syarif Husien didampingi Putranya Syarif Yusuf Bin Husien Al Aydrus sedang berada di Istana.
Seorang Kapiten Belanda Mr. B. Hoskstra naik ke Istana menanyakan hal – hal keadaan almarhum Raja ke Delapan, belia mengaku bersahabat baik dengan almarhum. Mr. B. Hoskstra meminta kepada Syarif Husien Bin Syarif Saleh Al Idrus supaya segera ke Pontianak menghadap Pemerintah (cq. Sultan Hamid Al Kadri II). Syarif Husien Bin Syarif Saleh Al Idrus dan Putra Syarif Yusuf Al Idrus selesai menghadap Sultan Hamid Al Kadri II kembali Ke Kubu.
Dengan persetujuan pemerintah, di Kerajaan Kubu disyahkan berdirinya suatu Majelis Kerajaan (Bestuurscommissie) yang dijabat oleh :
1. Syarif Hasan Bin Tuan Kubu Syarif Zain Al Idrus selaku Ketua merangkap anggota.
2. Syarif Yusuf Bin Husien Al Aydrus, selaku anggota terhitung 1 Maret 1946.
Kerajaan Kubu langsung dirangkap pekerjaannya oleh Onderadelingschef (O.A.C) yang bertindak untuk dan atas nama Pemerintah Kerajaan yang kemudian sebelum perang dan sebagai gantinya didudukan seorang Wedana, sehingga akhirnya penghapusan seluruh Pemerintah Kerajaan (Swapraja) dalam jaman Republik dari Daerah Kalimantan Barat dan resmilah pemerintah tunggal dimana – mana, dengan
Kabupaten di Pontianak
Kewedanaan di Kubu, dengan dibawahnya
Kecamatan – Kecamatan ( Onderdistrik)
Akhirnya dalam penyederhanaan struktur pemerintahan, kewedanaan dihapuskan dan kecamatan – kecamatan langsung berhubungan kepada Kabupaten.
Kesimpulan :
Setelah ditangkap dan dibunuhnya Tuan Besar Raja Kubu ke Delapan tidak ada pengangkatan maupun penobatan Raja Kubu berikutnya, karena setiap pengangkatan seorang Raja (Zelfbestuure) disyahkan oleh Pemerintan Hindia Belanda (Residence Borneo Barat) dengan Kontrak Pendek / Korteverklaring (Besluit).
https://smr212.wordpress.com/sejarah-singkat-kerajaan-kubu/
Kesultanan Kubu
Bendera Kesultanan Kubu
Kesultanan Kubu adalah sebuah pemerintahan kerajaan Islam yang daerah kekuasaannya sekarang termasuk dalam wilayah administratif Kabupaten Kubu Raya, Provinsi Kalimantan Barat, Indonesia. Data yang ditemukan menyebutkan, asal-muasalberdirinya Kesultanan Kubu adalah berkat prakarsa orang-orangArab yang datang dari Hadramaut (Yaman Selatan), kira-kira padatahun 1720 Masehi, atau tepatnya pada tanggal 17 Ramadhantahun 1144 dalam penanggalan Islam (Hijriah). Dengan demikian, asal-muasal Kesultanan Kubu persis dengan sejarah berdirinya Kesultanan Pontianak dan sama-sama menjadi pemerintahan Islam berbasis Arab yang ada di tanah Melayu, khususnya yang terdapat di Provinsi Kalimantan Barat.
1. Sejarah
Riwayat Kesultanan Kubu diawali dengan kedatangan serombongan orang yang berasal dari sebuah tempat bernama Ar-Ridha yang terletak di Kota Trim, Hadramaut, atau yang sekarang bernama Yaman Selatan. Rombongan yang datang ke wilayah Kalimantan Barat pada kira-kira tahun 1720 M ini berjumlah kurang lebih 45 orang. Perantauan orang-orang Islam yang datang dari Hadramaut itu bertujuan untuk menyiarkan agama Islam ke negeri-negeri seberang.
Dalam buku Sejarah Hukum Adat dan Adat Istiadat Kalimantan Barat karya J.U. Lontaan (1975), disebutkan nama-nama tokoh yang mempelopori perjalanan rombongan dari Hadramaut itu ke negeri-negeri Melayu, yakni Syarif Hussein Jammael yang kemudian memakai nama Syarif Habib Hussein Alqadrie, Sayyid Idrus bin Sayyid Abdul Rahman al-Idrus atau Syarif Idrus, Syarif Abdurrakhman As Sagaf, dan Syarif Akhmad (Lontaan 1975:217). Gelar Sayyid atau Habib atau Syarif menandakan bahwa orang-orang ini termasuk keturunan Nabi Muhammad. Syarif Idrus kelak menurunkan sultan-sultan yang memerintah Kesultanan Kubu sedangkan Syarif Hussein Jammael atau Syarif Habib Hussein Alqadrie menurunkan sultan-sultan yang berkuasa di Kesultanan Kadriah di Pontianak.
a. Asal-usul Berdirinya Kesultanan Kubu
Syarif Habib Hussein Alqadrie, Syarif Idrus, Syarif Abdurrakhman As Sagaf, dan Syarif Akhmad adalah saudara satu seperguruan. Perjalanan menuju ke negeri-negeri Timur dilakukan atas saran guru besar mereka dengan tujuan untuk menemukan daerah yang subur sekaligus untuk menyebarkan ajaran Islam hingga akhirnya mereka menginjakkan kaki di Terengganu (sekarang termasuk ke dalam wilayah negara Malaysia) untuk kemudian menuju ke Aceh, lalu ke Palembang.
Mereka menetap cukup lama di Palembang, bahkan Syarif Idrus kemudian dinikahkan dengan puteri Sultan Palembang pada tahun 1747. Syarif Idrus memiliki beberapa orang anak dari perkawinannya dengan putri Sultan Palembang, antara lain Syarif Muhammad bin Syarif Idrus al-Idrus, Syarif Alwi bin Syarif Idrus al-Idrus, Syarif Abdurrahman bin Syarif Idrus, Syarif Mustafa bin Syarif Idrus al-Idrus, dan Syarifa Muzayanah binti Syarif Idrus al-Idrus. Dari Palembang, rombongan ini kemudian menyusuri pesisir pulau Jawa, antara lain ke Banten, Betawi, Cirebon, Demak, Mataram, hingga bagian timur Jawa (Mahayudin Haji Yahya, 1999:224-225).
Selanjutnya, rombongan tersebut berlabuh di Semarang dan bermukim di kota itu selama dua tahun. Ketika menetap di Semarang, rombongan pendakwah dari Timur Tengah itu memperoleh informasi bahwa ada suatu tempat yang subur di seberang lautan. Maka dari itu, mereka kemudian menyeberangi Laut Jawa dan sampailah ke wilayah Kesultanan Matan/Tanjungpura di Ketapang, Kalimantan Barat. Kehadiran rombongan penyiar Islam itu disambut baik oleh keluarga Kesultanan Matan. Bahkan oleh rakyat Matan, mereka sangat dihormati bagaikan wali (Musni Umberan, et.al., 1995:46-47).
Tidak lama setelah menetap di Kesultanan Matan dan mengajarkan Islam kepada penduduknya, rombongan Syarif Idrus memutuskan untuk menuju Kerajaan Mempawah (sekarang terletak di Kabupaten Pontianak, Kalimantan Barat). Namun, tidak semua anggota rombongan mengikuti kebijakan Syarif Idrus. Sebagian yang lain, terutama para pengikut Syarif Habib Hussein Alqadrie, memilih bertahan di Kesultanan Matan. Rombongan besar dari Yaman Selatan ini pun kemudian terbagi. Rombongan di bawah pimpinan Syarif Idrus segera bersiap untuk berlayar menuju KerajaanMempawah, sedangkan para pendukung Syarif Habib Hussein Alqadrie tetap tinggal di Kesultanan Matan untuk beberapa lama lagi.
Perjalanan rombongan Syarif Idrus dilakukan melalui jalan laut, kemudian masuk ke Sungai KapuasKecil yang pada waktu itu masih tertutup hutan belantara. Dalam perjalanan menyusuri sungaiselama beberapa hari, rombongan itu tertarik pada suatu cabang sungai, terutama Syarif Idrus yang merasa bahwa tempat tersebut sangat baik sebagai tempat permukiman (Lontaan, 1975:218). Rombongan Syarif Idrus kemudian berlabuh di persimpangan sungai, yakni di daerah muara. Dengandemikian, mereka tidak melanjutkan perjalanan yang pada awalnya bertujuan ke KerajaanMempawah.
Pada akhirnya nanti, justru rombongan Syarif Habib Hussein Alqadrie yang tiba di Mempawah dan diterima dengan baik oleh keluarga Kerajaan Mempawah yang saat itu dipimpin oleh Opu Daeng Manambon bergelar Pangeran Mas Surya Negara (1740-1761 M). Husein Alqadrie kemudian diangkat sebagai patih dan imam besar Kerajaan Mempawah dan diperkenankan menempati daerah KualaMempawah (Galah Herang) sebagai pusat pengajaran agama Islam di Mempawah.
Anak lelaki Husein Alqadrie yang bernama Syarif Abdurrahman Alqadrie kemudian dinikahkan dengan putri Opu Daeng Menambon, bernama Putri Candramidi (Erwin Rizal, tt:40). Kelak, Syarif Abdurrahman Alqadrie mendirikan Kesultanan Kadriah di Pontianak. Meski sudah merintis pendirian Kadriah sejak tahun 1771 M, namun baru pada tahun 1778 M Abdurrahman Alqadrie secara resmi dinobatkan sebagai Sultan Kadriah Pontianak dengan gelar Sultan Syarif Abdurrahman Alqadrie yang berkuasa sampai tahun 1808 M (Alqadrie, 2005, dalam http://syarif-untan.tripod.com).
Tidak lama setelah didirikan, permukiman baru yang dibangun Syarif Idrus didatangi banyak orang dan kemudian terjadi saling interaksi lintas etnis dan budaya di sana. Setiap hari, orang-orang dari Suku Dayak yang berlalu-lalang di Sungai Kapuas Kecil, menyempatkan diri untuk mengunjungi kampung baru yang didirikan Syarif Idrus itu. Orang-orang Suku Dayak itu tertarik dengan segala halbaru yang mereka temukan di tempat tersebut, terutama kepemimpinan Syarif Idrus. Bahkan, mereka menawarkan diri untuk diizinkan bergabung di bawah kepemimpinan Syarif Idrus. Makakemudian permukiman itu semakin lama semakin besar dan perlahan-lahan berubah menjadi sebuahbandar perdagangan yang sangat ramai (Lontaan, 1975:220). Pada tahun 1772 M, seluruh rakyatbersepakat mengangkat Syarif Idrus menjadi pemimpin mereka. Di bawah pimpinan Syarif Idrus, banyak kemajuan yang diperoleh, terutama dalam bidang pertahanan, ekonomi, dan perdagangan.
Kemakmuran permukiman yang didirikan oleh Syarif Idrus di tepi Sungai Kapuas Kecil ternyatamemancing niat buruk gerombolan perompak (lanun) untuk menjarahnya. Beberapa kali perkampungan Syarif Idrus menjadi korban keganasan para bajak laut sehingga mengalami kerugianyang tidak sedikit. Oleh karena itu, Syarif Idrus kemudian memutuskan kebijakan untuk memindahkan pusat pemerintahannya ke daerah di pinggir anak Sungai Kapuas Besar (dikenal jugadengan nama Sungai Terentang) dan membuat sistem pertahanan yang lebih kuat sebagai langkahuntuk mengantisipasi serangan dari luar. Kubu pertahanan dibuat dengan cara menimbun sungaiagar tidak dapat dicapai oleh musuh (Rizal, tt:44).
Sejak benteng pertahanan tersebut dibangun dengan kokoh, mulailah orang menamakan kampung itu dengan sebutan Kubu yang berlaku hingga saat ini. Benteng pertahanan yang dibangun oleh parapengikut setia Syarif Idrus terbukti kuat. Kendati telah berkali-kali mendapat serangan dari musuh, tapi benteng pertahanan ini masih cukup ampuh menahannya. Inilah awal mula mengapa tempat itu disebut dengan nama Kubu dan kemudian menjadi Kesultanan Kubu.
Kedigdayaan benteng tersebut justru membuat penduduk Kubu menjadi lengah. Mereka terlanjur sangat meyakini bahwa benteng perkampungan mereka tidak dapat ditembus oleh musuh yang sekuat apapun. Mereka tidak memperhitungkan lagi bahwa musuh tetap mencari akal untuk menerobos benteng hingga pada suatu ketika, terjadilah serbuan mendadak dari orang-orang Siak. Karena dalam kondisi yang tidak siap, pihak Kubu menjadi kocar-kacir karena serangan itu.
Saat serbuan itu terjadi, Syarif Idrus yang sedang menunaikan ibadah shalat akhirnya tewas terbunuh. Atas kejadian tersebut, penduduk Kubu dan keturunannya bersumpah tidak akan menjalin kekerabatan, termasuk menikah dan dinikahi, dengan dan oleh orang Siak beserta anak-cucunya (Lontaan, 1975:221). Kejadian penyerangan Kubu oleh Siak itu terjadi di penghujung abad ke-18, atau kira-kira pada tahun 1795.
b. Kesultanan Kubu pada Masa Kolonial
Sebelum gugur, Syarif Idrus ternyata telah membuka pintu bagi Belanda dengan bersedia menandatangani kontrak politik yang menyepakati sejumlah pasal, terutama dalam hal pembagian wilayah kekuasaan dan dalam bidang ekonomi. Pada medio abad ke-18 itu, Belanda melalui VOC (Vereenigde Oost indische Compagnie) yang dibentuk sejak 20 Maret 1602 M, sudah menanamkan pengaruhnya di beberapa kerajaan di Kalimantan Barat dengan kedudukan yang berpusat di Pontianak (Alqadrie, 2005, dalam http://syarif-untan.tripod.com).
Sepeninggal Syarif Idrus, pemerintahan Kesultanan Kubu dilanjutkan oleh putera mahkota yang bernama Syarif Muhammad bin Syarif Idrus. Di bawah kepemimpinan Sultan Syarif Muhammad yang berlangsung sejak tahun 1795 M, hegemoni Belanda masih kental dalam mempengaruhi pemerintahan Kesultanan Kubu. Pengaruh Belanda bertahan lama dan mencapai puncak dengan disepakatinya kontrak politik tertanggal 7 Juni 1823 antara Belanda dengan Sultan Syarif Muhammad (Lontaan, 1975:221).
Pasal-pasal yang termaktub dalam kontrak politik itu sangat menguntungkan Belanda. Kenyataan itu membuat beberapa kalangan dari keluarga Kesultanan Kubu merasa tidak senang. Salah seorang keluarga Kesultanan Kubu yang paling keras mengecam kontrak politik dengan Belanda itu adalahSyarif Alwi bin Syarif Idrus, yang tidak lain adalah saudara sekandung Sultan Syarif Muhammad. Sebagai bentuk kekecewaan, Syarif Alwi keluar dari wilayah Kubu dan menuju daerah Gunung Ambawang bersama para pengikutnya.
Di Gunung Ambawang, Syarif Alwi bin Syarif Idrus mendirikan pemerintahan baru yang kemudiandikenal dengan nama Kesultanan Ambawang, yang sebenarnya didirikan di daerah kekuasaan Kesultanan Kubu. Selain itu, Syarif Alwi menunjukkan rasa ketidaksukaannya terhadap Belandadengan mengibarkan bendera Inggris di wilayah kekuasaannya. Tindakan Syarif Alwi yang mendirikanpemerintahan baru tanpa seizin Belanda, ditambah dengan pengibaran bendera Inggris yang notabene merupakan pesaing Belanda di Asia Tenggara, jelas memantik kemurkaan pihak Kompeni. Syarif Alwi kemudian dikejar-kejar pasukan Belanda hingga kemudian ia meminta perlindungan danmenetap di Serawak (sekarang termasuk wilayah Malaysia) yang merupakan daerah jajahan Inggris (www.pontianakonline.com).
Pada tahun 1829, Sultan Syarif Muhammad bin Syarif Idrus meninggal dunia. Kedudukan almarhum sebagai pemimpin Kesultanan Kubu dilanjutkan oleh puteranya yang bernama Syarif Abdul Rahmanbin Syarif Muhammad. Pemerintahan Sultan Syarif Abdul Rahman tidak luput dari campur tanganBelanda. Pada tanggal 7 Juni 1829, Sultan Syarif Abdul Rahman menandatangani kontrak politik yang disodorkan oleh Belanda. Hegemoni Belanda terhadap eksistensi Kesultanan Kubu masih berlanjut pada era sultan-sultan berikutnya.
Pengganti Sultan Syarif Abdul Rahman adalah Sultan Syarif Ismail bin Syarif Abdul Rahman yang dinobatkan sebagai Sultan Kubu dan sekaligus menandatangani kontrak politik dengan Belanda pada tanggal 28 Mei 1841. Setelah pemerintahan Sultan Syarif Ismail berakhir pada tahun 1864, yang berhak naik tahta sebagai Sultan Kubu yang berikutnya adalah putera mahkota, yakni Syarif Zin bin Ismail. Namun karena Syarif Zin bin Ismail dianggap belum cukup umur untuk memimpin, maka yang kemudian ditabalkan sebagai Sultan Kubu adalah Syarif Hassan bin Syarif Abdul Rahman, saudara dari Sultan Syarif Ismail. Sultan Hassan menyepakati kontrak politik dengan Belanda pada tanggal 27 Juni 1871 (Lontaan, 1975:223).
Kesultanan Kubu mengalami masa gemilang pada era pemerintahan Sultan Syarif Hassan. Kejayaan yang dicapai oleh Kesultanan Kubu terutama dalam bidang pertahanan, perdagangan, dan pembangunan (Rizal, tt:45). Sultan Syarif Hassan telah membangun tata kota yang baik dan teratur. Selain itu, selama masa kepemimpinannya, Sultan Syarif Hassan juga membenahi sarana transportasi, bahkan jalan-jalan yang menuju daerah-daerah pedalaman pun diperbaiki. Kemungkinan besar, pada masa pemerintahan Sultan Syarif Hassan inilah pembangunan Masjid Jami Khairu Sa’adah, yang menjadi masjid agung Kesultanan Kubu, mulai dilakukan.
Syarif Zin bin Ismail, putera almarhum Sultan Syarif Ismail, adalah orang yang seharusnya paling punya hak untuk bertahta di Kesultanan Kubu karena naiknya Sultan Syarif Hassan, yang tidak lain adalah paman Syarif Zin bin Ismail, sebagai pemimpin Kesultanan Kubu adalah sebagai pemangku kesultanan sembari menunggu Syarif Zin bin Ismail tumbuh dewasa dan sanggup menjadi pemimpin. Namun kenyataan yang terjadi tidaklah demikian karena yang dinobatkan sebagai Sultan Kubu selanjutnya justru anak lelaki Sultan Syarif Hassan, yaitu Syarif Abbas bin Syarif Hassan. Sultan baru ini menandatangani kontrak politik dengan pemerintah kolonial Hindia Belanda pada tanggal 8 November 1900. Pemerintahan Sultan Syarif Abbas di Kesultanan Kubu berakhir pada tahun 1911.
c. Akhir Riwayat Kesultanan Kubu
Kandasnya kepemimpinan Sultan Syarif Abbas bin Hassan bukan karena sang Sultan mangkat, melainkan diturunkan secara paksa oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda. Lengsernya SultanSyarif Abbas bin Hassan dari singgasana Kesultanan Kubu membuka peluang bagi Syarif Zin bin Syarif Ismail untuk mengambil-alih tahta yang sebenarnya telah menjadi haknya sejak lama. Meski sempatterjadi pergolakan antara pihak Sultan Syarif Abbas bin Syarif Hassan melawan pihak Syarif Zin bin Syarif Ismail, namun pada akhirnya Sultan Syarif Abbas mengalami kekalahan dan terpaksamempersilakan Syarif Zin naik tahta sebagai penggantinya.
Peralihan pemerintahan Kesultanan Kubu ini disetujui oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda yang segera menyodorkan surat kontrak politik tertanggal 26 September 1911 kepada Sultan Syarif Zin bin Syarif Ismail. Setahun sebelum kontrak politik itu ditandatangani, yaitu pada tahun 1910, pemerintah kolonial Hindia Belanda sebenarnya telah membentuk suatu lembaga pemerintahan bernama Bestuur Commite yang fungsi dan wewenangnya kurang lebih sebagai instansi bentukan Belanda untuk mengawasi jalannya pemerintahan Kesultanan Kubu. Seorang kerabat Kesultanan Kubu, bernama Syarif Kasimin, dipercaya oleh Belanda untuk memimpin lembaga pemerintahan ala kolonial itu. Belanda juga mengangkat seorang abdi setia bernama Syarif Saleh untuk ikut mengurusi Bestuur Commite (Lontaan, 1975:223).
Oleh Belanda, Syarif Kasimin ditetapkan untuk membawahi daerah Tanjung Bunga, sedangkan Syarif Saleh diberi wewenang di daerah Kubu sampai ke Padang Tikar. Besar kemungkinan, karena merasakewenangannya sebagai Sultan semakin dipersempit oleh Belanda, Sultan Syarif Zin bin Ismail kemudian memindahkan pusat pemerintahannya ke Kerta Mulia. Perpindahan pusat pemerintahanKesultanan Kubu itu juga dimungkinkan terjadi karena diadakannya perkawinan antara puteraSultan Syarif Zin bin Syarif Ismail, yakni Syarif Agel bin Syarif Zin, dengan seorang perempuanbangsawan bernama Syarifa binti Syarif Said. Dalam rangka perkawinan ini, Syarif Said, ayah dari calon mempelai perempuan, berjanji akan menghadiahkan sebidang tanah yang luas kepada SyarifAgel. Tanah pemberian inilah yang kemudian digunakan Sultan Syarif Zin bin Syarif Ismail sebagaipusat pemerintahan Kesultanan Kubu.
Lontaan (1975) menulis bahwa Syarif Agel bin Syarif Zin tidak pernah menduduki tahta KesultananKubu. Karir puncaknya hanya sebagai Menteri I dalam pemerintahan ayahnya (Lontaan, 1975:226). Di samping Syarif Agil, Sultan Syarif Zin sejatinya juga memiliki anak lelaki lainnya yang telahditetapkan sebagai putera mahkota, yaitu yang bernama Syarif Hassan bin Syarif Zin. Akan tetapi, hingga Sultan Syarif Zin bin Syarif Ismail menghembuskan nafas penghabisan pada tahun 1921, Syarif Hassan bin Syarif Zin dianggap belum cukup umur untuk menggantikan sang ayah sebagaiSultan Kubu. Maka dari itu, ditunjuklah Syarif Saleh, keturunan Syarif Idrus, sebagai pemangku adatKesultanan Kubu untuk sementara sembari menunggu putera mahkota tumbuh dewasa.
Syarif Hassan bin Syarif Zin adalah anak lelaki tertua dari Sultan Syarif Zin bin Syarif Ismail. Ia menamatkan pendidikan di Hollandsch Inlandsche School (HIS) di Pontianak pada tahun 1925. Setelah itu, Syarif Hassan bin Syarif Zin dikirim ke Ketapang untuk bekerja sebagai leerling schryver(juru buku) selama dua warsa hingga tahun 1927. Syarif Hassan bin Syarif Zin kemudian kembali ke Pontianak untuk bekerja di kantor Asisten Residen sampai tahun 1930 sebelum dipindahkan ke Sanggau pada tahun yang sama. Syarif Hassan bin Syarif Zin tidak bertahan lama di Sanggau karenasetahun kemudian ia kembali lagi ke Pontianak untuk bekerja di kantor Kontrolir Pontianak. Padatahun 1933, putra mahkota Kesultanan Kubu ini merantau hingga ke Batavia (Lontaan, 1975:226).
Syarif Hassan bin Syarif Zin berada di pusat pemerintahan kolonial Hindia Belanda di Batavia selama sepuluh tahun hingga kekuasaan Belanda di Indonesia berakhir dan digantikan oleh pendudukan tentara Jepang. Pada tahun 1943, ia kembali ke kampung halamannya menuruti panggilan pemerintah militer Jepang yang telah membentuk Komite Pemerintahan untuk Kesultanan Kubu. Sultan Syarif Saleh sendiri telah turun tahta pada tahun 1943 itu. Komite Pemerintahan untuk Kesultanan Kubu bentukan Jepang terdiri dari tiga anggota, yaitu Syarif Hassan bin Syarif Zin, Syarif Jusuf bin Husin, dan Anang Dardi. Setelah Jepang menyerah kepada tentara Sekutu pada tahun 1944 hingga setahun kemudian Indonesia menyatakan kemerdekaannya, pemerintahan Kesultanan Kubu sempat vakum karena faktor politik dan keamanan yang belum stabil.
Pada tahun 1949, seiring pengakuan kedaulatan penuh dari Belanda kepada Indonesia, Syarif Hassanbin Syarif Zin diangkat sebagai pemimpin daerah otonomi Kesultanan Kubu. Jabatan tersebut diampunya hingga pada tahun 1958 di mana pada tahun itulah riwayat Kesultanan Kubu berakhir dan wilayahnya diserahkan kepada pemerintah Republik Indonesia. Sejak saat itu, wilayahKesultanan Kubu berubah menjadi kecamatan yang beribukota di Kota Kubu dan berada di dalamwilayah administratif Kabupaten Pontianak, Kalimantan Barat (Rizal, tt:46). Pada tahun 2007, Kecamatan Kubu dimekarkan dari Kabupaten Pontianak dan menjadi kabupaten baru dengan namaKabupaten Kubu Raya.
2. Silsilah
Berikut ini adalah daftar para pemimpin Kesultanan Kubu sejak awal berdirinya hingga masa digabungkannya wilayah Kesultanan Kubu dengan negara Republik Indonesia:
- Sayyid Idrus bin Sayyid Abdul Rahman al-Idrus atau Syarif Idrus (1772 – 1795)
- Sultan Syarif Muhammad bin Syarif Idrus (1795 – 1829)
- Sultan Syarif Abdul Rahman bin Syarif Muhammad (1829 – 1841)
- Sultan Syarif Ismail bin Syarif Abdul Rahman (1841 – 1864)
- Sultan Syarif Hassan bin Syarif Abdul Rahman (1864 – 1900)
- Sultan Syarif Abbas bin Syarif Hassan (1900 – 1911)
- Sultan Syarif Zin bin Syarif Ismail (1911 – 1921)
- Sultan Syarif Saleh bin Syarif Idrus (1921 – 1943)
- Sultan Syarif Hassan bin Syarif Zin (1943 – 1958) (Rizal, tt:45-46)
3. Sistem Pemerintahan
Pada awal berdirinya, Kubu hanya merupakan sebuah perkampungan kecil yang dibentuk atas prakarsa Syarif Idrus. Akan tetapi, lama-kelamaan permukiman yang terletak di muara sungai tersebut semakin lama semakin banyak didatangi orang, bahkan kemudian menjadi bandar dagang yang ramai. Tidak hanya pengikut Syarif Idrus saja yang tinggal di tempat itu, melainkan juga orang-orang Suku Dayak yang sebelumnya sering melintas dan melihat ada permukiman penduduk di situ. Orang-orang Suku Dayak tersebut kagum terhadap pola kehidupan dan terutama gaya kepemimpinan Syeh Idrus. Oleh karena itu, orang-orang Suku Dayak kemudian berkeputusan untuk menggabungkan diri ke wilayah yang dipimpin Syarif Idrus.
Atas kesepakatan warga yang berasal dari berbagai etnis dan kalangan, kemudian diputuskan bahwaSyeh Idrus diangkat menjadi pemimpin mereka hingga kemudian tempat itu dikenal dengan namaKesultanan Kubu (Lontaan, 1975:221). Sebelum Syarif Idrus gugur akibat serangan dari orang-orang Siak pada tahun 1795, raja pertama Kesultanan Kubu ini ternyata telah menandatangani kontrakpolitik dengan Belanda. Sejak itu, jalannya sistem pemerintahan Kesultanan Kubu berada di bawahhegemoni Belanda karena secara turun-temurun, sultan-sultan yang berkuasa di Kesultanan Kubu selalu bersedia mengadakan kesepakatan dengan Belanda.
Kontrak politik yang dibuat Belanda itu berisi hampir sama dengan kontrak politik serupa antara Belanda dengan kerajaan-kerajaan lainnya di Kalimantan Barat. Beberapa poin terpenting dalam perjanjian itu antara lain (1) pihak Kesultanan dan Belanda mengatur sistem pemerintahan dan mempertahankan Kesultanan bersama-sama; (2) jika Sultan wafat, pihak Kesultanan boleh mengajukan calon Sultan kepada Belanda, sementara yang berhak mengangkat Sultan secara resmi adalah pihak Belanda; (3) Sultan mengangkat para menteri harus dengan sepengetahuan pihak Belanda; (4) Sultan hanya boleh membangun benteng atas persetujuan pihak Belanda; (5) sebaliknya, apabila Belanda hendak mendirikan benteng, Sultan harus mengizinkan dan membantu pelaksanaan pembangunan benteng Belanda tersebut.
Berikutnya, (6) apabila ada tentara/pegawai Belanda yang lari kepada Sultan, Sultan harus menyerahkannya kembali kepada pihak Belanda; (7) mata uang Belanda yang berlaku di Batavia juga diberlakukan di wilayah Kesultanan; (8) Sultan tidak diharuskan memungut cukai kepada pihak Belanda; (9) harga jual atas hasil hutan dan hasil bumi di wilayah Kesultanan ditentukan oleh pihak Belanda; (10) bila terjadi serangan dari luar, pihak Belanda akan membantu Sultan; (11) Sultan dan daerah bawahannya wajib membantu Belanda terhadap serangan musuh yang datang dari darat dan laut; dan (12) Sultan dihimbau agar mengadakan upacara sebagai bentuk kesetiaan kepada Belanda (Hasanudin & Budi Kristanto, dalam Humaniora, No.1/2001).
Pada tahun 1910, pemerintah kolonial Hindia Belanda mendirikan Bestuur Commite, sebuah lembaga pemerintahan untuk mengawasi jalannya pemerintahan Kesultanan Kubu. Syarif Kasimin, salah seorang kerabat Kesultanan Kubu, diangkat oleh Belanda untuk memimpin Bestuur Commite. Belanda juga mengangkat seorang abdi setia bernama Syarif Shaleh untuk ikut mengurusi lembaga bentukan kolonial itu (Lontaan, 1975:223).
Pemerintahan Kesultanan Kubu juga memiliki lembaga internal yang dinamakan Dewan Kesultanan.Anggota-anggota dari lembaga ini adalah orang-orang yang berasal dari keluarga Kesultanan Kubu. Fungsi Dewan Kesultanan adalah sebagai penasihat kesultanan dan mampu mempengaruhi kebijakan Sultan meski keputusan akhir masih tetap berada di tangan Sultan. Dewan Kesultananjuga dapat memainkan perannya ketika terjadi pemilihan kandidat calon Sultan sebelum diserahkankepada pemerintah kolonial Hindia Belanda.
Setelah era penjajahan Belanda dan Jepang berakhir, wilayah Kesultanan Kubu dijadikan sebagai wilayah Self Bestuur (kurang lebih setara dengan daerah otonomi) sejak tahun 1949-1958. Pada tahun 1958 itulah riwayat Kesultanan Kubu berakhir dan menggabungkan diri sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kota Kubu kemudian menjadi ibukota Kecamatan Kubu, Kabupaten Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat (Lontaan, 1975:226).
Sejak tahun 2007, Kecamatan Kubu telah resmi dikembangkan menjadi Kabupaten Kubu Raya dan disahkan dengan Undang-Undang No.35 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Kubu Raya di Provinsi Kalimantan Barat pada tanggal 10 Agustus 2007 dan untuk pertamakalinya telah mengadakan Pemilihan Kepala Daerah (Bupati) Kabupaten Kubu Raya pada tanggal 25 Oktober 2008.
4. Wilayah Kekuasaan
Tempat pertama yang dipilih oleh Syarif Idrus sebagai pusat pemerintahannya adalah di persimpangan atau muara Sungai Kapuas Kecil atau yang dikenal juga dengan nama Terentang. Lama-kelamaan, karena wilayah ini berhasil membangun benteng pertahanan yang sangat kokoh sehingga sulit ditembus oleh musuh dari luar, permukiman penduduk di bawah pimpinan Syarif Idrus ini kemudian dinamakan dengan sebutan Kubu.
Setelah menjelma menjadi pemerintahan bercorak Islam yang berbentuk kesultanan, Kubu memiliki wilayah yang cukup luas. Pemerintahan Islam di Kesultanan Kubu beribukota di Kota Kubu sebagai pusat pemerintahan, dan kota ini masih dipertahankan hingga sekarang sebagai ibukota Kabupaten Kubu Raya, Provinsi Kalimantan Barat. Sebuah tempat di dataran tinggi, yakni Gunung Ambawang, juga menjadi bagian dari wilayah Kesultanan Kubu. Di Gunung Ambawang pernah berdiri sebuahkerajaan lain bernama Kesultanan Ambawang yang didirikan oleh salah seorang putera Syarif Idrus, yaitu Syarif Alwi bin Syarif Idrus. Syarif Alwi membelot dari Kubu karena tidak suka melihat campur-tangan Belanda dalam urusan-urusan internal Kesultanan Kubu yang kala itu dipimpin oleh saudaranya sendiri, Sultan Syarif Muhammad.
Ketika pemerintah kolonial Hindia Belanda membentuk Bestuur Komite (Komite Pemerintahan) pada tahun 1910, ditunjuklah dua orang kerabat kesultanan untuk memimpin daerah-daerah yang menjadi taklukan Kesultanan Kubu. Kedua petinggi Kesultanan Kubu tersebut adalah Syarif Kasimin yang ditetapkan oleh Belanda untuk memerintah daerah yang bernama Tanjung Bunga, dan Syarif Saleh yang diberi wewenang untuk memimpin di daerah Padang Tikar. Kini, kawasan situs Istana Kubu merupakan kawasan yang berada di tepian Sungai Terantang. Sungai ini merupakan jalur transportasi yang masih sangat penting dalam kawasan tersebut dan itu masih berlaku hingga sekarang (Rizal, tt:45). Selanjutnya, pada masa kepemimpinan Sultan Syarif Zin bin Ismail, pusat pemerintahan Kesultanan Kubu dipindahkan ke daerah Kerta Mulia (Lontaan, 1975:225).
Setelah era Kesultanan Kubu berakhir pada tahun 1958, daerah kekuasaannya dijadikan dalam satu wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Kubu dengan ibukota kecamatan di Kota Kubu. Tahun 2007, Kecamatan Kubu secara resmi telah berubah menjadi Kabupaten Kubu Raya yang wilayahnya meliputi daerah-daerah yang dahulu dikuasai oleh pemerintahan Kesultanan Kubu, antara lain Batu Ampar, Terentang, Telok Pakedai, Sungai Kakap, Rasau Jaya, Sungai Raya, Ambawang, dan Kuala Mandor-B.
Batas-batas wilayah Kabupaten Kubu Raya adalah sebelah utara berbatasan dengan KecamatanSiantan, Kabupaten Pontianak dan Kota Pontianak; di sebelah timur berbatasan dengan KecamatanNgabang, Kabupaten Landak, dan Kecamatan Tayan Hilir (Kabupaten Sanggau); di sebelah selatanberbatasan dengan Kecamatan Pulau Maya Karimata (Kabupaten Ketapang); dan di sebelah baratberbatasan dengan Laut Natuna.
http://tpa-bustanul.blogspot.co.id/kesultanan-kerajaan-kubu.html
Sejarah Kesultanan Kubu Kalimantan Barat
Wilayah Kesultanan Kubu di selatan wilayah Kesultanan Pontianak
Sejarah Kesultanan Kubu – Kerajaan Kubu adalah sebuah kerajaan yang diperintah oleh seorang Yang Dipertuan Besar yang pernah berdiri dalam wilayah yang sekarang terletak di wilayah Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat.
Sejarah Kerajaan Kubu memiliki kaitan yang erat dengan sejarah Kesultanan Pontianak. Sejarah pantas berhutang budi kepada sekelompok kecil petualang dan saudagar Arab yang singgah di sana atas kemunculan serta tegaknya kedua kerajaan tersebut pada awalnya. Yaitu ketika 45 penjelajah Arab yang berasal dari daerah Hadramaut di Selatan Jazirah Arab, yang pada mulanya bertujuan untuk mencari keuntungan dengan berdagang di lautan Timur-jauh (Asia) berlabuh di sana. Leluhur dan Tuan Besar (Raja) Kerajaan Kubu pertama, yaitu Syarif Idrus Al-Idrus, adalah menantu dari Tuan Besar (Panembahan) Mampawa (Mempawah). Ia Syarif Idrus juga merupakan ipar dari Sultan pertama Kesultanan Pontianak (Al-Qadri). Pada awalnya Beliau Syarif Idrus membangun perkampungan di dekat muara sungai Terentang, barat-daya pulau Kalimantan. fadlie.web.id
Sebagaimana keluarga sepupunya (Al-Qadri), Keluarga Syarif Idrus Al-Idrus (the Idrusi) tumbuh menjadi keluarga yang kaya-raya melalui perdagangan yang maju. Mereka membangun hubungan yang terjaga baik dengan Kerajaan Inggris Raya, pada masa pemerintahan Gubernur Jendral Sir Thomas Stanford Raffles (yang membangun Singapura), saat Raffles ditugaskan di Hindia Belanda. Hubungan ini berlanjut hingga setelah kembalinya Belanda ke Indonesia (Hindia Belanda) dan dirintisnya pembangunan pulau Singapura.
Bagaimanapun juga, hubungan ini tidak disukai oleh Kerajaan Belanda, yang secara formal mereka mengendalikan Pulau Kalimantan berdasarkan kontrak perjanjian bangsa-bangsa yang ditetapkan pada tahun 1823. beberapa keluarga Al-Idrus sempat juga mengalami perubahan kesejahteraan hidup menjadi sengsara pada masa itu. Mereka ada yang meninggalkan Kalimantan demi menjauhi sikap buruk Belanda ke daerah Serawak, yang mana waktu itu menjadi daerah territorial Kerajaan Inggris Raya, demi harapan yang lebih baik akan keberhasilan dalam perdagangan. Sedangkan Keluarga Al-Idrus yang memilin bertahan di Kubu, bagaimanapun juga, tak jua mendapatkan kehidupan serta perlakuan yang lebih baik dari pemerintah Belanda.
Menurut Staatsblad van Nederlandisch Indië tahun 1849, wilayah ini termasuk dalam wester-afdeeling berdasarkan Bêsluit van den Minister van Staat, Gouverneur-Generaal van Nederlandsch-Indie, pada 27 Agustus 1849, No. 8 fadlie.web.id
Pemerintah Belanda menurunkan Syarif Abbas Al-Idrus dari jabatan Tuan Besar Kerajaan Kubu atas dukungan sepupunya, Syarif Zainal Al-Idrus ketika terjadi perebutan jabatan Raja pada tahun 1911. Akhirnya ia justru terbukti menemui kesulitan dalam pemerintahan serta diturun-tahtakan dengan tanpa memiliki pewaris/pengganti yang jelas, delapan tahun kemudian. Tidak adanya Pewaris tahta, baru ditetapkan dan disahkan setelah beberapa tahun kemudian. sehingga pejabat kerajaan yang ada selama kurun waktu itu hanyalah “Pelaksana sementara” (temporary ruler).
Setelah beberapa lama, akhirnya Syarif Shalih, mendapatkan kehormatan agung dari pemberi wewenang untuk menjabat sebagai Raja, tetapi kemudian tertahan saat kedatangan tentara Jepang di Mandor, pada tahun 1943.
Dewan kerajaan dan Keluarga Bangsawan tak semudah itu menyutujui pergantian Kerajaan kepada Syarif Shalih. Hingga akhirnya justru Jepang menempatkan putra bungsu Raja terdahulu yaitu Syarif Hasan, sebagai pemimpin Dewan Kerajaan akan tetapi belum sempat terjadi karena Jepang terlebih dulu kalah pada PD II dan meninggalkan Indonesia. Ia justru baru menerima pengesahan sebagai Pemimpin Kerajaan (Tuan Besar) Kubu pada tahun 1949, setelah Pemerintah Indonesia terbentuk. Kerajaan Kubu itu sendiri akhirnya berakhir dan menghilang ketika dihapus oleh Pemerintahan Republik Indonesia pada tahun 1958.
Sayyid Idrus bin Sayyid ‘Abdu’l Rahman al-Idrus, Tuan Besar Kubu (1772 – 1795)
Sayyid Idrus bin Sayyid ‘Abdu’l Rahman al-Idrus, lahir di Dukhum-Hadramaut Yaman. Catatan sejarah menyatakan Beliau pernah singgah di Batavia bersama Al-Habib Husain bin Abubakar al-Idrus (makamnya di Keramat Luar Batang, Jakarta Utara) membangun perkampungan Arab di pesisir Sungai Terentang, yang mana menjadi cikal-bakal Kerajaan Kubu pada tahun 1772. Gelar Sayyid atau Habib atau Syarif yang disandang beliau menandakan bahwa beliau termasuk keturunan Nabi Muhammad SAW dari jalur Sayyid Al-Imam Husain RA.
Beliau menikahi putri H.H. Pangeran Ratu Kimas Hindi Sri Susuhanan Mahmud Badaruddin I Jayawikrama Candiwalang Khalifat ul-Mukminin Sayyidul-Iman, Sultan Palembang, pada tahun 1747. Syarif Idrus wafat pada tahun 1795, penerus Beliau :
- Syarif Muhammad bin Syarif Idrus al-Idrus, Yang di-Pertuan Besar Kubu.
- Syarif ‘Alawi bin Syarif Idrus al-Idrus, Tuan (Raja) Ambawang (Kerajaan kecil bagian dari Kerajaan Kubu). Ia mencoba menjadikan Ambawang sebagai Kerajaan yang terpisah dari Kubu pada tahun 1800 akan tetapi tidak diijinkan oleh Pemerintah Belanda yang dideklarasikan pada tahun 1833 sebagai Kerajaan terpisah. Ia wafat di Ambawang.
- Syarif Abdurrahman bin Syarif Idrus (Raja /Tuan Besar I Kubu) Al-Idrus. Syarif Abdurrahman bin Syarif Idrus Al-Idrus ini menikahi Syarifah Aisyah Al-Qadri yang merupakan putri dari Sultan Syarif Abdurrahman bin Husein Al-Qadri (Sultan I Kesultanan Pontianak di Kalimantan Barat). Berputra Sultan Syarif Ali Al-Idrus yang mendirikan Kerajaan Sabamban di Angsana (sekarang masuk wilayah Keramat Dermaga, Kabupaten Tanahbumbu –Kalimantan Selatan – Indonesia). Pangeran Syarif Ali Alaydrus menjabat sebagai Raja Sabamban hingga akhir hayatnya. Jadi Keluarga Pangeran Syarif Ali mempertemukan dua jalur kebangsawanan Kalimantan, yaitu dari jalur Kerajaan Kubu (Al-Idrus) dan Kesultanan Pontianak (Al-Qadri).
- Syarif Mustafa bin Syarif Idrus al-Idrus (Tuan Besar Kubu).
- Syarifa Muzayanah [dari Menjina] binti Syarif Idrus al-Idrus (Tuan Besar Kubu). Lahir pada 1748 (putri dari Putri Kerajaaan Palembang).
- Syarif Muhammad (1795 – 1829) ibni al-Marhum Syarif Idrus al-Idrus, Yang di-Pertuan Besar Kubu.
Kerajaan Sabamban
Syarif Ali Al-Idrus, pendiri Kerajaan Sabamban yang merupakan cucu dari Raja (Tuan Besar) Kubu -Syarif Idrus Al-Idrus ini, pada awalnya menetap di daerah Kubu-Kalimantan Barat (bersama keluarga bangsawan Kesultanan Kubu). Pada masa itu Beliau telah memiliki satu istri dan berputra dua orang yaitu : Syarif Abubakar Al-Idrus dan Syarif Hasan Al-Idrus. Karena ada suatu konflik kekeluargaan, akhirnya Syarif Ali Al-Idrus memutuskan untuk hijrah/pindah ke Kalimantan Selatan dengan meninggalkan istri dan kedua putranya yang masih tinggal di Kesultanan Kubu, melalui sepanjang Sungai Barito hingga sampai di daerah Banjar.
Di daerah Banjar tersebut, beliau mendirikan Kerajaan Sabamban dan menjadi Raja yang Pertama, bergelar Pangeran Syarif Ali Al-Idrus. Pada saat beliau menjadi Raja Sabamban ini, Beliau menikah lagi dengan 3 (tiga) wanita; Yang pertama Putri dari Sultan Adam dari Kesultanan Banjar di Kalimantan Selatan, yang Kedua dari Bugis (Putri dari Sultan Bugis di Sulwesi Selatan), yang ketiga dari Bone (Putri dari Sultan Bone di Sulawesi Selatan). Pada saat beliau telah menjabat sebagai Raja Sabamban inilah, kedua putra beliau dari Istri Pertama di Kubu-Kalimantan Barat yaitu Syarif Abubakar dan Syarif Hasan menyusul Beliau ke Angsana – Kerajaan Sabamban (Lansekap Sabamban), dan menetap bersama Ayahandanya.
Dari Ketiga istri beliau di Banjar-Kalimantan Selatan serta satu Istri beliau di Kubu-Kalimantan Barat tersebut, Pangeran Syarif Ali Alaydrus memiliki 12 (duabelas) putra. Putra-putra beliau yaitu : Dari Istri Pertama (Kubu-Kalimantan Barat) :
- Syarif Hasan bin Sultan Syarif Ali Al-Idrus, putra beliau : Pangeran Syarif Qasim Al-Idrus, Raja II Sabamban menjabat sebagai Raja setelah sepeninggal Kakeknya yaitu Pangeran Syarif Ali bin Syarif Abdurrahman Al-Idrus, hingga akhirnya Kerajaan Sabamban ini hilang dari bumi Kalimantan Selatan.
- Syarif Abubakar bin Sultan Syarif Ali Al-Idrus
Dari Istri ke-dua, Putri Kesultanan Banjar, Istri ke-tiga (Putri Sultan Bugis) dan Istri ke-empat (Putri Sultan Bone), menurunkan putra-putra beliau :
- Syarif Musthafa bin Sultan Syarif Ali Al-Idrus,
- Syarif Thaha bin Sultan Syarif Ali Al-Idrus,
- Syarif Hamid bin Sultan Syarif Ali Al-Idrus,
- Syarif Ahmad bin Sultan Syarif Ali Al-Idrus,
- Syarif Muhammad bin Sultan Syarif Ali Al-Idrus,
- Syarif Umar bin Sultan Syarif Ali Al-Idrus,
- Syarif Thohir bin Sultan Syarif Ali Al-Idrus,
- Syarif Shalih bin Sultan Syarif Ali Al-Idrus,
- Syarif Utsman bin Sultan Syarif Ali Al-Idrus dan
- Syarif Husein bin Sultan Syarif Ali Al-Idrus.
Setelah wafatnya Sultan Syarif Ali Al-Idrus, Jabatan Sultan tidak diteruskan oleh putra-putra beliau, akan tetapi yang menjadi Sultan II Sabamban adalah justru cucu beliau yaitu Sultan Syarif Qasim Al-Idrus, putra dari Syarif Hasan (Syarif Hasan adalah putra Sultan Syarif Ali Al-Idrus dari Istri Pertama/Kubu, waktu Syarif Ali masih menetap di Kubu-Kalimantan Barat).
Jadi sepanjang sejarahnya, Kesultanan Sabamban ini hanya dijabat oleh dua Sultan saja, yaitu pendirinya Sultan Syarif Ali Al-Idrus sebagai Sultan I dan cucu beliau sebagai Sultan II Sabamban yaitu Sultan Syarif Qasim Al-Idrus.
Sementara itu, setelah tidak adanya lagi Kesultanan Sabamban tersebut, anak-cucu keluarga bangsawan dari keturunan Sultan Syarif Ali Al-Idrus ini, menyebar ke seluruh wilayah Kalimantan Selatan pada umumnya dan ada yang hijrah ke Malaysia, Filipina, pulau Jawa dan di belahan lain Nusantara hingga saat ini.
Syarif Muhammad (1795 – 1829)
Syarif Muhammad (1795 – 1829) ibni al-Marhum Syarif Idrus al-Idrus, Yang di-Pertuan Besar Kubu. Menggantikan Ayahandanya yang meninggal dunia pada 1795. Menerima perlindungan dari Belanda saat ia menyetujui kontrak perjanjian dengan Pemerintah NEI (Hindia Belanda), 4 Juni 1823. Ia meninggal pada 7 Juni 1829, memiliki keturunan, tiga putra :
- Syarif ‘Abdu’l Rahman bin Syarif Muhammad al-Idrus, Yang di-Pertuan Besar of Kubu,
- Syarif Taha bin Syarif Muhammad al-Idrus, Kampung Sungai Pinang,
- Syarif Mubarak bin Syarif Muhammad al-Idrus, menggantikan kakaknya sebagai Pemimpin di Kampung Sungai Pinang.
Syarif ‘Abdu’l Rahman (1829 – 1841)
Syarif ‘Abdu’l Rahman (1829 – 1841) ibni al-Marhum Syarif Muhammad al-Idrus, Yang di-Pertuan Besar Kubu. Menggantikan Ayahandanya yang meninggal pada 7 Juni 1829. Menikahi Syarifa Idja. Ia meninggal pada 2 Februari 1841, memiliki keturunan:
- Syarif Ismail bin Syarif ‘Abdu’l Rahman al-Idrus, Yang di-Pertuan Kubu,
- Syarif Hasan bin Syarif ‘Abdu’l Rahman al-Idrus, Yang di-Pertuan Kubu,
- Syarif Kasim bin Syarif ‘Abdu’l Rahman al-Idrus,
- Syarif Aqil bin Syarif ‘Abdu’l Rahman al-Idrus,
- Syarifa Saida binti Syarif ‘Abdu’l Rahman al-Idrus,
- Syarifa Nur binti Syarif ‘Abdu’l Rahman al-Idrus.
Syarif Ismail (1841 – 1864)
Syarif Ismail (1841 – 1864) ibni al-Marhum Syarif ‘Abdu’l Rahman al-Idrus, Yang di-Pertuan Besar Kubu. Menggantikan Ayahandanya yang meninggal pada 2 Februari 1841, dilantik pada 28 Mei 1841. Memiliki beberapa istri, termasuk (yang pertama) Tengku Embong binti al-Marhum Tengku Besar Anum (d.s.p.), Putri bungsu dari H.H. Tengku Besar Anum ibni al-Marhum Sultan ‘Abdu’l Jalil Shah, Panembahan Sukadana, dengan istri keduanya, Tengku Jeba binti Tengku Ja’afar, Putri tertua dari Tengku Ja’afar bin Tengku Musa, Tengku Panglima Besar Karimata. Syarif Ismail juga menikahi (yang kedua) Syarifa Zina.
Beliau meninggal 19 September 1864, memiliki keturunan, 4 laki-laki dan 8 perempuan :
- Syarif ‘Abdu’l Rahman ibni al-Marhum Syarif Ismail (Putra Mahkota) menikahi Syarifa Amina. Ia hilang saat pergi ke Serawak (diperkirakan meninggal dunia), pada 1866.
- Syarif Muhammad Zainal Idrus ibni al-Marhum Syarif Ismail, Tuan Kubu
- Syarif Said ibni al-Marhum Syarif Ismail. Menikahi Syarifa Zina, dan memiliki dua anak.
- Syarif ‘Ali ibni al-Marhum Syarif Ismail. Menikahi Syarifa Marian.
Anak perempuan :
- Syarifa Nur binti al-Marhum Syarif Ismail. Dia meninggal sebelum 1903.
- Syarifa Dara binti al-Marhum Syarif Ismail, menikah dengan sepupunya, Syarif ‘Ali ibni al-Marhum Syarif Hasan ‘Ali al-Idrus, Putra Bungsu Syarif Hasan ibni al-Marhum Syarif ‘Abdu’l Rahman al-Idrus, Yang di-Pertuan Besar Kubu. Ia memiliki 3 anak
- Syarifa Fatima binti al-Marhum Syarif Ismail.
- Syarifa Amina binti al-Marhum Syarif Ismail.
- Syarifa Rola binti al-Marhum Syarif Ismail. menikah dengan Syarif Mahmud, dan memiliki 3 anak.
- Syarifa Zina binti al-Marhum Syarif Ismail. menikah dengan Syarif Mansur, dan memiliki 1 anak.
- Syarifa Talaha binti al-Marhum Syarif Ismail.
- Syarifa Mariam binti al-Marhum Syarif Ismail.
Syarif Hasan (1864 – 1871)
Syarif Hasan (1864 – 1871) ibni al-Marhum Syarif ‘Abdu’l Rahman al-Idrus, Yang di-Pertuan Besar Kubu. Menggantikan Kakak tertuanya pada 19 September 1864. dilantik pada 5 Maret 1866. Resmi memegang jabatan Tuan Kubu mulai 7 Juli 1871. menikah dengan Syarifa Isa. Ia meninggal pada 4 November 1900, memiliki 13 putra dan 6 putri.
Putera :
- Syarif Muhammad ibni al-Marhum Syarif Hasan ‘Ali al-Idrus. Lahir sebelum 1862.
- Syarif ‘Ali ibni al-Marhum Syarif Hasan ‘Ali al-Idrus. Lahir sebelum 1862. Ia meninggal pada waktu muda.
- Syarif ‘Abbas ibni al-Marhum Syarif Hasan ‘Ali al-Idrus, Yang di-Pertuan Besar Kubu.
- Syarif ‘Abdu’llah ibni al-Marhum Syarif Hasan ‘Ali al-Idrus. Lahir pada 1870. menikah dengan Syarifa Selina, dan memiliki lima anak.
- Syarif Yasin ibni al-Marhum Syarif Hasan ‘Ali al-Idrus. Lahir 1872. menikah dengan Syarifa Muna, dan memiliki keturunan, 4 anak.
- Syarif ‘Umar ibni al-Marhum Syarif Hasan ‘Ali al-Idrus. menikah dengan Syarifa Saha binti Syarif Akil al-Idrus, putri tertua Syarif Akil bin Syarif ‘Abdu’l Rahman al-Idrus. Ia memilki, dua anak.
- Syarif Kasim ibni al-Marhum Syarif Hasan ‘Ali al-Idrus. DH Kubu, Mbr. of the Cncl. of Regency (Anggota Majelis Rakyat Kabupaten/DPRD) 1919-1921. menikah dengan Syarifa Kamariah. Ia meninggal pada 16 Juni 1921.
- Syarif Taha ibni al-Marhum Syarif Hasan ‘Ali al-Idrus. menikah dengan Syarifa Darah, dan memiliki keturunan, 2 anak.
- Syarif Usman ibni al-Marhum Syarif Hasan ‘Ali al-Idrus. menikah dengan Syarifa ‘Isa al-Idrus.
- Syarif Sajaf ibni al-Marhum Syarif Hasan ‘Ali al-Idrus.
- Syarif Husain ibni al-Marhum Syarif Hasan ‘Ali al-Idrus.
- Syarif ‘Ali ibni al-Marhum Syarif Hasan ‘Ali al-Idrus. menikah dengan sepupunya, Syarifa Dara, Putri kedua Syarif Ismail ibni al-Marhum Syarif ‘Abdu’l Rahman al-Idrus, Yang di-Pertuan Besar Kubu.
- Syarif Zaman [Seman] ibni al-Marhum Syarif Hasan ‘Ali al-Idrus.
Puteri :
- Syarifa Shaikha binti al-Marhum Syarif Hasan ‘Ali al-Idrus.
- Syarifa Sipa binti al-Marhum Syarif Hasan ‘Ali al-Idrus. menikah dengan Syarif ‘Abu Bakar, dan memiliki keturunan, 2 anak.
- Syarifa Piah binti al-Marhum Syarif Hasan ‘Ali al-Idrus. menikah dengan Syarif ‘Abdu’l Rahman bin Syarif Akil al-Idrus, Putra tertua Syarif Akil bin Syarif ‘Abdu’l Rahman al-Idrus. Ia memilki, dua anak.
- Syarifa Talaha binti al-Marhum Syarif Hasan ‘Ali al-Idrus. menikah dengan Syarif Kechil, dan memiliki keturunan 2 anak.
- Syarifa Saida binti al-Marhum Syarif Hasan ‘Ali al-Idrus. menikah dengan Syarif Muhammad, dan memiliki keturunan dua anak.
- Syarifa Mani binti al-Marhum Syarif Hasan ‘Ali al-Idrus.
- Syarifa Kembong binti al-Marhum Syarif Hasan ‘Ali al-Idrus.
Syarif ‘Abbas (1900 – 1911)
Syarif ‘Abbas (1900 – 1911) ibni al-Marhum Syarif Hasan ‘Ali al-Idrus, Yang di-Pertuan Besar Kubu. Lahir 1853, Pendidikan Khusus. Menggantikan Ayahandanya yang meninggal pada 4 November 1900. Dilantik pada 6 Juli 1901. Diturunkan dari tahtanya pada April 1911. memiliki beberapa istri, termasuk Syarifa Kamariah. Ia memiliki dua putra dan 10 putri :
Putera :
Putera :
- Syarif ‘Abdu’l Rahman ibni al-Marhum Syarif ‘Abbas al-Idrus. Lahir 1903. Ia meninggal pada usia muda..
- Syarif Ahmad ibni al-Marhum Syarif ‘Abbas al-Idrus [Wan Sulung]. Ia terbunuh pada 1906.
Puteri :
- Syarifa Inah binti al-Marhum Syarif ‘Abbas al-Idrus.
- Syarifa Zubaida binti al-Marhum Syarif ‘Abbas al-Idrus. menikah dengan Syarif Mahmud, dan memiliki keturunan tiga anak.
- Syarifa Kamala binti al-Marhum Syarif ‘Abbas al-Idrus. menikah dengan Syarif Hamid, dan memiliki satu anak.
- Syarifa Buntat binti al-Marhum Syarif ‘Abbas al-Idrus. menikah dengan Syarif Kasim, dan memiliki satu anak.
- Syarifa Isa binti al-Marhum Syarif ‘Abbas al-Idrus.
- Syarifa Tura binti al-Marhum Syarif ‘Abbas al-Idrus. menikah dengan Syarif Muhammad Zainal Idrus ibni al-Marhum Syarif Ismail al-Idrus, Tuan Besar Kubu (Lahir pada 1851), Putra kedua Syarif Ismail ibni al-Marhum Syarif ‘Abdu’l Rahman al-Idrus, Yang di-Pertuan Besar Kubu.
- Syarifa Nur binti al-Marhum Syarif ‘Abbas al-Idrus. menikah dengan Syarif Muhammad [Mo] al-Idrus, dan memiliki satu anak.
- Syarifa Saliha binti al-Marhum Syarif ‘Abbas al-Idrus. menikah dengan Syarif ‘Umar al-Idrus.
- Syarifa Kuning binti al-Marhum Syarif ‘Abbas al-Idrus.
- Syarifa Kebong binti al-Marhum Syarif ‘Abbas al-Idrus.
Syarif Muhammad Zainal Idrus (1911 – 1921)
Syarif Muhammad Zainal Idrus (1911 – 1921) ibni al-Marhum Syarif Ismail al-Idrus, Tuan Besar Kubu. Lahir 1851, Putra kedua Syarif Ismail ibni al-Marhum Syarif ‘Abdu’l Rahman al-Idrus, Yang di-Pertuan Besar Kubu, Pendidikan Khusus. Dipilih oleh Belanda untuk menggantikan sepupunya yang diturun-tahtakan sebelumnya pada 26 September 1911. Dilantik pada 15 Januari 1912. Menyerahkan menyerahkan wewenang Kesultanan kepada Dewan Kabupaten pada 1919. di-turun-tahtakan tanpa adanya pilihan pengganti pada 11 April 1921. Memiliki 3 istri, termasuk Syarifa Tura binti al-Marhum Syarif ‘Abbas al-Idrus, Putri ke-enam Syarif ‘Abbas ibni al-Marhum Syarif Hasan ‘Ali al-Idrus, Yang di-Pertuan Besar Kubu. Ia memiliki, 7 putra :
- Syarif Mustafa ibni al-Marhum Syarif Muhammad Zainal Idrus al-Idrus.
- Syarif Akil [Agel] ibni al-Marhum Syarif Muhammad Zainal Idrus al-Idrus. Lahir 1877, Pendidikan Khusus. Menikah dengan putri Syarif Said al-Idrus pada 1900. Ia memiliki 3 putra : Syarif ‘Usman ibni al-Marhum Syarif Akil al-Idrus, Syarif Tani ibni al-Marhum Syarif Akil al-Idrus, dan Syarif Mohsen [Mukhsin] ibni al-Marhum Syarif Akil al-Idrus.
- Syarif Ja’afar ibni al-Marhum Syarif Muhammad Zainal Idrus al-Idrus.
- Syarif Husain ibni al-Marhum Syarif Muhammad Zainal Idrus al-Idrus (putra dari istri pertama).
- Syarif Hasan ibni al-Marhum Syarif Muhammad Zainal Idrus al-Idrus, Tuan Besar of Kubu (putra dari istri kedua).
- Syarif ‘Usman ibni al-Marhum Syarif Muhammad Zainal Idrus al-Idrus (putra dari istri ke-tiga).
- Syarif Salim ibni al-Marhum Syarif Muhammad Zainal Idrus al-Idrus.
Syarif Salih (1921 – 1943)
Syarif Salih (1921 – 1943) ibni al-Marhum Idrus al-Idrus, Tuan Besar Kubu. Lahir 1881, Pendidikan khusus. Dipilih oleh Belanda, bersama Dewan Kesultanan, dikenal sebagai Senior Mbr. of the Cncl. of Regent 1919 (Anggota Senior Dewan Rakyat Kabupaten). Menjadi Asisten Bupati pada 16 Juni 1921. Dikenal sebagai Pelaksana Sementara Kesultanan, pada September 1921. Dilantik pada 7 Februari 1922. Ditangkap oleh Jepang pada 23 November 1943. Menerima: Knt. of the Order of Orange-Nassau (17.8.1940) Gelar Ksatria-Bangsawan dari Kerajaan Belanda (17 Agustus 1940), dan Lesser Golden Star for Loyalty dan Merit (Gelar Pengabdian dan Jasa Luar Biasa dari Kerajaan Belanda). Ia dibunuh (dipancung) oleh tentara Jepang di Mandor pada 28 Juni 1944, memiliki dua putra :
- Syarif Yahya ibni al-Marhum Syarif Salih al-Idrus. Ia memiliki putra : Syarif Hamid bin Syarif Yahya al-Idrus dan Syarif ‘Abdu’l Rahman bin Syarif Yahya al-Idrus.
- Syarif Husain bin Syarif Salih al-Idrus. Excluded from the succession because of physical dan mental incapacity. Ia memiliki seorang anak : Syarif Yusuf bin Syarif Husain al-Idrus. (Mbr. of the Cncl. of Regency (Anggota Senior Dewan Rakyat Kabupaten) 1946).
Syarif Hasan (1943 – 1958)
Syarif Hasan (1943 – 1958) ibni al-Marhum Syarif Muhammad Zainal Idrus al-Idrus, Tuan Besar of Kubu, Pendidikan: HIS Pontianak. Menjadi Ketua bestuur comite oleh Jepang pada tahun 1943. Dilantik sebagai Pemimpin Dewan Rakyat Daerah (Cncl. of Regency/DPRD) pada 1946. Terpilih sebagai head of the self-governing monarchy (Pemimpin Kerajaaan-kerajaan di Indonesia) pada 16 August 1949. Diturunkan dari tahtanya saat Kesultanan Kubu dihapus oleh Pemerintah RI pada tahun 1958.
Sumber: Arsip pontianak.web.id Agustus 2008
http://www.pontianak.web.id/pontianak/sejarah-kesultanan-kubu-kalimantan-barat.html
| |
Kerajaan Kubu didirikan oleh Syarif Idrus, seorang penyebar ajaran islam dari Ar-Ridha Trim Hadralmaut. Rombongannya yang berjumlah 45 orang tiba pada 17 ramadhan 1144 Hijriah (1720 Masehi). Sebelumnya sempat berlabuh di Palembang, Semarang, Sukadana dan Mempawah, akhirnya mereka mendirikan perkampungan baru di daerah Suka Pinang. Kampung ini kemudian juga didiami penduduk Dayak dan berkembang pesat di bidang perdagangan. Kemudian kampung ini dipindahkan ke daerah Kubu sekarang. Dinamakan demikian karena saat itu memang dibangun kubu pertahanan dari kayu dan galian tanah untuk menghindari gangguan musuh dan bajak laut. Benteng pertahanan ini cukup ampuh menahan serangan musuh sehingga penduduknya menjadi lengah dan terlalu berharap dengan kekuatan bentengnya. Akhirnya suatu ketika raja Syarif Idrus tewas tanpa perlawanan ketika serangan oleh kerajaan Siak.
Makam Syarif Idrus, raja pertama Kubu
Putra mahkota, Syarif Muhammad, kemudian menduduki takhta kerajaan dan melanjutkan pengakuan pada pemerintahan Belanda, seperti yang dilakukan Syarif Idrus. Saudara kandungnya, Syarif Alwi bin Idrus, menyatakan tidak setuju atas kejadian tersebut dan meninggalkan kota Kubu menuju Gunung Ambawang bersama rombongannya. Secara terang-terangan ia mengibarkan bendera Inggris sebagai pernyataan menentang Belanda. Syarif Alwi kemudian dikejar-kejar Belanda hingga kemudian ia sampai dan mendiami daerah jajahan Inggris di Serawak. Sementara itu kerajaan Kubu tetap dibawah jajahan Belanda. Raja terakhir Kubu, Syarif Hassan pada zaman Jepang diangkat menjadi ketua Bestuur Komite bentukan Jepang. Setelah Jepang bertekuk lutut pada Sekutu, Syarif Hassan dipilih rakyat menjadi Self Bestuur kerajaan Kubu pada 1949-1958. Kerajaan Kubu kemudian berakhir dan diserahkan kepada pemerintahan republik Indonesia.
Makam raja-raja kerajaan Kubu
http://www.pontianakonline.com/mempawah/equatopedia
/sejarah/kerjkubu.htm
Wilayah Ksl.Kubu Lambang Ksl.Kubu |
Komentar
Posting Komentar