Kesultanan Seloparang NTB
Sejarah Kerajaan Islam di Nusa Tenggara
Kerajaan Selaparang
Diperkirakan sejak abad ke-16 Islam hadir di daerah Nusa Tenggara (Lombok). Islam di Lombok di perkenalkan oleh Sunan Perapen (putra Sunan Giri). Kemungkinan masuknya Islam ke Sumbawa ini dengan melalui Sulawesi, yaitu melalui dakwah para mubalig dari Makassar antara tahun 1540-1550. Kemudian berkembang Kerajaan Islam di Lombok, salah satunya adalah Kerajaan Selaparang.
Selaparang merupakan pusat kerajaan Islam di Lombok. Selaparang di bawah pemerintahan Prabu Rangkesari. Pada masa itu Selaparang mengalami zaman keemasan dan memegang hegemoni di seluruh Lombok. Dari Lombok Islam disebarkan ke Pejanggik, Parwa, Sokong, Bayan, dan lain-lain. Konon Sunan Parapen meneruskan dari Lombok terus ke Sumbawa. Selaparang juga mengembangkan hubungan dengan beberapa negeri terutama dengan Demak.
Pada abad ke-17 seluruh kerajaan Islam di Lombok berada dibawah pengaruh kekuasaan Kerajaan Gowa. Pada tahun 1633 Bima ditaklukkan, kemudian Selaparang ditaklukkan pada tahun 1640. Hubungan antara kerajaan Gowa dan Lombok dipererat dengan cara pernikahan seperti Pemban Selaparang. Pemban Pejanggik, dan Pemban Parwa.
Setelah terjadinya perjanjian Bongawa pada tanggal 18 November 1667, kerajaan-kerajaan yang ada di Nusa Tenggara mengalami tekanan dari VOC. Dengan keadaan tersebut, maka pusat kerajaan Lombok di pindahkan ke Sumbawa pada tahun 1673. Tujuan pemindahan tersebut adalah untuk dapat mempertahankan kedaulatan kerajaan-kerajaan Islam di pulau tersebut dengan dukungan pengaruh kekuasaan Gowa
Alasan kerajaan Lombok dipindahkan ke Sumbawa adalah karena Sumbawa dipandang lebih strategis daripada pusat pemerintahan di Selaparang. Di samping itu juga mengingat adanya ancaman dan serangan dari VOC yang terjadi terus-menerus.
http://materiku86.blogspot.co.id/2016/08/sejarah-kerajaan-islam-di-nusa-tenggara.html
Kerajaan Selaparang adalah salah satu kerajaan yang pernah ada di Pulau Lombok. Pusat kerajaan ini pada masa lampau berada diSelaparang (sering pula diucapkan dengan Seleparang), yang saat ini kurang lebih lebih berada di desa Selaparang, kecamatan Swela, Lombok Timur.
Sejujurnya minim sekali yang dapat diketahui tentang sejarah Kerajaan Selaparang, terutama sekali tentang awal mula berdirinya. Namun, tentu saja terdapat beberapa sumber objektif yang cukup dapat dipercaya. Salah satunya adalah kisah yang tercatat di dalam daun Lontaryang menyebutkan bahwa berdirinya Kerajaan Selaparang tidak akan pernah bisa dilepaskan dari sejarah masuknya atau proses penyebaran agama Islam di Pulau Lombok.
Selaparang merupakan pusat Kerajaan Islam di Lombok. Selaparang di bawah Pemerintahan Prabu Rangkesari. Pada masa itu Selaparang mengalami zaman keemasan, memegang, dan lain-lain. Konon Sunan Perapen meneruskan dakwahnya dari lombok terus ke Sumbawa. Selaparang juga mengembangkan hubungan antara Kerajaan Gowa dan Lombok dipererat dengan cara pernikahan seperti Pemban Selaparang, Pemban Pejanggik, dan Pemban Parwa.
Kerajaan Selaparang tergolong kerajaan yang tangguh, baik di darat maupun di laut. Laskar lautnya telah berhasil mengusir Belanda yang hendak memasuki wilayah tersebut sekitar tahun 1667-1668Masehi. Namun demikian, Kerajaan Selaparang harus rnerelakan salah satu wilayahnya dikuasai Belanda, yakni Pulau Sumbawa, karena lebih dahulu direbut sebelum terjadinya peperangan laut. Di samping itu, laskar lautnya pernah pula mematahkan serangan yang dilancarkan oleh Kerajaan Gelgel (Bali) dari arah barat. Selaparang pernah dua kali terlibat dalam pertempuran sengit melawan Kerajaan Gelgel, yakni sekitar tahun 1616 dan 1624 Masehi, akan tetapi kedua-duanya dapat ditumpas habis, dan tentara Gelgel dapat ditawan dalam jumlah yang cukup besar pula.
Setelah pertempuran sengit tersebut, Kerajaan Selaparang mulai menerapkan kebijaksanaan baru untuk membangun kerajaannya dengan memperkuat sektor agraris. Maka, pusat pemerintahan kerajaan kemudian dipindahkan agak ke pedalaman, di sebuah dataran perbukitan, tepat di desa Selaparang sekarang ini. Dari wilayah kota yang baru ini, panorama Selat Alas yang indah membiru dapat dinikmati dengan latar belakang daratan Pulau Sumbawa dari ujung utara ke selatan dengan sekali sapuan pandangan. Dengan demikian, semua gerakan yang mencurigakan di tengah lautan akan segera dapat diketahui. Wilayah ibukota Kerajaan Selaparang inipun memiliki daerah bagian belakang berupa bukit-bukit persawahan yang dibangun dan ditata rapi, bertingkat-tingkat hingga ke hutan Lemor yang memiliki sumber mata air yang melimpah.
Berbagai sumber menyebutkan, bahwa setelah dipindahkan, Kerajaan Selaparang mengalami kemajuan pesat. Sebuah sumber mengungkapkan, Kerajaan Selaparang dapat mengembangkan kekuasaannya hingga ke Sumbawa Barat. Disebutkan pula bahwa seorang raja muda bernama Sri Dadelanatha, dilantik dengan gelar Dewa Meraja di Sumbawa Barat karena saat itu (1630 Masehi) daerah ini juga masih termasuk ke dalam wilayah kekuasaan Kerajaan Selaparang. Kemudian dilanjutkan oleh generasi berikutnya, yaitu sekitar tanggal 30 November 1648 Masehi, putera mahkota Selaparang bernama Pangeran Pemayaman dengan gelar Pemban Aji Komala, dilantik di Sumbawamenjadi Sulthan Selaparang yang memerintah seluruh wilayah Pulau Lombok dan Sumbawa.
Setelah terjadinya Perjanjian Bongayana pada tanggal 18 November 1667, kerajaan-kerajaan yang ada di Nusa Tenggara mengalami tekanan dari VOC. Dengan keadaan tersebut, maka pusat Kerajaan Lombok dipindahkan ke Sumbawa pada tahun 1673. Tujuan pemindahan tersebut adalah untuk mempertahankan kedaulatan kerajaan-kerajaan Islam di pulau tersebut dengan dukungan pengaruh kekuasaan Gowa. Alasan Kerajaan Lombok dipindahkan ke Sumbawa adalah karena Sumbawa dipandang lebih strategis dari pada pusat pemerintahan di Selaparang. Disamping itu juga mengingat adanya ancaman dan serangan dari VOC yang terjadi terus menerus.
KERUNTUHAN KERAJAAN DI NUSA TENGGARA
Sekalipun Selaparang unggul melawan kekuatan tetangga, yaitu Kerajaan Gelgel, namun pada saat yang bersamaan, suatu kekuatan baru dari bagian barat telah muncul pula. Embrio kekuatan ini telah ada sejak permulaan abad ke-15 dengan datangnya para imigran petani liar dariKarang Asem (Pulau Bali) secara bergelombang, dan selanjutnya mendirikan koloni di kawasan Kota Mataram sekarang ini. Kekuatan itu kemudian secara berangsur-angsur tumbuh berkembang sehingga menjelma menjadi kerajaan kecil, yaitu Kerajaan Pagutan dan Pagesangan yang berdiri sekitar tahun 1622 Masehi. Kerajaan ini berdiri lima tahun setelah serangan laut pertama Kerajaan Gelgel dari Bali Utara atau dua tahun sebelum serangan ke dua yang dapat ditumpas oleh pasukan Kerajaan Selaparang.
Namun, bahaya yang dinilai menjadi ancaman utama dan akan tetap muncul secara tiba-tiba adalah kekuatan asing, yakni Belanda, yang tentunya sewaktu-waktu dapat melakukan ekspansi militer. Kekuatan dan tetangga dekat diabaikan, karena Gelgel yang demikian kuat mampu dipatahkan. Oleh sebab itu, sebelum kerajaan yang berdiri di wilayah kekuasaannya di bagian barat ini berdiri, hanya diantisipasi dengan menempatkan laskar kecil di bawah pimpinan Patinglaga Deneq Wirabangsa.
Dalam upaya menghadapi masalah yang baru tumbuh dari bagian barat itu, yakni Kerajaan Gelgel, dan Kerajaan Mataram Karang Asem,maka secara tiba-tiba saja, salah seorang tokoh penting di lingkungan pusat kerajaan bernama Arya Banjar Getas ditengarai berselisih paham dengan rajanya, raja Kerajaan Selaparang, soal posisi pasti perbatasan antara wilayah Kerajaan Selaparang dan Pejanggik. Arya Banjar Getas beserta para pengikutnya kemudian memutuskan untuk meninggalkan Selaparang dan bergabung dengan sebuah ekspedisi militer KerajaanMataram Karang Asem (Bali) yang pada saat itu sudah berhasil mendarat di Lombok Barat. Kemudian dengan segala taktiknya, Arya Banjar Getas menyusun rencana dengan pihak Kerajaan Mataram Karang Asem untuk bersama-sama menggempur Kerajaan Selaparang. Pada akhirnya, ekspedisi militer tersebut telah berhasil menaklukkan Kerajaan Selaparang. Peristiwa itu terjadi sekitar tahun 1672 Masehi. Sejak saat itu, Kerajaan Karang Asem menjadi penguasa tunggal di Lombok.
http://zaviraalfiantirizqi.blogspot.co.id/makalah-kerajaan-islam-di-nusa-tenggara.html
SEJARAH KERAJAAN SELAPARANG
Salah satu kerajaan besar yang pernah ada di lombok adalah kerajaan Selaparang. Pada masa lampau, Kerajaan ini berpusat di Selaparang Lombok Timur. Kerajaan yang dulu pernah besar ini, pada masa kejayaannya dipimpin oleh seorang raja yang jumawa dan punya wawasan luas yaitu Prabu Rangkesari. Kerajaan selaparang Di bawah pimpinan Prabu Rangkesari, berkembang menjadi kerajaan yang maju di berbagai bidang.
Munculnya kerjaan-kerajaan di Lombok berawal dari expedisi Mpu Nala pada tahun 1343 di bawah perintah kerajaan Majapahit. Expedisi ini merupakan pelaksanaan dari Sumpah Palapa Maha Patih Gajah Mada. Setelah Mpu Nala melaksanakan tugasnya, lalu kemudian pada tahun 1352 Gajah Mada turun sendiri melanjutkan expedisinya ke Lombok.
Ekspedisi ini khususnya di Lombok, meninggalkan bekas berupa empat kerajaan yang memiliki hubungan persaudaraan, yaitu Kerajaan Bayan di barat, Kerajaan Selaparang di Timur, Kerajaan Langko di tengah, dan Kerajaan Pejanggik di selatan. Tidak hanya meninggalkan jejak kerajaan besar atau kerajaan utama, tapi expedisi ini juga meninggalkan jejak kerajaan-kerajaan kecil, seperti Parwa dan Sokong serta beberapa desa kecil, seperti Pujut, Tempit, Kedaro, Batu Dendeng, Kuripan, dan Kentawang. Namun, setelah Majapahit runtuh, Semua keajaan ini selanjutnya menjadi wilayah/kerajaan yang bebas dan merdeka.
Kerajaan Lombok merupakan kerajaan yang terkenal dan terkemuka di antara semua kerajaan yang ada. Kerajaan ini berpusat di Labuhan Lombok. Kerajaan ini berada di teluk Lombok dengan sumber air tawar yang sangat banyak dan bagus,selain itu teluk ini sangat indah dipandang, sehingga banyak pedagang yang tertarik untuk berkunjung ke kerajaan Lombok. Kondisi ini juga yang membuat para pedagang dari berbagai kerajaan di Nusantara datang untuk berkunjung, seperti pedagang dari Sulawesi, Gresik, Palembang dan dari Banten. Ini kemudian memberikan kontribusi yang sangat menggembirakan bagi kerajaan Lombok. Sehingga kondisi ekonomi rakyatnya semakin meningkat.
Prabu Rangkeswari merupakan raja dari kerajaan Lombok. Dibawah kepemimpinannya, sang prabu membuat sebuah kebijakan besar yaitu memindahkan pusat kerajaan ke Desa Selaparang. Pemindahan pusat kerajaan ini diambil karena usul dari Patih Banda Yuda dan Patih Singa Yuda. letak Desa Selaparang lebih strategis dan tidak mudah diserang musuh, inilah alasan pemindahan pusat kerajaan ini. Letak dan pososo kerajaan sebelumnya memang tidak menguntungkan, karena akan musuh akan mudah masuk dan menyerang lewat berbagai penjuru.
panorama Selat Alas yang indah membiru dapat dinikmati dengan latar belakang daratan Pulau Sumbawa dari ujung utara ke selatan dengan sekali sapuan pandangan, inilah suasana di pusat kerajaan yang baru ini, Dengan demikian semua gerakan yang mencurigakan di tengah lautan akan segera dapat diketahui. Di belakang kerajaan, bukit-bukit dibuat menjadi area persawahan dan ditata dengan rapi bertingkat-tingkat hingga menembus hutan Lemor yang kaya akan sumber air.
Kejayaan Kerajaan Selaparang
Pemindahan pusat kerajaan membawa suasana dan kondisi membaik bagi kerajaan dan rakyatnya. Di bawah pimpinan Prabu Rangkesari, Kerajaan Selaparang berkembang menjadi kerajaan yang maju di berbagai bidang. Salah satunya adalah perkembangan kebudayaan yang kemudian banyak melahirkan manusia-manusia sebagai khazanah warisan tradisional masyarakat Lombok sampai hari ini. Dengan dipindahkannya pusat kerajaan, maka kerajaan Lombok berubah nama menjadi Kerajaan Selaparang, sebutan ini lama kelamaan menjadi sebutan akrab dikalangan kerajaan dan rakyat. Yang semakin membaik ini, membuat kerajaan selaparang semakin besar dan tangguh. Selain memperbaiki kondisi kerajaan dan rakyatnya, Selaparang juga memperkuat laskarnya, baik di darat maupun di laut.
pada tahun 1520 Kerajaan Selaparang di serang oleh kerajaan Gelgel dari Bali. Penyerangan ini berawal dari ketidaksenangan Gelgel melihat perkembangan kerajaan Selaparang yang kian pesat. Kerajaan Gelgel menganggap dirinya merupakan pewaris Majapahit. Kerajaan Gelgel mengerahkan pasukannya untuk menyerang Selaparang. Namun, kerajaan Selaparang tidak tinggal diam melihat tingkah kerajaaan Gelgel yang Sombong. Kerajaan Selaparang melawan serangan Gelgel dengan sekuagt tenaga dan serangan tersebut mampu dipatahkan dan Gelgel mengalami kegagalan. Kejayaan Selaparang kiat melejit sampai ke penjuru Nusantara.
Kerajaan Selaparang mengalami kemajuan yang kian pesat dan tambah perkasa. Tidak berhenti disitu, Kerajaan Selaparang dapat mengembangkan kekuasaannya hingga ke Sumbawa Barat. Seorang raja muda bernama Sri Dadelanatha, dilantik dengan gelar Dewa Meraja di Sumbawa Barat karena saat itu (1630 Masehi) daerah ini juga masih termasuk ke dalam wilayah kekuasaan Kerajaan Selaparang. Kemudian dilanjutkan oleh generasi berikutnya, yaitu sekitar tanggal 30 November 1648 Masehi, putera mahkota Selaparang bernama Pangeran Pemayaman dengan gelar Pemban Aji Komala, dilantik di Sumbawamenjadi Sulthan Selaparang yang memerintah seluruh wilayah Pulau Lombok dan Sumbawa.
Sekitar tahu 1667-1668 Masehi, Laskar lautnya telah berhasil mengusir Belanda yang hendak memasuki dan menjajah wilayahnya. Sebelum terjadi peperangan laut, daerah kekuasaan kerajaan Selaparang yaitu Pulau Sumbawa mampu direbut oleh Belanda. Daerah ini lebih dulu dikuasai karena sebelum peperangan laut itu, Sumbawa sudah ditundukkan. Mungkin akan berbeda ceritanya kalau sebelum peperangan laut, Belanda jangan coba-coba mau menguasai daerah selaparang. Tidak hanya itu, laskar laut Selaparang juga pernah mematahkan serangan yang dilancarkan oleh Kerajaan Gelgel (Bali) dari arah barat. sekitar tahun 1616 dan 1624 Masehi, Selaparang pernah dua kali terlibat dalam pertempuran sengit melawan Kerajaan Gelgel. Kedua serangan Gelgel tersebut mampu dipatahkan sehingga banyak tentara Gelgel didi tangkap dan di tawan.
Tidak mau mengalami kekalahan lagi, kerajaan Gelgel memutar otak mengatur strategi yang cerdik untuk memerangi dan menguasai kerajaan selaparang. Akhirnya kerajaan Gelgel punya strategi yang cerdik, yaitu memaanfaatkan situasai untuk melakukan infiltrasi dengan mengirimkan rakyatnya membuka pemukiman dan persawahan di bagian selatan sisi barat Lombok yang subur.
Sekalipun Selaparang unggul melawan kekuatan tetangga, yaitu Kerajaan Gelgel, namun pada saat yang bersamaan, suatu kekuatan baru dari bagian barat telah muncul pula. Embrio kekuatan ini telah ada sejak permulaan abad ke-15 dengan datangnya para imigran petani liar dari Karang Asem (Pulau Bali) secara bergelombang, dan selanjutnya mendirikan koloni di kawasan Kota Mataram sekarang ini. Kekuatan itu kemudian secara berangsur-angsur tumbuh berkembang sehingga menjelma menjadi kerajaan kecil, yaitu Kerajaan Pagutan dan Pagesangan yang berdiri sekitar tahun 1622 Masehi. Kerajaan ini berdiri lima tahun setelah serangan laut pertama Kerajaan Gelgel dari Bali Utara atau dua tahun sebelum serangan ke dua yang dapat ditumpas oleh laskar Kerajaan Selaparang.
Belajar dari kegagalan serangan pada 1520, juga menempuh strategi baru dengan mengirim Dangkiang Nirartha untuk memasukkan faham baru berupa singkretisme Hindu-Islam. Tidak berselang lama strategi ini dilancarkan, banyak para pimpinan agama dan tokoh masyarakat Lombok yang belum lama memeluk Islam terpengaruh. Namun di tengah perjalannya, kerajaan Gelgel mengalami stagnasi dan kelemahan dimana-mana. Kerajaan Hindu hindu menuai masalah internal yang cukup berpengaruh sehingga niat untuk menguasai Selaparang terhenti.
Runtuhnya Kerajaan Di Lombok
Setelah VOC menguasai jalur perdagangan di utara, kerajaan Gowa gusar. Karena tidak mau memberikan peluang lagi kepada Belanda, Gowa menutup jalur perdagangan ke selatan dengan cara menguasai Pulau Sumbawa dan Selaparang. Gowa juga melakukan ekspansi dan mampu menguasai Flores Barat dengan mendirikan Kerajaan Manggarai untuk membendung misi kristenisasi menuju ke barat.
Gelgel yang mulai bangkit tidak senang dengan ekspansi Gowa ini. Gowa dihadapkan pada posisi dilematis, mereka khawatir Belanda memanfaatkan Gelgel. Maka tercapai kesepakatan dengan Gelgel melalui perjanjian Saganing pada tahun 1624, yang isinya antara lain Gelgel tidak akan bekerja sama dengan Belanda dan Gowa akan melepaskan perlindungannya atas Selaparang, yang dianggap halaman belakang Gelgel.
Sepeninggal Dalem Sagining yang digantikan oleh Dalem Pemayun Anom kesepakatan tersebut mengalami perubahan, terjadi terjadi polarisasi yang semakin jelas, yakni Gowa menjalin kerjasama dengan Mataram di Jawa dalam rangka menghadapi Belanda. Sebaliknya Belanda berhasil mendekati Gelgel, sehingga pada tahun 1640, Gowa masuk kembali ke Lombok. Bahkan pada tahun 1648, salah seorang Pangeran Selaparang dari Trah Pejanggik bernama Mas Pemayan dengan gelar Pemban Mas Aji Komala, diangkat sebagai raja muda, semacam gubernur mewakili Gowa, berkedudukan di bagian bara pulau Sumbawa.
Dibawah pimpinan Sultan Hasanuddin Gowa melakukan perlawanan keras terhadap Belanda, perak tidak terelakkan. Hingga akhirnya pada tahun 1667, Gow harus menerima perjanjian Bungaya. Dari pertempuran anatara Gowa dan Belanda, Gelgel berusaha memanfaatkan situasi dengan mengirimkan ekspedisi langsung ke pusat pemerintahan Selaparang pada tahun 1668-1669, tetapi ekspedisi tersebut gagal. Perjanjian Bungaya adalah sebuah wilayah yang terletak disekitar pusat kerajaan Gelgel di Klungkung yang menandai eratnya hubungan Gelgel-Belanda.
Walaupun Kerajaan Selaparang mampu mengalahkan serangan kerajaan Gelgel, petani liar dari Karang Asem (Bali) yang mendirikan koloni dan menjelma sebagai sebuah kerajaan kecil, yaitu kerajaan Pagutan dan Pagesangan. Kerajaan ini muncul pada tahun 1622, embrio kekuatan ini sebenarnya sudah ada sejak permulaan abad ke 15.
Bahaya yang paling besar dan ditakuti muncul secara tiba-tiba adalah kekuatan asing, yakni Belanda. Ini merupakan ancaman utama. Ekspansi militer belanda sangat membahayakan. Akhirnya, karena terlalu fokus pada ancaman utama ini, Selaparang mengabaikan kekuatan Gelgel, karena Gelgel selalu mampu dikalahkan. Oleh sebab itu, untuk mengantisipasi kekuatan kerarajaan kecil tersebut, maka dibawah pimpinan Patinglaga Deneq Wirabangsa, Kerajaan Selaparang hanya menempatkan laskarnya berjumlah kecil.
Namun, di internal Kerajaan Selaparang ditengarai ada masalah yang cukup serius yaitu perbedaan pandangan antara Raja dan salah seorang tokoh penting di lingkungan pusat kerajaan yang bernama Arya Banjar Getas soal posisi pasti perbatasan antara wilayah Kerajaan Selaparang dan Pejanggik. Dari perselisihan paham tersebut, akhirnya Arya Banjar Getas beserta pengikutnya meninggalkan Selaparang bergabung dengan Kerajaan Pejanggik, Raden Arya Banjar Getas juga mampu mengajak Kerajaan Pejanggik untuk ikut serta dan bergabung dalam ekspedisi tentara Kerajaan Mataram Karang Asem (Bali) yang sudah berhasil mendarat di Lombok Barat. Hingga pada tahun 1672 kerajaan Selaparang berhasil ditaklukkan setelah menerima ekspedisi militer Arya Banjar Getas, Pejanggik dengan pihak Kerajaan Mataram Karang Asem. Kerajaan Selaparang dapat ditaklukkan hampir tanpa perlawana, pusat kerajaan selaparang hancur rata dengan tanah, dan raja beserta seluruh keluarganya mati terbunuh.
Empat belas tahun setelah membumihanguskan Selaparang, Kerajaan Pejanggik juga dibumihanguskan oleh Keerajaan Mataram Karang Asem pada tahun 1686. Tidak hanya kerajaan Pejanggik, kerajaan Mataram juga meluluh lanttakkan kerajaan-kerajaan kecil yang ada di Lombok. Kerajaan Mataram menguasai seluruh penjuru Lombok.
http://dutalombok.blogspot.co.id/2014/01/sejarah-kerajaan-selaparang.html
Di Lombok, berdiri empat kerajaan utama yang saling bersaudara, yaitu:
- Kerajaan Bayan di barat
- Kerajaan Selaparang di Timur
- Kerajaan Langko di tengah
- Kerajaan Pejanggik di selatan
Masuknya Agama Islam
Diceritakan di dalam daun Lontar bahwa agama Islam salah satunya pertama kali dibawa dan disebarkan oleh seorang muballigh dari kota Bagdad, Iraq, bernama AsySyaikh As-Sayyid Nūrurrasyīd Ibnu Hajar al-Haytami. Masyarakat Pulau Lombok secara turun-temurun lebih mengenal beliau dengan sebutan 'Ghaus 'Abdurrazzāq'. Beliau inilah, selain sebagai penyebar agama Islam, dipercaya juga sebagai menurunkan Sulthan-Sulthan dari kerajaan-kerajaan yang ada di Pulau Lombok. Namun selain beliau, Betara Tunggul Nala (Nala Segara) diyakini pula sebagai leluhur Sulthan-Sulthan di Pulau Lombok.Betara Nala memiliki seorang putra bernama Deneq Mas Putra Pengendeng Segara Katon Rambitan yang bernama asli Sayyid 'Abdrurrahman. Beliau ini dikenal pula dengan nama Wali Nyatok, seorang muballigh dan Wali Allah. Kata "Nyatoq" artinya Nyata. Ia disebut sebagai pendiri Kerajaan Kayangan yang merupakan cikal bakal Kerajaan Selaparang. Namun, karena ketinggian ilmu tarekatnya (thariqah), maka beliau memilih untuk mengundurkan diri dari panggung Kerajaan Kayangan dan kemudian menetap di desa Rambitan, Lombok Tengah, sebagai penyebar agama Islam di wilayah ini. Wali Nyatok ini di Pulau Bali terkenal dengan nama Pedanda Sakti Wawu Rauh atau Danghyang Dwijendra. Adapun di Sumbawa terkenal dengan nama Tuan Semeru, sedangkan di Pulau Jawa beliau bernama Aji Duta Semu atau Pangeran Sangupati. Wali Nyatoq dikenal juga di Lombok dengan nama Datu Pangeran Djajing Sorga yang dipercaya datang dari Majapahit, Kabangan, Jawa Timur, untuk menyebarkan agama Islam. Ia mengarang kitab Jatiswara, Prembonan, Lampanan Wayang, Tashawwuf dan Fiqh. Dalam proses menyebarkan agama Islam, salah satu media yang digunakannya adalah Wayang, sebagaimana yang dilakukan pula oleh Sunan Kalijaga. Adapun bentuk mistik Islam yang dibawanya merupakan kombinasi (sinkretisme) antara mistisme Islam (Sufisme) dengan salah satu ajaran filsafat Hindu, yaitu Advaita Vedanta.
Kembali ke soal Kerajaan Selaparang dan Ghaus 'Abdurrazzāq. Tidak diketahui secara pasti kapan tepatnya beliau masuk ke Pulau Lombok. Namun pendapat terkuat menyebutkan bahwa beliau datang ke Pulau Lombok untuk pertama kalinya sekitar tahun 600-an Hijriyah atau abad ke-13 Masehi (antara tahun 1201 hingga 1300 Masehi). Ghaus 'Abdurrazzāq mendarat di Lombok Utara yang disebut dengan Bayan. Beliaupun menetap dan berda'wah di sana. Beliau kemudian menikah dan lahirlahi tiga orang anak, ya'ni Sayyid Umar, yang kemudian menjadi datu Kerajaan Pujut, Sayyid Amir, yang kemudian menjadi datu Kerajaan Pejanggik, dan Syarifah Qomariah atau yang lebih terkenal dengan sebutan Dewi Anjani.
Kemudian Ghaus 'Abdurrazzāq menikah lagi dengan seorang putri dari Kerajaan Sasak yang melahirkan dua orang anak, ya'ni seorang putra bernama Sayyid Zulqarnain (dikenal juga dengan sebutan Syaikh 'Abdurrahman) atau disebut pula dengan Ghaos 'Abdurrahman, dan seorang putri bernama Syarifah Lathifah yang dijuluki denganDenda Rabi'ah. Sayyid Zulqarnain inilah yang kemudian mendirikan Kerajaan Selaparang sekaligus pula sebagai Datu (raja) pertama dengan gelar Datu Selaparang atau Sulthan Rinjani.
Sampai disini sudah terdapat dua versi, yakni antara Nala Segara (Betara Tunggul Nala) dan Ghaus 'Abdurrazzāq yang sama-sama dipercaya sebagai penyebar agama Islam, menjadi cikal bakal Sulthan-Sulthan Lombok dan pendiri Kerajaan Selaparang. Pertanyaan yang agak menggelitik kemudian adalah:Tidakkah keduanya memang orang yang sama? Tidakkah yang dimaksud sebagai Nala Segara itu sebagai Ghaus 'Abdurrazzāq, dan Wali Nyatok adalah Ghaos 'Abdurrahman?. Hal itu masih dimungkinkan mengingat pada masa dahulu seorang tokoh seringkali menggunakan nama-nama berbeda ditempat yang berbeda.
Diceritakan di dalam daun Lontar bahwa agama Islam salah satunya pertama kali dibawa dan disebarkan oleh seorang muballigh dari kota Bagdad, Iraq, bernama AsySyaikh As-Sayyid Nūrurrasyīd Ibnu Hajar al-Haytami. Masyarakat Pulau Lombok secara turun-temurun lebih mengenal beliau dengan sebutan 'Ghaus 'Abdurrazzāq'. Beliau inilah, selain sebagai penyebar agama Islam, dipercaya juga sebagai menurunkan Sulthan-Sulthan dari kerajaan-kerajaan yang ada di Pulau Lombok. Namun selain beliau, Betara Tunggul Nala (Nala Segara) diyakini pula sebagai leluhur Sulthan-Sulthan di Pulau Lombok.Betara Nala memiliki seorang putra bernama Deneq Mas Putra Pengendeng Segara Katon Rambitan yang bernama asli Sayyid 'Abdrurrahman. Beliau ini dikenal pula dengan nama Wali Nyatok, seorang muballigh dan Wali Allah. Kata "Nyatoq" artinya Nyata. Ia disebut sebagai pendiri Kerajaan Kayangan yang merupakan cikal bakal Kerajaan Selaparang. Namun, karena ketinggian ilmu tarekatnya (thariqah), maka beliau memilih untuk mengundurkan diri dari panggung Kerajaan Kayangan dan kemudian menetap di desa Rambitan, Lombok Tengah, sebagai penyebar agama Islam di wilayah ini. Wali Nyatok ini di Pulau Bali terkenal dengan nama Pedanda Sakti Wawu Rauh atau Danghyang Dwijendra. Adapun di Sumbawa terkenal dengan nama Tuan Semeru, sedangkan di Pulau Jawa beliau bernama Aji Duta Semu atau Pangeran Sangupati. Wali Nyatoq dikenal juga di Lombok dengan nama Datu Pangeran Djajing Sorga yang dipercaya datang dari Majapahit, Kabangan, Jawa Timur, untuk menyebarkan agama Islam. Ia mengarang kitab Jatiswara, Prembonan, Lampanan Wayang, Tashawwuf dan Fiqh. Dalam proses menyebarkan agama Islam, salah satu media yang digunakannya adalah Wayang, sebagaimana yang dilakukan pula oleh Sunan Kalijaga. Adapun bentuk mistik Islam yang dibawanya merupakan kombinasi (sinkretisme) antara mistisme Islam (Sufisme) dengan salah satu ajaran filsafat Hindu, yaitu Advaita Vedanta.
Kembali ke soal Kerajaan Selaparang dan Ghaus 'Abdurrazzāq. Tidak diketahui secara pasti kapan tepatnya beliau masuk ke Pulau Lombok. Namun pendapat terkuat menyebutkan bahwa beliau datang ke Pulau Lombok untuk pertama kalinya sekitar tahun 600-an Hijriyah atau abad ke-13 Masehi (antara tahun 1201 hingga 1300 Masehi). Ghaus 'Abdurrazzāq mendarat di Lombok Utara yang disebut dengan Bayan. Beliaupun menetap dan berda'wah di sana. Beliau kemudian menikah dan lahirlahi tiga orang anak, ya'ni Sayyid Umar, yang kemudian menjadi datu Kerajaan Pujut, Sayyid Amir, yang kemudian menjadi datu Kerajaan Pejanggik, dan Syarifah Qomariah atau yang lebih terkenal dengan sebutan Dewi Anjani.
Kemudian Ghaus 'Abdurrazzāq menikah lagi dengan seorang putri dari Kerajaan Sasak yang melahirkan dua orang anak, ya'ni seorang putra bernama Sayyid Zulqarnain (dikenal juga dengan sebutan Syaikh 'Abdurrahman) atau disebut pula dengan Ghaos 'Abdurrahman, dan seorang putri bernama Syarifah Lathifah yang dijuluki denganDenda Rabi'ah. Sayyid Zulqarnain inilah yang kemudian mendirikan Kerajaan Selaparang sekaligus pula sebagai Datu (raja) pertama dengan gelar Datu Selaparang atau Sulthan Rinjani.
Sampai disini sudah terdapat dua versi, yakni antara Nala Segara (Betara Tunggul Nala) dan Ghaus 'Abdurrazzāq yang sama-sama dipercaya sebagai penyebar agama Islam, menjadi cikal bakal Sulthan-Sulthan Lombok dan pendiri Kerajaan Selaparang. Pertanyaan yang agak menggelitik kemudian adalah:Tidakkah keduanya memang orang yang sama? Tidakkah yang dimaksud sebagai Nala Segara itu sebagai Ghaus 'Abdurrazzāq, dan Wali Nyatok adalah Ghaos 'Abdurrahman?. Hal itu masih dimungkinkan mengingat pada masa dahulu seorang tokoh seringkali menggunakan nama-nama berbeda ditempat yang berbeda.
http://kota-islam.blogspot.co.id/2014/05/sejarah-kerajaan-islam-selaparang.html
Kerajaan Selaparang merupakan salah satu kerajaan yang berada di wilayah Lombok dengan pusat kerajaannya berada di Selaparang (juga disebut Seleparang). Secara letak administratif, wilayah Selaprang saat ini berada di kecamatan Swela, Lombok Timur.
Sumber-sumber untuk menjelaskan Kerajaan Selaparang hingga saat ini bisa dikatakan sangat minim. Terutama sumber yang berkenaan dengan awal mula berdirinya kerajaan tersebut. Meski demikian, terdapat beberapa sumber yang masih bisa ditelusuri lebih lanjut salah satunya adalah sumber yang menyebutkan bahwa berdirinnya Kerajaan Selaparang ini tidak terlepas dari sejarah perkembangan agama Islam di Pulau Lombok.
Agama Islam dipercaya salah satunya (bukan satu-satunya), pertama kali datang ke Lombok dibawa dan juga disebarkan oleh seorang mubaligh yang berasal dari kota Bagdad, Iraq.
Ia bernama Syaikh Sayyid Nururrasyid Ibnu Hajar al-Haitami yang dalam tradisi Masyarakat Pulau Lombok lebih dikenal dengan sebutan Ghaos Abdul Razak. Selain sebagai penyebar agama Islam, Ghaos Abdul Razak diberitakan juga sebagai cikal bakal dari munculnya sultan-sultan atau kerajaan-kerajaan di Pulau Lombok. Selain Ghaos Abdul Razak , juga dikenal tokoh berenama Betara Tunggul Nala (disebut pula Nala Segara) yang juga diyakini sebagai leluhur para Sultan di Pulau Lombok.
Belum dapat diketahui secara pasti kapan tepatnya Ghaos Abdul Razak masuk ke Pulau Lombok. Namun, ada pendapat yang menyebutkan bahwa beliau datang ke Pulau Lombok sekitar tahun 600-an Hijriah atau permulaan abad ke-13 Masehi.
Ghaos Abdul Razak ini kemudian mendarat di Lombok utara, menetap dan berdakwah di wilayah tersebut. Beliau diberitakan menikah dan memiliki tiga orang anak, yakni; Sayyid Umar (Datu Kerajaan Gunung Pujut); Sayyid Amir, (Datu Kerajaan Pejanggik); dan Syarifah Qomariah yang lebih dikenal dengan sebutan Dewi Anjani.
Ghaos Abdul Razak menikah lagi dengan putri Kerajaan Sasak yang kemudian melahirkan dua orang anak; Sayyid Zulqarnain (Syaikh ‘Abdul Rahman) atau disebut pula dengan Ghaos Abdul Rahman; dan seorang putri bernama Syarifah Lathifah yang dijuluki pula dengan Denda Rabi’ah.
Sayyid Zulqarnain inilah yang diperkirakan kemudian menjadi pendiri dari Kerajaan Selaparang yang sekaligus pula sebagai Raja atau Datu pertama Kerajaan Selaprang bergelar Sulthan Rinjani.
Nala Segara (Betara Tunggul Nala) dan Ghaos Abdul Razak, keduanya memang dipercaya sebagai penyebar agama Islam di lombok dan juga menjadi cikal bakal dari pendiri Kerajaan Selaparang. sebagain pendapat menyebut kedua tokoh ini adalah satu orang yang sama.
Selain dikatikan dengan perkembangan agama Islam, munculnya kerajaan Selaparang juga dihubungkan dengan Kerajaan pendahulunya yaitu Kerajaan Desa Lae’ (yang diperkirakan merupakan kerajaan tertua di Lombok) yang kemudian menjadi Kerajaan Pamatan lalu berlanjut ke Kerajaan Suwung hingga menjadi Kerajaan Selaparang.
Pendapat lainnya menghubungkan munculnya Kerajaan Selaparang akibat ekspedisi militer dari Kerajaan Majapahit tahun 1357 yang menghancurkan kerajaan-kerajaan di Lombok. Seorang bangsawan istana yang berhasil melarikan diri kemudian berhasil menggabungkan kekuasaan dan membentuk kerajaan baru bernama Batu Parang yang merupakan cikal bakal kerajaan Selaparang.
Kejayaan Kerajaan Selaparang
Keruntuhan Kerajaan Selaparang
Keruntuhan Kerajaan Selaparang
Kerajaan Selaparang ini disebut sebagai kerajaan yang cukup berpengaruh baik itu di darat maupun dalam wilaya laut. Laskar lautnya bahkan tercatat berhasil mengusir perahu-perahu Belanda yang berniat memasuki wilayah Selaparang sekitar tahun 1667-1668 Masehi.
Perlawanan terhadap Belanda meski tidak sampai membuat Kerajaan ini runtuh, kenyataannya Selaparang harus merelakan salah satu wilayahnya jatuh ke tangan Belanda, yakni Pulau Sumbawa, karena wilayah itu telah lebih dahulu dikuasai sebelum terjadinya peperangan di laut.
Laskar laut Kerajaan Selaparang juga tercatat pernah mematahkan serangan Kerajaan Gelgel (Bali) dari arah barat. Selaparang kabarnya pernah dua kali terlibat peperangan dengan Kerajaan Gelgel, sekitar tahun 1616 dan 1624. Akan tetapi dalam dua kesempatan pertempuran tersebut, tentara Gelgel konon dapat dikalahkan.
Pusat pemerintahan kerajaan Selaprang tercatat pernah dipindahkan ke daerah pedalaman, ke sebuah dataran perbukitan, tepat di desa Selaparang sekarang ini. Kabarnya kebijakan ini diambil untuk memperkuat sektor Agraris mereka sekaligus juga meningkatkan pengawasan daerahnya karena dari tempat yang baru tersebut mereka lebih leluasa mengawasi wilayah pantai mereka.
Setelah dipindahkan, Kerajaan Selaparang kemudian mengalami kemajuan yang pesat. Kerajaan ini bahkan mengembangkan kekuasaannya hingga ke wilayah Sumbawa bagian barat. Sumbawa bahkan secara berturut-turut menjadi wilayah yang cukup disenangi oleh para raja Selaprang. Pada tahun 1630 Masehi, Sri Dadelanatha, Raja muda Selaprang bahkan dilantik di Sumbawa Barat.
Pangeran Pemayaman yang bergelar Pemban Aji Komala, juga dilantik di Sumbawa pada tanggal 30 November 1648 Masehi, Para Sultan Selaparang ini mungkin telah memerintah seluruh wilayah Pulau Lombok dan Sumbawa.
Wilayah ibukota Kerajaan Selaparang juga tercatat memiliki daerah penghasil padi. Bukit-bukit persawahan dibangun dan ditata rapi. Wilayah pertanian yang bertingkat-tingkat itu bahkan sampai hutan Lemor yang kaya akan sumber airnya.
Sekalipun Selaparang unggul ketika digempur oleh Kerajaan Gelgel, namun disaat yang bersamaan, kekuatan baru muncul dari bagian barat. Pesaing Selaprang hadir di wilayah yang sekarang dikenal dengan kota Mataram.
Kerajaan Pagutan dan Kerajaan Pagesangan yang muncul sekitar tahun 1622 Masehi, perlahan namun pasti mulai mengancam hegemoni kerajaan Selaparang. Kerajaan Mataram Karang Asem bahkan telah menjadi pesaing utama mereka selain kerajaan Gelgel. Belum lagi kekuatan asing, yakni Belanda dan Portugis, yang sewaktu-waktu dapat melakukan ekspansi militer ke kawasan mereka.
Kerajaan Selaprang tidak tinggal diam, mereka melakukan antisipasi untuk mengatasi masalah yang tumbuh dari bagian barat; yakni Kerajaan Gelgel, Kerajaan Mataram Karang Asem, serta gangguan keamana dari bangsa asing, terutama Belanda. Namun ternyata bahaya yang tak diduga muncul dari dalam, dari wilayah Kerajaan Selaparang sendiri.
Dikabarkan telah terjadi perselisihan dalam kerajaan Selaparang dengan salah satu wilayahnya berkenaan dengan perbatasan wilayah kekuasaan. Akibat perselisihan itu, beberapa tokoh penting kerajaan memutuskan untuk meninggalkan Selaparang dan bergabung dengan Kerajaan Mataram Karang Asem (Bali).
Kerajaan Mataram Karang Asem kemudian berhasil mendarat di Lombok Barat dan menggempur Kerajaan Selaparang. Pada akhirnya, Kerajaan Selaparang dapat ditaklukan dan Pulau Lombok sepenuhnya berada dibawah kekuasaan kerajaan dari Bali.
http://www.wacana.co/kerajaan-selaparang/
Kerajaan Selaparang
Kerajaan Selaparang adalah salah satu kerajaan yang pernah ada di Pulau Lombok. Pusat kerajaan ini pada masa lampau berada di Selaparang (sering pula diucapkan dengan Seleparang), yang saat ini kurang lebih lebih berada di desa Selaparang, kecamatan Swela, Lombok Timur.
Sejujurnya minim sekali yang dapat diketahui tentang sejarah Kerajaan Selaparang, terutama sekali tentang awal mula berdirinya. Namun, tentu saja terdapat beberapa sumber objektif yang cukup dapat dipercaya. Salah satunya adalah kisah yang tercatat di dalam daun Lontar yang menyebutkan bahwa berdirinya Kerajaan Selaparang tidak akan pernah bisa dilepaskan dari sejarah masuknya atau proses penyebaran agama Islam di Pulau Lombok.
Sejarah
Berdirinya Selaparang
Disebutkan di dalam daun Lontar tersebut bahwa agama Islam salah satunya pertama kali dibawa dan disebarkan oleh seorang muballigh dari kota Bagdad, Iraq, bernama AsySyaikh As-Sayyid Nūrurrasyīd Ibnu Hajar al-Haytami. Masyarakat Pulau Lombok secara turun-temurun lebih mengenal dia dengan sebutan 'Ghaus 'Abdurrazzāq'. Dia inilah, selain sebagai penyebar agama Islam, dipercaya juga sebagai menurunkan Sulthan-Sulthan dari kerajaan-kerajaan yang ada di Pulau Lombok.Namun selain dia, Betara Tunggul Nala (Nala Segara) diyakini pula sebagai leluhur Sulthan-Sulthan di Pulau Lombok.
Betara Nala memiliki seorang putra bernama Deneq Mas Putra Pengendeng Segara Katon Rambitan yang bernama asli Sayyid 'Abdrurrahman. Dia ini dikenal pula dengan nama Wali Nyatok, seorang muballigh dan Wali Allah. Kata "Nyatoq" artinya Nyata. Ia disebut sebagai pendiri Kerajaan Kayangan yang merupakan cikal bakal Kerajaan Selaparang. Namun, karena ketinggian ilmu tarekatnya (thariqah), maka dia memilih untuk mengundurkan diri dari panggung Kerajaan Kayangan dan kemudian menetap di desa Rambitan, Lombok Tengah, sebagai penyebar agama Islam di wilayah ini.Wali Nyatok ini di Pulau Baliterkenal dengan nama Pedanda Sakti Wawu Rauh atau Danghyang Dwijendra. Adapun di Sumbawa terkenal dengan nama Tuan Semeru, sedangkan di Pulau Jawa dia bernama Aji Duta Semu atau Pangeran Sangupati. Wali Nyatoq dikenal juga di Lombok dengan nama Datu Pangeran Djajing Sorga yang dipercaya datang dari Majapahit, Kabangan, Jawa Timur, untuk menyebarkan agama Islam. Ia mengarang kitab Jatiswara, Prembonan, Lampanan Wayang, Tashawwuf dan Fiqh. Dalam proses menyebarkan agama Islam, salah satu media yang digunakannya adalah Wayang, sebagaimana yang dilakukan pula oleh Sunan Kalijaga. Adapun bentuk mistik Islam yang dibawanya merupakan kombinasi (sinkretisme) antara mistisme Islam (Sufisme) dengan salah satu ajaran filsafat Hindu, yaitu Advaita Vedanta.Kembali ke soal Kerajaan Selaparang dan Ghaus 'Abdurrazzāq. Tidak diketahui secara pasti kapan tepatnya dia masuk ke Pulau Lombok. Namun pendapat terkuat menyebutkan bahwa dia datang ke Pulau Lombokuntuk pertama kalinya sekitar tahun 600-an Hijriyah atau abad ke-13 Masehi (antara tahun 1201 hingga 1300 Masehi). Ghaus 'Abdurrazzāq mendarat di Lombok Utara yang disebut dengan Bayan. Diapun menetap dan berda'wah di sana. Dia kemudian menikah dan lahirlahi tiga orang anak, ya'ni Sayyid Umar, yang kemudian menjadi datu Kerajaan Pujut, Sayyid Amir, yang kemudian menjadi datu Kerajaan Pejanggik, dan Syarifah Qomariah atau yang lebih terkenal dengan sebutan Dewi Anjani.Kemudian Ghaus 'Abdurrazzāq menikah lagi dengan seorang putri dari Kerajaan Sasak yang melahirkan dua orang anak, ya'ni seorang putra bernama Sayyid Zulqarnain (dikenal juga dengan sebutan Syaikh 'Abdurrahman) atau disebut pula dengan Ghaos 'Abdurrahman, dan seorang putri bernama Syarifah Lathifah yang dijuluki dengan Denda Rabi'ah. Sayyid Zulqarnain inilah yang kemudian mendirikan Kerajaan Selaparang sekaligus pula sebagai Datu (raja) pertama dengan gelar Datu Selaparang atau Sulthan Rinjani.Sampai disini sudah terdapat dua versi, yakni antara Nala Segara (Betara Tunggul Nala) dan Ghaus 'Abdurrazzāq yang sama-sama dipercaya sebagai penyebar agama Islam, menjadi cikal bakal Sulthan-Sulthan Lombok dan pendiri Kerajaan Selaparang. Pertanyaan yang agak menggelitik kemudian adalah:Tidakkah keduanya memang orang yang sama? Tidakkah yang dimaksud sebagai Nala Segara itu sebagai Ghaus 'Abdurrazzāq, dan Wali Nyatok adalah Ghaos 'Abdurrahman?. Hal itu masih dimungkinkan mengingat pada masa dahulu seorang tokoh seringkali menggunakan nama-nama berbeda ditempat yang berbeda.
Kejayaan Selaparang
Kerajaan Selaparang tergolong kerajaan yang tangguh, baik di darat maupun di laut. Laskar lautnya telah berhasil mengusir Belanda yang hendak memasuki wilayah tersebut sekitar tahun 1667-1668 Masehi. Namun, Kerajaan Selaparang harus merelakan salah satu wilayahnya dikuasai Belanda, yakni Pulau Sumbawa, karena lebih dahulu direbut sebelum terjadinya peperangan laut. Di samping itu, laskar lautnya pernah pula mematahkan serangan yang dilancarkan oleh Kerajaan Gelgel (Bali) dari arah barat. Selaparang pernah dua kali terlibat dalam pertempuran sengit melawan Kerajaan Gelgel, yakni sekitar tahun 1616 dan 1624 Masehi, akan tetapi kedua-duanya dapat ditumpas habis, dan tentara Gelgel dapat ditawan dalam jumlah yang cukup besar pula.
Setelah pertempuran sengit tersebut, Kerajaan Selaparang mulai menerapkan kebijaksanaan baru untuk membangun kerajaannya dengan memperkuat sektor agraris. Maka, pusat pemerintahan kerajaan kemudian dipindahkan agak ke pedalaman, di sebuah dataran perbukitan, tepat di Desa Selaparang sekarang ini. Dari wilayah kota yang baru ini, panorama Selat Alas yang indah membiru dapat dinikmati dengan latar belakang daratan Pulau Sumbawa dari ujung utara ke selatan dengan sekali sapuan pandangan. Dengan demikian, semua gerakan yang mencurigakan di tengah lautan akan segera dapat diketahui. Wilayah ibukota Kerajaan Selaparang inipun memiliki daerah bagian belakang berupa bukit-bukit persawahan yang dibangun dan ditata rapi, bertingkat-tingkat hingga ke hutan Lemor yang memiliki sumber mata air yang melimpah.Berbagai sumber menyebutkan, bahwa setelah dipindahkan, Kerajaan Selaparang mengalami kemajuan pesat. Sebuah sumber mengungkapkan, Kerajaan Selaparang dapat mengembangkan kekuasaannya hingga ke Sumbawa Barat. Disebutkan pula bahwa seorang raja muda bernama Sri Dadelanatha, dilantik dengan gelar Dewa Meraja di Sumbawa Barat karena saat itu (1630 Masehi) daerah ini juga masih termasuk ke dalam wilayah kekuasaan Kerajaan Selaparang. Kemudian dilanjutkan oleh generasi berikutnya, yaitu sekitar tanggal 30 November 1648 Masehi, putera mahkota Selaparang bernama Pangeran Pemayaman dengan gelar Pemban Aji Komala, dilantik di Sumbawa menjadi Sulthan Selaparang yang memerintah seluruh wilayah Pulau Lombok dan Sumbawa.
Keruntuhan Selaparang
Sekalipun Selaparang unggul melawan kekuatan tetangga, yaitu Kerajaan Gelgel, namun pada saat yang bersamaan, suatu kekuatan baru dari bagian barat telah muncul pula. Embrio kekuatan ini telah ada sejak permulaan abad ke-15 dengan datangnya para imigran petani liar dari Karang Asem (Pulau Bali) secara bergelombang, dan selanjutnya mendirikan koloni di kawasan Kota Mataram sekarang ini. Kekuatan itu kemudian secara berangsur-angsur tumbuh berkembang sehingga menjelma menjadi kerajaan kecil, yaitu Kerajaan Pagutan dan Pagesangan yang berdiri sekitar tahun 1622 Masehi. Kerajaan ini berdiri lima tahun setelah serangan laut pertama Kerajaan Gelgel dari Bali Utara atau dua tahun sebelum serangan ke dua yang dapat ditumpas oleh pasukan Kerajaan Selaparang.Namun, bahaya yang dinilai menjadi ancaman utama dan akan tetap muncul secara tiba-tiba adalah kekuatan asing, yakni Belanda, yang tentunya sewaktu-waktu dapat melakukan ekspansi militer. Kekuatan dan tetangga dekat diabaikan, karena Gelgel yang demikian kuat mampu dipatahkan. Oleh sebab itu, sebelum kerajaan yang berdiri di wilayah kekuasaannya di bagian barat ini berdiri, hanya diantisipasi dengan menempatkan laskar kecil di bawah pimpinan Patinglaga Deneq Wirabangsa.Dalam upaya menghadapi masalah yang baru tumbuh dari bagian barat itu, yakni Kerajaan Gelgel, dan Kerajaan Mataram Karang Asem, maka secara tiba-tiba saja, salah seorang tokoh penting di lingkungan pusat kerajaan bernama Arya Banjar Getas ditengarai berselisih paham dengan rajanya, raja Kerajaan Selaparang, soal posisi pasti perbatasan antara wilayah Kerajaan Selaparang dan Pejanggik. Arya Banjar Getas beserta para pengikutnya kemudian memutuskan untuk meninggalkan Selaparang dan bergabung dengan sebuah ekspedisi militer Kerajaan Mataram Karang Asem (Bali) yang pada saat itu sudah berhasil mendarat di Lombok Barat. Kemudian dengan segala taktiknya, Arya Banjar Getas menyusun rencana dengan pihak Kerajaan Mataram Karang Asem untuk bersama-sama menggempur Kerajaan Selaparang.Pada akhirnya, ekspedisi militer tersebut telah berhasil menaklukkan Kerajaan Selaparang. Peristiwa itu terjadi sekitar tahun 1672 Masehi. Sejak saat itu, Kerajaan Karang Asem menjadi penguasa tunggal di Lombok.
Kerajaan Selaparang
Menjelang akan runtuhnya kerajaan Majapahit di Jawa Timur runtuh, di Lombok ada kerajaan- kerajaan kecil seperti : kerajaan Selaparang, kerajaan Lombok, Langko, Pejanggik, Parwa, Sokong dan Bayan Pujut, Tempit, Kedaro, Batu Dendeng, Kuripan, Kentawang. Ketika Majapahit mengirimkan ekspedisinya ke pulau Bali tahun 1343M diteruskan ke Lombok di bawah pimpinan Empu Nala untuk menaklukkan Selaparang.
Sumber lain menyebutkan bahwa setelah kerajaan Lombok, dihancurkan oleh tentara Majapahit, Raden Maspahit melarikan ke dalam hutan, sekembalinya dari hutan mendirikan kerajaan baru di Patu Parang yang disebut Selaparang |
Setelah ditaklukkan, Gajah Mada datang ke Selaparang yang sebelumnya dikenal dengan nama Selapawis. Sela berarti batu dan pawis berarti ditaklukan jadi Selapawis berarti batu yang ditaklukan. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya beberapa prasasti tentang pernah datangnya Patih Gajah Mada di Lombok meskipun Kerajaan Selaparang merupakan kerajaan yang berdiri sendiri akan tetapi masih bernaung di bawah Kerajaan Majapahit (Lalu Wacana 1977). Kedatangan Gajah Mada ke Lombok ditulis dalam sebuah memori yang disebut Bencangah Pinan.
Sejak kehancuran Selaparang Hindu, di Pulau Lombok timbul kerajaan-kerajaan kecil. Salah satu diantaranya adalah kerajaan Mumbul yang berpusat di Labuhan Lombok. Rajanya bernama “Demung Mumbul atau Batara Mumbul bergelar Prabu Turunan” Prabu Turunan adalah adik dari Pangeran Kaesari, keturunan dari Tunggul Ametung di Jawa. Demung Mumbul diperkirakan datang ke Lombok pada akhir abad XIII atau awal abad XIV sewaktu di Jawa terjadi pergolakan di Kerajaan Majapahit. Demung Mumbul mendirikan kota di teluk Labuan Lombok bersama para pengiringnya dan dimakamkan di sebuah bukit (sekarang Gunung Kayangan).
Setelah mangkatnya Demung Mumbul maka naiklah puteranya yang bernama Pangeran Indrajaya. (Lalu Wacana, 1997). Di kerajaan Lombok terjadi pemberontakan yang dipimpin oleh Demung Brangbantuh karena menuntut balas atas kematin adiknya Patih Sandubaya akan tetapi dapat dipatahkan. Atas nasehat Patih Banda Yuda dan Patih Singa Yuda kerajaan Mumbul (Labuan Lombok) dipindahkan ke Selaparang pada saat itu sedang berlangsung pemerintahan Sunan Dalem yang memerintah tahun 1505 -1545 Masehi.
Pemindahan pusat kerajaan ke Selaparang dengan alasan : Tingkat keamanan yang lebih tinggi dari serangan musuh karena terletak di dataran yang tinggi sehingga mudah untuk mengamati kapal yang datang dari sebelah utara maupun sebelah barat, baik itu kapal para pedagang maupun kapal musuh yang akan menyerang ke Selaparang.
Silsilah Raja-Raja Selaparang
Pendapat lain : Raja-raja Selaparng yang disebut-sebut dalam tradisi sesuai dengan yang dimakamkan antara lain : (1) Raden Mas Pakenak, (2) Dewa Mraja Mas Pekel, (3) Raden Dipati Prakosa, (4) Batara Selaparang |
Setelah Prabu Indrajaya meninggal diganti oleh puteranya bernama Raden Mas Panji Anom yang juga dikenal dengan nama Prabu Anom. Pada masa inilah awal masuknya Islam di Lombok. Prabu Anom mempunyai anak bernama Raden Mas Panji. Raden Mas Panji Tilar Negara diseberangkan ke Alas-Sumbawa. (Tawalinuddin Haris, HS., 2002,). Dari sumber Makasar (Kronik Goa dan Tallo) menyebutkan bahwa Seorang anak laki-laki Raja Selaparang ”Mas Pamayan” menjadi Raja di Sumbawa yang dilantik pada tanggal 30 Nopember 1648 M.
A. Daerah Kekuasaan Kerajaan Selaparang
Setelah runtuhnya Kerajaan Majapahit, kerajaan-kerajaan kecil di Pulau Lombok seperti Kerajaan Selaparang, Langko, Pejanggik, Sokong dan Bayan dan beberapa desa kecil seperti Pujut, Tempit, Kedaro, Batu Dendeng, Kuripan, Kentawang merupakan kerajaan-kerajaan kecil yang merdeka. Dalam babad Lombok disebutkan batas-batas wilayah kekuasaan meliputi :
- Sebelah Utara berbatasan dengan Sokong dan Bayan
- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kokok Belimbing
- Sebelah Barat berbatasan dengan Tegal Sampopo ke arah utar sampai Denek Mingkar (Sebelah barat daerah ini ditemukan Sari Kuning)
- Batas Timur tidak disebutkan….?
Dengan demikian wilayah Selaparang pada waktu itu meliputi sebagian besar Lombok Timur. Disebutkan pula bahwa Lombok dan Sumbawa ada di bawah kekuasaan seorang Raja di Lombok.
B. Hubungan Kerajaan Selaparang dengan Kerajaan Lainnya
Kerajaan-kerajaan kecil lainnya seperti Sokong, Bayan, Langko, Kedaro, Parwa, Sarwadadi, dan Pejanggik mengakui Selaparang sebagai induk atau kakaknya. Hubungan di antara mereka penuh dengan persaudaraan, hidup rukun dan damai, tak ada gesekan sehingga mereka tidak membutuhkan tentara reguler yang dipersenjatai, apabila situasi membutuhkan pertahanan, Rakyat siap bangkit membela negara. Pejabat yang mengurusi masalah pertahanan dan keamanan disebut Dipati. Dengan demikian, persekutuan masyarakat hukum yang tertinggi di Lombok telah ada sejak tahun 1543 M.
Sebagai kerajaan yang kuat, Selaparang melakukan hubungan dengan kerajaan di Kalimantan. Hikayat Banjarmasin, menyebutkan ”seorang bangsawan Banjar bernama Raden Subangsa pergi ke Selaparang mengawini seorang putri raja. Dari perkawinan tersebut terlahir Raden Mataram, setelah istrinya meninggal, Raden Subangsa kawin lagi dengan Putri Selaparang di Sumbawa dan melahirkan Raden Banten.
Selanjutnya tahun 1618 M kerajaan Goa menaklukkan kerajaan-kerajaan di Sumbawa Barat kemudian dipersatukan dengan kerajaan Selaparang. Keberhasilan Goa merebut Lombok dari Bali pada tahun 1640 M, maka proses Islamisasi semakin mantap. Dalam usaha mengembangkan pengaruhnya di Lombok, masing-masing kerajaan meningkatkan hubungan melalui perkawinan antara kedua belah pihak (kerajaan Selaparang dan kerajaan Gowa). Hal ini dapat diketahui dari nama-nama gelar seperti pemban Selaparang, Pemban Pejanggik, Pemban Parwa sedangkan kerajaan kecil lainnya yang bersifat otonom rajanya disebut Datu seperti Datu Bayan, Langko, Sokong, Kuripan, Pujut dan lain-lainnya.
C. Ancaman Gelgel dan Karang Asem
Kemajuan yang kerajaan Selaparang setelah masuknya Agama Islam menjadi hambatan bagi kerajaan Gelgel di Bali. Pada tahun 1520, Gelgel mencoba melakukan penyerangan tetapi tidak berhasil. Kemudian pada tahun 1530 Gelgel melakukan usaha secara damai dengan mengirimkan utusan yang dipimpin oleh Dankiang Nirartha sambil memasukkan paham baru berupa sinkreitisme Hindu Islam. Walaupun tidak lama ajarannya telah dapat mempengaruhi beberapa pemimpin di Lombok yang belum lama masuk Islam. Keberhasilan Selaparang menghambat laju masuknya kerajaan Gelgel karena mendapatkan perlindungan dari kerajaan Gowa di Makasar.
Ditandatanganinya Perjanjian Bongaya di Kelungkung Bali Tahun 1667 yang berarti bahwa Pulau Lombok dan Sumbawa dinyatakan lepas dari pengaruh Goa dan Tallo. maka kerajaan di Bali mencurahkan perhatiannya ke Mataram dengan mengirim ekspedisi tahun 1667 dan 1668 tetapi kedua invasi tersebut dapat dipukul mundur oleh Selaparang dengan bantuan dari prajurit Sumbawa. Kekalahan yang dialami oleh Gelgel tidak membuatnya berputus asa.
Pada tahun 1690, Gelgel membuat pangkalan di Pagutan dan Pagesangan yang dikoordinasi oleh Kerajaan Karang Asem. Strateginya yaitu pengiriman utusan berupa pasukan pendahulu yang beragama Islam yaitu Patih Arya Sudarsana (beragama Islam). H. Lalu Djelenga, 2002. Patih Arya Sudarsana berhasil menyusup ke Selaparang sehingga terjadi konflik. Dalam peperangan tersebut, pasukan Arya Sudarsana berhasil di desak sampai Suradadi yaitu di Reban Talat tetapi Arya Sudarsana tidak berhasil di tangkap. Peperangan inipun Selaparang mendapatkan bantuan dari Sumbawa di bawah pimpinan Amasa Samawa (1723-1725). Bekas prajurit Sumbawa itu sebagian menetap di Lombok dan merupakan nenek moyang dari penduduk desa Rempung, Jantuk, Siren Rumbuk, Kembang Kerang Daya, Kuang Berora, Moyot dan yang lainnya. Dan penduduk tersebut berbahasa Taliwang.
D. Keruntuhan Kerajaan Selaparang
Terkalahkannya Gowa oleh Belanda, maka pada tanggal 18 Nopember 1667 ditandatangani “Perjanjian Bongaya”, kemudian VOC mengusir kekuasaan Goa di Lombok dan Sumbawa. Pada tahun 1673 Belanda memindahkan pusat kerajaan dari pulau Lombok ke Sumbawa untuk memusatkan kekuatan. Hal ini diketahui dari berita-berita tahun 1673 dan 1680 tentang pertanggungjawaban Raja Sumbawa atas daerah Lombok. Kemudian pada tahun 1674 Sumbawa mendandatangani perjanjian dengan VOC yang isinya “Sumbawa harus melepaskan Selaparang”.
Setelah Selaparang lepas dari kekuasaan Sumbawa, maka VOC menempatkan regent dan pengawas. Ketidaksetujuan Selaparang terhadap VOC yang menempatkan regent dan pengawas menyebabkan pemberontakan Selaparang pada tanggal 16 Maret 1675. Untuk memadamkan pemberontakan tersebut VOC di bawah Kapten Holsteiner berhasil mengalahkan Selaparang. Pada akhirnya pemimpin-pemimpin Selaparang yang masing-masing : Raden Abdi Wirasentana, Raden Kawisangir Koesing, dan Arya Boesing diperintahkan membayar 5.000 sampai 15.000 kayu sepang dalam jangka waktu 3 tahun.
Kedatangan VOC ke Lombok, akhirnya sejak tahun 1691 Kerajaan Selaparang mengalami kemunduran. Karang Asem Bali bersama Arya Banjar Getas berperang melawan raja-raja di Lombok. Pada tahun 1740, peperangan di Tanaq Beaq dimenangkan oleh Karang Asem, maka tamatlah riwayat Kerajaan Selaparang.
Sumber : Bahan Ajar Muatan lokal gumi sasak untuk SD/MI Kelas VI oleh H. Sudirman dkk.
https://pkbmdaruttaklim.wordpress.com/kerajaan-selaparang/
Komentar
Posting Komentar