Kesultanan Ternate Maluku Utara
Sejarah Kerajaan Islam di Maluku
Karena amat kaya akan rempah-rempah, Maluku menjadi sasaran sebagian saudagar-saudagar antar kepulauan Indonesia, dan saudagar-saudagar bangsa asing. Diantara saudagar-saudagar islam, melaksanakan pula tugas dakwahnya sehingga Maluku lebih dahulu masuk Islam dari pada Makasar dan sekitarnya. Islam mencapai kepulauan rempah-rempah yang sekarang di kenal dengan Maluku ini pada pertengahan terakhir abad ke-15. Banjar dan Giri atau Gresik cukup besar pengaruhnya dalam sosialisasi Islam di Ternate dan Tidore.
Pola sosialisasi Islam di ternate sama halnya dengan pola sosialisasi Islam di Tidore, yaitu melalui jalur perdagangan dan politik. Banyak elite kerajaannya belajar Islam di pusat-pusat pengajaran Islam nusantara, Giri atau Gresik. Setelah selesai belajar, mereka kembali ke tempat asalnya dan langsung mengislamkan masyarakat kerajaan. Menurut Tome Pires, orang masuk Islam di Maluku kira-kira tahun 1460-1465 M. Kemudian lahirlah kerajaan-kerajaan Islam di Maluku diantaranya:
1. Kerajaan Ternate
Ternate merupakan kerajaan di timur yang berdiri pada abad ke-13. Raja pertamanya adalah Baab Mashur Malamo yang memerintah tahun 1257 – 1277. H. J. De Graaf berpendapat, raja pertama yang benar-benar Muslim adalah Zayn Al- Abidin (1486-1500). Di masa itu, gelombang perdagangan Muslim terus meningkat, sehingga raja menyerah kepada tekanan para pedangan Muslim itu dan memutuskan belajar tentang Islam pada madrasah Giri. Di Giri, ia dikenal dengan nama Raja Bulawa atau raja Cengkeh, mungkin karena ia membawa cengkeh ke sana sebagai hadiah. Ketika kembali dari Jawa, ia mengajak Tuhubahahul ke daerahnya. Yang terakhir ini sebagai penyebar utama Islam di kepulauan Maluku. Dakwah Islam di Maluku menghadapi dua tantangan, yaitu yang datang dari orang-orang yang masih animis dan dari orang Portugis yang mengkristenkan penduduk Maluku.
Kerena usia Islam masih muda di Ternate, portugis yang tiba di sana tahun 1512 M, berharap dapat menggantikannya dengan agama Kristen. Harapan itu tidak terwujud. Usaha mereka hanya mendatangkan hasil yang sedikit.
Sultan Khairun, raja yang memerintah tahun 1535 – 1570 saat itu berusaha mengusir Portugis, ia adalah tokoh yang paling keras melawan orang portugis dan usaha kristenisasi di Maluku. Perangpun terjadi dan ibukota Ternate terbakar pada tahun 1565. Dengan dalih akan berunding Sultan Khaerun di undang ke loji Portugis, namun Sultan di bunuh tahun 1570. Babullah putranya, menyerang Portugis dan berhasil mengusir Portugis tahun 1577. Periode Babullah (1570-1583)merupakan puncak kejayaan Ternate, Dibawah pimpinan Sultan Baabullah, wilayah membentang dari Sulawesi Utara dan Tengah di bagian barat hingga kepulauan Marshall dibagian timur, dari Philipina (Selatan) dibagian utara hingga kepulauan Nusa Tenggara dibagian selatan. Sultan Baabullah dijuluki “penguasa 72 pulau” yang semuanya berpenghuni Babullah dapat mengislamkan Sulawesi Utara, Perdagangan lancar, persahabatan dengan negara tetangga seperti dengan Goa-Tallo terjalin dengan baik.
Imperium nusantara timur yang dipimpin Ternate memang telah runtuh sejak pertengahan abad ke-17 namun pengaruh Ternate sebagai kerajaan dengan sejarah yang panjang masih terus terasa hingga berabad kemudian.
http://multazam-einstein.blogspot.co.id/sejarah-islam-kerajaan-bercorak-islam.html
Sejarah Kerajaan Islam di Maluku
Rempah-rempah tersebut menjadi komoditas utama dalam dunia pelayaran perdagangan waktu itu, sehingga setiap pedagang atau bangsa-bangsa yang datang ke daerah timur bertujuan untuk menemukan sumber rempah-rempah. Sejak abad ke-15 sampai ke-19 daerah tersebut menjadi wilayah rebutan antara bangsa Spanyol, Portugis, dan Belanda.
Kerajaan Ternate
Rempah-rempah tersebut menjadi komoditas utama dalam dunia pelayaran perdagangan waktu itu, sehingga setiap pedagang atau bangsa-bangsa yang datang ke daerah timur bertujuan untuk menemukan sumber rempah-rempah. Sejak abad ke-15 sampai ke-19 daerah tersebut menjadi wilayah rebutan antara bangsa Spanyol, Portugis, dan Belanda.
Kerajaan Ternate
Tahukah anda, mengapa Kepulauan Maluku dijuluki sebagai The Spicy Island? Kepulauan Maluku memiliki posisi yang strategis dalam perdagangan dunia di kawasan timur Nusantara. Pada waktu itu, Kepulauan Maluku merupakan penghasil rempah-rempah terbesar sehingga dijuluki The Spicy Island.
Di Kepulauan Maluku terdapat 2 kerajaan besar yang bercorak Islam yaitu Ternate dan Tidore. Kedua kerajaan tersebut terletak di sebelah barat Pulau Halmahera di Maluku Utara. Pusat kedua kerajaan tersebut masing-masing di Pulau Ternate dan Tidore, namun wilayah kekuasaannya mencakup sejumlah pulau di Kepulauan Maluku dan Papua.
Di Kepulauan Maluku pada abad ke-13 sudah berdiri Kerajaan Ternate dengan ibu kotanya di Sampalu (Pulau Ternate). Selain Kerajaan Ternate juga ada kerajaan lain yaitu Jailolo, Tidore, Bacan, dan Obi. Di antara kerajaan-kerajaan tersebut yang paling maju adalah kerajaan Ternate. Kerajaan Ternate banyak menghasilkan rempah-rempah sehingga Ternate banyak didatangi pedagang dari Jawa, Melayu, Cina, dan Arab.
Menurut catatan dari orang Portugis, raja di Maluku pertama memeluk agama Islam adalah Raja Ternate Gapi Baguna atau Sultan Marhum. Sultan mahrum masuk Islam karena menerima pengaruh dakwah dari Datuk Maulana Husin. Setelah Sultan Marhum meninggal, diganti oleh putranya yang bernama Zainal Abidin.
Zainal Abidin pada tahun 1495 mewakilkan pemerintahannya kepada keluarganya karena Zainal memperdalam pengetahuan agama Islam pada Sunan Giri dan selanjutnya ke Malaka. Setelah Zainal Abidin kembali ke Ternate, ia sangat giat menyebarkan agama Islam ke pulau-pulau di sekitarnya, bahkan menyebarkan Islam sampai ke Filipina Selatan.
Zainal Abidin hanya memerintah sampai tahun 1500, kemudian secara berturut-turut Ternate diperintah oleh Sultan Sirullah, Sultan Hairun, dan Sultan Baabullah. Pada waktu Kerajaan Ternate diperintah oleh Sultan Hairun, di Maluku berdatangan bangsa Portugis, Spanyol, dan Belanda. Di antara bangsa-bangsa tersebut terjadi persaingan yang mengakibatkan konflik.
Bangsa Portugis berhasil mendirikan benteng di Ternate (Benteng Santo Paulo). Benteng tersebut dibangun dengan dalih untuk melindungi Ternate dari serangan Tidore yang bersekutu dengan Spanyol. Dalam perkembangannya Portugis melakukan tindakan-tindakan yang menimbulkan kebencian rakyat Ternate, seperti melakukan kegiatan monopoli perdagangan, bersikap angkuh dan kasar, serta ikut campur masalah intern Kesultanan Ternate.
Sultan Hairun secara tegas menentang Portugis di Ternate. Hal tersebut membuat Portugis khawatir akan terusir dari Ternate. Dengan dalih mengadakan perjanjian perdamaian, Portugis di bawah pimpinan De Mesqiuta membnh Sultan Hairun pada tahun 1570. Di bawah pimpinan putra Sultan Hairun (Sultan Baabullah) rakyat Ternate mengangkat senjata melawan Portugis.
Setelah lima tahun mengepung benteng Portugis, pada tahun 1575 Sultan Baabullah berhasil mengusir Portugis dari Ternate. Kerajaan Ternate mencapai masa kejayaan dibawah pimpin Sultan Baabullah. Wilayah dan pengaruh kerajaan Ternate sangat luas meliputi Mindanau (Filipina), seluruh kepulauan di Maluku, Papua, dan Timor.
Karena wilayah kekuasaan Kerajaan Ternate sangat luas serta pelayanan dan perdagangan yang maju maka Sultan Baabullah mendapat gelar yang dipertuan di 72 Pulau. Untuk menjaga keamanan wilayah Kerajaan Ternate, Ternate memiliki 100 kapal kora-kora. Agama Islam juga tersebar luas. Kerajaan Ternate telah berhasil membangun armada laut yang cukup kuat sehingga mampu melindungi wilayah kekuasaan yang luas.
Kehidupan Ekonomi Ternate dan Tidore
Kepulauan Maluku terkenal dengan hasil rempah-rempahnya. Rempah-rempah tersebut membuat Ternate dan Tidore menjadi tujuan daerah dagang Indonesia bagian Timur. Rempah-rempah yang dihasilkan yaitu seperti cengkih dan nila.
Banyak pedagang Asing (Persia, Arab, dan Cina) yang datang ke Ternate perdagangan Maluku semakin ramai dan hal tersebut mendatangkan keuntungan bagi rakyat Maluku. Dalam perkembangan selanjutnya Portugis datang ke Maluku dan hal tersebut menyebabkan perdagangan tidak lancar dan menyebabkan kehidupan rakyat Maluku hidup sengsara.
Kehidupan Sosial Budaya Masyarakat Ternate dan Tidore
Kehidupan masyarakat Ternate dan Tidore di sepanjang Kepulauan Maluku terdapat para pedagang dan penduduk yang beragama Islam. Ada pun di daerah pedalaman masih banyak yang menganut kepercayaan animisme dan dinamisme. Datangnya Portugis di Maluku juga menyebabkan masuknya agama kristen, sehingga rakyat Maluku terdiri dari beragam agama. Peninggalan kerajaan Ternate dan Tidore dapat dilihat dari bangunan masjid, istana raja, dan lain-lain.
http://materiku86.blogspot.co.id/2016/08/sejarah-kerajaan-islam-di-maluku.html
Kepulauan Maluku menduduki posisi penting dalam perdagangan di Nusantara. Mengingat keberadaan daerah Maluku ini maka tidak mengherankan jika sejak abad ke-15 hingga abad ke-19 kawasan ini menjadi wilayah perebutan antara bangsa Spanyol, Portugis dan Belanda. Kepulauan Maluku sangat penting peranannya karena Maluku adalah penghasil rempah-rempah terbesar pada waktu itu sehingga bayak negara yang berdatangan ke Maluku. Sejak awal diketahui bahwa didaerah ini terdapat dua kerajaan besar bercorak Islam, yakni Ternate dan Tidore. Kedua kerajaan ini terletak di sebelah barat Pulau Halmahera di Maluku Utara. Kedua kerajaan itu pusatnya masing-masing di Pulau Ternate dan Tidore.
Tanda-tanda awal kehadiran Islam ke daerah Maluku dapat diketahui dari sumber-sumber berupa naskah-naskah kuno dalam bentuk hikayat seperti Hikayat Hitu, Hikayat Bacan,dan hikayat-hikayat setempat lainnya. Sudah tentu sumber berita asing seperti Cina, Portugis, dan lainnya amat menunjang cerita sejarah daerah Maluku itu.
Kerajaan Ternate
Kesultanan Ternate atau juga dikenal dengan Kerajaan Gapi memiliki peran penting di kawasan timur Nusantara. Kesultanan Ternate menikmati kegemilangan di paruh abad ke-16 berkat perdagangan rempah-rempah dan kekuatan militernya. Pada masa jaya kekuasaannya membentang mencakup wilayah Maluku, Sulawesi bagian utara, timur dan tengah, bagian selatan kepulauan Filipina hingga sejauh Kepulauan Marshall di Pasifik.
Sejak awal berdirinya kerajaan Ternate masyarakat Ternate telah mengenal Islam mengingat banyaknya pedagang Arab yang telah bermukim di Ternate kala itu. Beberapa raja awal Ternate sudah menggunakan nama bernuansa Islam namun hanya dapat dipastikan bahwa keluarga kerajaan Ternate resmi memeluk Islam pertengahan abad ke-15. Raja Ternate yang pertama-tama menganut agama Islam ialah Sultan Marhum (1465 - 1486). Sejak itu Ternate menjadi pusat Islam di Maluku. Pada akhir abad-16 agama Islam tersiar hingga Mindanao (Philipina Selatan), karena Mindanao menjadi daerah kekuasaan Ternate.
Sejak awal berdirinya kerajaan Ternate masyarakat Ternate telah mengenal Islam mengingat banyaknya pedagang Arab yang telah bermukim di Ternate kala itu. Beberapa raja awal Ternate sudah menggunakan nama bernuansa Islam namun hanya dapat dipastikan bahwa keluarga kerajaan Ternate resmi memeluk Islam pertengahan abad ke-15. Raja Ternate yang pertama-tama menganut agama Islam ialah Sultan Marhum (1465 - 1486). Sejak itu Ternate menjadi pusat Islam di Maluku. Pada akhir abad-16 agama Islam tersiar hingga Mindanao (Philipina Selatan), karena Mindanao menjadi daerah kekuasaan Ternate.
Persaingan Ternate-Tidore
Telah berabad-abad lamanya antara Ternate dan Tidore terjadi persaingan-pertentangan. Baik Ternate maupun Tidore selalu berusaha untuk menguasai sendiri seluruh hasil rempah-rempah. Hal itu menyebabkan timbulnya dua persekutuan yang memecah persatuan rakyat Maluku. Kerajaan Ternate dikenal sebagai pemimpin Uli Lima, yaitu persekutuan lima bersaudara dengan wilayahnya meliputi Ternate, Obi, Bacan, Seram, dan Ambon. Sementara Kerajaan Tidore dikenal sebagai pemimpin Uli Siwa, yakni Persekutuan Sembilan (Persekutuan Sembilan Saudara) dengan wilayahnya meliputi pulau-pulau Makyan, Jailolo atau Halmahera, dan pulau-pulau di daerah tersebut sampai dengan wilayah Papua.
Raja-raja Ternate
Tahun 1257 Momole Ciko pemimpin Sampalu terpilih dan diangkat sebagai kolano (raja) pertama dengan gelar Baab Mashur Malamo (1257-1272). Semakin besar dan populernya Kota Ternate, sehingga kemudian orang lebih suka mengatakan kerajaan Ternate daripada kerajaan Gapi.
Sultan Hairun adalah Raja Ternate yang berkuasa sejak tahun 1559 M. Sultan Hairun sangat tidak setuju dengan kedatangan bangsa Portugis, apalagi dengan keberadaan militer Portugis dan membangun benteng Sao Paolo di Ternate. Mereka diyakini mempunyai niat yang tidak baik terhadap Kerajaan Ternate. Sultan Hairun meninggal pada tahun 1570 M karena terbun*h. Dalam catatan sejarah, yang dicurigai sebagai dalang pembunuhan adalah para pejabat Portugis.
Kekuasaan Sultan Hairun digantikan oleh Sultan Baabullah. Pada masa kekuasaannya, Sultan Baabullah berhasil menyingkirkan bangsa Portugis dan meninggalkan bentengnya di Ternate. Mereka pergi ke Selatan kemudian pada tahun 1578 M, Portugis berhasil menundukkan Timor. Bangsa Portugis menduduki Timor sampai pada tahun 1976 M. Selain keberhasilannya mengusir penjajah Portugis, Sultan Baabullah juga membawa kerajaan Ternate memperluas daerah kekuasaan sampai ke Maluku, Sulawesi, Papua, Mindanao dan Bima. Karena prestasinya yang gemilang tersebut, Sultan Baabullah menyandang julukan Tuan dari Tujuh Puluh Dua Pulau.
http:/www.mikirbae.com/kerajaan-kerajaan-islam-di-maluku-utara.html
Sejarah Kerajaan Ternate dan Tidore
Jejak-jejak arkeologi atau bukti fisik pengaruh budaya Islam dapat dilihat dengan berbagai bentuk tinggalan budaya Islam masa lampau baik peninggalan kerajaan maupun peninggalan daerah negeri-negeri yang bercorak Islam. Daerah Pusat kekuasaan Islam di wilayah Maluku Utara peninggalan arkeologi yang monumental misalnya istana atau kedaton, masjid kuno, alqur’an kuno dan berbagai naskah kuno lainnya, selain tentu saja berbagai benda pusaka peninggalan kerajaan. Sementara itu, di wilayah Maluku bagian selatan, meskipun tidak berkembang menjadi sebuah kesultanan dengan wilayah kekuasaan yang lebih luas, namun pengaruh Islam dapat dilihat dengan adanya negeri-negeri bercorak keagaaam Islam. Diantara negeri mbergabung menjadi kesatuan adat yang menunjukkan adanya ikatan integrasi sosial yang kuat. Meskipun tidak berkembang menjadi daerah Kesultanan namun negeri-negeri tersebut memiliki pemerintahan dan simbol-simbol kepemimpinan tertentu. Selain itu dapat dijumpai pula beberapa bangunan monumental peninggalan Islam yang tidak jauh berbeda dengan peninggalan yang terdapat di pusat-pusat kekuasaan Islam diantaranya masjid kuno, naskah kuno dan berbagai barang pusaka kerajaan
Secara arkeologis bukti-bukti kemapanan Islam dapat ditelusuri di wilayah bekas Kerajaan Hitu. Dapat dikatakan pada wilayah bagian selatan kepulauan Maluku, kerajaan Hitu adalah sebuah wilayah dengan keagamaan dan budaya Islam yang paling kuat dan paling mapan. Daerah ini selama ini memang dianggap sebagai wilayah kerajaan Islam di Pulau Ambon yang kekuasaan dan keislamannya sejajar dengan Ternate. Di wilayah ini ditemukan bekas Masjid Kuno Tujuh Pangkat, yang dibangun diatas bukit bernama Amahitu. Selain bekas masjid kuno ditemukan juga naskah alquran kuno dan naskah kuno lainnya, pucuk mustaka masjid kuno, mahkota raja, kompleks makam raja, penanggalan Islam kuno, timbangan zakat fitrah dan lain-lain (Handoko, 2006; Sahusilawane 1996). Dari data arkeologi ini dapat menggambarkan bahwa kerajaan Hitu merupakan wilayah kerajaan dengan corak budaya Islam yang kuat. Sejauh ini tidak ditemui bukti-bukti baik secara arkeologis maupun laku budaya hidup yang menunjukkan budaya Islam bercampur baur dengan budaya non Islami. Dengan kata lain, setidaknya budaya Islam yang berkembang di wilayah Hitu, sejauh ini tidak menunjukkan perbedaan yang menyolok dengan daerah pusat penyebaran Islam lainnya. Laku budaya yang ada juga lazim ditemui di daerah lain, misalnya tradisi berziarah ke makam para Raja Hitu, merupakan kegiatan yang lazim sebagaimana daerah lainnya seperti tradisi ziarah ke makam para wali di Jawa. Selain itu di desa Kaitetu, yang pada masa kerajaan merupakan salah satu daerah kekuasaaan Hitu, sampai sekarang masih berdiri kokoh Masjid Tua Keitetu yang konon dibangun pada tahun 1414 M. Selain itu juga tersimpan naskah alquran kuno, kitab barjanzi, naskah penanggalan kuno dan sebagainya. Bukti-bukti arkeologis ini menunjukkan kemapanan Islam di wilayah tersebut. Dapat dilihat bahwa penyebaran Islam di wilayah ini berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip Islam seperti dalam hal dakwah. Di wilayah Kerajaan Hitu misalnya, sangat mungkin naskah alquran kuno merupakan bukti atau untuk media sosialisasi Islam (Handoko, 2006), begitu juga kitab barzanji, naskah hukum Islam dan penanggalan Islam kuno. Data arkeologi ini dapat mewakili gambaran kebudayaan Islam di wilayah pusat-pusat peradaban Islam yang mapan keIslamannya, seperti halnya di wilayah Maluku Utara yang diwakili terutama kerajaan Islam Ternate dan Tidore.
Sejak abad ke-13, Ternate dan juga Tidore sudah dikenal dalam kancah perdagangan dunia sebagai pusat perdagangan rempah. Berbagai saudagar yang berasal dari Arab, India, dan Tionghoa serta Persia datang ke wilayah ini untuk berdagang hingga akhirnya para pedagang dari Eropa seperti Inggris, Portugis, Belanda, dan Spanyol juga hadir di wilayah ini, khususnya untuk mencari cengkeh dan pala.
Saat itu wilayah Maluku Utara dikenal degan nama Moluku Kie Hara yang secara harfiah berarti gugusan empat pulau bergunung. Keempat pulau itu dikuasai oleh empat kesultanan yaitu Kesultanan Ternate, Tidore, Jailolo, dan Bacan yang hingga saat ini masih berjalan. Oleh Keempat kesultanan inilah hubungan perdagangan mulai dijalin.
Saat itu wilayah Maluku Utara dikenal degan nama Moluku Kie Hara yang secara harfiah berarti gugusan empat pulau bergunung. Keempat pulau itu dikuasai oleh empat kesultanan yaitu Kesultanan Ternate, Tidore, Jailolo, dan Bacan yang hingga saat ini masih berjalan. Oleh Keempat kesultanan inilah hubungan perdagangan mulai dijalin.
Desember 1511, M de Albuquerque, wakil negara Portugis yang berkedudukan di Malaka pertama kalinya mengirimkan ekspedisi tiga kapal menuju wilayah Maluku. Diikuti oleh Antonio de Abreu dan Fransesco Serrao tiba di Ternate pada tahun 1512. Pada tahun 1521, bangsa Spanyol tiba dengan Kapal Victoria dan Trinidad di Tidore.
Mulailah terjadi persaingan hingga menimbulkan perang antara Portugis dan Spanyol. Pada tahun 1522, Portugis yang dipimpin Antonio de Brito berhasil mengusir Spanyol Setelah Spanyol meninggalkan Tidore, bangsa Portugis mulai memonopoli perdagangan rempah-rempah di wilayah Ternate ini. Maka timbulah perlawanan rakyat dari keempat kesultanan dalam melawan monopoli perdagangan. Hal itu juga terjadi saat bangsa lain datang seperti Inggris dan Belanda dengan niat yang lama hingga peperangan melawan penjajah melahirkan beberapa pahlawan nasional.
Mulailah terjadi persaingan hingga menimbulkan perang antara Portugis dan Spanyol. Pada tahun 1522, Portugis yang dipimpin Antonio de Brito berhasil mengusir Spanyol Setelah Spanyol meninggalkan Tidore, bangsa Portugis mulai memonopoli perdagangan rempah-rempah di wilayah Ternate ini. Maka timbulah perlawanan rakyat dari keempat kesultanan dalam melawan monopoli perdagangan. Hal itu juga terjadi saat bangsa lain datang seperti Inggris dan Belanda dengan niat yang lama hingga peperangan melawan penjajah melahirkan beberapa pahlawan nasional.
Masuknya Islam ke Maluku erat kaitannya dengan kegiatan perdagangan.Pada abad ke-15, para pedagang dan ulama dari Malaka dan Jawa menyebarkan Islam ke sana. Dari sini muncul empat kerajaan Islam di Maluku yang disebut
Maluku Kie Raha (Maluku Empat Raja) yaitu Kesultanan Ternate yang
dipimpin Sultan Zainal Abidin (1486-1500), Kesultanan Tidore yang dipimpin
oleh Sultan Mansur, Kesultanan Jailolo yang dipimpin oleh Sultan Sarajati,
dan Kesultanan Bacan yang dipimpin oleh Sultan Kaicil Buko. Pada masa kesultanan itu berkuasa, masyarakat muslim di Maluku sudah menyebar sampai
ke Banda, Hitu, Haruku, Makyan, dan Halmahera. Kerajaan Ternate dan Tidore yang terletak di sebelah Pulau Halmahera (Maluku Utara) adalah dua kerajaan yang memiliki peran yang menonjol dalammenghadapi kekuatan-kekuatan asing yang mencoba menguasai Maluku. Dalam perkembangan selanjutnya, kedua kerajaan ini bersaing memperebutkan hegemoni politik di kawasan Maluku. Kerajaan Ternate dan Tidore merupakan daerah penghasil rempah-rempah, seperti pala dan cengkeh, sehingga daerah ini menjadi
pusat perdagangan rempah-rempah.
Maluku Kie Raha (Maluku Empat Raja) yaitu Kesultanan Ternate yang
dipimpin Sultan Zainal Abidin (1486-1500), Kesultanan Tidore yang dipimpin
oleh Sultan Mansur, Kesultanan Jailolo yang dipimpin oleh Sultan Sarajati,
dan Kesultanan Bacan yang dipimpin oleh Sultan Kaicil Buko. Pada masa kesultanan itu berkuasa, masyarakat muslim di Maluku sudah menyebar sampai
ke Banda, Hitu, Haruku, Makyan, dan Halmahera. Kerajaan Ternate dan Tidore yang terletak di sebelah Pulau Halmahera (Maluku Utara) adalah dua kerajaan yang memiliki peran yang menonjol dalammenghadapi kekuatan-kekuatan asing yang mencoba menguasai Maluku. Dalam perkembangan selanjutnya, kedua kerajaan ini bersaing memperebutkan hegemoni politik di kawasan Maluku. Kerajaan Ternate dan Tidore merupakan daerah penghasil rempah-rempah, seperti pala dan cengkeh, sehingga daerah ini menjadi
pusat perdagangan rempah-rempah.
Wilayah Maluku bagian timur dan pantai-pantai Irian (Papua), dikuasai
oleh Kesultanan Tidore, sedangkan sebagian besar wilayah Maluku, Gorontalo,
dan Banggai di Sulawesi, dan sampai ke Flores dan Mindanao, dikuasai oleh
Kesultanan Ternate. Kerajaan Ternate mencapai puncak kejayaannya pada
masa Sultan Baabullah, sedangkan Kerajaan Tidore mencapai puncak
kejayaannya pada masa Sultan Nuku.
oleh Kesultanan Tidore, sedangkan sebagian besar wilayah Maluku, Gorontalo,
dan Banggai di Sulawesi, dan sampai ke Flores dan Mindanao, dikuasai oleh
Kesultanan Ternate. Kerajaan Ternate mencapai puncak kejayaannya pada
masa Sultan Baabullah, sedangkan Kerajaan Tidore mencapai puncak
kejayaannya pada masa Sultan Nuku.
Persaingan di antara kerajaan Ternate dan Tidore adalah dalam perdagangan.
Dari persaingan ini menimbulkan dua persekutuan dagang, masing-masing
menjadi pemimpin dalam persekutuan tersebut, yaitu:
Dari persaingan ini menimbulkan dua persekutuan dagang, masing-masing
menjadi pemimpin dalam persekutuan tersebut, yaitu:
a. Uli-Lima (persekutuan lima bersaudara) dipimpin oleh Ternate meliputi
Bacan, Seram, Obi, dan Ambon. Pada masa Sultan Baabulah, Kerajaan
Ternate mencapai aman keemasan dan disebutkan daerah kekuasaannya
meluas ke Filipina.
Bacan, Seram, Obi, dan Ambon. Pada masa Sultan Baabulah, Kerajaan
Ternate mencapai aman keemasan dan disebutkan daerah kekuasaannya
meluas ke Filipina.
b. Uli-Siwa (persekutuan sembilan bersaudara) dipimpin oleh Tidore meliputi
Halmahera, Jailalo sampai ke Papua. Kerajaan Tidore mencapai aman
keemasan di bawah pemerintahan Sultan Nuku.
Kerajaan-kerajaan Islam lainnya yang berkembang adalah Kesultanan
Palembang yang didirikan oleh Ki Gedeng Suro, Kerajaan Bima di daerah
bagian timur Sumbawa, dengan rajanya La Ka’i, Siak Sri Indrapura yang
didirikan oleh Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah, dan masih banyak lagi
Halmahera, Jailalo sampai ke Papua. Kerajaan Tidore mencapai aman
keemasan di bawah pemerintahan Sultan Nuku.
Kerajaan-kerajaan Islam lainnya yang berkembang adalah Kesultanan
Palembang yang didirikan oleh Ki Gedeng Suro, Kerajaan Bima di daerah
bagian timur Sumbawa, dengan rajanya La Ka’i, Siak Sri Indrapura yang
didirikan oleh Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah, dan masih banyak lagi
Kerajaan Islam kecil lainnya di Indonesia.
Kerajaan TERNATE (Abad 13 M)
- Terletak di Maluku
- Agama Islam di sana disebarkan oleh Sunan Giri dari Gresik
- Raja pertama Sultan Zainal Abidin
- Raja terkenal Sultan Hairun
- Hasil utama Ternate cengkeh dan pala
- Peninggalan kerajaan Ternate :
1. Istana Sulatan Ternate
2. Benteng kerajaan Ternate
3. Masjid di Ternate
KERAJAAN TERNATE
A. Awal Perkembangan Kerajaan Ternate
Pada abad ke-13 di Maluku sudah berdiri Kerajaan Ternate. Ibu kota Kerajaan Ternate terletak di Sampalu (Pulau Ternate). Selain Kerajaan Ternate, di Maluku juga telah berdiri kerajaan lain, seperti Jaelolo, Tidore, Bacan, dan Obi. Di antara kerajaan di Maluku, Kerajaan Ternate yang paling maju. Kerajaan Ternate banyak dikunjungi oleh pedagang, baik dari Nusantara maupun pedagang asing.
A. Aspek Kehidupan Politik dan Pemerintahan
Raja Ternate yang pertama adalah Sultan Marhum (1465-1495 M). Raja berikutnya adalah putranya, Zainal Abidin. Pada masa pemerintahannya, Zainal Abidin giat menyebarkan agama Islam ke pulau-pulau di sekitarnya, bahkan sampai ke Filiphina Selatan. Zainal Abidin memerintah hingga tahun 1500 M. Setelah mangkat, pemerintahan di Ternate berturut-turut dipegang oleh Sultan Sirullah, Sultan Hairun, dan Sultan Baabullah. Pada masa pemerintahan Sultan Baabullah, Kerajaan Ternate mengalami puncak kejayaannya. Wilayah kerajaan Ternate meliputi Mindanao, seluruh kepulauan di Maluku, Papua, dan Timor. Bersamaan dengan itu, agama Islam juga tersebar sangat luas.
B. Aspek Kehidupan Ekonomi, Sosial, dan Kebudayaan
Perdagangan dan pelayaran mengalami perkembangan yang pesat sehingga pada abad ke-15 telah menjadi kerajaan penting di Maluku. Para pedagang asing datang ke Ternate menjual barang perhiasan, pakaian, dan beras untuk ditukarkan dengan rempah-rempah. Ramainya perdagangan memberikan keuntungan besar bagi perkembangan Kerajaan Ternate sehingga dapat membangun laut yang cukup kuat.
Sebagai kerajaan yang bercorak Islam, masyarakat Ternate dalam kehidupan sehari-harinya banyak menggunakan hukum Islam . Hal itu dapat dilihat pada saat Sultan Hairun dari Ternate dengan De Mesquita dari Portugis melakukan perdamaian dengan mengangkat sumpah dibawah kitab suci Al-Qur’an. Hasil kebudayaan yang cukup menonjol dari kerajaan Ternate adalah keahlian masyarakatnya membuat kapal, seperti kapal kora-kora.
C. Kemunduran Kerajaan Ternate
Kemunduran Kerajaan Ternate disebabkan karena diadu domba dengan Kerajaan Tidore yang dilakukan oleh bangsa asing ( Portugis dan Spanyol ) yang bertujuan untuk memonopoli daerah penghasil rempah-rempah tersebut. Setelah Sultan Ternate dan Sultan Tidore sadar bahwa mereka telah diadu domba oleh Portugis dan Spanyol, mereka kemudian bersatu dan berhasil mengusir Portugis dan Spanyol ke luar Kepulauan Maluku. Namun kemenangan tersebut tidak bertahan lama sebab VOC yang dibentuk Belanda untuk menguasai perdagangan rempah-rempah di Maluku berhasil menaklukkan Ternate dengan strategi dan tata kerja yang teratur, rapi dan terkontrol dalam bentuk organisasi yang kuat.
https://mugiwara79.blogspot.co.id/kerajaan-ternate-dan-tidore.html
Kesultanan Ternate
Kesultanan Ternate atau juga dikenal dengan Kerajaan Gapi adalah salah satu dari 4 kerajaan Islam di Kepulauan Maluku dan merupakan salah satu kerajaan Islam tertua di Nusantara. Didirikan oleh Baab Mashur Malamo pada tahun 1257. Kesultanan Ternate memiliki peran penting di kawasan timur Nusantara antara abadke-13 hingga abad ke-17. Kesultanan Ternate menikmati kegemilangan di paruh abad ke-16 berkat perdagangan rempah-rempah dan kekuatan militernya. Pada masa jaya kekuasaannya membentang mencakup wilayah Maluku, Sulawesi bagian utara, timur dan tengah, bagian selatan kepulauan Filipina hingga sejauh Kepulauan Marshall di Pasifik.
Bendera dan Lambang Ksl. Ternate
Wilayah Kesultanan Ternate pada abad ke-16 (Uli Lima)
Asal Usul
Pulau Gapi (kini Ternate) mulai ramai di awal abad ke-13. Penduduk Ternate awal merupakan warga eksodus dari Halmahera. Awalnya di Ternate terdapat 4 kampung yang masing-masing dikepalai oleh seorang momole (kepala marga). Merekalah yang pertama–tama mengadakan hubungan dengan para pedagang yang datang dari segala penjuru mencari rempah–rempah. Penduduk Ternate semakin heterogen dengan bermukimnya pedagang Arab, Jawa, Melayu dan Tionghoa. Oleh karena aktivitas perdagangan yang semakin ramai ditambah ancaman yang sering datang dari para perompak maka atas prakarsa Momole Guna pemimpin Tobona diadakan musyawarah untuk membentuk suatu organisasi yang lebih kuat dan mengangkat seorang pemimpin tunggal sebagai raja.
Tahun 1257 Momole Ciko pemimpin Sampalu terpilih dan diangkat sebagai kolano (raja) pertama dengan gelar Baab Mashur Malamo (1257-1272). Kerajaan Gapi berpusat di kampung Ternate, yang dalam perkembangan selanjutnya semakin besar dan ramai sehingga oleh penduduk disebut juga sebagai Gam Lamo atau kampung besar (belakangan orang menyebut Gam Lamo dengan Gamalama). Semakin besar dan populernya Kota Ternate, sehingga kemudian orang lebih suka mengatakan kerajaan Ternate daripada kerajaan Gapi. Di bawah pimpinan beberapa generasi penguasa berikutnya, Ternate berkembang dari sebuah kerajaan yang hanya berwilayahkan sebuah pulau kecil menjadi kerajaan yang berpengaruh dan terbesar di bagian timur Indonesia khususnya Maluku.
Struktur Kerajaan
Pada masa–masa awal suku Ternate dipimpin oleh para momole. Setelah membentuk kerajaan jabatan pimpinan dipegang seorang raja yang disebut kolano. Mulai pertengahan abad ke-15, Islam diadopsi secara total oleh kerajaan dan penerapan syariat Islam diberlakukan. Sultan Zainal Abidin meninggalkan gelar kolano dan menggantinya dengan gelar sultan. Para ulama menjadi figur penting dalam kerajaan.
Setelah sultan sebagai pemimpin tertinggi, ada jabatan jogugu (perdana menteri) dan fala raha sebagai para penasihat. Fala raha atau empat rumah adalah empat klanbangsawan yang menjadi tulang punggung kesultanan sebagai representasi para momole pada masa lalu, masing–masing dikepalai seorang kimalaha. Mereka yaitu Marasaoli, Tomagola, Tomaito dan Tamadi. Pejabat–pejabat tinggi kesultanan umumnya berasal dari klan–klan ini. Bila seorang sultan tak memiliki pewaris maka penerusnya dipilih dari salah satu klan. Selanjutnya ada jabatan – jabatan lain Bobato Nyagimoi se Tufkange (Dewan 18), Sabua Raha, Kapita Lau, Salahakan, Sangaji, dll.
Kolano dan Sultan Ternate | Masa jabatan |
---|---|
Baab Mashur Malamo | 1257 - 1277 |
Jamin Qadrat | 1277 - 1284 |
Komala Abu Said | 1284 - 1298 |
Bakuku (Kalabata) | 1298 - 1304 |
Ngara Malamo (Komala) | 1304 - 1317 |
Patsaranga Malamo | 1317 - 1322 |
Cili Aiya (Sidang Arif Malamo) | 1322 - 1331 |
Panji Malamo | 1331 - 1332 |
Syah Alam | 1332 - 1343 |
Tulu Malamo | 1343 - 1347 |
Kie Mabiji (Abu Hayat I) | 1347 - 1350 |
Ngolo Macahaya | 1350 - 1357 |
Momole | 1357 - 1359 |
Gapi Malamo I | 1359 - 1372 |
Gapi Baguna I | 1372 - 1377 |
Komala Pulu | 1377 - 1432 |
Marhum (Gapi Baguna II) | 1432 - 1486 |
Zainal Abidin | 1486 - 1500 |
Sultan Bayanullah | 1500 - 1522 |
Hidayatullah | 1522 - 1529 |
Abu Hayat II | 1529 - 1533 |
Tabariji | 1533 - 1534 |
Khairun Jamil | 1535 - 1570 |
Babullah Datu Syah | 1570 - 1583 |
Said Barakat Syah | 1583 - 1606 |
Mudaffar Syah I | 1607 - 1627 |
Hamzah | 1627 - 1648 |
Mandarsyah | 1648 - 1650 (masa pertama) |
Manila | 1650 - 1655 |
Mandarsyah | 1655 - 1675 (masa kedua) |
Sibori | 1675 - 1689 |
Said Fatahullah | 1689 - 1714 |
Amir Iskandar Zulkarnain Syaifuddin | 1714 - 1751 |
Ayan Syah | 1751 - 1754 |
Syah Mardan | 1755 - 1763 |
Jalaluddin | 1763 - 1774 |
Harunsyah | 1774 - 1781 |
Achral | 1781 - 1796 |
Muhammad Yasin | 1796 - 1801 |
Muhammad Ali | 1807 - 1821 |
Muhammad Sarmoli | 1821 - 1823 |
Muhammad Zain | 1823 - 1859 |
Muhammad Arsyad | 1859 - 1876 |
Ayanhar | 1879 - 1900 |
Muhammad Ilham (Kolano Ara Rimoi) | 1900 - 1902 |
Haji Muhammad Usman Syah | 1902 - 1915 |
Iskandar Muhammad Jabir Syah | 1929 - 1975 |
Haji Mudaffar Syah (Mudaffar Syah II) | 1975 – 2015 |
Moloku Kie Raha
Selain Ternate, di Maluku juga terdapat paling tidak 3 kerajaan lain yang memiliki pengaruh yaitu Kesultanan Tidore, Kesultanan Jailolo, dan Kesultanan Bacan. Kerajaan–kerajaan ini merupakan saingan Ternate dalam memperebutkan hegemoni di Maluku. Berkat perdagangan rempah Ternate menikmati pertumbuhan ekonomi yang mengesankan, dan untuk memperkuat hegemoninya di Maluku, Ternate mulai melakukan ekspansi. Hal ini menimbulkan antipati dan memperbesar kecemburuan kerajaan lain di Maluku yang memandang Ternate sebagai musuh bersama hingga memicu terjadinya perang.
Demi menghentikan konflik yang berlarut–larut, sultan Ternate ke-7 Kolano Cili Aiya atau disebut juga Kolano Sida Arif Malamo (1322-1331) mengundang raja–raja Maluku yang lain untuk berdamai dan bermusyawarah membentuk persekutuan. Persekutuan ini kemudian dikenal sebagai Persekutan Moti atau Motir Verbond. Butir penting dari pertemuan ini selain terjalinnya persekutuan adalah penyeragaman bentuk kelembagaan kerajaan di Maluku. Oleh karena pertemuan ini dihadiri 4 raja Maluku yang terkuat maka disebut juga sebagai persekutuan Moloku Kie Raha (Empat Gunung Maluku).
Kedatangan Islam
Tak ada sumber yang jelas mengenai kapan awal kedatangan Islam di Maluku Utara khususnya Ternate. Namun diperkirakan sejak awal berdirinya kerajaan Ternate masyarakat Ternate telah mengenal Islam mengingat banyaknya pedagang Arab yang telah bermukim di Ternate kala itu. Beberapa raja awal Ternate sudah menggunakan nama bernuansa Islam namun kepastian mereka maupun keluarga kerajaan memeluk Islam masih diperdebatkan. Hanya dapat dipastikan bahwa keluarga kerajaan Ternate resmi memeluk Islam pertengahan abad ke-15.
Kolano Marhum (1465-1486), penguasa Ternate ke-18 adalah raja pertama yang diketahui memeluk Islam bersama seluruh kerabat dan pejabat istana. Pengganti Kolano Marhum adalah puteranya, Zainal Abidin (1486-1500). Beberapa langkah yang diambil Sultan Zainal Abidin adalah meninggalkan gelar kolano dan menggantinya dengan sultan, Islam diakui sebagai agama resmi kerajaan, syariat Islam diberlakukan, dan membentuk lembaga kerajaan sesuai hukum Islam dengan melibatkan para ulama. Langkah-langkahnya ini kemudian diikuti kerajaan lain di Maluku secara total, hampir tanpa perubahan. Ia juga mendirikan madrasah yang pertama di Ternate. Sultan Zainal Abidin pernah memperdalam ajaran Islam dengan berguru pada Sunan Giri di pulau Jawa. Di sana dia dikenal sebagai Sultan Bualawa (Sultan Cengkih).
Sigi Lamo, masjid peninggalan Kesultanan Ternate.
Istana Kesultanan Ternate di kaki Gunung Gamalama, Kota Ternate.
Haji Sultan Mudaffar Syah II, Sultan Ternate ke-48 (1975-2015).
Mahkota Ajaib Sultan Ternate,
Punya Rambut dan Bisa Zikir +++
Liputan6.com, Ternate - Mahkota Kesultanan Ternate ajaib. Tak cuma berhias logam dan batu mulia, konon mahkota itu memiliki rambut dan tumbuh memanjang dengan sendirinya.
Pelaksana Tugas Sultan Ternate atau Kimalaha Tomagola Jaib Kolano Ternate, Amir Tomagola bercerita, saat Hari Raya Idul Adha, rambut yang memanjang di mahkota tersebut bakal dipotong dengan upacara ritual.
Mahkota tersebut disimpan di sebuah ruangan terpisah di dalam kamar sultan.
"Ada ruangan khusus menyimpan mahkota, kami sebut kamar puji. Kalau kita masuk ke dalam Kedaton, di balik kamar itu berbau kemenyan. Di dalamnya beberapa penunggu (mahluk lain) yang kami percaya sebagai penjaga mahkota," ucap Kimalaha di Ternate, Maluku Utara.
Pelaksana Tugas Sultan Ternate atau Kimalaha Tomagola Jaib Kolano Ternate, Amir Tomagola bercerita, saat Hari Raya Idul Adha, rambut yang memanjang di mahkota tersebut bakal dipotong dengan upacara ritual.
Mahkota tersebut disimpan di sebuah ruangan terpisah di dalam kamar sultan.
"Ada ruangan khusus menyimpan mahkota, kami sebut kamar puji. Kalau kita masuk ke dalam Kedaton, di balik kamar itu berbau kemenyan. Di dalamnya beberapa penunggu (mahluk lain) yang kami percaya sebagai penjaga mahkota," ucap Kimalaha di Ternate, Maluku Utara.
Ada 2 di Dunia
Kimalaha menyebutkan, mahkota itu sudah berusia ratusan tahun dan mulai ada di dalam Kedaton Kesultanan Ternate sejak Sultan Ternate yang pertama.
"Waktu Ou (Sultan Mudaffar Sjah, Sultan ke-48 Ternate) masih hidup, itu Ou pernah bercerita kepada saya bersama perangkat adat lain, tentang asal-usul mahkota itu," tutur Kimalaha.
"'Mahkota ini punya kesamaan dengan salah satu mahkota di Turki'," kata dia menirukan ucapan sang sultan. "Wallahualam, namun kata Ou mahkota ini di dunia hanya ada dua. Satunya di Turki dan satunya lagi di Ternate."
Kimalaha menyebutkan, mahkota itu sudah berusia ratusan tahun dan mulai ada di dalam Kedaton Kesultanan Ternate sejak Sultan Ternate yang pertama.
"Waktu Ou (Sultan Mudaffar Sjah, Sultan ke-48 Ternate) masih hidup, itu Ou pernah bercerita kepada saya bersama perangkat adat lain, tentang asal-usul mahkota itu," tutur Kimalaha.
"'Mahkota ini punya kesamaan dengan salah satu mahkota di Turki'," kata dia menirukan ucapan sang sultan. "Wallahualam, namun kata Ou mahkota ini di dunia hanya ada dua. Satunya di Turki dan satunya lagi di Ternate."
Keajaiban mahkota tersebut tak berhenti di situ. Kimalaha menuturkan, ketika orang tahlil dan mengumandangkan salawat serta zikir, mahkota itu kemudian mengikuti bacaan yang dibacakan. Bahkan, seakan bersuara mengalunkan Lailahailallah (tiada Tuhan selain Allah).
"Berdasarkan literatur yang saya baca selama ini, bisa saja mahkota itu memiliki kelebihan-kelebihan, yang ada kesaling-hubungan dengan mahluk lain. Saya sendiri belum menemukan keterangan yang pasti tentang keajaiban ini," ujar dia.
"Namun kalau di daerah Jawa, seperti keris yang juga bisa berdiri, dan terbang sendiri. Di mana, pergerakan keris itu karena ada mahluk lain yang merupakan penjaganya," sambung Kimalaha.
"Berdasarkan literatur yang saya baca selama ini, bisa saja mahkota itu memiliki kelebihan-kelebihan, yang ada kesaling-hubungan dengan mahluk lain. Saya sendiri belum menemukan keterangan yang pasti tentang keajaiban ini," ujar dia.
"Namun kalau di daerah Jawa, seperti keris yang juga bisa berdiri, dan terbang sendiri. Di mana, pergerakan keris itu karena ada mahluk lain yang merupakan penjaganya," sambung Kimalaha.
Benarkah?
http://regional.liputan6.com/mahkota-ajaib-sultan-ternate-punya-rambut-dan-bisa-zikir
Inilah Kisah Panjang Gonjang-Ganjing Kesultanan Ternate
KISAH kisruh keluarga Kesultanan Ternate yang berbuntut dengan diciduknya, Ratu Boki untuk proses hukum, menarik disimak. Lantas bagaimana sebenarnya kisruh yang terjadi di Kesultanan Ternate? Tulisan di bawah ini bisa menjadi salah satu penuntun bagi kita yang awam dengan situasi tersebut. Namun, jika ingin mengetahui lebih jauh lagi, tentu bisa menambah lagi referensi bacaan dari berbagai peristiwa yang terjadi.
Sultan Ternate ke-48 yang menjabat anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPR) Mudaffar Sjah telah berpulang ke Rahmatullah pada Kamis (19/2/2015) dini hari di Rumah Sakit Pondok Indah Jakarta. Mudaffar Sjah diketahui meninggal karena penyakit komplikasi pada usia 79 tahun.
Mudaffar merupakan Sultan ke-48 Ternate. Ia juga terpilih sebagai anggota komite 1 DPD dari Provinsi Maluku Utara pada periode 2014-2019. Saat pelantikan anggota dewan Oktober lalu, Mudaffar menjadi senator tertua.
Kepergian Sultan Ternate meinggalkan sejumlah catatan. Antara lain soal kebijakannya dalam memimpin rakyat, kemampuannya memprediksi kemenangan Joko Widodo (Jokowi) dalam Pilpres 2014 dan yang terakhir dan belum tuntas adalah adanya ketegangan dalam kesultanan terkait kedudukan putra mahkota.
Sebagai seorang raja di Ternate, Sultan Mudaffar dinilai berlaku bijak. Dia selalu mengambil keputusan dengan seadil-adilnya. Hal itu tidak terlepas dari nilai-nilai yang diwariskan para leluhur beliau di mana selama masa kepemimpinannya, sultan didampingi para ulama.
Seperti diketahui, di masa–masa awal, suku Ternate dipimpin oleh para momole. Setelah membentuk kerajaan jabatan pimpinan dipegang seorang raja yang disebut kolano. Mulai pertengahan abad ke-15, Islam diadopsi secara total oleh kerajaan dan penerapan syariat Islam diberlakukan. Sultan Zainal Abidin meninggalkan gelar kolano dan menggantinya dengan gelar sultan. Para ulama menjadi figur penting dalam kerajaan.
Setelah sultan sebagai pemimpin tertinggi, ada jabatan jogugu (perdana menteri) dan fala raha sebagai para penasihat. Fala raha atau empat rumah adalah empat klan bangsawan yang menjadi tulang punggung kesultanan sebagai representasi para momole pada masa lalu, masing–masing dikepalai seorang kimalaha. Mereka yaitu Marasaoli, Tomagola, Tomaito dan Tamadi.
Pejabat–pejabat tinggi kesultanan umumnya berasal dari klan–klan ini. Bila seorang sultan tak memiliki pewaris maka penerusnya dipilih dari salah satu klan. Selanjutnya ada jabatan – jabatan lain Bobato Nyagimoi se Tufkange (Dewan 18), Sabua Raha, Kapita Lau, Salahakan, Sangaji dll.
Dari uraian di atas jelas bisa dirunut nilai-nilai kebijakan yang dijalankan Sultan. Namun dari rentetan sejarah dan tata aturan internal kesultanan itu pula saat ini timbul masalah berkaitan dengan siapa yang berhak melanjutkan kepemimpinan Ternate sebagai sultan.
Menurut salah satu putera sultan dari isteri kedua, Nuzullidin, sebagai seorang raja, ayahnya memang dikenal sebagai pribadi yang bertindak adil. Masukan-masukan diberikan oleh ayahnya menjadi patokan dalam bertindak. Sultan Mudaffar dikenal sebagai orang yang tidak menyombongkan diri meski dia sebagai raja di Ternate. Dalam memberi masukan Sultan Mudaffar selalu menyatakannya dalam bentuk isyarat.
“Apa yang beliau katakan itu tidak secara langsung tapi kita dibuat seperti berpikir,” ujarnya.
Pernah suatu waktu, Nuzullidin menanyakan soal asal pertama kali mahkota Kesultan Ternate itu berasal. Dia hanya mengatakan, jika mahkota itu sudah ada sebelum manusia ini diciptakan. “Sebelum manusia diciptakan siapa yang paling dulu diciptakan,” ujarnya seraya.
Sultan Mudaffar juga dikenal demokratis. Contoh sikap demokratis Sultan diceritakan oleh Nuzullidin terkait era Reformasi dulu. Saat banyak kalangan mendorong agar tentara tidak masuk dalam lingkaran politik juga disikapi dengan bijak oleh Sultan Mudaffar yang saat dia duduk sebagai wakil rakyat di gedung DPR. Dia menginginkan tentara tetap ada karena perkembangan soal keamanan negara harus diketahui presiden.
“Karena menurut beliau panglima perang harus ada di bawah presiden karena dia yang menjaga NKRI,” tutur Nuzullidin.
https://satumaluku.com/inilah-kisah-panjang-gonjang-ganjing-kesultanan-ternate/
Sejarah dan Asal Usul Kerajaan Ternate dan Tidore
Kerajaan Ternate dan Tidore merupakan salah satu kerajaan yang terkenal di Indonesia. Dua kerajaan ini dikenal cukup berpengaruh pada masanya di wilayah kekuasaan mereka.
Kerajaan Ternate sendiri terdiri dari beberapa persekutuan yaitu Ternate, Bacan, Ambon, Obi, dan Seram. Lima persekutuan ini juga dikenal dengan sebutan (Uli Lima).
Kerajaan Tidore sendiri dibentuk dari sembilan satuan negara yang dikenal dengan sebutan Uli Siwa. Uli Siwa sendiri terdiri atas persekutuan dari Jailolo, Makyan, serta daerah di antara Halmahera dan Irian Jaya.
Masuknya agama Islam ke wilayah Maluku tidak terlepas dari jalur perdagangan yang terbentar di antara pusat lalu lintas internasional. Jalur ini melewati Malaka, Jawa, dan juga Maluku. Sejak abad ke 14, agama Islam diketahui telah memasuki wilayah Maluku.
Molomateya yang dikenal sebagai Raja Ternate kedua belas tersebut memiliki relasi yang cukup dekat dengan orang Arab yang mampu memberikan pengarahan untuk membuat kapal.
Raja yang diketahui sungguh-sungguh memeluk Islam adalah Zainal Abidin yang mendapatkan pelajaran dari Sunan Giri.
Wilayah kekuasaan dua kerajaan ini mencakup wilayah yang ada di sekitar kerajaan. Penghasilan utama yang didapat berasal dari hasil pertanian rempah-rempah seperti pala, cengkih, serta ramuan obat-obatan yang diperlukan masyarakat Eropa kala itu.
Beberapa peristiwa penting terkait dengan sejarah Kerajaan Ternate dan Tidore adalah sebagai berikut:
- Portugis bersekutu dengan Spanyol ketika mereka sampai di Kerajaan Ternate dan Kerajaan Tidore. Portugis berhasil mendirikan Benten Sao Paulo di Ternate dan diketahui menguasai perdagangan. Tentunya hal ini memicu perlawanan di bawah kepemimpinan Sultan Hairun. Sultan Baabullah juga dikenal sebagai pemimpin pasukan ketika melakukan perlawanan terhadap Portugis dan berusaha menyingkirkannya dari wilayah Maluku. Hal ini dilakukan sebagai balasan kepada Portugis atas apa yang dilakukan terhadap Sultan Hairun, ayahnya.
- 17 Juli 1780, Pata Alam mendapatkan penobatan sebagai vasal dari VOC. Ia memiliki kewajiban untuk menjaga keamanan wilayah yang ditentukan yaitu Weda, Maba, Gebe, Patani, Missol, Salawatti, Waigen, Waiguna, beberapa wilayah di daratan Papua, Pulau Bo, Pulau Pisang, Popa, dan Matora. Tiga tahun kemudian Pata Alam melakukan taktiknya untuk dapat meraih loyalitas raja Irian namun gagal karena para utusannya justru berbalik memihak Nuku. Pata Alam mendapat tuduhan oleh Kompeno karena bersekongkol dengan Nuku kemudian ditangkap dan rakyat pendukungnya tak lepas dari hukuman. Inilah peristiwa Revolusi Tidore pada tahun 1783.
- 12 April 1797, Angkatan Laut Nuku menampakkan diri mereka di Tidore. Sebagian besar pembesar Tidore memilih menyerah kecuali Sultan Kamaludin. Mereka memilih menyerahkan diri ke Ternate. Tidore dikuasai oleh Nuku hingga ia menghembuskan nafas terakhir tanggal 14 November 1805 dan kemudian kedudukannya digantikan oleh Zaenal Abidin.
Kolano dan Sultan Ternate
- Baab Mashur Malamo 1257 – 1277
- Jamin Qadrat 1277 – 1284
- Komala Abu Said 1284 – 1298
- Bakuku (Kalabata) 1298 – 1304
- Ngara Malamo (Komala) 1304 – 1317
- Patsaranga Malamo 1317 – 1322
- Cili Aiya (Sidang Arif Malamo) 1322 – 1331
- Panji Malamo 1331 – 1332
- Syah Alam 1332 – 1343
- Tulu Malamo 1343 – 1347
- Kie Mabiji (Abu Hayat I) 1347 – 1350
- Ngolo Macahaya 1350 – 1357
- Momole 1357 – 1359
- Gapi Malamo I 1359 – 1372
- Gapi Baguna I 1372 – 1377
- Komala Pulu 1377 – 1432
- Marhum (Gapi Baguna II) 1432 – 1486
- Zainal Abidin 1486 – 1500
- Sultan Bayanullah 1500 – 1522
- Hidayatullah 1522 – 1529
- Abu Hayat II 1529 – 1533
- Tabariji 1533 – 1534
- Khairun Jamil 1535 – 1570
- Babullah Datu syah 1570 – 1583
- Said Barakat syah 1583 – 1606
- Mudaffar Syah I 1607 – 1627
- Hamzah 1627 – 1648
- Mandarsyah 1648 – 1650 (masa pertama)
- Manila 1650 – 1655
- Mandarsyah 1655 – 1675 (masa kedua)
- Sibori 1675 – 1689
- Said Fatahullah 1689 – 1714
- Amir Iskandar Zulkarnain Syaifuddin 1714 – 1751
- Ayan Syah 1751 – 1754
- Syah Mardan 1755 – 1763
- Jalaluddin 1763 – 1774
- Harunsyah 1774 – 1781
- Achral 1781 – 1796
- Muhammad Yasin 1796 – 1801
- Muhammad Ali 1807 – 1821
- Muhammad Sarmoli 1821 – 1823
- Muhammad Zain 1823 – 1859
- Muhammad Arsyad 1859 – 1876
- Ayanhar 1879 – 1900
- Muhammad Ilham (Kolano Ara Rimoi) 1900 – 1902
- Haji Muhammad Usman syah 1902 – 1915
- Iskandar Muhammad Jabir syah 1929 – 1975
- Drs. Haji Mudaffar Syah (Mudaffar II) 1975 – sekarang
Moloku Kie Raha
Istana Kesultanan Ternate
Komentar
Posting Komentar