Organisasi Al-Ittihadiyah
Sejarah dan Perkembangan Al Ittihadiyah
Kehadiran Al-Ittihadiyah Sumatera Utara tahun 1935 pada dasarnya merupakan respon umat Islam di wilayah ini terhadap situasi politik dan sosial keagamaan yang berkembang di Indonesia, khususnya Sumatera Timur. Ketika itu, sebagaimana dikemukakan salah seorang mantan ketua umum Pengurus Besar Al-Ittihadiyah, H. Mahmud Abu Bakar dalam Azhar, et al (1960:66) bahwa Belanda melancarkan politik pecah belah yang melemahkan kekuatan umat Islam dan menghancurkan potensi alim ulama dikarenakan hendak memperkuat kukunya untuk menjajah Indonesia buat selama-lamanya. Politik adu domba termasuk termakan oleh umat Islam, sehingga muncullah kubu atau kelompok-kelompok yang saling bermusuhan. Pada satu sisi, muncul kaum intelek yang kebarat-baratan yang melontarkan kata-kata yang merendahkan ulama dan umat Islam dengan mengatakan bahwa kaum agama dan alim ulamanya adalah ortodok.
Bakar dalam Azhar, et al (1960:15) menjelaskan sebahagian ulama dan penganut agama Islam menuduh orang intelek sebagai kaki tangan belanda. Pertengkaran antara kedua kelompok ini makin lama kian meruncing. Dalam konteks inilah, Al-Ittihadiyah hadir untuk menjembatani dan mempersatukan umat serta sebagai salan satu barisan jihad bagi kekuatan kaum muslimin (Arsyad, et al, 1968:19).
Al-Ittihadiyah didirikan pada tanggal 27 januari 1935 bertepatan dengan tanggal 21 Syawal 1352 H di Medan oleh Syekh K.H. Ahmad Dahlan, ulama besar pada zamannya yang berasal dari Tanjung Pura Langkat (Anzizhan dan Syafaruddin, 2004:68). Organisasi ini dideklarasikan di gedung Zelfstanding Yong Islamiten Bond Jalan Sisingamangaraja, di belakang masjid Raya Medan. Bersama dengan para ulama, cerdik pandai dan murid-muridnya yang berjumlah 200 orang Syekh K.H. Ahmad Dahlan mendirikan Al-Ittihadiyah (CVO Conferentie, 1941:27).
Secara historis, kehadiran Al-Ittihadiyah juga dilatar-belakangi oleh keinginan untuk menyelenggarakan suatu sistem pendidikan Islam yang lebih teratur, lebih modern, dan terorganisir ke dalam suatu organisasi, khususnya sekolah-sekolah atau perguruan-perguruan Islam yang belum tergabung dalam suatu organisasi tertentu. Hal ini secara eksplisit diterangkan dalam pasal 2 stauten Al-Ittihadiyah, dimana pada bab b dan c disebutkan bahwa maksud didirikannya Al-Ittihadiyah adalah untuk: (a) mengoesahakan berdirinja roemah2 pergoeroean Islam, (b) mengatoer dan mensesoeaikan daftar pelajaran dalam roemah2 pergoeroean Al dan roemah2 pergoeroean yang tergaboeng dengan AI (CVO Conferentie Al-Ittihadiyah, 1941:16).
Dalam lapangan pendidikan Islam, Al-Ittihadiyah melihat bahwa pada era 1930-an, daftar pelajaran perguruan-perguruan Islam di Sumatera Timur masih sangat beragam. Di samping itu, guru-guru yang bertugas pada perguruan-perguruan Islam tersebut juga belum memiliki kesamaan persepsi tentang agama Islam. Karena itu, dalam CVO Conferentie Al-Ittihadiyah (1941:51) dijelaskan bahwa Al-Ittihadiyah didirikan untuk berusaha: (a) mempersatoekan daftar peladjaran, dan (b) mempersesoeaikan faham diantara goeroe2 terhadap soal2 jang berhoeboeng dengan agama Islam soemoeanja.
Fakta lain yang dilihat Al-Ittihadiyah adalah kenyataan bahwa dalam pandangan masyarakat sekolah-sekolah modern yang dibangun dan dikembangkan oleh Belanda merupakan jalur terbaik bagi mobilitas sosial secara vertikal. Perusahaan-perusahaan dan kantor-kantor pemerintahan hanya akan menerima dan mempekerjakan para pegawai tamatan dari sekolah-sekolah modern ini. Sementara di sisi lain, madrasah dan perguruan-perguruan Islam masih terlalu terpaku pada praktik-praktik tradisionalnya dan berorientasi murni keagamaan. Karena itu, satu-satunya lapangan pengabdian yang memungkinkan ditekuni para alumninya hanyalah sebagai ustadz, guru agama, malim kampung, dan guru-guru ngaji. Ketika Muhammadiyah, organisasi massa Islam terlebih dahulu eksis di Sumatera Timur, membangun sekolah-sekolah modern seperti yang dikembangkan Belanda, maka minat masyarakat untuk menyekolahkan anaknya ke sana demikian besar. Di sinilah tokoh-tokoh Al-Ittihadiyah melihat perlunya mereka berpartisipasi aktif dalam meneyelenggarakan pendidikan Islam modern yang lebih teratur dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat muslim. Al-Ittihadiyah sebagai organisasi massa Islam memprogramkan aktivitasnya dalam bidang pendidikan, sosial dan ekonomi dengan membangun dan mengembangkan sistem pendidikan madrasah dan sekolah modern, panti asuhan dan majelis simpanan dan pertolongan.Dalam mukhtamar ke-17 Al-Ittihadiyah yang berlangsung tanggal 2 s/d 3 Juli 2004 di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta, terpilih Brigjend (Purn) Drs. H. Nazri Adlani sebagai Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Al-Ittihadiyah periode 2004-2009. Pada saat itu Nazri Adlani sebagai ketua MUI, dan Wakil Ketua MPR RI utusan Golongan.
Sejatinya semangat perubahan di DPP Al-Ittihadiyah merupakan jasa tak terlupakan almarhum H. Ali Imran Kadir, SH. Ketika beliau mengamanahkan Sekretaris Jenderal DPP Al-Ittihadiyah kepada Drs. Anzizhan, MM. tahun 2000, dan pada 2001 datang Drs. Syafaruddin, M.Pd, seorang penulis muda berbakat melanjutkan studinya S3-nya di Jakarta. Mereka aktif membantu kegiatan-kegiatan DPP yang memang lebih banyak kepada taushiah–taushiah kepada pemerintah dan kecaman terhadap dunia barat yang cenderung tidak adil terhadap dunia Islam. Pemikiran mereka terhadap Al-Ittihadiyah ke depan dituangkan dalam buku “Visi Baru Al-ittihadiyah” yang dengan bangga diluncurkan oleh Ketua MPR RI (Prof.Dr.H. Amien Rais) pada pembukaan Mukhtamar ke-17 tahun 2004. Wujud dari keinginan untuk memajukan Al-Ittihadiyah ke depan maka masuklah ke jajaran pengurus kalangan profesional yang memiliki keahlian dalam berbagai bidang.
Periode kepengurusan 2004-2009, Brijen (Purn) Drs.H.A.Nazri Adlani selaku Ketua Umum, dibantu oleh beberapa staf ketua, dan sekretaris umum H. Martin Roestamy, SH dan Bendahara Drs.Fikri Boreno, MBA. Kemudian setelah berjalan du tahun masa bakti, terjadi Resufle kepengurusan pada awal 2005 disebabkan H. Martin Roestamy, SH, MH, terpilih sebagai Rektor Universitas Djuanda Bogor, Sekretaris Jenderal dipercayakan kepada Drs. Anzizhan, MM.
Sesungguhnya pada era kepemimpinan Drs. Ali Imran Kadir maka keberadaan Drs. Anzizhan, MM mengemban amanah selaku Sekretaris Jenderal DPP Al Ittihadiyah tahun 2002 s/d 2004. Berdasarkan hasil pelaksanaan Mukhtamar Al-Ittihadiyah 2004 dengan pergantian pengurus kemudian H.Martin Roestamy, SH, MH. menjadi salah seorang ketua hingga 2010. Bertolak dari kesadaran sejarah untuk menciptakan visi baru, kebangkitan Al Ittihadiyah, maka pergantian kepemimpinan di Al Ittihadiyah menjadi faktor penentu dalam merancang ulang peran strategis Ormas Islam, Al ittihadiyah menjadikan Al Ittihadiyah yang berkembang di masa akan datang. Tentu saja peran tersebut perlu dikembangkan dengan format baru bidang pendidikan, sosial kemasyarakatan dan dakwah Islam.
Kemudian baru pada Muktamar Al-Ittihadiyah ke-18 tanggal 30 September 2011 di Bogor terpilih Dr. H. Martin Roestamy, SH, MH, menjadi Ketua Umum DPP Al Ittihadiyah untuk lima tahun ke depan. Di sinilah pentingnya era kebangkitan Al Ittihadiyah untuk menjadi organisasi Islam yang modern.
Saat ini muncul semangat membangkitkan Al- ittihadiyah, dengan memberikan nuansa baru persatuan Islam, dan kebersamaan dalam memajukan pendidikan Islam, dakwah, sosial dan ekonomi umat. Pengembangan wilayah dan cabang memang menjadi perhatian, namun seiring dengan itu pembenahan lembaga pendidikan Al Ittihadiyah sebagai bentuk partisipasi aktif mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan suatu keniscayaan
Lingkungan Pendidikan Tinggi
Indonesia harus meningkatkan angka partisipasi kasar masyarakat terhadap pendidikan tinggi, mengingat bahwa kuantitas dan kualitas pendidikan tinggi di Indonesia masih rendah. Paling tidak pada saat ini dilihat dari kedudukan akademisi yang saat ini berjumlah 160.000 orang, hanya 80.000 yang berkualifikasi akademik magister, dan 15.000 orang berkualifikasi Doktor. Kondisi ini masih perlu mendapat perhatian pemerintah dalam kerangka memaksimalkan peran perguruan tinggi dalam mencerdaskan kehidupan bangsa secara berkelanjutan.
Selain itu, angkat partisipasi kasar (APK) Indonesia ke jenjang pendidikan tinggi hanya 18,7 % demikian Prof. Djoko Santoso (Nasional. Compas. Com.23/2/2011, menjelaskan b ahwa saat ini jumlah mahasiswa Indonesia 4,6 juta, sementara anak usia yang harus belajar di perguruan tinggi mencapai 25 juta orang. Jika dibandingkan dengan APK negara maju yang mencapai 40 % dari anak usia pendidikan tinggi, maka Indonesia harus bekerja keras untuk mencapai angkat dimaksud. Misalnya Amerika Serikat memiliki APK 60 % dan Korea Selatan mencapai 90 %.
Dalam konteks ini, diperlukan partisipasi masyarakat dalam pengembangan perguruan tinggi untuk memaksimalkan partisipasi kasar memasuki perguruan tinggi. Pihak swasta atau berbagai organisasi keIslaman memiliki peran strategis dalam memajukan pendidikan tinggi. Karena itu, peran strategis dimaksud dapat dilakukan dengan pembukaan perguruan tinggi baru, sesuai dengan potensi sumberdaya kelembagaan yang dikembangkan sehingga masyarakat memiliki banyak pilihan dalam memasukkan anak-anaknya ke perguruan tinggi untuk memenuhi kemudahan akses memperoleh pendidikan tinggi baik secara kuantitatif maupun kualitatif.
Pemerintah lewat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan membuka peluang peningkatan partisipasi kasar pendidikan tinggi tahun 2012 ini dengan mengajak meningkatkan 10 % kuota penerimaan perguruan tinggi negeri, tak terkecuali mendirikan perguruan tinggi baru sesuai dengan keperluan bangsa untuk mengantisipasi masa depan.
Pengurus DPP/DPW Al Ittihadiyah Temu ramah dengan Plt. Gubernur Provinsi Sumatera Utara, 15/7/2012.
Begitu pula dalam bidang pendidikan tinggi agama Islam, dalam berbagai kesemapatan pertemuan nasional, Direktur Perguruan tinggi Islam, Ditjen Pendidikan Islam Kementerian Agama RI, Prof. Dr. Dede Rosyada, MA, memberikan peluang baru Perguruan Tinggi Agama Islam untuk menambah 10 s/d 15 % untuk kuato penerimaan mahasiswa baru tahun 2012 bagi PTAIN, baik di STAIN, IAIN maupun UIN.
http://www.alittihadiyahsumut.com/p/sejarah-ringkas-al-ittihadiyah.html
Lambang dan Motto:
Pasal 5 Bab 5
Lambang Jam’iyyah Al Ittihadiyah dengan segilima berbentuk kelopak bunga melambangkan lima rukun islam, kemudian lima bintang melambangkan empat Khulafa’ur Rosyidin dan Nabi Muhammad SAW, kitab yang dibuka melambangkan semangat menuntut ilmu dari para jama’ah. Serta bola dunia melambangkan universalitas ajaran islam. Kemudian background warna biru melambangkan luasnya ilmu seperti luasnya laut dan langit yang tak ada batasnya.
Pasal 6 Bab 5
Bersama Menjalin Ukhuwah, Bersatu Dalam Da’wah, Menuju Mardhotillah
Sifat Organisasi
Pasal 4 Bab 6
Organisasi ini bersifat Kekeluargaan dan Kemasyarakatan
Tujuan Organisasi
Pasal 5 Bab 6
Organisasi ini Bertujuan :
1. Membina Rasa kekeluargaan dan persatuan di lingkungan Jam’iyyah Al Ittihadiyah serta di masyarakat
2. Membawa jama’ahnya untuk belajar berorganisasi yang baik, jujur dan bijaksana
3. Membentuk kader kader muslim dan muslimah yang terampil, berbudi luhur dan militan, serta bertanggungjawab atas amal perbuatannya kepada Allah SWT.
Struktur Organisasi
Bab 5 Pasal 8
Struktur Organisasi terdiri dari :
1. Pelindung
2. Pengasuh
3. Dewan Penasehat
4. Ketua Ikhwan dan Ketua Akhwat
5. Wakil Ketua Ikhwan dan Wakil Ketua Akhwat
6. Sekretaris
7. Bendahara
8. Seksi Bidang Kesenian
9. Seksi Bidang Danus
10. Seksi Bidang Da’wah
11. Seksi Bidang Peralatan dan Transportasi (PERTRANS)
12. Seksi Bidang Humas
13. Seksi Bidang Buletin
Bab 5 Pasal 7
Kekuasaan tertinggi berada di tangan Pengasuh Jam’iyyah Al Ittihadiyah
Bab 6 Pasal 9 dan 10
Anggota terdiri dari :
1. Dewan Penasehat
2. Pengurus
3. Jama’ah
Musyawaroh terdiri dari :
1. Musyawaroh Pengurus Harian
2. Musyawaroh Seksi Bidang
3. Musyawaroh Mingguan
4. Musyawaroh Pleno
5. Musyawaroh lain yang dianggap perlu
http://majelisalittihadiyah.blogspot.co.id/adart-al-ittihadiyah.html
Sejarah
A. AWAL BERDIRI
Jam’iyyah Al-Ittihadiyah awal mula dibentuk adalah pada awalnya adalah pengajian yasinan yang berjalan bergilir dari kontrkan-kontrakan di lingkungan selatan Masjid Al Hidayah atas inisiatif dan keinginan para pendatang/karyawan PT dari berbagai daerah yang mengontrak di lingkungan Masjid Jami’ Al Hidayah, mereka itu adalah : Yoga (Purbalingga), Darmanto (Purbalingga), Sarwono (Purbalingga), Robul (Brebes). Mereka merasakan betapa pentingnya benteng rohani/pengajian di daerah industri Cikarang ini bagi para pendatang dari berbagai godaan dan gangguan pergaulan yang membahayakan masa depan mereka yang kebanyakan waktu itu masih lajang. Oleh karena itu, mereka sepakat mencari guru/pembimbing yang pantas dijadikan panutan dan mengajarkan mereka ilmu-ilmu agama. Akhirnya, mereka bertemu dengan Ustadz Muhammad Amrin Sholihin yang kebetulan bertempat tinggal di lingkungan Masjid Al-Hidayah dan membicarakan mengenai maksud mereka untuk mengadakan pengajian. Akhirnya, ditentukanlah acara pengajian pada malam Senin karena biasanya para karyawan pada hari Ahad/Minggu libur bekerja, jadi malam harinya bisa diharapkan banyak yang hadir.
B. PENCETUS NAMA DAN LOGO JAM’IYYAH
Pencetus petama kali nama Jam’iyyah Al-Itthadiyah adalah Ustadz Muhammad Amrin Sholihin atas permintaan dari jama’ah yang kemudian disepakati bersama. Arti Jam’iyyah Al Ittihadiyah adalah Jam’iyyah berasal dari fi’il madhi Jama’a yang berarti berkumpul, kemudian Al Ittihadiyah berasal dari kata Ittihad yang berarti bersatu. Jadi arti Jam’iyyah Al Ittihadiyah adalah “perkumpulan yang dipersatukan” karena banyak diantara jama’ah yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia yang dipersatukan di dalam jamiyyah ini dalam rangka untuk memperkuat ukhuwah islamiyah dan solidaritas diantara mereka untuk menggapai ridho Allah SWT.yang sesuai dengan motto Jam’iyyah Al Ittihadiyah yaitu : “Bersama Menjalin Ukhuwah, Bersatu Dalam Da’wah, Menuju Mardhotillah”. Logo Jam’iyyah Al Ittihadiyah dibuat atas ide dari jama’ah yang diperoleh melalui seleksi dari beberapa ide. Logo Jam’iyyah al Ittihadiyah dengan segilima berbentuk kelopak bunga melambangkan lima rukun islam, kemudian lima bintang melambangkan empat Khulafa’ur Rosyidin dan Nabi Muhammad SAW, kitab yang dibuka melambangkan semangat menuntut ilmu dari para jama’ah. Serta bola dunia melambangkan universalitas ajaran islam. Kemudian background warna biru melambangkan luasnya ilmu seperti luasnya laut dan langit yang tak ada batasnya.
C. HALUAN JAMIYYAH
Jam’iyyah Al Ittihadiyah berlandaskan Ahlussunnah Wal Jama’ah dengan tauhid merujuk kepada Syeikh Abu Musa Al Asy’ari dan Syeikh Abu Hasan Al Maturidi, dan dalam Fiqih memakai Madzhab Imam Syafi’I, serta dalam ilmu tasawuf merujuk kepada Syeikh Abdul Qodir Al Jaelani
D. LOKASI JAM’IYYAH
Lokasi pengajian Jam’iyyah Al Ittihadiyah pada mulanya bertempat di ruangan kontrakan-kontarakan jama’ah, karena jama’ah yang bertambah banyak, maka pengajian di adakan di teras kontrakan H. Bondi yang berada di samping selatan Masjid Al Hidayah. Seiring berjalannya waktu jama’ah semakin bertambah banyak dan tempat pengajian di teras kontrakan tidak cukup untuk menampung jama’ah, maka pada tahun 2007 tempat pengajian dipindahkan ke serambi Masjid Al Hidayah yang persisnya terletak di rt 02/01 kp. Leuweung Malang, desa Sukaresmi, kecamatan Cikarang Selatan, Bekasi.
E. KETUA JAM’IYYAH
Sejak Jam’iyyah Al Ittihadiyah berdiri pada tahun 1999 sampai sekarang tahun 2011, telah mengalami beberapa periode kepemimpinan, yaitu :
KETUA JAM'IYAH :
1. Darmanto ( Priode : 1999 - 2001 )
2. Irfan ( Priode : 2001 - 2002 )
3. Robul ( Priode : 2002 - 2003 )
4. Masruri ( Priode : 2003 - 2004 )
5. Jiyana ( Priode : 2004 - 2005 )
6. Sayono ( Priode : 2005 - 2006 )
7. Jiyana – Endang Yuniarti ( Priode : 2006 - 2007 )
8. M. Mumtakhinul Fikar – Yanti Haryanti ( Priode : 2007 - 2008 )
9. M. Mumtakhinul Fikar – Maryam ( Priode : 2008 - 2009 )
10. M. Mumtakhinul Fikar – Sutria ( Priode : 2009 - 2010 )
11. M. Mumtakhinul Fikar – Sutri ( Priode : 2010 - 2011 )
12. M. Fayakun – Ummi Salamah ( Priode : 2011 - 2012 )
13. Miftahul Farid - Ummi Salamah ( Priode : 2012 - 2013 )
F. KEMAJUAN-KEMAJUAN JAMIYYAH
1. Bidang Keuangan Sejak tahun 2006 telah dibuat kartu donator dari sebelumnyaotak keliling, dan telah memiliki tabungan di Bank Syari’ah Mandiri, dan tahun 2008 telah membuka rekening BRI sebagai tempat menyimpan dana pembangunan TK Al Qur’an, dan tahun 2009 telah membuka rekening BTN sebagai tempat menyetor dana kredit rumah untuk pembangunan TK Al Qur’an di perumahan Bumi Cikarang Makmur.
2. Bidang Kearsipan Pada akhir tahun 2007 Jam’iyyah telah membeli satu set PC Komputer sebagai alat penunjang kinerja sekertaris dan bidang-bidang yang lain yang sebelumnya selalu rental computer.
3. Bidang Peralatan Dikarenakan ada keinginan untuk menghidupkan kesenian islam, maka pada tahun 2008 Jam’iyyah telah membeli satu set Marawis dan Hadroh( gitar bas ). 4. Bidang Da’wah Menjalin silaturahim dengan Jamiyyah IRMAA dan FUKHIS, serta pada april 2008 telah memulai rencana pembangunan TK Al Qur’an sebagai media untuk mengembangkan da’wah Jam’iyyah Al Ittihadiyah. Pada tahun 2011 ini Alhamdulillah TK Al Quran Al Ittihadiyyah sudah berdiri dan mulai dibuka tahun ajaran baru 2011-2012.
5. Bidang Organisasi Sebagai pengkoordinasi kesenian islam maka pada tahun 2010 telah dibentuk Bidang Kesenian Islam, dan mulai kepengurusan 2010-2011 tiap bidang selalu ada wakil dari akhwat, yang sebelumnya hanya bendahara, ketua keputrian, wakil kaput, dan dana usaha.
6. Bidang Dana Usaha Untuk menambah pemasukan kas Jam’iyyah Al Ittihadiyah, maka telah dibentuk berbagai macam usaha, antara lain : penjualan pulsa elektrik (2008), pembuatan sticker (2008), pemanfaatan gelas plastic dan kardus air minum, pembuatan gantungan kunci, penjualan baju-baju muslim dan muslimah, penjualan minyak wangi, dll.
http://jamiyahalittihadiyah.blogspot.co.id/p/sejarah-jamiyah.html
Situs Resmi: http://al-ittihadiyah.org/
Sejarah Singkat Al-Ittihadiyah
Al-Ittihadiyah adalah organisasi ummat Islam yang sudah berusia 82 tahun. Didirikan di Medan pada tanggal 27 Januari 1935 bertepatan dengan tanggal 21 Syawal 1353 H oleh K.H. Ahmad Dahlan dalam satu pertemuan tokoh-tokoh terkemuka dan alim ulama di gedung Yong Islamiten Bond, dekat Masjid Raya Kota Medan sekarang.
K.H. Ahmad Dahlan adalah seorang tokoh ulama Medan terkemuka, alumnus Al Azhar Mesir, berasal dan Langkat, suku Melayu. Dan isterinya, Hj. Ummi Hanim Ali berasal dan Mesir, turut aktif mendirikan Al-Ittihadiyah dengan selalu memberikan sumbangan berupa uang dan emas milik pribadinya.
Kini semua pendiri, pembangun, mujahid, dan pejuang-pejuang Al Ittihadiyah tersebut telah berpulang ke Rahmatullah. Diantara tokoh-tokoh Mujahid lainnya yang telah mendahului kita adalah H. Mahmud Abubakar, H. Zainal Arifin Abbas, K.H. Muhammad Sayuti Noor, H. Zainal Arifin Nurdin, Sutan Baiduri, N. Zakir, Nurdin Umar, M. Aminuddin Wahid, M. Jaus, M. Nuh Lubis, H.M Ali Barsyah, Abdul Wahab Manan, M. Kamarudin, dan Tajuddin AD, Ibu Hj. Ummi Hanim Ali dan tokoh-tokoh lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Pada mulanya Al-Ittihadiyah adalah organisasi sosial dengan titik utama pergerakannya untuk memberikan pertolongan kepada anak yatim. Selama puluhan tahun dibawah kepemimpinan K.H. Ahmad dahlan, panti asuhan telah berkembang dan sudah terkenal sampai ke luar negeri, seperti di Jepang dan Belanda. Saat ini panti-panti asuhan Al-Ittihadiyah masih tetap berlanjut di Medan dan kota-kota lain di Sumatera Utara dengan nama MAMIYAI (Majelis Anak Yatim Piayatu Al-Ittihadiyah).
Salah satu ciri khas Al-Ittihadiyah adalah anak-anak panti asuhan dilarang meminta-minta, mengedarkan kotak sumbangan ke rumah-rumah seperti yang dilakukan oleh panti-panti asuhan lainnya. Hal itu dianggap tidak mendidik bahkan sebaliknya, melatih anak-anak menjadi pengemis dan tentu saja bertolak belakang dengan prinsip-prinsip yang diajarkan dalam agama islam.
Organisasi Al-Ittihadiyah dan Peranannya dalam Pembangunan Bangsa dan Negara
Bagi suatu organisasi yang mandiri, dapat mencapai usia 82 tahun bukanlah hal yang mudah. Al Ittihadiyah telah melalui tiga periode, yaitu masa penjajahan Belanda (1935-1942), masa Fachisme Jepang (1942-1945), dan masa Kemerdekaan RI (1945-2017). Tentu saja telah banyak suka duka, pahit getir, dan pasang surut yang dialami serta dilaluinya. Semua ini membuktikan bahwaAl-Ittihadiyah dapat tumbuh dan berkembang selaras dengan perkembangan dan tuntutan zaman. Dengan kata lain, Al-Ittihadiyah telah mampu menampung dan menyalurkan keanekaragaman aspirasi para anggotanya secara demokrasi dan damai, sehingga semua anggota merasa memiliki, dan semua anggota ingin keberadaan organisasi ini terus berlangsung.
Sejalan dengan berlalunya waktu, Al-Ittihadiyah telah melangsungkan Muktamarnya 19 (Sembilan belas) kali, dengan perincian sebagai berikut:
No. Tahun Periode Muktamar Tempat
1. 1941 I Medan
2. 1945 II Tebing Tinggi
3. 1946 III Pematang Siantar
4. 1949 IV Binjai
5. 1950 V Medan
6. 1952 VI Kabanjahe
7. 1953 VII Padang Siantar
8. 1954 VIII Medan
9. 1956 IX Medan
10. 1960 X Medan
11. 1963 XI Binjai
12. 1968 XII Bandung
13. 1975 XIII Medan
14. 1980 XIV Jakarta
15. 1993 XV Medan
16. 1999 XVI Jakarta
17. 2004 XVII Jakarta
18. 2010 XVIII Bogor
19. 2016 XIX Bogor
Beberapa Aktivitas Al-Ittihadiyah dalam Bidang Organisasi
Diantara beberapa aktivitas Al-Ittihadiyah dalam bidang organisasi selama ini, adalah sebagai berikut:
Ikut serta dalam setiap musyawarah organisasi Islam dan musyawarah alim ulama tingkat nasional dan regional.
Pencetus ide atau pemrakarsa dibentuknya lembaga permanen dengan nama Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Senayan Jakarta pada tahun 1972 yang diselenggarakan oleh PTDI. Usulan Al Ittihadiyah itu didukung oleh utusan dari beberapa daerah. Tiga tahun kemudian yakni pada tahun 1975, barulah secara resmi didirikan MUI dalam suatu musyawarah alim ulama se-Indonesia.
Ikut serta dalam KIAA (Kongress Islam Asia Afrika) di Bandung pada tahun 1965.
Ikut serta dalam Kongres Islam Internasional tentang kependudukkan (Islamic International Congress on Pupulation), pada awal tahun 1989 di Lhok Semawe, Aceh, dihadiri oleh 43 utusan Negara Islam dan seluruh dunia.
Ikut serta dalam SEASA (South East Asean Syari’ah Law Association), yaitu Perhimpunan Ahli Hukum Sara Islam Asia Tenggara, yang sudah bersidang di Jakarta, Kuala Lumpur, Singapura dan Sri Langka.
Saat ini Al-Ittihadiyah merupakan lembaga pergerakan ummat Islam yang bergerak di segala bidang kehidupan, meliputi bidang pendidikan, dakwah, sosial, ekonomi, dan politik. Paradigma bahwa ekonomi dan politik itu adalah kotor bukanlah paradigm dari ajaran agama Islam. Sebaliknya, Islam menganjurkan supaya ummatnya sejahtera dan kaya agar mampu membayar zakat dan menunaikan ibadah haji. Dan Islam juga mengajarkan untuk pandai mengurus dirinya sendiri, bukan diurus dan dijajah oleh orang lain. Dalam ajaran Islam menjadi pedagang dan politikus adalah pekerjaan yang mulia, bukan pekerjaan yang kotor.
Selama masa bakti 76 tahun, Al-Ittihadiyah telah meletakkan dasar-dasar usaha perjuangannya dalam pendidikan, dakwah dan sosial. Kegiatan-kegiatan tersebut merupakan usaha-usaha yang sangat inti dan asasi dan merupakan perwujudan dari peran serta Al-Ittihadiyah dalam membangun bangsa dan Negara.
Sumber Situs Resmi
Kehadiran Al-Ittihadiyah Sumatera Utara tahun 1935 pada dasarnya merupakan respon umat Islam di wilayah ini terhadap situasi politik dan sosial keagamaan yang berkembang di Indonesia, khususnya Sumatera Timur. Ketika itu, sebagaimana dikemukakan salah seorang mantan ketua umum Pengurus Besar Al-Ittihadiyah, H. Mahmud Abu Bakar dalam Azhar, et al (1960:66) bahwa Belanda melancarkan politik pecah belah yang melemahkan kekuatan umat Islam dan menghancurkan potensi alim ulama dikarenakan hendak memperkuat kukunya untuk menjajah Indonesia buat selama-lamanya. Politik adu domba termasuk termakan oleh umat Islam, sehingga muncullah kubu atau kelompok-kelompok yang saling bermusuhan. Pada satu sisi, muncul kaum intelek yang kebarat-baratan yang melontarkan kata-kata yang merendahkan ulama dan umat Islam dengan mengatakan bahwa kaum agama dan alim ulamanya adalah ortodok.
Bakar dalam Azhar, et al (1960:15) menjelaskan sebahagian ulama dan penganut agama Islam menuduh orang intelek sebagai kaki tangan belanda. Pertengkaran antara kedua kelompok ini makin lama kian meruncing. Dalam konteks inilah, Al-Ittihadiyah hadir untuk menjembatani dan mempersatukan umat serta sebagai salan satu barisan jihad bagi kekuatan kaum muslimin (Arsyad, et al, 1968:19).
Al-Ittihadiyah didirikan pada tanggal 27 januari 1935 bertepatan dengan tanggal 21 Syawal 1352 H di Medan oleh Syekh K.H. Ahmad Dahlan, ulama besar pada zamannya yang berasal dari Tanjung Pura Langkat (Anzizhan dan Syafaruddin, 2004:68). Organisasi ini dideklarasikan di gedung Zelfstanding Yong Islamiten Bond Jalan Sisingamangaraja, di belakang masjid Raya Medan. Bersama dengan para ulama, cerdik pandai dan murid-muridnya yang berjumlah 200 orang Syekh K.H. Ahmad Dahlan mendirikan Al-Ittihadiyah (CVO Conferentie, 1941:27).
Secara historis, kehadiran Al-Ittihadiyah juga dilatar-belakangi oleh keinginan untuk menyelenggarakan suatu sistem pendidikan Islam yang lebih teratur, lebih modern, dan terorganisir ke dalam suatu organisasi, khususnya sekolah-sekolah atau perguruan-perguruan Islam yang belum tergabung dalam suatu organisasi tertentu. Hal ini secara eksplisit diterangkan dalam pasal 2 stauten Al-Ittihadiyah, dimana pada bab b dan c disebutkan bahwa maksud didirikannya Al-Ittihadiyah adalah untuk: (a) mengoesahakan berdirinja roemah2 pergoeroean Islam, (b) mengatoer dan mensesoeaikan daftar pelajaran dalam roemah2 pergoeroean Al dan roemah2 pergoeroean yang tergaboeng dengan AI (CVO Conferentie Al-Ittihadiyah, 1941:16).
Dalam lapangan pendidikan Islam, Al-Ittihadiyah melihat bahwa pada era 1930-an, daftar pelajaran perguruan-perguruan Islam di Sumatera Timur masih sangat beragam. Di samping itu, guru-guru yang bertugas pada perguruan-perguruan Islam tersebut juga belum memiliki kesamaan persepsi tentang agama Islam. Karena itu, dalam CVO Conferentie Al-Ittihadiyah (1941:51) dijelaskan bahwa Al-Ittihadiyah didirikan untuk berusaha: (a) mempersatoekan daftar peladjaran, dan (b) mempersesoeaikan faham diantara goeroe2 terhadap soal2 jang berhoeboeng dengan agama Islam soemoeanja.
Fakta lain yang dilihat Al-Ittihadiyah adalah kenyataan bahwa dalam pandangan masyarakat sekolah-sekolah modern yang dibangun dan dikembangkan oleh Belanda merupakan jalur terbaik bagi mobilitas sosial secara vertikal. Perusahaan-perusahaan dan kantor-kantor pemerintahan hanya akan menerima dan mempekerjakan para pegawai tamatan dari sekolah-sekolah modern ini. Sementara di sisi lain, madrasah dan perguruan-perguruan Islam masih terlalu terpaku pada praktik-praktik tradisionalnya dan berorientasi murni keagamaan. Karena itu, satu-satunya lapangan pengabdian yang memungkinkan ditekuni para alumninya hanyalah sebagai ustadz, guru agama, malim kampung, dan guru-guru ngaji. Ketika Muhammadiyah, organisasi massa Islam terlebih dahulu eksis di Sumatera Timur, membangun sekolah-sekolah modern seperti yang dikembangkan Belanda, maka minat masyarakat untuk menyekolahkan anaknya ke sana demikian besar. Di sinilah tokoh-tokoh Al-Ittihadiyah melihat perlunya mereka berpartisipasi aktif dalam meneyelenggarakan pendidikan Islam modern yang lebih teratur dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat muslim. Al-Ittihadiyah sebagai organisasi massa Islam memprogramkan aktivitasnya dalam bidang pendidikan, sosial dan ekonomi dengan membangun dan mengembangkan sistem pendidikan madrasah dan sekolah modern, panti asuhan dan majelis simpanan dan pertolongan.Dalam mukhtamar ke-17 Al-Ittihadiyah yang berlangsung tanggal 2 s/d 3 Juli 2004 di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta, terpilih Brigjend (Purn) Drs. H. Nazri Adlani sebagai Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Al-Ittihadiyah periode 2004-2009. Pada saat itu Nazri Adlani sebagai ketua MUI, dan Wakil Ketua MPR RI utusan Golongan.
Sejatinya semangat perubahan di DPP Al-Ittihadiyah merupakan jasa tak terlupakan almarhum H. Ali Imran Kadir, SH. Ketika beliau mengamanahkan Sekretaris Jenderal DPP Al-Ittihadiyah kepada Drs. Anzizhan, MM. tahun 2000, dan pada 2001 datang Drs. Syafaruddin, M.Pd, seorang penulis muda berbakat melanjutkan studinya S3-nya di Jakarta. Mereka aktif membantu kegiatan-kegiatan DPP yang memang lebih banyak kepada taushiah–taushiah kepada pemerintah dan kecaman terhadap dunia barat yang cenderung tidak adil terhadap dunia Islam. Pemikiran mereka terhadap Al-Ittihadiyah ke depan dituangkan dalam buku “Visi Baru Al-ittihadiyah” yang dengan bangga diluncurkan oleh Ketua MPR RI (Prof.Dr.H. Amien Rais) pada pembukaan Mukhtamar ke-17 tahun 2004. Wujud dari keinginan untuk memajukan Al-Ittihadiyah ke depan maka masuklah ke jajaran pengurus kalangan profesional yang memiliki keahlian dalam berbagai bidang.
Periode kepengurusan 2004-2009, Brijen (Purn) Drs.H.A.Nazri Adlani selaku Ketua Umum, dibantu oleh beberapa staf ketua, dan sekretaris umum H. Martin Roestamy, SH dan Bendahara Drs.Fikri Boreno, MBA. Kemudian setelah berjalan du tahun masa bakti, terjadi Resufle kepengurusan pada awal 2005 disebabkan H. Martin Roestamy, SH, MH, terpilih sebagai Rektor Universitas Djuanda Bogor, Sekretaris Jenderal dipercayakan kepada Drs. Anzizhan, MM.
Sesungguhnya pada era kepemimpinan Drs. Ali Imran Kadir maka keberadaan Drs. Anzizhan, MM mengemban amanah selaku Sekretaris Jenderal DPP Al Ittihadiyah tahun 2002 s/d 2004. Berdasarkan hasil pelaksanaan Mukhtamar Al-Ittihadiyah 2004 dengan pergantian pengurus kemudian H.Martin Roestamy, SH, MH. menjadi salah seorang ketua hingga 2010. Bertolak dari kesadaran sejarah untuk menciptakan visi baru, kebangkitan Al Ittihadiyah, maka pergantian kepemimpinan di Al Ittihadiyah menjadi faktor penentu dalam merancang ulang peran strategis Ormas Islam, Al ittihadiyah menjadikan Al Ittihadiyah yang berkembang di masa akan datang. Tentu saja peran tersebut perlu dikembangkan dengan format baru bidang pendidikan, sosial kemasyarakatan dan dakwah Islam.
Kemudian baru pada Muktamar Al-Ittihadiyah ke-18 tanggal 30 September 2011 di Bogor terpilih Dr. H. Martin Roestamy, SH, MH, menjadi Ketua Umum DPP Al Ittihadiyah untuk lima tahun ke depan. Di sinilah pentingnya era kebangkitan Al Ittihadiyah untuk menjadi organisasi Islam yang modern.
Saat ini muncul semangat membangkitkan Al- ittihadiyah, dengan memberikan nuansa baru persatuan Islam, dan kebersamaan dalam memajukan pendidikan Islam, dakwah, sosial dan ekonomi umat. Pengembangan wilayah dan cabang memang menjadi perhatian, namun seiring dengan itu pembenahan lembaga pendidikan Al Ittihadiyah sebagai bentuk partisipasi aktif mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan suatu keniscayaan
Lingkungan Pendidikan Tinggi
Indonesia harus meningkatkan angka partisipasi kasar masyarakat terhadap pendidikan tinggi, mengingat bahwa kuantitas dan kualitas pendidikan tinggi di Indonesia masih rendah. Paling tidak pada saat ini dilihat dari kedudukan akademisi yang saat ini berjumlah 160.000 orang, hanya 80.000 yang berkualifikasi akademik magister, dan 15.000 orang berkualifikasi Doktor. Kondisi ini masih perlu mendapat perhatian pemerintah dalam kerangka memaksimalkan peran perguruan tinggi dalam mencerdaskan kehidupan bangsa secara berkelanjutan.
Selain itu, angkat partisipasi kasar (APK) Indonesia ke jenjang pendidikan tinggi hanya 18,7 % demikian Prof. Djoko Santoso (Nasional. Compas. Com.23/2/2011, menjelaskan b ahwa saat ini jumlah mahasiswa Indonesia 4,6 juta, sementara anak usia yang harus belajar di perguruan tinggi mencapai 25 juta orang. Jika dibandingkan dengan APK negara maju yang mencapai 40 % dari anak usia pendidikan tinggi, maka Indonesia harus bekerja keras untuk mencapai angkat dimaksud. Misalnya Amerika Serikat memiliki APK 60 % dan Korea Selatan mencapai 90 %.
Dalam konteks ini, diperlukan partisipasi masyarakat dalam pengembangan perguruan tinggi untuk memaksimalkan partisipasi kasar memasuki perguruan tinggi. Pihak swasta atau berbagai organisasi keIslaman memiliki peran strategis dalam memajukan pendidikan tinggi. Karena itu, peran strategis dimaksud dapat dilakukan dengan pembukaan perguruan tinggi baru, sesuai dengan potensi sumberdaya kelembagaan yang dikembangkan sehingga masyarakat memiliki banyak pilihan dalam memasukkan anak-anaknya ke perguruan tinggi untuk memenuhi kemudahan akses memperoleh pendidikan tinggi baik secara kuantitatif maupun kualitatif.
Pemerintah lewat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan membuka peluang peningkatan partisipasi kasar pendidikan tinggi tahun 2012 ini dengan mengajak meningkatkan 10 % kuota penerimaan perguruan tinggi negeri, tak terkecuali mendirikan perguruan tinggi baru sesuai dengan keperluan bangsa untuk mengantisipasi masa depan.
Pengurus DPP/DPW Al Ittihadiyah Temu ramah dengan Plt. Gubernur Provinsi Sumatera Utara, 15/7/2012.
Begitu pula dalam bidang pendidikan tinggi agama Islam, dalam berbagai kesemapatan pertemuan nasional, Direktur Perguruan tinggi Islam, Ditjen Pendidikan Islam Kementerian Agama RI, Prof. Dr. Dede Rosyada, MA, memberikan peluang baru Perguruan Tinggi Agama Islam untuk menambah 10 s/d 15 % untuk kuato penerimaan mahasiswa baru tahun 2012 bagi PTAIN, baik di STAIN, IAIN maupun UIN.
http://www.alittihadiyahsumut.com/p/sejarah-ringkas-al-ittihadiyah.html
Lambang dan Motto:
Pasal 5 Bab 5
Lambang Jam’iyyah Al Ittihadiyah dengan segilima berbentuk kelopak bunga melambangkan lima rukun islam, kemudian lima bintang melambangkan empat Khulafa’ur Rosyidin dan Nabi Muhammad SAW, kitab yang dibuka melambangkan semangat menuntut ilmu dari para jama’ah. Serta bola dunia melambangkan universalitas ajaran islam. Kemudian background warna biru melambangkan luasnya ilmu seperti luasnya laut dan langit yang tak ada batasnya.
Pasal 6 Bab 5
Bersama Menjalin Ukhuwah, Bersatu Dalam Da’wah, Menuju Mardhotillah
Sifat Organisasi
Pasal 4 Bab 6
Organisasi ini bersifat Kekeluargaan dan Kemasyarakatan
Tujuan Organisasi
Pasal 5 Bab 6
Organisasi ini Bertujuan :
1. Membina Rasa kekeluargaan dan persatuan di lingkungan Jam’iyyah Al Ittihadiyah serta di masyarakat
2. Membawa jama’ahnya untuk belajar berorganisasi yang baik, jujur dan bijaksana
3. Membentuk kader kader muslim dan muslimah yang terampil, berbudi luhur dan militan, serta bertanggungjawab atas amal perbuatannya kepada Allah SWT.
Struktur Organisasi
Bab 5 Pasal 8
Struktur Organisasi terdiri dari :
1. Pelindung
2. Pengasuh
3. Dewan Penasehat
4. Ketua Ikhwan dan Ketua Akhwat
5. Wakil Ketua Ikhwan dan Wakil Ketua Akhwat
6. Sekretaris
7. Bendahara
8. Seksi Bidang Kesenian
9. Seksi Bidang Danus
10. Seksi Bidang Da’wah
11. Seksi Bidang Peralatan dan Transportasi (PERTRANS)
12. Seksi Bidang Humas
13. Seksi Bidang Buletin
Bab 5 Pasal 7
Kekuasaan tertinggi berada di tangan Pengasuh Jam’iyyah Al Ittihadiyah
Bab 6 Pasal 9 dan 10
Anggota terdiri dari :
1. Dewan Penasehat
2. Pengurus
3. Jama’ah
Musyawaroh terdiri dari :
1. Musyawaroh Pengurus Harian
2. Musyawaroh Seksi Bidang
3. Musyawaroh Mingguan
4. Musyawaroh Pleno
5. Musyawaroh lain yang dianggap perlu
http://majelisalittihadiyah.blogspot.co.id/adart-al-ittihadiyah.html
Sejarah
A. AWAL BERDIRI
Jam’iyyah Al-Ittihadiyah awal mula dibentuk adalah pada awalnya adalah pengajian yasinan yang berjalan bergilir dari kontrkan-kontrakan di lingkungan selatan Masjid Al Hidayah atas inisiatif dan keinginan para pendatang/karyawan PT dari berbagai daerah yang mengontrak di lingkungan Masjid Jami’ Al Hidayah, mereka itu adalah : Yoga (Purbalingga), Darmanto (Purbalingga), Sarwono (Purbalingga), Robul (Brebes). Mereka merasakan betapa pentingnya benteng rohani/pengajian di daerah industri Cikarang ini bagi para pendatang dari berbagai godaan dan gangguan pergaulan yang membahayakan masa depan mereka yang kebanyakan waktu itu masih lajang. Oleh karena itu, mereka sepakat mencari guru/pembimbing yang pantas dijadikan panutan dan mengajarkan mereka ilmu-ilmu agama. Akhirnya, mereka bertemu dengan Ustadz Muhammad Amrin Sholihin yang kebetulan bertempat tinggal di lingkungan Masjid Al-Hidayah dan membicarakan mengenai maksud mereka untuk mengadakan pengajian. Akhirnya, ditentukanlah acara pengajian pada malam Senin karena biasanya para karyawan pada hari Ahad/Minggu libur bekerja, jadi malam harinya bisa diharapkan banyak yang hadir.
B. PENCETUS NAMA DAN LOGO JAM’IYYAH
Pencetus petama kali nama Jam’iyyah Al-Itthadiyah adalah Ustadz Muhammad Amrin Sholihin atas permintaan dari jama’ah yang kemudian disepakati bersama. Arti Jam’iyyah Al Ittihadiyah adalah Jam’iyyah berasal dari fi’il madhi Jama’a yang berarti berkumpul, kemudian Al Ittihadiyah berasal dari kata Ittihad yang berarti bersatu. Jadi arti Jam’iyyah Al Ittihadiyah adalah “perkumpulan yang dipersatukan” karena banyak diantara jama’ah yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia yang dipersatukan di dalam jamiyyah ini dalam rangka untuk memperkuat ukhuwah islamiyah dan solidaritas diantara mereka untuk menggapai ridho Allah SWT.yang sesuai dengan motto Jam’iyyah Al Ittihadiyah yaitu : “Bersama Menjalin Ukhuwah, Bersatu Dalam Da’wah, Menuju Mardhotillah”. Logo Jam’iyyah Al Ittihadiyah dibuat atas ide dari jama’ah yang diperoleh melalui seleksi dari beberapa ide. Logo Jam’iyyah al Ittihadiyah dengan segilima berbentuk kelopak bunga melambangkan lima rukun islam, kemudian lima bintang melambangkan empat Khulafa’ur Rosyidin dan Nabi Muhammad SAW, kitab yang dibuka melambangkan semangat menuntut ilmu dari para jama’ah. Serta bola dunia melambangkan universalitas ajaran islam. Kemudian background warna biru melambangkan luasnya ilmu seperti luasnya laut dan langit yang tak ada batasnya.
C. HALUAN JAMIYYAH
Jam’iyyah Al Ittihadiyah berlandaskan Ahlussunnah Wal Jama’ah dengan tauhid merujuk kepada Syeikh Abu Musa Al Asy’ari dan Syeikh Abu Hasan Al Maturidi, dan dalam Fiqih memakai Madzhab Imam Syafi’I, serta dalam ilmu tasawuf merujuk kepada Syeikh Abdul Qodir Al Jaelani
D. LOKASI JAM’IYYAH
Lokasi pengajian Jam’iyyah Al Ittihadiyah pada mulanya bertempat di ruangan kontrakan-kontarakan jama’ah, karena jama’ah yang bertambah banyak, maka pengajian di adakan di teras kontrakan H. Bondi yang berada di samping selatan Masjid Al Hidayah. Seiring berjalannya waktu jama’ah semakin bertambah banyak dan tempat pengajian di teras kontrakan tidak cukup untuk menampung jama’ah, maka pada tahun 2007 tempat pengajian dipindahkan ke serambi Masjid Al Hidayah yang persisnya terletak di rt 02/01 kp. Leuweung Malang, desa Sukaresmi, kecamatan Cikarang Selatan, Bekasi.
E. KETUA JAM’IYYAH
Sejak Jam’iyyah Al Ittihadiyah berdiri pada tahun 1999 sampai sekarang tahun 2011, telah mengalami beberapa periode kepemimpinan, yaitu :
KETUA JAM'IYAH :
1. Darmanto ( Priode : 1999 - 2001 )
2. Irfan ( Priode : 2001 - 2002 )
3. Robul ( Priode : 2002 - 2003 )
4. Masruri ( Priode : 2003 - 2004 )
5. Jiyana ( Priode : 2004 - 2005 )
6. Sayono ( Priode : 2005 - 2006 )
7. Jiyana – Endang Yuniarti ( Priode : 2006 - 2007 )
8. M. Mumtakhinul Fikar – Yanti Haryanti ( Priode : 2007 - 2008 )
9. M. Mumtakhinul Fikar – Maryam ( Priode : 2008 - 2009 )
10. M. Mumtakhinul Fikar – Sutria ( Priode : 2009 - 2010 )
11. M. Mumtakhinul Fikar – Sutri ( Priode : 2010 - 2011 )
12. M. Fayakun – Ummi Salamah ( Priode : 2011 - 2012 )
13. Miftahul Farid - Ummi Salamah ( Priode : 2012 - 2013 )
F. KEMAJUAN-KEMAJUAN JAMIYYAH
1. Bidang Keuangan Sejak tahun 2006 telah dibuat kartu donator dari sebelumnyaotak keliling, dan telah memiliki tabungan di Bank Syari’ah Mandiri, dan tahun 2008 telah membuka rekening BRI sebagai tempat menyimpan dana pembangunan TK Al Qur’an, dan tahun 2009 telah membuka rekening BTN sebagai tempat menyetor dana kredit rumah untuk pembangunan TK Al Qur’an di perumahan Bumi Cikarang Makmur.
2. Bidang Kearsipan Pada akhir tahun 2007 Jam’iyyah telah membeli satu set PC Komputer sebagai alat penunjang kinerja sekertaris dan bidang-bidang yang lain yang sebelumnya selalu rental computer.
3. Bidang Peralatan Dikarenakan ada keinginan untuk menghidupkan kesenian islam, maka pada tahun 2008 Jam’iyyah telah membeli satu set Marawis dan Hadroh( gitar bas ). 4. Bidang Da’wah Menjalin silaturahim dengan Jamiyyah IRMAA dan FUKHIS, serta pada april 2008 telah memulai rencana pembangunan TK Al Qur’an sebagai media untuk mengembangkan da’wah Jam’iyyah Al Ittihadiyah. Pada tahun 2011 ini Alhamdulillah TK Al Quran Al Ittihadiyyah sudah berdiri dan mulai dibuka tahun ajaran baru 2011-2012.
5. Bidang Organisasi Sebagai pengkoordinasi kesenian islam maka pada tahun 2010 telah dibentuk Bidang Kesenian Islam, dan mulai kepengurusan 2010-2011 tiap bidang selalu ada wakil dari akhwat, yang sebelumnya hanya bendahara, ketua keputrian, wakil kaput, dan dana usaha.
6. Bidang Dana Usaha Untuk menambah pemasukan kas Jam’iyyah Al Ittihadiyah, maka telah dibentuk berbagai macam usaha, antara lain : penjualan pulsa elektrik (2008), pembuatan sticker (2008), pemanfaatan gelas plastic dan kardus air minum, pembuatan gantungan kunci, penjualan baju-baju muslim dan muslimah, penjualan minyak wangi, dll.
http://jamiyahalittihadiyah.blogspot.co.id/p/sejarah-jamiyah.html
Situs Resmi: http://al-ittihadiyah.org/
Sejarah Singkat Al-Ittihadiyah
Al-Ittihadiyah adalah organisasi ummat Islam yang sudah berusia 82 tahun. Didirikan di Medan pada tanggal 27 Januari 1935 bertepatan dengan tanggal 21 Syawal 1353 H oleh K.H. Ahmad Dahlan dalam satu pertemuan tokoh-tokoh terkemuka dan alim ulama di gedung Yong Islamiten Bond, dekat Masjid Raya Kota Medan sekarang.
K.H. Ahmad Dahlan adalah seorang tokoh ulama Medan terkemuka, alumnus Al Azhar Mesir, berasal dan Langkat, suku Melayu. Dan isterinya, Hj. Ummi Hanim Ali berasal dan Mesir, turut aktif mendirikan Al-Ittihadiyah dengan selalu memberikan sumbangan berupa uang dan emas milik pribadinya.
Kini semua pendiri, pembangun, mujahid, dan pejuang-pejuang Al Ittihadiyah tersebut telah berpulang ke Rahmatullah. Diantara tokoh-tokoh Mujahid lainnya yang telah mendahului kita adalah H. Mahmud Abubakar, H. Zainal Arifin Abbas, K.H. Muhammad Sayuti Noor, H. Zainal Arifin Nurdin, Sutan Baiduri, N. Zakir, Nurdin Umar, M. Aminuddin Wahid, M. Jaus, M. Nuh Lubis, H.M Ali Barsyah, Abdul Wahab Manan, M. Kamarudin, dan Tajuddin AD, Ibu Hj. Ummi Hanim Ali dan tokoh-tokoh lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Pada mulanya Al-Ittihadiyah adalah organisasi sosial dengan titik utama pergerakannya untuk memberikan pertolongan kepada anak yatim. Selama puluhan tahun dibawah kepemimpinan K.H. Ahmad dahlan, panti asuhan telah berkembang dan sudah terkenal sampai ke luar negeri, seperti di Jepang dan Belanda. Saat ini panti-panti asuhan Al-Ittihadiyah masih tetap berlanjut di Medan dan kota-kota lain di Sumatera Utara dengan nama MAMIYAI (Majelis Anak Yatim Piayatu Al-Ittihadiyah).
Salah satu ciri khas Al-Ittihadiyah adalah anak-anak panti asuhan dilarang meminta-minta, mengedarkan kotak sumbangan ke rumah-rumah seperti yang dilakukan oleh panti-panti asuhan lainnya. Hal itu dianggap tidak mendidik bahkan sebaliknya, melatih anak-anak menjadi pengemis dan tentu saja bertolak belakang dengan prinsip-prinsip yang diajarkan dalam agama islam.
Organisasi Al-Ittihadiyah dan Peranannya dalam Pembangunan Bangsa dan Negara
Bagi suatu organisasi yang mandiri, dapat mencapai usia 82 tahun bukanlah hal yang mudah. Al Ittihadiyah telah melalui tiga periode, yaitu masa penjajahan Belanda (1935-1942), masa Fachisme Jepang (1942-1945), dan masa Kemerdekaan RI (1945-2017). Tentu saja telah banyak suka duka, pahit getir, dan pasang surut yang dialami serta dilaluinya. Semua ini membuktikan bahwaAl-Ittihadiyah dapat tumbuh dan berkembang selaras dengan perkembangan dan tuntutan zaman. Dengan kata lain, Al-Ittihadiyah telah mampu menampung dan menyalurkan keanekaragaman aspirasi para anggotanya secara demokrasi dan damai, sehingga semua anggota merasa memiliki, dan semua anggota ingin keberadaan organisasi ini terus berlangsung.
Sejalan dengan berlalunya waktu, Al-Ittihadiyah telah melangsungkan Muktamarnya 19 (Sembilan belas) kali, dengan perincian sebagai berikut:
No. Tahun Periode Muktamar Tempat
1. 1941 I Medan
2. 1945 II Tebing Tinggi
3. 1946 III Pematang Siantar
4. 1949 IV Binjai
5. 1950 V Medan
6. 1952 VI Kabanjahe
7. 1953 VII Padang Siantar
8. 1954 VIII Medan
9. 1956 IX Medan
10. 1960 X Medan
11. 1963 XI Binjai
12. 1968 XII Bandung
13. 1975 XIII Medan
14. 1980 XIV Jakarta
15. 1993 XV Medan
16. 1999 XVI Jakarta
17. 2004 XVII Jakarta
18. 2010 XVIII Bogor
19. 2016 XIX Bogor
Beberapa Aktivitas Al-Ittihadiyah dalam Bidang Organisasi
Diantara beberapa aktivitas Al-Ittihadiyah dalam bidang organisasi selama ini, adalah sebagai berikut:
Ikut serta dalam setiap musyawarah organisasi Islam dan musyawarah alim ulama tingkat nasional dan regional.
Pencetus ide atau pemrakarsa dibentuknya lembaga permanen dengan nama Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Senayan Jakarta pada tahun 1972 yang diselenggarakan oleh PTDI. Usulan Al Ittihadiyah itu didukung oleh utusan dari beberapa daerah. Tiga tahun kemudian yakni pada tahun 1975, barulah secara resmi didirikan MUI dalam suatu musyawarah alim ulama se-Indonesia.
Ikut serta dalam KIAA (Kongress Islam Asia Afrika) di Bandung pada tahun 1965.
Ikut serta dalam Kongres Islam Internasional tentang kependudukkan (Islamic International Congress on Pupulation), pada awal tahun 1989 di Lhok Semawe, Aceh, dihadiri oleh 43 utusan Negara Islam dan seluruh dunia.
Ikut serta dalam SEASA (South East Asean Syari’ah Law Association), yaitu Perhimpunan Ahli Hukum Sara Islam Asia Tenggara, yang sudah bersidang di Jakarta, Kuala Lumpur, Singapura dan Sri Langka.
Saat ini Al-Ittihadiyah merupakan lembaga pergerakan ummat Islam yang bergerak di segala bidang kehidupan, meliputi bidang pendidikan, dakwah, sosial, ekonomi, dan politik. Paradigma bahwa ekonomi dan politik itu adalah kotor bukanlah paradigm dari ajaran agama Islam. Sebaliknya, Islam menganjurkan supaya ummatnya sejahtera dan kaya agar mampu membayar zakat dan menunaikan ibadah haji. Dan Islam juga mengajarkan untuk pandai mengurus dirinya sendiri, bukan diurus dan dijajah oleh orang lain. Dalam ajaran Islam menjadi pedagang dan politikus adalah pekerjaan yang mulia, bukan pekerjaan yang kotor.
Selama masa bakti 76 tahun, Al-Ittihadiyah telah meletakkan dasar-dasar usaha perjuangannya dalam pendidikan, dakwah dan sosial. Kegiatan-kegiatan tersebut merupakan usaha-usaha yang sangat inti dan asasi dan merupakan perwujudan dari peran serta Al-Ittihadiyah dalam membangun bangsa dan Negara.
Sumber Situs Resmi
Komentar
Posting Komentar