Organisasi Majelis Dakwah Islamiyah
SEJARAH MAJELIS DAKWAH ISLAMIYAH
Majelis Dakwah Islamiyah (MDI) merupakan ormas Islam yang beraspirasi ke Partai Golkar dan didirikan pada tanggal 24 Mei 1978 dengan restu Presiden Soeharto. Pada masa awal kekuasaan Soeharto, keberadaan MDI banyak dikritik oleh kalangan Islam. Bahkan, MDI sempat dianggap sebagai stempel Orde Baru bagi upaya kooptasi Orde Baru terhadap seluruh komponen Islam di Indonesia. Sebagai dinamika zaman, hal tersebut bisa dimaklumi, karena memang terlihat posisioning politik Soeharto linear terhadap aspirasi umat Islam. Di awal Orde Baru, terkait dengan desakan dipulihkannya Masyumi dan pemberlakuan azas tunggal Pancasila, sikap politik Soeharto memang sering dipandang cenderung anti Islam. Namun sejak akhir 80-an sampai lengsernya Presiden Seoharto pada tahun 1998, hubungan Orde Baru dan Islam mengalami perubahan. Perubahan kebijakan politik Orde Baru nampaknya dimaksudkan untuk menjadikan agama sebagai faktor integratif dan tidak menghendaki agama menjadi sumber konflik dan disintegrasi nasional. Kebijakan ini sebenarnya cukup realistis, karena dalam realitas sosial-politik, konflik dengan negara warna agama seperti banyak terjadi di berbagai negara seringkali membawa resiko tinggi dan bisa membawa malapetaka bagi sebuah negara bangsa. Implementsi dari politik agama pemerintah Orde Baru adalah mendorong terwujudnya suatu religious order (orde religius) di antara agama-agama di Indonesia. Dalam kerangka ini pemerintah Orde Baru bermaksud mendorong terwujudnya kerukunan dan toleransi beragama di Indonesia. Melalui langkah-langkah ini pemerintah Orde Baru mengharapkan partisipasi aktif dari tokoh-tokoh dan pemimpin agama dalam rangka mewujudkan dialog dan kerukunan antar umat beragama demi terwujudnya integrasi nasional. Pernyataan ini disampaikan Presiden Soeharto dalam Muktamar I MDI, pada tanggal 13 Agustus 1979 di Jakarta. Sambutan Presiden Soeharto pada pembukaan Muktamar I MDI yang diselenggarakan di Balai Sidang, Jakarta mengingatkan bahwa pemikiran yang mempertentangkan antara agama dengan Pancasila, serta memperlawankan antara kepentingan umat Islam dengan kepentingan nasional, jelas tidak menguntungkan bangsa kita dan umat Islam sendiri. Dalam hubungan ini, Presiden meminta agar Majelis Dakwah Islamiyah dapat berperan untuk menghilangkan sisa-sisa pemikiran itu. Seoharto juga berpesan agar MDI dapat mempelopori dakwah pembangunan yang isinya mengajak umat Islam berpartisipasi dalam pembangunan berdasarkan ukhuwah Islamiyah. Penegasan posisioning politik Orde Baru ditegaskan kembali dalam Muktamar II MDI, 17-20 Desember 1984 di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta Timur. Di hadapan musyawarah yang dihadiri lebih kurang 750 peserta, dalam pidato pembukaannya Presiden Soeharto menyerukan kepada MDI untuk berusaha sekuat tenaga untuk menggerakkan umat Islam guna memberi sumbangan yang sebaik-baiknya dan sebesar-besarnya kepada masyarakat Pancasila yang sedang dibangun. Pasca Muktamar, Presiden Soeharto menerima 14 orang Pengurus Pusat MDI yang dipimpin oleh Ketuanya, KH Tohir Wijaya dan meminta MDI agar menjalankan program-prograrnnya dapat memanfaatkan fasilitas yang ada, seperti Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila, Yayasan Dharmais, dan lain-lain. Pada periode akhir 1980-an hingga akhir Orde Baru, hubungan Presiden Soeharto dan Islam menjalani masa-masa produktif. Pada masa itu, Presiden Soeharto membuat berbagai kebijakan yang bermanfaat bagi umat Islam Indonesia, seperti legalisasi jilbab di sekolah dan instansi formal, pembangunan ribuan masjid (melalui Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila), pengiriman dai-dai ke daerah pelosok/pedalaman, menggalakkan ekonomi kerakyatan, labelisasi halal MUI, kemudahan sistem ONH, dan penerimaan KHI (Kompilasi Hukum Islam) dalam hukum privat di Indonesia. Orde Baru juga menyokong berdirinya Bank Muamalat Indonesia (BMI), munculnya Baitul Maal Wa Tamwil (BMT), Koperasi Pesantren (Kopontren) dan Koran Republika. Pak Harto juga merestui berdirinya Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia dan pembangunan Perguruan Tinggi Islam, seperti IAIN dan STAIN yang belakangan beberapa diantaranya menjadi UIN. Begitu pula program-program lain, seperti pesantren kilat bagi pelajar, peringatan Hari Besar Islam secara kenegaraan, Pekan Budaya Islam Istiqlal, Mushaf Al Qur'an Khas Nusantara, dan Festival Bedug Nasional. Selain itu muncul pula beragam aturan perundangan yang menguntungkan Islam seperti UU Pendidikan Nasional, UU Perkawinan, UU Bank Syariah, UU Peradilan Agama, UU Zakat, dan UU Bank Syariah. Presiden Soeharto juga meminta rehabilitas dan pembangunan sejumlah Asrama Haji, yaitu Asrama Haji Pondok Gede Jakarta, Asrama Haji Juanda Surabaya, Asrama Haji Ujung Pandang Slawe Selatan, Asrama Haji Pangkalan Mashur Medan, Asrama Haji Sulawesi Utara, Asrama Haji Sulawesi Tengah, Asrama Haji Kalimantan Timur, Asrama Haji Yogyakarta, Asrama Haji Jawa Tengah, Asrama Haji NTB, Asrama Haji Kalimantan Tengah. Seperti dituturkan Hasanuddin Mochdar, kader Partai Golkar yang berkecimpung di MDI sejak awal berproses di Golkar, hubungan Pak Harto dan MDI sangat istimewa. Pada beberapa kesempatan, Seoharto memanggil pengurus MDI untuk dimintakan pendapat terkait kebijakan-kebijakan pembanguan, khususnya yang terait dengan kehidupan Islam di Indonesia. Menurut Hasanuddin, meskipun tidak banyak diekspose, pikiran-pikiran MDI sangat mempengaruhi kebijakan pemerintahan Orde Baru terkait Islam. Bahkan, kemitraan Kementerian Agama dan Majelis Dakwah Islamiyah mencapai puncaknya, dengan menempatkan MDI sebagai lembaga tink tank Kementerian Agama, sehingga penggodokan program dilakukan terlebih dahulu di kantor MDI. Salah satu moment yang paling dikenang Hasanuddin adalah ketika gagasan pembangunan Masjid di komplek DPP Partai Golkar tertahan di tangan beberapa oknum pimpinan. Hambatan tersebut dilaporkan pada Presiden Soeharto yang kontan langsung memerintahkan Ketua Umum DPP Golkar saat itu, Wahono untuk merealisasikan pembangunan Masjid. �Cerita ini sebuah untold story yang menunjukkan betapa Pak Harto sangat sensitif pada isu-isu terkait Islam. Masjid di komplek DPP Partai Golkar tersebut masih berdiri megah hingga kini, dan sepertinya merupakan satu-satunya Masjid di lingkungan kantor partai politik di Indonesia hingga kini,� kenang Hasanuddin. MDI juga membuat program pengiriman dai ke wilayah transmigrasi yang bekerjasama dengan Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila. Program da�i trasmigrasi dan imam transmigrasi tersebut mulai dilaksanakan tahun 1990 dan diajukan MDI pada audiensi DPP MDI dengan Presiden Soeharto beberapa hari menjelang Muktamar III MDI tahun 1990. Program da�i dan imam transmigrasi MDI dimaksudkan untuk menyediakan tenaga dakwah yang dapat melaksanakan tugas bimbingan dan pembinaan kehidupan beragama bagi masyarakat transmigrasi yang beragama Islam, berwawasan kebangsaan, kenegaraan dan keagamaan yang memadai dan mampu menjadi motivator pembangunan masyarakat. Kegiatan ini diawali dengan pelatihan intensif di Jakarta agar para dai mendapatkan pembekalan, termasuk breafing terkait kondisi di wilayah transmigrasi yang akan mereka masuiki. Program tersebut, pada tahun pertama saja mampu mengirimkan sebanyak 968 orang imam transmigrasi dan 2.777 orang da�i transmigrasi sejak tahun 1990. Selain memfasilitasi pelatihan, Yayasan Amalbakti Muslim Pancasila juga menyediakan honor dan kendaraan operasional kepada para da�i dan imam setiap bulan selama 3 tahun terhitung setelah selesai dilatih. Program-program yang didanai YAMP tersebut akhirnya terhenti setelah reformasi 1998 bergulir, namun kegiatan dai dan mubaligh MDI di seluruh Indonesia terus berjalan sebagai aktivitas rutin organisasi. MDI selalu siap mengirimkan mubaligh dan khatib jum�at jika diminta pengurus masjid dan lembaga pengajian Islam. Bahkan pasca reformasi, MDI makin memerankan diri sebagai ormas Islam, dengan keaktifan mubaligh-mubaligh nya dalam aktivitas dakwah di berbagai daerah di Indonesia.
http://www.dppmdi.or.id/sejarah-majelis-dakwah-islamiyah.html
Alamat MDI: Jalan Anggrek Neli Murni, RT 02 / RW 01, Kemanggisan, Palmerah, Jakarta Barat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 11480, Indonesia
Telp: +62 21 5302222 https://partaigolkar.or.id
Kepengurusan:
Ketua Umum: DR. H. Deding Ishak
Bendahara: Sumarno
Sekertaris: M Basir
https://mdi.partaigolkar.or.id
Pasal 1 Majelis Dakwah Islamiyah didirikan pada tanggal 17 Djumadil Akhir 1398 H, bertepatan dengan tanggal 24 Mei 1978
Pasal 4 Majelis Dakwah Islamiyah bertujuan :
1. Meningkatkan keimanan dan ketaqwaan umat Islam terhadap Allah SWT.
2. Meningkatkan akhlakul karimah, ukhuwah Basyariah, ukhuwah Islamiyah ukhuwah Bisyiyasah dan amal shaleh.
3. Meningkatkan pemahaman penghayatan dan pengamalan agama Islam dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat bangsa dan Negara.
4. Mempertahankan, mengamankan dan mengamalkan Pancasila, serta mewujudakan cita-cita bangsa seperti dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
5. Turut aktif meningkatkan kualitas manusia Indonesia seutuhnya dalam tata susunan masyarakat yang adil dan makmur dalam kehidupan yang seimbang antara rohani, jasmani, duniawi dan uhrawi.
6. Mengembangkan kehidupan demokrasi.
Pasal 11 Setiap anggota berkewajiban untuk :
1. Menjunjung tinggi nama dan kehormatan organisasi.
2. Memegang teguh Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Peraturan-peraturan dan disiplin organisasi.
3. Aktif melaksanakan program-program organisasi.
Pasal 12
1. Setiap Anggota mempunyai
a. Hak bicara dan hak suara
b. Hak memilih dan dipilih
c. Hak membela diri.
2. Tentang penggunaan hak-hak anggota seperti dalam ayat (1) pasal ini sejauh menyangkut keanggotaan seperti dimaksud dalam pasal 12 Anggaran Dasar ini akan diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 22
Keuangan diperoleh :
1. Iuran Anggota
2. Sumbangan yang tidak mengikat dan;
3. Usaha-usaha lain yang sah dan halal.
Pasal 23
Musyawarah dan Rapat-rapat Tingkat Nasional terdiri atas :
1. Muktamar
2. Muktamar luar biasa
3. Rapat Pimpinan Nasional
4. Rapat Kerja Nasional
5. Rapat Konsultasi Nasional
1) Muktamar
a. Muktamar adalah pemegang kekuasaan tertinggi organisasi yang diadakan sekali dalam 5 (lima) tahun
b. Muktamar berwenang :
1. Menetapkan dan atau mengubah Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga organisasi.
2. Menetapkan Program Umum Organisasi.
3. Menilai pertanggung jawaban Dewan Pimpinan Pusat.
4. Memilih dan menetapkan Ketua Umum.
5. Menetapkan Dewan Pimpinan Pusat.
6. Menetapkan Ketua Dewan Pertimbangan DPP MDI
7. Menetapkan Keputusan -keputusan lainnya.
2) Muktamar Luar Biasa.
a. Muktamar Luar Biasa adalah Muktamar yang diselenggarakan dalam keadaan luar biasa, diadakan atas permintaan / atau persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 (dua per tiga) Dewan Pimpinan Daerah Provinsi, disebabkan :
i. Organisasi dalam keadaan terancam atau menghadapi hal kegentingan yang memaksa.
ii. Dewan Pimpinan Pusat melanggar Anggaran Dasar / Anggaran Rumah Tangga, atau Dewan Pimpinan Pusat tidak dapat melaksanakan Amanat Muktamar sehingga organisasi tidak berjalan sesuai dengan fungsinya.
b. Muktamar Luar Biasa diselenggarakan oleh Dewan Pimpinan Pusat.
c. Muktamar Luar Biasa mempunyai kekuasaan dan wewenang yang sama dengan Muktamar.
d. Dewan Pimpinan Pusat wajib memberikan pertanggungjawaban atas diadakannya Muktamar Luar Biasa tersebut.
3) Rapat Pimpinan Nasional :
a. Rapat Pimpinan Nasional adalah rapat pengambilan keputusan tertinggi di bawah Muktamar.
b. Rapat Pimpinan Nasional diselenggarakan sekurang-kurangnya sekali dalam lima tahun oleh Dewan Pimpinan Pusat.
4) Rapat Kerja Nasional :
a. Rapat Kerja Nasional adalah rapat yang diadakan untuk menyusun dan mengevaluasi program kerja hasil Muktamar.
b. Rapat Kerja Nasional diselenggarakan sekurang-kurangnya sekali dalam lima tahun oleh dewan Pimpinan Pusat pada awal atau pertengahan periode kepengurusan.
5) Rapat Konsultasi Nasional adalah rapat yang diadakan oleh Dewan Pimpinan Pusat untuk membahas masalah-masalah aktual dan sosialisasi kebijakan Organisasi.
Pasal 24
Musyawarah dan Rapar-rapat Tingkat Provinsi terdiri atas :
a. Musyawarah Daerah Provinsi
b. Musyawarah Daerah Luar Biasa Provinsi
c. Rapat Pimpinan Daerah Provinsi
d. Rapat Kerja Daerah Provinsi.
1. Musyawarah Daerah Provinsi :
a. Musyawarah Daerah Provinsi adalah pemegang kekuasaan organisasi di tingkat provinsi yang diadakan sekali dalam 5 (lima) tahun.
b. Musyawarah Daerah Provinsi berwenang :
i. Menetepkan program kerja.
ii. Menilai pertanggungjawaban Dewan Pimpinan Daerah Provinsi.
iii.Memilih dan menetapkan Ketua Dewan Pimpinan Daerah Provinsi
iv.. Menetapkan Dewan Pimpinan Daerah Provinsi
v. Menetapkan Ketua Dewan Pertimbangan DPD Majelis Dakwah Islamiyah Provinsi.
vi. Menetapkan keputusan-keputusan lain.
2. Musyawarah Daerah Luar Biasa Provinsi
a. Musyawarah Daerah Luar Biasa Provinsi adalah Musayawarah Daerah yang diselenggarakan dalam keadaan luar biasa, karena adanya permintaan sekurang-kurangnya 2/3 (dua per tiga) Dewan Pimpinan Daerah Kabupaten/kota dan disetujui oleh Dewan Pimpinan Pusat, disebabkan :
i. Kepemimpinan Dewan Pimpinan Daerah Provinsi dalam keadaan terancam.
ii.Dewan Pimpinan Provinsi melanggar Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga, atau Dewan Pimpinan Daerah Provinsi tidak dapat melaksanakan amanat Musyawarah Daerah Provinsi sehingga organisasi tidak berjalan sesuai dengan fungsinya.
b. Musyawarah Daerah luar biasa provinsi diselenggarakan oleh Dewan Pimpinan Pusat.
c. Musyawarah Luar Biasa Provinsi mempunyai kekuasan dan wewenang yang sama dengan musyawarah daerah provinsi.
d. Dewan Pimpinan Daerah Provinsi wajib memberikan pertanggung jawaban atas diadakannya musyawarah daerah luar biasa tersebut.
3. Rapat Pimpinan Daerah Provinsi:
a. Rapat Pimpinan Daerah Provinsi adalah rapat pengambilan keputusan di bawah Musyawarah Daerah Provinsi
b. Rapat Pimpinan Daerah Provinsi berwenang mengambil keputusan-keputusan selain yang menjadi wewenang musyawarah daerah provinsi
c. Rapat Pimpinan Daerah Provinsi diadakan sekurang-kurangnya sekali dalam 5 tahun oleh Dewan Pimpinan Daerah Provinsi.
4. Rapat Kerja Daerah Provinsi
a. Rapat Kerja Daerah Provinsi adalah rapat yang diadakan untuk menyusun dan mengevaluasi program kerja hasil Musyawarah Daerah Provinsi.
b. Rapat Kerja Daerah Provinsi dilaksanakan pada awal atau pertengahan periode kepengurusan.
Pasal 25
Musyawarah, Rapat-rapat Tingkat Kabupaten/Kota terdiri atas :
a. Musyawarah daerah Kabupaten/Kota
b. Musyawarah luar biasa Kabupaten/Kota
c. Rapat Pimpinan Daerah Kabupaten/Kota
d. Rapat Kerja Daerah Kabupaten/Kota
1. Musyawarah Daerah Kabupaten/Kota
a. Musyawarah Daerah kabupaten/kota adalah pemegang kekuasan organisasi tingkat kabupaten/kota yang diadakan sekali dalam 5 (lima) tahun.
b. Musyawarah Daerah Kabupaten/Kota berwenang.
i. Menetapkan program kerja kabupaten/kota
ii. Menilai pertanggungjawaban Dewan Pimpinan Daerah Kabupaten/Kota
iii.Memilih dan menetapkan Ketua Dewan Pimpinan Daerah Kabupaten/Kota.
iv.Menetapkan Dewan Pimpinan Daerah kabupaten/kota
v. Menetapkan Ketua Dewan pertimbangan DPD MDI kabupaten/kota.
vi.Menetapkan keputusan-keputusan lain.
2. Musyawarah Daerah Luar Biasa Kabupaten/Kota.
a. Musyawarah daerah luar biasa kabupaten/kota adalah musyawarah daerah yang diselenggarakan dalam keadaan luar biasa, karena adanya permintaan sekuran-kurangnya 2/3 (dua per tiga) Pimpinan kecamatan dan disetujui oleh Dewan Pimpinan Daerah Provinsi disebabkan :
i. Kepemimpian Dewan Pimpinan Daerah kabupaten/kota dalam keadaan terancam.
ii. Dewan Pimpinan Daerah kabupaten/kota melanggar Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga, atau Dewan Pimpinan Daerah kabupaten/kota tidak dapat melaksanakan Amanat musyawarah daerah kabupaten/kota sehingga organisasi tidak berjalan sesuai dengan fungsinya.
b. Musyawarah daerah luar biasa kabupaten/kota diselenggarakan oleh Dewan Pimpinan Daerah Provinsi.
c. Musyawarah daerah luar biasa kabupaten/kota mempunyai kekuasaan dan wewenang yang sama dengan Musyawarah Daerah Kab/Kota.
d. Dewan Pimpinan Daerah Kabupaten/Kota wajib memberikan pertanggungjawaban atas diadakannya Musyawarah daerah luar biasa kabupaten/kota tersebut.
3. Rapat Pimpinan Daerah Kabupaten/kota.
a. Rapat Pimpinan Daerah Kabupaten/ Kota adalah rapat pemgambilan keputusan di bawah musyawarah daerah kabupaten/kota.
b.Rapat Pimpinan Daerah Kabupaten /Kota berwenang mengambil keputusan-keputusan selain yang menjadi wewenang musyawarah daerah kabupaten/kota.
c. Rapat Pimpinan daerah kabupaten/ kota diadakan sekurang-kurangnya sekali dalam 5 tahun oleh Dewan Pimpinan Daerah kabupaten/kota
4. Rapat Kerja Daerah Kabupaten/Kota
a. Rapat kerja daerah kabupaten/kota adalah rapat yang diadakan untuk menyusun dan mengevaluasi program kerja hasil musyawarah daerah kabupaten/kota.
b. Rapat Kerja Daerah kabupaten/kota dilaksanakan pada awal atau pertengahan periode kepengurusan.
Pasal 26
Musyawarah dan rapat-rapat kecamatan terdiri atas :
a. Musyawarah Kecamatan
b. Musyawarah Luar Biasa Kecamatan
c. Rapat Pimpinan Kecamatan
1. Musyawarah kecamatan:
a. Musyawarah Kecamatan adalah pemegang kekuasaan organisasi di tingkat kecamatan yang diadakan sekali dalam 5 (lima) tahun.
b. Musyawarah Kecamatan berwenang :
i. Menetapkan program kerja kecamatan
ii. Menilai pertanggungjawaban Pimpinan kecamatan.
iii. Memilih dan menetapkan Ketua Pimpinan Kecamatan.
iv. Menetapkan pimpinan kecamatan.
v. Menetapkan ketua dewan pertimbangan pimpinan kecamatan Majelis Dakwah Islamiyah.
vi. Menetapkan keputusan-keputusan lain.
2. Musyawarah Luar Biasa Kecamatan.
a. Musyawarah luar biasa kecamatan adalah musyawarah kecamatan yang diselenggarakan dalam keadaan luar biasa, karena adanya permintaan sekurang-kurangnya 2/3 (dua per tiga) Pimpinan Desa/Kelurahan dan disetujui oleh Dewan Pimpinan Daerah kabupaten/kota, disebabkan:
i. Pimpinan kecamatan dalam keadaan terancam.
ii. Pimpinan kecamatan melanggar Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga, atau Pimpinan Kecamatan tidak dapat melaksanakan amanat musyawarah sehingga organisasi tidak berjalan sesuai dengan fungsinya.
b. Musyawarah luar biasa kecamatan diselenggarakan oleh Dewan Pimpinan Daerah kabupaten/kota.
c. Musyawarah luar biasa kecamatan mempunyai kekuasaan dan wewenang yang sama dengan musyawarah kecamatan.
d. Pimpinan kecamatan wajib memberikan pertanggungjawaban atas diadakannya musyawarah luar biasa kecamatan tersebut.
3. Rapat Pimpinan Kecamatan.
a. Rapat Pimpinan Kecamatan adalah rapat pengambilan keputusan dibawah musyawarah kecamatan.
b. Rapat Pimpinan kecamatan berwenang menyelesaikan masalah-masalah dan mengambil keputusan-keputusan selain yang menjadi wewenang musyawarah kecamatan.
c. Rapat Pimpinan Kecamatan diselenggarakan oleh Pimpinan kecamatan.
Pasal 27
Musyawarah dan Rapat-rapat Desa/Kelurahan terdiri atas:
a. Musyawarah Desa/Kelurahan.
b. Musyawarah Luar Biasa Desa/Kelurahan
c. Rapat Pimpinan Desa/Kelurahan
1. Musyawarah Desa/Kelurahan
a. Musyawarah Desa/Kelurahan adalah pemegang kekuasaan organisasi di tingkat Desa/Kelurahan yang diadakan sekali dalam 5 (lima) tahun.
b. Musyawarah Desa/kelurahan berwenang :
i. Menetapkan program kerja Desa/kelurahan
ii. Menilai pertanggungjawaban pimpinan desa/kelurahan
iii. Memilih dan menetapkan ketua pimpinan desa/kelurahan
iv. Menyusun Pimpinan desa/kelurahan
v. Menetapkan ketua dewan pertimbangan pimpinan desa/kelurahan Majelis Dakwah Islamiyah.
vi. Menetapkan keputusan-keputusan lain
2. Musyawarah Luar Biasa Desa/Kelurahan :
a. Musyawarah Luar biasa desa/kelurahanan atau sebutan lain adalah musyawarah luar biasa desa/kelurahan atau sebutan lain yang diselenggarakan dalam keadaan luar biasa, karena adanya permintaan sekurang-kurangnya 2/3 (dua per tiga) jumlah anggota dan disetujui oleh Pimpinan Kecamatan, disebabkan :
i. Pimpian desa/kelurahan dalam keadaan terancam.
ii. Pimpinan desa/kelurahan melanggar Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga, atau pimpinan desa/kelurahan tidak dapat melaksanakan amanat musyawarah desa/kelurahan sehingga organisasi tidak berjalan sesuai dengan fungsinya.
b. Musyawarah luar biasa desa/kelurahan diselenggarakan oleh pimpinan kecamatan.
c. Musyawarah luar biasa desa/kelurahan mempunyai kekuasaan dan wewenang yang sama dengan musyawarah desa/kelurahan.
d. Pimpinan desa/kelurahan wajib memberikan pertanggungjawaban atas diadakannya musyawarah luar biasa desa/kelurahan tersebut.
3. Rapat Pimpinan desa/kelurahan
a. Rapat pimpinan desa/kelurahan adalah rapat pengambilan keputusan di bawah musyawarah desa/kelurahan.
b. Rapat pimpinan desa/kelurahan berwenang menyelesaikan masalah–masalah dan mengambil keputusan-keputusan selain yang menjadi wewenang musyawarah desa/kelurahan
c. Rapat pimpinan desa/kelurahan diselenggarakan oleh pimpinan desa/kelurahan.
4. Peserta Musyawarah dan Rapat organisasi sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 23, 24, 25, 26, 27 diatur lebih lanjut dalam Anggaran Rumah Tangga.
http://nuansamdi.blogspot.co.id/
Situs Resmi: http://nuansamdi.blogspot.co.id/
Majelis Dakwah Islamiyah (MDI) merupakan ormas Islam yang beraspirasi ke Partai Golkar dan didirikan pada tanggal 24 Mei 1978 dengan restu Presiden Soeharto. Pada masa awal kekuasaan Soeharto, keberadaan MDI banyak dikritik oleh kalangan Islam. Bahkan, MDI sempat dianggap sebagai stempel Orde Baru bagi upaya kooptasi Orde Baru terhadap seluruh komponen Islam di Indonesia. Sebagai dinamika zaman, hal tersebut bisa dimaklumi, karena memang terlihat posisioning politik Soeharto linear terhadap aspirasi umat Islam. Di awal Orde Baru, terkait dengan desakan dipulihkannya Masyumi dan pemberlakuan azas tunggal Pancasila, sikap politik Soeharto memang sering dipandang cenderung anti Islam. Namun sejak akhir 80-an sampai lengsernya Presiden Seoharto pada tahun 1998, hubungan Orde Baru dan Islam mengalami perubahan. Perubahan kebijakan politik Orde Baru nampaknya dimaksudkan untuk menjadikan agama sebagai faktor integratif dan tidak menghendaki agama menjadi sumber konflik dan disintegrasi nasional. Kebijakan ini sebenarnya cukup realistis, karena dalam realitas sosial-politik, konflik dengan negara warna agama seperti banyak terjadi di berbagai negara seringkali membawa resiko tinggi dan bisa membawa malapetaka bagi sebuah negara bangsa. Implementsi dari politik agama pemerintah Orde Baru adalah mendorong terwujudnya suatu religious order (orde religius) di antara agama-agama di Indonesia. Dalam kerangka ini pemerintah Orde Baru bermaksud mendorong terwujudnya kerukunan dan toleransi beragama di Indonesia. Melalui langkah-langkah ini pemerintah Orde Baru mengharapkan partisipasi aktif dari tokoh-tokoh dan pemimpin agama dalam rangka mewujudkan dialog dan kerukunan antar umat beragama demi terwujudnya integrasi nasional. Pernyataan ini disampaikan Presiden Soeharto dalam Muktamar I MDI, pada tanggal 13 Agustus 1979 di Jakarta. Sambutan Presiden Soeharto pada pembukaan Muktamar I MDI yang diselenggarakan di Balai Sidang, Jakarta mengingatkan bahwa pemikiran yang mempertentangkan antara agama dengan Pancasila, serta memperlawankan antara kepentingan umat Islam dengan kepentingan nasional, jelas tidak menguntungkan bangsa kita dan umat Islam sendiri. Dalam hubungan ini, Presiden meminta agar Majelis Dakwah Islamiyah dapat berperan untuk menghilangkan sisa-sisa pemikiran itu. Seoharto juga berpesan agar MDI dapat mempelopori dakwah pembangunan yang isinya mengajak umat Islam berpartisipasi dalam pembangunan berdasarkan ukhuwah Islamiyah. Penegasan posisioning politik Orde Baru ditegaskan kembali dalam Muktamar II MDI, 17-20 Desember 1984 di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta Timur. Di hadapan musyawarah yang dihadiri lebih kurang 750 peserta, dalam pidato pembukaannya Presiden Soeharto menyerukan kepada MDI untuk berusaha sekuat tenaga untuk menggerakkan umat Islam guna memberi sumbangan yang sebaik-baiknya dan sebesar-besarnya kepada masyarakat Pancasila yang sedang dibangun. Pasca Muktamar, Presiden Soeharto menerima 14 orang Pengurus Pusat MDI yang dipimpin oleh Ketuanya, KH Tohir Wijaya dan meminta MDI agar menjalankan program-prograrnnya dapat memanfaatkan fasilitas yang ada, seperti Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila, Yayasan Dharmais, dan lain-lain. Pada periode akhir 1980-an hingga akhir Orde Baru, hubungan Presiden Soeharto dan Islam menjalani masa-masa produktif. Pada masa itu, Presiden Soeharto membuat berbagai kebijakan yang bermanfaat bagi umat Islam Indonesia, seperti legalisasi jilbab di sekolah dan instansi formal, pembangunan ribuan masjid (melalui Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila), pengiriman dai-dai ke daerah pelosok/pedalaman, menggalakkan ekonomi kerakyatan, labelisasi halal MUI, kemudahan sistem ONH, dan penerimaan KHI (Kompilasi Hukum Islam) dalam hukum privat di Indonesia. Orde Baru juga menyokong berdirinya Bank Muamalat Indonesia (BMI), munculnya Baitul Maal Wa Tamwil (BMT), Koperasi Pesantren (Kopontren) dan Koran Republika. Pak Harto juga merestui berdirinya Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia dan pembangunan Perguruan Tinggi Islam, seperti IAIN dan STAIN yang belakangan beberapa diantaranya menjadi UIN. Begitu pula program-program lain, seperti pesantren kilat bagi pelajar, peringatan Hari Besar Islam secara kenegaraan, Pekan Budaya Islam Istiqlal, Mushaf Al Qur'an Khas Nusantara, dan Festival Bedug Nasional. Selain itu muncul pula beragam aturan perundangan yang menguntungkan Islam seperti UU Pendidikan Nasional, UU Perkawinan, UU Bank Syariah, UU Peradilan Agama, UU Zakat, dan UU Bank Syariah. Presiden Soeharto juga meminta rehabilitas dan pembangunan sejumlah Asrama Haji, yaitu Asrama Haji Pondok Gede Jakarta, Asrama Haji Juanda Surabaya, Asrama Haji Ujung Pandang Slawe Selatan, Asrama Haji Pangkalan Mashur Medan, Asrama Haji Sulawesi Utara, Asrama Haji Sulawesi Tengah, Asrama Haji Kalimantan Timur, Asrama Haji Yogyakarta, Asrama Haji Jawa Tengah, Asrama Haji NTB, Asrama Haji Kalimantan Tengah. Seperti dituturkan Hasanuddin Mochdar, kader Partai Golkar yang berkecimpung di MDI sejak awal berproses di Golkar, hubungan Pak Harto dan MDI sangat istimewa. Pada beberapa kesempatan, Seoharto memanggil pengurus MDI untuk dimintakan pendapat terkait kebijakan-kebijakan pembanguan, khususnya yang terait dengan kehidupan Islam di Indonesia. Menurut Hasanuddin, meskipun tidak banyak diekspose, pikiran-pikiran MDI sangat mempengaruhi kebijakan pemerintahan Orde Baru terkait Islam. Bahkan, kemitraan Kementerian Agama dan Majelis Dakwah Islamiyah mencapai puncaknya, dengan menempatkan MDI sebagai lembaga tink tank Kementerian Agama, sehingga penggodokan program dilakukan terlebih dahulu di kantor MDI. Salah satu moment yang paling dikenang Hasanuddin adalah ketika gagasan pembangunan Masjid di komplek DPP Partai Golkar tertahan di tangan beberapa oknum pimpinan. Hambatan tersebut dilaporkan pada Presiden Soeharto yang kontan langsung memerintahkan Ketua Umum DPP Golkar saat itu, Wahono untuk merealisasikan pembangunan Masjid. �Cerita ini sebuah untold story yang menunjukkan betapa Pak Harto sangat sensitif pada isu-isu terkait Islam. Masjid di komplek DPP Partai Golkar tersebut masih berdiri megah hingga kini, dan sepertinya merupakan satu-satunya Masjid di lingkungan kantor partai politik di Indonesia hingga kini,� kenang Hasanuddin. MDI juga membuat program pengiriman dai ke wilayah transmigrasi yang bekerjasama dengan Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila. Program da�i trasmigrasi dan imam transmigrasi tersebut mulai dilaksanakan tahun 1990 dan diajukan MDI pada audiensi DPP MDI dengan Presiden Soeharto beberapa hari menjelang Muktamar III MDI tahun 1990. Program da�i dan imam transmigrasi MDI dimaksudkan untuk menyediakan tenaga dakwah yang dapat melaksanakan tugas bimbingan dan pembinaan kehidupan beragama bagi masyarakat transmigrasi yang beragama Islam, berwawasan kebangsaan, kenegaraan dan keagamaan yang memadai dan mampu menjadi motivator pembangunan masyarakat. Kegiatan ini diawali dengan pelatihan intensif di Jakarta agar para dai mendapatkan pembekalan, termasuk breafing terkait kondisi di wilayah transmigrasi yang akan mereka masuiki. Program tersebut, pada tahun pertama saja mampu mengirimkan sebanyak 968 orang imam transmigrasi dan 2.777 orang da�i transmigrasi sejak tahun 1990. Selain memfasilitasi pelatihan, Yayasan Amalbakti Muslim Pancasila juga menyediakan honor dan kendaraan operasional kepada para da�i dan imam setiap bulan selama 3 tahun terhitung setelah selesai dilatih. Program-program yang didanai YAMP tersebut akhirnya terhenti setelah reformasi 1998 bergulir, namun kegiatan dai dan mubaligh MDI di seluruh Indonesia terus berjalan sebagai aktivitas rutin organisasi. MDI selalu siap mengirimkan mubaligh dan khatib jum�at jika diminta pengurus masjid dan lembaga pengajian Islam. Bahkan pasca reformasi, MDI makin memerankan diri sebagai ormas Islam, dengan keaktifan mubaligh-mubaligh nya dalam aktivitas dakwah di berbagai daerah di Indonesia.
http://www.dppmdi.or.id/sejarah-majelis-dakwah-islamiyah.html
Alamat MDI: Jalan Anggrek Neli Murni, RT 02 / RW 01, Kemanggisan, Palmerah, Jakarta Barat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 11480, Indonesia
Telp: +62 21 5302222 https://partaigolkar.or.id
Kepengurusan:
Ketua Umum: DR. H. Deding Ishak
Bendahara: Sumarno
Sekertaris: M Basir
https://mdi.partaigolkar.or.id
Pasal 1 Majelis Dakwah Islamiyah didirikan pada tanggal 17 Djumadil Akhir 1398 H, bertepatan dengan tanggal 24 Mei 1978
Pasal 4 Majelis Dakwah Islamiyah bertujuan :
1. Meningkatkan keimanan dan ketaqwaan umat Islam terhadap Allah SWT.
2. Meningkatkan akhlakul karimah, ukhuwah Basyariah, ukhuwah Islamiyah ukhuwah Bisyiyasah dan amal shaleh.
3. Meningkatkan pemahaman penghayatan dan pengamalan agama Islam dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat bangsa dan Negara.
4. Mempertahankan, mengamankan dan mengamalkan Pancasila, serta mewujudakan cita-cita bangsa seperti dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
5. Turut aktif meningkatkan kualitas manusia Indonesia seutuhnya dalam tata susunan masyarakat yang adil dan makmur dalam kehidupan yang seimbang antara rohani, jasmani, duniawi dan uhrawi.
6. Mengembangkan kehidupan demokrasi.
Pasal 11 Setiap anggota berkewajiban untuk :
1. Menjunjung tinggi nama dan kehormatan organisasi.
2. Memegang teguh Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Peraturan-peraturan dan disiplin organisasi.
3. Aktif melaksanakan program-program organisasi.
Pasal 12
1. Setiap Anggota mempunyai
a. Hak bicara dan hak suara
b. Hak memilih dan dipilih
c. Hak membela diri.
2. Tentang penggunaan hak-hak anggota seperti dalam ayat (1) pasal ini sejauh menyangkut keanggotaan seperti dimaksud dalam pasal 12 Anggaran Dasar ini akan diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 22
Keuangan diperoleh :
1. Iuran Anggota
2. Sumbangan yang tidak mengikat dan;
3. Usaha-usaha lain yang sah dan halal.
Pasal 23
Musyawarah dan Rapat-rapat Tingkat Nasional terdiri atas :
1. Muktamar
2. Muktamar luar biasa
3. Rapat Pimpinan Nasional
4. Rapat Kerja Nasional
5. Rapat Konsultasi Nasional
1) Muktamar
a. Muktamar adalah pemegang kekuasaan tertinggi organisasi yang diadakan sekali dalam 5 (lima) tahun
b. Muktamar berwenang :
1. Menetapkan dan atau mengubah Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga organisasi.
2. Menetapkan Program Umum Organisasi.
3. Menilai pertanggung jawaban Dewan Pimpinan Pusat.
4. Memilih dan menetapkan Ketua Umum.
5. Menetapkan Dewan Pimpinan Pusat.
6. Menetapkan Ketua Dewan Pertimbangan DPP MDI
7. Menetapkan Keputusan -keputusan lainnya.
2) Muktamar Luar Biasa.
a. Muktamar Luar Biasa adalah Muktamar yang diselenggarakan dalam keadaan luar biasa, diadakan atas permintaan / atau persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 (dua per tiga) Dewan Pimpinan Daerah Provinsi, disebabkan :
i. Organisasi dalam keadaan terancam atau menghadapi hal kegentingan yang memaksa.
ii. Dewan Pimpinan Pusat melanggar Anggaran Dasar / Anggaran Rumah Tangga, atau Dewan Pimpinan Pusat tidak dapat melaksanakan Amanat Muktamar sehingga organisasi tidak berjalan sesuai dengan fungsinya.
b. Muktamar Luar Biasa diselenggarakan oleh Dewan Pimpinan Pusat.
c. Muktamar Luar Biasa mempunyai kekuasaan dan wewenang yang sama dengan Muktamar.
d. Dewan Pimpinan Pusat wajib memberikan pertanggungjawaban atas diadakannya Muktamar Luar Biasa tersebut.
3) Rapat Pimpinan Nasional :
a. Rapat Pimpinan Nasional adalah rapat pengambilan keputusan tertinggi di bawah Muktamar.
b. Rapat Pimpinan Nasional diselenggarakan sekurang-kurangnya sekali dalam lima tahun oleh Dewan Pimpinan Pusat.
4) Rapat Kerja Nasional :
a. Rapat Kerja Nasional adalah rapat yang diadakan untuk menyusun dan mengevaluasi program kerja hasil Muktamar.
b. Rapat Kerja Nasional diselenggarakan sekurang-kurangnya sekali dalam lima tahun oleh dewan Pimpinan Pusat pada awal atau pertengahan periode kepengurusan.
5) Rapat Konsultasi Nasional adalah rapat yang diadakan oleh Dewan Pimpinan Pusat untuk membahas masalah-masalah aktual dan sosialisasi kebijakan Organisasi.
Pasal 24
Musyawarah dan Rapar-rapat Tingkat Provinsi terdiri atas :
a. Musyawarah Daerah Provinsi
b. Musyawarah Daerah Luar Biasa Provinsi
c. Rapat Pimpinan Daerah Provinsi
d. Rapat Kerja Daerah Provinsi.
1. Musyawarah Daerah Provinsi :
a. Musyawarah Daerah Provinsi adalah pemegang kekuasaan organisasi di tingkat provinsi yang diadakan sekali dalam 5 (lima) tahun.
b. Musyawarah Daerah Provinsi berwenang :
i. Menetepkan program kerja.
ii. Menilai pertanggungjawaban Dewan Pimpinan Daerah Provinsi.
iii.Memilih dan menetapkan Ketua Dewan Pimpinan Daerah Provinsi
iv.. Menetapkan Dewan Pimpinan Daerah Provinsi
v. Menetapkan Ketua Dewan Pertimbangan DPD Majelis Dakwah Islamiyah Provinsi.
vi. Menetapkan keputusan-keputusan lain.
2. Musyawarah Daerah Luar Biasa Provinsi
a. Musyawarah Daerah Luar Biasa Provinsi adalah Musayawarah Daerah yang diselenggarakan dalam keadaan luar biasa, karena adanya permintaan sekurang-kurangnya 2/3 (dua per tiga) Dewan Pimpinan Daerah Kabupaten/kota dan disetujui oleh Dewan Pimpinan Pusat, disebabkan :
i. Kepemimpinan Dewan Pimpinan Daerah Provinsi dalam keadaan terancam.
ii.Dewan Pimpinan Provinsi melanggar Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga, atau Dewan Pimpinan Daerah Provinsi tidak dapat melaksanakan amanat Musyawarah Daerah Provinsi sehingga organisasi tidak berjalan sesuai dengan fungsinya.
b. Musyawarah Daerah luar biasa provinsi diselenggarakan oleh Dewan Pimpinan Pusat.
c. Musyawarah Luar Biasa Provinsi mempunyai kekuasan dan wewenang yang sama dengan musyawarah daerah provinsi.
d. Dewan Pimpinan Daerah Provinsi wajib memberikan pertanggung jawaban atas diadakannya musyawarah daerah luar biasa tersebut.
3. Rapat Pimpinan Daerah Provinsi:
a. Rapat Pimpinan Daerah Provinsi adalah rapat pengambilan keputusan di bawah Musyawarah Daerah Provinsi
b. Rapat Pimpinan Daerah Provinsi berwenang mengambil keputusan-keputusan selain yang menjadi wewenang musyawarah daerah provinsi
c. Rapat Pimpinan Daerah Provinsi diadakan sekurang-kurangnya sekali dalam 5 tahun oleh Dewan Pimpinan Daerah Provinsi.
4. Rapat Kerja Daerah Provinsi
a. Rapat Kerja Daerah Provinsi adalah rapat yang diadakan untuk menyusun dan mengevaluasi program kerja hasil Musyawarah Daerah Provinsi.
b. Rapat Kerja Daerah Provinsi dilaksanakan pada awal atau pertengahan periode kepengurusan.
Pasal 25
Musyawarah, Rapat-rapat Tingkat Kabupaten/Kota terdiri atas :
a. Musyawarah daerah Kabupaten/Kota
b. Musyawarah luar biasa Kabupaten/Kota
c. Rapat Pimpinan Daerah Kabupaten/Kota
d. Rapat Kerja Daerah Kabupaten/Kota
1. Musyawarah Daerah Kabupaten/Kota
a. Musyawarah Daerah kabupaten/kota adalah pemegang kekuasan organisasi tingkat kabupaten/kota yang diadakan sekali dalam 5 (lima) tahun.
b. Musyawarah Daerah Kabupaten/Kota berwenang.
i. Menetapkan program kerja kabupaten/kota
ii. Menilai pertanggungjawaban Dewan Pimpinan Daerah Kabupaten/Kota
iii.Memilih dan menetapkan Ketua Dewan Pimpinan Daerah Kabupaten/Kota.
iv.Menetapkan Dewan Pimpinan Daerah kabupaten/kota
v. Menetapkan Ketua Dewan pertimbangan DPD MDI kabupaten/kota.
vi.Menetapkan keputusan-keputusan lain.
2. Musyawarah Daerah Luar Biasa Kabupaten/Kota.
a. Musyawarah daerah luar biasa kabupaten/kota adalah musyawarah daerah yang diselenggarakan dalam keadaan luar biasa, karena adanya permintaan sekuran-kurangnya 2/3 (dua per tiga) Pimpinan kecamatan dan disetujui oleh Dewan Pimpinan Daerah Provinsi disebabkan :
i. Kepemimpian Dewan Pimpinan Daerah kabupaten/kota dalam keadaan terancam.
ii. Dewan Pimpinan Daerah kabupaten/kota melanggar Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga, atau Dewan Pimpinan Daerah kabupaten/kota tidak dapat melaksanakan Amanat musyawarah daerah kabupaten/kota sehingga organisasi tidak berjalan sesuai dengan fungsinya.
b. Musyawarah daerah luar biasa kabupaten/kota diselenggarakan oleh Dewan Pimpinan Daerah Provinsi.
c. Musyawarah daerah luar biasa kabupaten/kota mempunyai kekuasaan dan wewenang yang sama dengan Musyawarah Daerah Kab/Kota.
d. Dewan Pimpinan Daerah Kabupaten/Kota wajib memberikan pertanggungjawaban atas diadakannya Musyawarah daerah luar biasa kabupaten/kota tersebut.
3. Rapat Pimpinan Daerah Kabupaten/kota.
a. Rapat Pimpinan Daerah Kabupaten/ Kota adalah rapat pemgambilan keputusan di bawah musyawarah daerah kabupaten/kota.
b.Rapat Pimpinan Daerah Kabupaten /Kota berwenang mengambil keputusan-keputusan selain yang menjadi wewenang musyawarah daerah kabupaten/kota.
c. Rapat Pimpinan daerah kabupaten/ kota diadakan sekurang-kurangnya sekali dalam 5 tahun oleh Dewan Pimpinan Daerah kabupaten/kota
4. Rapat Kerja Daerah Kabupaten/Kota
a. Rapat kerja daerah kabupaten/kota adalah rapat yang diadakan untuk menyusun dan mengevaluasi program kerja hasil musyawarah daerah kabupaten/kota.
b. Rapat Kerja Daerah kabupaten/kota dilaksanakan pada awal atau pertengahan periode kepengurusan.
Pasal 26
Musyawarah dan rapat-rapat kecamatan terdiri atas :
a. Musyawarah Kecamatan
b. Musyawarah Luar Biasa Kecamatan
c. Rapat Pimpinan Kecamatan
1. Musyawarah kecamatan:
a. Musyawarah Kecamatan adalah pemegang kekuasaan organisasi di tingkat kecamatan yang diadakan sekali dalam 5 (lima) tahun.
b. Musyawarah Kecamatan berwenang :
i. Menetapkan program kerja kecamatan
ii. Menilai pertanggungjawaban Pimpinan kecamatan.
iii. Memilih dan menetapkan Ketua Pimpinan Kecamatan.
iv. Menetapkan pimpinan kecamatan.
v. Menetapkan ketua dewan pertimbangan pimpinan kecamatan Majelis Dakwah Islamiyah.
vi. Menetapkan keputusan-keputusan lain.
2. Musyawarah Luar Biasa Kecamatan.
a. Musyawarah luar biasa kecamatan adalah musyawarah kecamatan yang diselenggarakan dalam keadaan luar biasa, karena adanya permintaan sekurang-kurangnya 2/3 (dua per tiga) Pimpinan Desa/Kelurahan dan disetujui oleh Dewan Pimpinan Daerah kabupaten/kota, disebabkan:
i. Pimpinan kecamatan dalam keadaan terancam.
ii. Pimpinan kecamatan melanggar Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga, atau Pimpinan Kecamatan tidak dapat melaksanakan amanat musyawarah sehingga organisasi tidak berjalan sesuai dengan fungsinya.
b. Musyawarah luar biasa kecamatan diselenggarakan oleh Dewan Pimpinan Daerah kabupaten/kota.
c. Musyawarah luar biasa kecamatan mempunyai kekuasaan dan wewenang yang sama dengan musyawarah kecamatan.
d. Pimpinan kecamatan wajib memberikan pertanggungjawaban atas diadakannya musyawarah luar biasa kecamatan tersebut.
3. Rapat Pimpinan Kecamatan.
a. Rapat Pimpinan Kecamatan adalah rapat pengambilan keputusan dibawah musyawarah kecamatan.
b. Rapat Pimpinan kecamatan berwenang menyelesaikan masalah-masalah dan mengambil keputusan-keputusan selain yang menjadi wewenang musyawarah kecamatan.
c. Rapat Pimpinan Kecamatan diselenggarakan oleh Pimpinan kecamatan.
Pasal 27
Musyawarah dan Rapat-rapat Desa/Kelurahan terdiri atas:
a. Musyawarah Desa/Kelurahan.
b. Musyawarah Luar Biasa Desa/Kelurahan
c. Rapat Pimpinan Desa/Kelurahan
1. Musyawarah Desa/Kelurahan
a. Musyawarah Desa/Kelurahan adalah pemegang kekuasaan organisasi di tingkat Desa/Kelurahan yang diadakan sekali dalam 5 (lima) tahun.
b. Musyawarah Desa/kelurahan berwenang :
i. Menetapkan program kerja Desa/kelurahan
ii. Menilai pertanggungjawaban pimpinan desa/kelurahan
iii. Memilih dan menetapkan ketua pimpinan desa/kelurahan
iv. Menyusun Pimpinan desa/kelurahan
v. Menetapkan ketua dewan pertimbangan pimpinan desa/kelurahan Majelis Dakwah Islamiyah.
vi. Menetapkan keputusan-keputusan lain
2. Musyawarah Luar Biasa Desa/Kelurahan :
a. Musyawarah Luar biasa desa/kelurahanan atau sebutan lain adalah musyawarah luar biasa desa/kelurahan atau sebutan lain yang diselenggarakan dalam keadaan luar biasa, karena adanya permintaan sekurang-kurangnya 2/3 (dua per tiga) jumlah anggota dan disetujui oleh Pimpinan Kecamatan, disebabkan :
i. Pimpian desa/kelurahan dalam keadaan terancam.
ii. Pimpinan desa/kelurahan melanggar Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga, atau pimpinan desa/kelurahan tidak dapat melaksanakan amanat musyawarah desa/kelurahan sehingga organisasi tidak berjalan sesuai dengan fungsinya.
b. Musyawarah luar biasa desa/kelurahan diselenggarakan oleh pimpinan kecamatan.
c. Musyawarah luar biasa desa/kelurahan mempunyai kekuasaan dan wewenang yang sama dengan musyawarah desa/kelurahan.
d. Pimpinan desa/kelurahan wajib memberikan pertanggungjawaban atas diadakannya musyawarah luar biasa desa/kelurahan tersebut.
3. Rapat Pimpinan desa/kelurahan
a. Rapat pimpinan desa/kelurahan adalah rapat pengambilan keputusan di bawah musyawarah desa/kelurahan.
b. Rapat pimpinan desa/kelurahan berwenang menyelesaikan masalah–masalah dan mengambil keputusan-keputusan selain yang menjadi wewenang musyawarah desa/kelurahan
c. Rapat pimpinan desa/kelurahan diselenggarakan oleh pimpinan desa/kelurahan.
4. Peserta Musyawarah dan Rapat organisasi sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 23, 24, 25, 26, 27 diatur lebih lanjut dalam Anggaran Rumah Tangga.
http://nuansamdi.blogspot.co.id/
Situs Resmi: http://nuansamdi.blogspot.co.id/
Komentar
Posting Komentar