Organisasi Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia
Situs Resmi: http://miumipusat.org/
Visi.
Menjadi lembaga kepemimpinan formal islam terdepan dalam menegakkan nilai-nilai Islam.
Menjadi wadah pemersatu para intelektual dan ulama Indonesia dalam membangun peta - perjuangan menuju kejayaan islam.
Misi.
Membangun wibawa kepemimpinan formal Islam yang bisa dipercaya umat melalui good
governance.
Menjadikan hasil riset sebagai landasan penetapan fatwa agar dapat tersosialisasi dengan baik.
Menyatukan potensi para intelektual dan ulama dalam membentuk peta perjuangan dakwah
yang mendatangkan pertolongan Allah SWT dalam memenangkan Islam dan menjayakan umat
Islam.
bertempat di Hotel Grand Sahid Jakarta dideklarasikan Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI). Acara peluncurannya dihadiri banyak tokoh. Di antaranya ada intelektual muda, Dr Adian Husaini, Budayawan Taufiq Ismail, Dr. Din Syamsuddin, Fadhlan Garamatan, Dr Bambang Wijayanto (KPK), Dr Yunahar Ilyas, MA (Muhammadiyah), KH. Cholil Ridwan (MUI), Dr Mahfudz
MD (MK), Dr Fuad Bawazier, Sekjen FUI, M Khatath juga Farid Ogbah.
Apa dan bagaimana kiprah MIUMI? Belum lama ini, hidayatullah.com mewawancarai Wakil Sekjen MIUMI, Fahmi Salim, MA yang juga penulis buku, “Kritik Terhadap Studi Al-Qur’an Kaum Liberal”. Inilah petikan wawancaranya.
Mengapa harus ada MIUMI, Bukankah sudah banyak lembaga Islam, mengapa harus membentuk lembaga baru?
Sejauh pengamatan saya hingga lahirnya MIUMI, belum ada lembaga atau komunitas yang memiliki keunikan seperti MIUMI. Selama ini, saya melihat ormas-ormas Islam sibuk mengurusi internal rumah tangga mereka karena mengelola banyak kader anggota dan asset lembaga pendidikan yang mereka dirikan di seluruh tanah air, belum lagi menjalankan program masing-masing lajnah atau majelis atau divisi organisasi. Ormas seperti NU dan Muhammadiyah itu strukturnya ibarat Negara dalam Negara.
Tentu ini menguras banyak energi, perhatian dan sumber daya. Potensi dan asset ormas Islam itu patut kita syukuri dan apresiasi, dan harus terus dikembangkan sebagai wujud dinamika Islam di Indonesia.
Namun karena postur dan asetnya yang sedemikian besar, dapat memperlambat geraknya dalam merespon tantangan keumatan baik ideologi, pemikiran, dsb. Tentu di atas semua itu ada MUI (Majelis Ulama Indonesia) yang menjadi wadah silaturahim ulama, zuama dan cendekiawan Muslim.
Hampir semua ormas Islam menempatkan wakil kader terbaiknya di dalam struktur pimpinan dan komisi-komisi MUI. Produk fatwa MUI juga telah jadi rujukan para pengambil kebijakan di negeri ini, dan setiap RUU yang akan disahkan DPR bersama Pemerintah yang terkait kehidupan dan kemaslahatan keagamaan, MUI selalu dilibatkan. Ini positif. Tapi disisi lain, fatwa MUI tidak jarang diabaikan dan diacuhkan oleh Pemerintah dan unsur masyarakat lain seperti Fatwa Rokok, Fatwa Ahmadiyah, Fatwa Natal Bersama, Fatwa Doa Bersama Lintas Agama, dan lain-lain sehingga ada kesan “Nu’minu bi ba’dhin wa Nakfuru bi ba’dhin” (kita ambil sebagiannya, dan kita tolak sebagian lainnya). Ada kelompok yang menyatakan lantang “Indonesia bukan Negara Agama” sehingga Negara harus steril dari intervensi agama dan otoritas ulama dalam menciptakan struktur sosial di Indonesia. Di sisi lain, tampak kekuatan Islam terpecah dan tak jarang tak satu suara menyikapi persoalan strategis bangsa dan umat.
Nah, di sinilah, MIUMI menghimpun potensi ulama muda lintas mazhab Ahlus Sunnah wal Jama’ah untuk mengisi peran-peran yang telah ataupun yang belum dimainkan oleh ormas-ormas Islam dan MUI.
Apakah perannya akan saling bertabrakan dengan MUI?
Peran kita lebih kepada penguatan wibawa dan otoritas ulama di mata public dengan memberikan solusi ilmiah dan syar’iah terhadap segala permasalahan bangsa, termasuk MUI. Selain itu kita tidak ingin menjadi ormas yang mencari dan merekrut anggota atau massa, sebab ke depan sudah pasti akan memberatkan langkah dan dinamika MIUMI yang bergerak pada level wacana dan aksi sekaligus. MIUMI akan membentuk komunitas-komunitas ilmiah di seluruh daerah Indonesia sebagai tempat berhimpunnya ulama dan intelektual muda lintas mazhab Sunni, sesuai dengan komitmen awal. MIUMI lebih tepatnya menggalakkan masyarakat ilmu sehingga public Indonesia dapat menghargai produk-produk keilmuan ulama sebagai solusi bangsa.
Juga penting dicatat, konsepsi Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang diterima sebagai rumusan MIUMI adalah mencakup seluruh ormas Islam yang ada di Indonesia. Paling tidak persatuan akidah ini penting dan menjadi acuan bersama seluruh komponen yang bergabung di MIUMI. Sebab umat juga merindukan tokoh-tokoh Islam yang berbeda mazhab Sunni bergandeng tangan dan bersatu seperti dahulu Dr. Mohamad Natsir (DDII) dan KH. Masykur (NU) mendirikan Forum Ukhuwah Islamiah. Dengan framework ideology dan pemikiran yang jelas dan baku, kita dapat lebih tepat sasaran memberikan solusi Islam bagi permasalahan bangsa.
Mengapa MIUMI baru terbentuk?
Betul sekali, komunitas MIUMI ini memerlukan waktu dan kesamaan visi dan proyeksi dakwah yang strategis di Negara sebesar dan sekompleks Indonesia. Kalau kita membentuknya asal-asalan dan premature, atau asal comot orang yang tidak faham dan menjiwai dakwah dan keilmuan tentu akan sulit sekali menggerakkan dakwah berbasis riset di Indonesia ini. Kita ingin menjadikan MIUMI sebagai lembaga dakwah sekaligus lembaga think tank yang dapat mempengaruhi opini public dan para pengambil kebijakan secara maksimal di Indonesia ini. Dakwah kita bukan dakwah biasa dan rutinitas, tapi dakwah yang mengawinkan aktivisme dai dan intelektualisme ulama yang sophisticated, karena memang lahan dakwah Indonesia ini sudah banyak yang mengisi namun lemah di sisi riset dan wacana ilmiah. Cita-cita kita besar yaitu membangun peradaban Islam dengan segala struktur sosialnya di tengah umat. Dan ini tidak bisa tidak, harus dengan fondasi ilmu yang kuat.
Apakah Anda yakin MIUMI bisa bekerja dengan baik di masa depan?
Saya optimis, dengan ghirah dakwah dan kepakaran disiplin ilmu yang dimiliki oleh para pengasasnya, MIUMI akan berkiprah maksimal. Tentunya ini harus didukung oleh dana dan tim kerja yang solid. Dana ini soal dapur dan bensin organisasi untuk memaksimalkan gerak dan penetrasi ilmiah ke public secara luas. Para pengasas MIUMI tentu tidak mengharap gaji tetap, tapi kinerja organisasi pasti harus didukung dana yang cukup. Oleh sebab itu, saya mengimbau kepada umat Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wassalam yang dikaruniai Allah Subhanahu Wata’ala rejeki untuk menyisihkan harta untuk perjuangan Islam melalui MIUMI ini.
Di sisi lain, agar peran MIUMI maksimal, perlu didukung oleh tim kerja dan media yang solid. Abad kita saat ini adalah abad tekonologi informasi. Jika dahulu di abad ke-15 Sultan Usmani Muhammad Al-Fatih sanggup menaklukkan Konstantinopel –yang sekarang menjadi Istanbul Turki- dengan logistik dan pasukan militer yang kuat, maka tak mustahil, sesuai tren zaman yang terus berkembang, umat Islam akan menaklukkan Ruum, seperti prediksi Nabi Muhammad Shallahu ‘Alaihi Wassalam, dengan kekuatan ilmu, argumentasi dan media informasi sehingga Islam masuk diterima oleh seluruh rumah di bumi ini yang terjangkau sinar matahari. Insya Allah.
Sejauh ini, apa yang menjadi kekuatan bagi MIUMI?
Kekuatan kita pertama-tama adalah semangat dakwah dan ilmu (baik ilmu syariah maupun ilmu dunia). Inilah modal awal kita. Kedua, adalah semangat ukhuwah. Di MIUMI seluruh ulama muda lintas mazhab Sunni bisa duduk satu meja membahas dan mencari solusi problematika umat. Ketiga, adalah platform Ahlus Sunnah Wal Jamaah dan framework pemikiran yang jelas dan konsisten, para aktifis MIUMI adalah sudah pasti anti liberal, anti Syiah, dan anti aliran-aliran sesat. Karena kita semua berkeyakinan, bahwa problematika bangsa ini, dan bahkan dunia, tidak akan bisa selesai dan keluar dari kemelutnya jika solusi yang ditawarkan tidak berlandaskan akidah yang benar dan metodologi pemahaman Islam yang benar dan valid yang telah diwariskan oleh Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam dan para ulama sepeninggal beliau.
Insya Allah, dengan tiga pilar kekuatan MIUMI itu, kita berharap Allah Subhanahu Wata’ala berkenan memberikan pertolongan-Nya kepada umat ini sehingga dapat segera keluar dari krisis multidimensi. Ingat, pertolongan dari Allah Subhanahu Wata’ala ini sangat penting dan faktor kunci, WA MAN NASHRU ILLA MIN ‘INDILLAH, tetapi untuk meraih pertolongan Allah itu tentu saja ada syarat dan ketentuan berlaku! Yang di antaranya adalah akidah yang sahih, ukhuwah dan ittihad yang sejati, dan dakwah yang ikhlas.
Sejauh ini apa yang telah dikerjakan MIUM sejak dikenalkan di publik?
Kami berusaha memetakan potensi yang dimiliki oleh seluruh eksponen MIUMI di pusat dan daerah. Setelah maping ini selesai baru kami akan mensinergikan kekuatan potensi itu sesuai dengan bidang garapan problematika yang dihadapi umat. Karena watak MIUMI adalah komunitas ilmiah dan dakwah, maka, kedepan tak lama lagi, kami akan mengaktifkan dan menggalakkan majelis-majelis ilmiah dan muzkarah ulama muda di pusat dan daerah, setiap pekan sekali. Kita akan me-link and match-kan kajian syariah dengan tuntutan problematika umat kontemporer. Kita akan gelar majelis tafsir, majelis hadis, majelis fiqih dan ushul fiqih, majelis aqidah dan lain-lain. Produk dari muzakarah ulama dan majelis-majelis ilmiah ini lalu akan kita sosialisasikan seluas-luasnya kepada umat dalam bentuk buku, e-book, info website, dan media jejaring sosiall lainnya. Kita juga akan adakan forum jumpa pers dengan media-media Islam dan nasional (cetak, online dan Tv) untuk merespon perkembangan terkini isu-isu strategis keumatan yang bersifat nasional dan sosialisasi hasil-hasil kajian para ulama muda.
Program-program MIUMI sangat membutuhkan pemikiran dan kinerja yang tinggi, sesuai dengan tantangan factual umat di tanah air. Khusus soal peran media, kita akan bekerjasama dengan media untuk sosialisasi sikap dan fatwa serta pembentukan opini public di segala lini kehidupan.
Karena menghimpun potensi bergabai mahzab dalam Ahlus Sunna, apa yang akan menjadi kelemahan MIUMI?
Kita sadari latar belakang dari school of thoughts Sunni yang heterogen, harus diantisipasi jangan sampai perbedaan furu’ agama dapat menciptakan jarak/gap antar para eksponen MIUMI di pusat maupun daerah. Atau bisa jadi imej kalangan awam dan yang fanatis kepada ormas tertentu mungkin akan menilai kita adalah abu-abu dan tidak jelas, ini besar kemungkinan muncul karena kelompok muslim di Indonesia sudah lama terkotak-kotak. Nah kita ingin buktikan bahwa perbedaan antar mazhab Sunni di kalangan kita tidak menjadi halangan untuk berjalan bersama dan bersinergi untuk kemajuan umat.
Selain itu manajerial dan financial. Harus kita akui banyak lembaga dakwah dan pemikiran umat yang manajemennya ala ustaz atau ala kadarnya. Oleh sebab itu MIUMI harus digawangi oleh dua komponen utama; thinkers, yaitu para ulama dan intelektual, dan kaum professional yang memenej program dan mencari dana organisasi. Di mana-mana, bahkan sejarah dakwah Islam membuktikan Rasulullah selalu ditopang para pengusaha dan profesional yang dibina oleh beliau seperti Khadijah RA (istri beliau), Abu Bakr, Usman bin Affan, Abdurrahman bin ‘Auf dll. Tapi kita harus optimis, “Man Jadda Wajada, Man Saara ‘ala Darbi Washala.” Jadi kita harus mengelola perbedaan ini dengan hati dan azam yang kuat.
Adakah konsep kaderisasi anggota MIUMI? Siapa saja ulama yg kriterianya bisa masuk menjadi anggota?
Kaderisasi ulama akan menjadi agenda penting MIUMI dalam jangka menengah, 5 tahun pertama. Kita harus membangun struktur ilmu yang benar dulu berdasarkan Islamic-worldview (pandangan alam Islam), lalu kita merumuskan syarat-syarat keulamaan yang bisa diterima dalam komunitas MIUMI yaitu mereka-mereka yang memiliki integritas ilmu, integritas akhlak dan integritas sosial. Integritas ilmu artinya dia harus pakar di bidang tertentu. Integritas akhlak artinya dia harus berakhlak mulia yang menjadi cerminan Islam sehingga dia pantas diteladani. Dan integritas sosiall artinya dia harus berkarya nyata menjadi agen perubahan umat dengan menulis buku, mengajar, berdakwah, dan aktif di tengah masyarakatnya. Sehingga dengan demikian, para ulama muda yang tergabung dalam MIUMI ini kelak akan menjadi pemimpin masa depan bangsa, baik di ormasnya, di struktur sosialnya, di politiknya, di ekonominya dan seterusnya.
Apa harapan Anda dengan lembaga ini ke depan?
Harapan saya, MIUMI harus menjadi lembaga dakwah berbasis riset dan keilmuan. Kita berharap juga MIUMI dapat menjadi think tank yang disegani oleh seluruh umat Islam dan komponen bangsa yang lain. Dan juga menjadi barometer opini public nasional terkait isu keIslaman dan kebangsaan. Untuk membentuk opini calon pemimpin nasional misalnya, MIUMI sudah semestinya kampanyekan pentingnya integritas ilmu dan akhlak kepada lembaga-lembaga survey sebagai criteria calon pemimpin bangsa. Solusi yang ditawarkan oleh MIUMI kepada umat dan bangsa harus fundamental, komprehensif dan solutif. Kita juga punya impian, MIUMI bisa memiliki Islamic Centre (markaz Islami) yang dapat mengorganisir kegiatan dakwah, keilmuan, training, dan pendidikan umat. Itu semua kita lakukan dalam rangka membentuk struktur sosiall umat Islam di Indonesia.
Selain itu, 5-10 tahun mendatang diharapkan kita sudah memantapkan otoritas media dan public sehingga pandangan-pandangan MIUMI dapat menjadi rujukan umat dan bangsa secara keseluruhan. Disamping itu, kita akan fokus menggarap kaderisasi ulama, sehingga pada 5-10 tahun yang akan datang ulama-ulama muda MIUMI diperhitungkan dan berpotensi menjadi pemimpin umat. Itulah cita-cita kita yang mendambakan lahirnya kepemimpinan ilmu dan ulama di tengah-tengah umat Islam. Tanpa solusi ilmu yang radikal, sulit membayangkan terjadinya kebangkitan Islam di Indonesia dan dunia pada umumnya.
https://www.hidayatullah.com/
Majelis ini dipimpin oleh Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi, ketua program Kader Muda Gontor Ponorogo, dan Sekjen diamanahkan kepada dai kondang Ustadz Bachtiar Natsir Lc., yang juga narasumber rubrik konsultasi agama di Harian Umum Republika. Di jajaran pimpinan MIUMI ada Dr. Adian Husaini, ketua program magister dan doktor Pendidikan Islam Universitas Ibnu Khaldun Bogor, Dr. Mukhlis Hanafi, pakar Tafsir Al-Qur’an dari Pusat Studi Al-Qur’an dan Kementerian Agama RI.
Selain itu, pimpinan MIUMI diisi pula dari berbagai unsur organisasi dan corak pemikiran keagamaan. Seperti Kyai Muhammad Idrus Romli, ulama muda NU Jawa Timur yang cukup produktif menulis buku, Ustadz H. Farid Okbah MAg, Direktur Islamic Center Al-Islam, Bekasi, H. Muhammada Zaitun Rasmin MSi, Ketua Umum Wahdah Islamiyah yang berpusat di Makassar.
Ada Dr. Ahmad Zain An-Najah, pakar Syari’ah alumnus Al-Azhar University Cairo dan Wakil Ketua Majelis Fatwa Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, Ustadz Jeje Zainuddin MAg, ulama muda Persatuan Islam (Persis), juga ada Ustadz Fahmi Sim MA, pakar Al-Qur’an yang juga anggota Majelis Tarjih PP Muhammadiyah, dan sebagainya.
“Tujuannya adalah membantu bangsa Indonesia dalam menghadapi persoalan,” kata Dr. Hamid Fahmi Zarkasyi memulai pengenalan MIUMI kepada pers.
Dr. Fahmi menjelaskan, penggunaan istilah intelektual dan ulama dalam wadah baru ini, bertujuan mengawal proses penyikapan majelis tersebut dalam menyelesaikan persoalan yang ada.
“Disebut intelektual adalah, kita menyelesaikan masalah dengan cara-cara ilmiah, dan disebut ulama kita menyelesaikan masalah dengan cara-cara yang syar’iyyah,” ujarnya.
Dr. Fahmi juga menepis anggapan bahwa MIUMI merupakan rival atau tandingan dari organisasi yang bergenre sama. “MIUMI tidak untuk menyaingi Majelis Ulama, atau mengambil alih tugas-tugas ormas seperti Muhammadiyah, Persis, dan lainnya, akan tetapi kami memperkuat tugas-tugas, yang sudah dilakukan atau yang belum dilakukan ormas-ormas dan lembaga yang ada,” paparnya.
MIUMI menurutnya, bukanlah ormas yang mengurusi persoalan belum pernah ada, akan tetapi MIUMI akan menyikapi persoalan yang ada dengan spirit yang berbeda dengan ormas sejenis yang ada.
“Tidak ada yang baru sebenarnya, hanya saja kita menghadapinya dengan semangat muda,” lontar Dr. Fahmi.
Ustadz Bachtiar Natsir melengkapkan, tentang makna “muda” dalam MIUMI, bahwa MIUMI memang dipelopori oleh intelektual dan ulama muda. “Kita ingin mengambil inspirasi kemudaan. Karena, kata “muda” identik dengan perubahan. Kami ingin melakukan perubahan yang serius dan sungguh-sungguh menuju ke arah yang lebih baik,” katanya.
Dalam deklarasi tersebut, MIUMI menetapkan jargon: UNTUK INDONESIA YANG LEBIH BERADAB. “Dengan itu kami berharap, Indonesia yang merupakan negeri Muslim terbesar di dunia, akan menjadi negara yang besar, bermartabat, adil, makmur, di bawah naungan ridho Ilahi,” kata ustadz Bachtiar lagi.
Mengenai hubungan MIUMI dengan politik atau partai politik, Ustadz Bachtiar menjelaskan, bahwa ulama wajib memahami politik agar tidak menjadi korban dari politk. Tetapi, katanya, ulama harus menyadari kedudukan dan tugas utamanya sebagai pelanjut risalah kenabian (waratsatul anbiya), sehingga ulama wajib mengawal jalannya politik dan pemerintahan agar tidak merusak dan menzalimi masyarakat.
Karena itu, menurut Ustadz Bachtiar, pengurus MIUMI tidak boleh merangkap jabatan dalam suatu kepengurusan partai politik. “MIUMI tidak anti partai, tetapi kami justru menjaga silaturrahim dan tali ukhuwah serta tali taushiyah dengan aktivis-aktivis atau tokoh partai politik,” ujarnya lagi. Sahabat dan saudara yang baik adalah yang mengingatkan di saat sahabatnya melakukan kesalahan. “Kita saling mengingatkan,” tambahnya.
Deklarasi tersebut juga dihadiri oleh para ulama dan cendekiawan muda dari berbagai daerah. Di antaranya,ada Dr. Dasman, pakar hadits dari UIN Riau, Dr. Muinudinillah Basri, pakar Syari’ah dari Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Dr. Syamsul Hidayat, wakil ketua Majelis Tabligh dan Dakwah Khusus PP Muhammadiyah yang juga dosen pasca sarjana UMS. Ada juga perwakilan ulama dan cendekiawan dari Bali, Papua, NTT, Sulsel, Aceh, Sumut, dan sebagainya.
Dalam acara tersebut, hadir pula ketua Mahkamah Konstitusi Mahfudz MD, Ketua Umum Muhammadiyah Dr. Din Syamsuddin, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto yang kesemuanya memberikan sambutan pada acara tersebut.
Menurut Ustadz Bachtiar, MIUMI rencananya akan dibentuk di berbagai propinsi dan kota di Indonesia, bahkan sampai membuka perwakilan di luar negeri. Sebab, selain MIUMI sangat diperlukan unuk menangani problematika umat, juga diperlukan untuk pembinaan para intelektual dan ulama muda ini. “Jangan sampai potensi-potensi yang sedang tumbuh ini tidak teroptimalkan,” pungkasnya.
Acara tersebut juga diramaikan dengan pembacaan beberapa puisi oleh penyair drh. Taufiq Ismail dan diakhiri dengan do’a oleh KH. Kholil Ridwan yang sempat pula memberikan komentar agar para ulama mengikuti jalannya Rasulullah dan para ulama salaf.
http://dewandakwahjabar.com/cendekiawan-dan-ulama-muda-deklarasikan-miumi/
Visi.
Menjadi lembaga kepemimpinan formal islam terdepan dalam menegakkan nilai-nilai Islam.
Menjadi wadah pemersatu para intelektual dan ulama Indonesia dalam membangun peta - perjuangan menuju kejayaan islam.
Misi.
Membangun wibawa kepemimpinan formal Islam yang bisa dipercaya umat melalui good
governance.
Menjadikan hasil riset sebagai landasan penetapan fatwa agar dapat tersosialisasi dengan baik.
Menyatukan potensi para intelektual dan ulama dalam membentuk peta perjuangan dakwah
yang mendatangkan pertolongan Allah SWT dalam memenangkan Islam dan menjayakan umat
Islam.
bertempat di Hotel Grand Sahid Jakarta dideklarasikan Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI). Acara peluncurannya dihadiri banyak tokoh. Di antaranya ada intelektual muda, Dr Adian Husaini, Budayawan Taufiq Ismail, Dr. Din Syamsuddin, Fadhlan Garamatan, Dr Bambang Wijayanto (KPK), Dr Yunahar Ilyas, MA (Muhammadiyah), KH. Cholil Ridwan (MUI), Dr Mahfudz
MD (MK), Dr Fuad Bawazier, Sekjen FUI, M Khatath juga Farid Ogbah.
Apa dan bagaimana kiprah MIUMI? Belum lama ini, hidayatullah.com mewawancarai Wakil Sekjen MIUMI, Fahmi Salim, MA yang juga penulis buku, “Kritik Terhadap Studi Al-Qur’an Kaum Liberal”. Inilah petikan wawancaranya.
Mengapa harus ada MIUMI, Bukankah sudah banyak lembaga Islam, mengapa harus membentuk lembaga baru?
Sejauh pengamatan saya hingga lahirnya MIUMI, belum ada lembaga atau komunitas yang memiliki keunikan seperti MIUMI. Selama ini, saya melihat ormas-ormas Islam sibuk mengurusi internal rumah tangga mereka karena mengelola banyak kader anggota dan asset lembaga pendidikan yang mereka dirikan di seluruh tanah air, belum lagi menjalankan program masing-masing lajnah atau majelis atau divisi organisasi. Ormas seperti NU dan Muhammadiyah itu strukturnya ibarat Negara dalam Negara.
Tentu ini menguras banyak energi, perhatian dan sumber daya. Potensi dan asset ormas Islam itu patut kita syukuri dan apresiasi, dan harus terus dikembangkan sebagai wujud dinamika Islam di Indonesia.
Namun karena postur dan asetnya yang sedemikian besar, dapat memperlambat geraknya dalam merespon tantangan keumatan baik ideologi, pemikiran, dsb. Tentu di atas semua itu ada MUI (Majelis Ulama Indonesia) yang menjadi wadah silaturahim ulama, zuama dan cendekiawan Muslim.
Hampir semua ormas Islam menempatkan wakil kader terbaiknya di dalam struktur pimpinan dan komisi-komisi MUI. Produk fatwa MUI juga telah jadi rujukan para pengambil kebijakan di negeri ini, dan setiap RUU yang akan disahkan DPR bersama Pemerintah yang terkait kehidupan dan kemaslahatan keagamaan, MUI selalu dilibatkan. Ini positif. Tapi disisi lain, fatwa MUI tidak jarang diabaikan dan diacuhkan oleh Pemerintah dan unsur masyarakat lain seperti Fatwa Rokok, Fatwa Ahmadiyah, Fatwa Natal Bersama, Fatwa Doa Bersama Lintas Agama, dan lain-lain sehingga ada kesan “Nu’minu bi ba’dhin wa Nakfuru bi ba’dhin” (kita ambil sebagiannya, dan kita tolak sebagian lainnya). Ada kelompok yang menyatakan lantang “Indonesia bukan Negara Agama” sehingga Negara harus steril dari intervensi agama dan otoritas ulama dalam menciptakan struktur sosial di Indonesia. Di sisi lain, tampak kekuatan Islam terpecah dan tak jarang tak satu suara menyikapi persoalan strategis bangsa dan umat.
Nah, di sinilah, MIUMI menghimpun potensi ulama muda lintas mazhab Ahlus Sunnah wal Jama’ah untuk mengisi peran-peran yang telah ataupun yang belum dimainkan oleh ormas-ormas Islam dan MUI.
Apakah perannya akan saling bertabrakan dengan MUI?
Peran kita lebih kepada penguatan wibawa dan otoritas ulama di mata public dengan memberikan solusi ilmiah dan syar’iah terhadap segala permasalahan bangsa, termasuk MUI. Selain itu kita tidak ingin menjadi ormas yang mencari dan merekrut anggota atau massa, sebab ke depan sudah pasti akan memberatkan langkah dan dinamika MIUMI yang bergerak pada level wacana dan aksi sekaligus. MIUMI akan membentuk komunitas-komunitas ilmiah di seluruh daerah Indonesia sebagai tempat berhimpunnya ulama dan intelektual muda lintas mazhab Sunni, sesuai dengan komitmen awal. MIUMI lebih tepatnya menggalakkan masyarakat ilmu sehingga public Indonesia dapat menghargai produk-produk keilmuan ulama sebagai solusi bangsa.
Juga penting dicatat, konsepsi Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang diterima sebagai rumusan MIUMI adalah mencakup seluruh ormas Islam yang ada di Indonesia. Paling tidak persatuan akidah ini penting dan menjadi acuan bersama seluruh komponen yang bergabung di MIUMI. Sebab umat juga merindukan tokoh-tokoh Islam yang berbeda mazhab Sunni bergandeng tangan dan bersatu seperti dahulu Dr. Mohamad Natsir (DDII) dan KH. Masykur (NU) mendirikan Forum Ukhuwah Islamiah. Dengan framework ideology dan pemikiran yang jelas dan baku, kita dapat lebih tepat sasaran memberikan solusi Islam bagi permasalahan bangsa.
Mengapa MIUMI baru terbentuk?
Betul sekali, komunitas MIUMI ini memerlukan waktu dan kesamaan visi dan proyeksi dakwah yang strategis di Negara sebesar dan sekompleks Indonesia. Kalau kita membentuknya asal-asalan dan premature, atau asal comot orang yang tidak faham dan menjiwai dakwah dan keilmuan tentu akan sulit sekali menggerakkan dakwah berbasis riset di Indonesia ini. Kita ingin menjadikan MIUMI sebagai lembaga dakwah sekaligus lembaga think tank yang dapat mempengaruhi opini public dan para pengambil kebijakan secara maksimal di Indonesia ini. Dakwah kita bukan dakwah biasa dan rutinitas, tapi dakwah yang mengawinkan aktivisme dai dan intelektualisme ulama yang sophisticated, karena memang lahan dakwah Indonesia ini sudah banyak yang mengisi namun lemah di sisi riset dan wacana ilmiah. Cita-cita kita besar yaitu membangun peradaban Islam dengan segala struktur sosialnya di tengah umat. Dan ini tidak bisa tidak, harus dengan fondasi ilmu yang kuat.
Apakah Anda yakin MIUMI bisa bekerja dengan baik di masa depan?
Saya optimis, dengan ghirah dakwah dan kepakaran disiplin ilmu yang dimiliki oleh para pengasasnya, MIUMI akan berkiprah maksimal. Tentunya ini harus didukung oleh dana dan tim kerja yang solid. Dana ini soal dapur dan bensin organisasi untuk memaksimalkan gerak dan penetrasi ilmiah ke public secara luas. Para pengasas MIUMI tentu tidak mengharap gaji tetap, tapi kinerja organisasi pasti harus didukung dana yang cukup. Oleh sebab itu, saya mengimbau kepada umat Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wassalam yang dikaruniai Allah Subhanahu Wata’ala rejeki untuk menyisihkan harta untuk perjuangan Islam melalui MIUMI ini.
Di sisi lain, agar peran MIUMI maksimal, perlu didukung oleh tim kerja dan media yang solid. Abad kita saat ini adalah abad tekonologi informasi. Jika dahulu di abad ke-15 Sultan Usmani Muhammad Al-Fatih sanggup menaklukkan Konstantinopel –yang sekarang menjadi Istanbul Turki- dengan logistik dan pasukan militer yang kuat, maka tak mustahil, sesuai tren zaman yang terus berkembang, umat Islam akan menaklukkan Ruum, seperti prediksi Nabi Muhammad Shallahu ‘Alaihi Wassalam, dengan kekuatan ilmu, argumentasi dan media informasi sehingga Islam masuk diterima oleh seluruh rumah di bumi ini yang terjangkau sinar matahari. Insya Allah.
Sejauh ini, apa yang menjadi kekuatan bagi MIUMI?
Kekuatan kita pertama-tama adalah semangat dakwah dan ilmu (baik ilmu syariah maupun ilmu dunia). Inilah modal awal kita. Kedua, adalah semangat ukhuwah. Di MIUMI seluruh ulama muda lintas mazhab Sunni bisa duduk satu meja membahas dan mencari solusi problematika umat. Ketiga, adalah platform Ahlus Sunnah Wal Jamaah dan framework pemikiran yang jelas dan konsisten, para aktifis MIUMI adalah sudah pasti anti liberal, anti Syiah, dan anti aliran-aliran sesat. Karena kita semua berkeyakinan, bahwa problematika bangsa ini, dan bahkan dunia, tidak akan bisa selesai dan keluar dari kemelutnya jika solusi yang ditawarkan tidak berlandaskan akidah yang benar dan metodologi pemahaman Islam yang benar dan valid yang telah diwariskan oleh Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam dan para ulama sepeninggal beliau.
Insya Allah, dengan tiga pilar kekuatan MIUMI itu, kita berharap Allah Subhanahu Wata’ala berkenan memberikan pertolongan-Nya kepada umat ini sehingga dapat segera keluar dari krisis multidimensi. Ingat, pertolongan dari Allah Subhanahu Wata’ala ini sangat penting dan faktor kunci, WA MAN NASHRU ILLA MIN ‘INDILLAH, tetapi untuk meraih pertolongan Allah itu tentu saja ada syarat dan ketentuan berlaku! Yang di antaranya adalah akidah yang sahih, ukhuwah dan ittihad yang sejati, dan dakwah yang ikhlas.
Sejauh ini apa yang telah dikerjakan MIUM sejak dikenalkan di publik?
Kami berusaha memetakan potensi yang dimiliki oleh seluruh eksponen MIUMI di pusat dan daerah. Setelah maping ini selesai baru kami akan mensinergikan kekuatan potensi itu sesuai dengan bidang garapan problematika yang dihadapi umat. Karena watak MIUMI adalah komunitas ilmiah dan dakwah, maka, kedepan tak lama lagi, kami akan mengaktifkan dan menggalakkan majelis-majelis ilmiah dan muzkarah ulama muda di pusat dan daerah, setiap pekan sekali. Kita akan me-link and match-kan kajian syariah dengan tuntutan problematika umat kontemporer. Kita akan gelar majelis tafsir, majelis hadis, majelis fiqih dan ushul fiqih, majelis aqidah dan lain-lain. Produk dari muzakarah ulama dan majelis-majelis ilmiah ini lalu akan kita sosialisasikan seluas-luasnya kepada umat dalam bentuk buku, e-book, info website, dan media jejaring sosiall lainnya. Kita juga akan adakan forum jumpa pers dengan media-media Islam dan nasional (cetak, online dan Tv) untuk merespon perkembangan terkini isu-isu strategis keumatan yang bersifat nasional dan sosialisasi hasil-hasil kajian para ulama muda.
Program-program MIUMI sangat membutuhkan pemikiran dan kinerja yang tinggi, sesuai dengan tantangan factual umat di tanah air. Khusus soal peran media, kita akan bekerjasama dengan media untuk sosialisasi sikap dan fatwa serta pembentukan opini public di segala lini kehidupan.
Karena menghimpun potensi bergabai mahzab dalam Ahlus Sunna, apa yang akan menjadi kelemahan MIUMI?
Kita sadari latar belakang dari school of thoughts Sunni yang heterogen, harus diantisipasi jangan sampai perbedaan furu’ agama dapat menciptakan jarak/gap antar para eksponen MIUMI di pusat maupun daerah. Atau bisa jadi imej kalangan awam dan yang fanatis kepada ormas tertentu mungkin akan menilai kita adalah abu-abu dan tidak jelas, ini besar kemungkinan muncul karena kelompok muslim di Indonesia sudah lama terkotak-kotak. Nah kita ingin buktikan bahwa perbedaan antar mazhab Sunni di kalangan kita tidak menjadi halangan untuk berjalan bersama dan bersinergi untuk kemajuan umat.
Selain itu manajerial dan financial. Harus kita akui banyak lembaga dakwah dan pemikiran umat yang manajemennya ala ustaz atau ala kadarnya. Oleh sebab itu MIUMI harus digawangi oleh dua komponen utama; thinkers, yaitu para ulama dan intelektual, dan kaum professional yang memenej program dan mencari dana organisasi. Di mana-mana, bahkan sejarah dakwah Islam membuktikan Rasulullah selalu ditopang para pengusaha dan profesional yang dibina oleh beliau seperti Khadijah RA (istri beliau), Abu Bakr, Usman bin Affan, Abdurrahman bin ‘Auf dll. Tapi kita harus optimis, “Man Jadda Wajada, Man Saara ‘ala Darbi Washala.” Jadi kita harus mengelola perbedaan ini dengan hati dan azam yang kuat.
Adakah konsep kaderisasi anggota MIUMI? Siapa saja ulama yg kriterianya bisa masuk menjadi anggota?
Kaderisasi ulama akan menjadi agenda penting MIUMI dalam jangka menengah, 5 tahun pertama. Kita harus membangun struktur ilmu yang benar dulu berdasarkan Islamic-worldview (pandangan alam Islam), lalu kita merumuskan syarat-syarat keulamaan yang bisa diterima dalam komunitas MIUMI yaitu mereka-mereka yang memiliki integritas ilmu, integritas akhlak dan integritas sosial. Integritas ilmu artinya dia harus pakar di bidang tertentu. Integritas akhlak artinya dia harus berakhlak mulia yang menjadi cerminan Islam sehingga dia pantas diteladani. Dan integritas sosiall artinya dia harus berkarya nyata menjadi agen perubahan umat dengan menulis buku, mengajar, berdakwah, dan aktif di tengah masyarakatnya. Sehingga dengan demikian, para ulama muda yang tergabung dalam MIUMI ini kelak akan menjadi pemimpin masa depan bangsa, baik di ormasnya, di struktur sosialnya, di politiknya, di ekonominya dan seterusnya.
Apa harapan Anda dengan lembaga ini ke depan?
Harapan saya, MIUMI harus menjadi lembaga dakwah berbasis riset dan keilmuan. Kita berharap juga MIUMI dapat menjadi think tank yang disegani oleh seluruh umat Islam dan komponen bangsa yang lain. Dan juga menjadi barometer opini public nasional terkait isu keIslaman dan kebangsaan. Untuk membentuk opini calon pemimpin nasional misalnya, MIUMI sudah semestinya kampanyekan pentingnya integritas ilmu dan akhlak kepada lembaga-lembaga survey sebagai criteria calon pemimpin bangsa. Solusi yang ditawarkan oleh MIUMI kepada umat dan bangsa harus fundamental, komprehensif dan solutif. Kita juga punya impian, MIUMI bisa memiliki Islamic Centre (markaz Islami) yang dapat mengorganisir kegiatan dakwah, keilmuan, training, dan pendidikan umat. Itu semua kita lakukan dalam rangka membentuk struktur sosiall umat Islam di Indonesia.
Selain itu, 5-10 tahun mendatang diharapkan kita sudah memantapkan otoritas media dan public sehingga pandangan-pandangan MIUMI dapat menjadi rujukan umat dan bangsa secara keseluruhan. Disamping itu, kita akan fokus menggarap kaderisasi ulama, sehingga pada 5-10 tahun yang akan datang ulama-ulama muda MIUMI diperhitungkan dan berpotensi menjadi pemimpin umat. Itulah cita-cita kita yang mendambakan lahirnya kepemimpinan ilmu dan ulama di tengah-tengah umat Islam. Tanpa solusi ilmu yang radikal, sulit membayangkan terjadinya kebangkitan Islam di Indonesia dan dunia pada umumnya.
https://www.hidayatullah.com/
Majelis ini dipimpin oleh Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi, ketua program Kader Muda Gontor Ponorogo, dan Sekjen diamanahkan kepada dai kondang Ustadz Bachtiar Natsir Lc., yang juga narasumber rubrik konsultasi agama di Harian Umum Republika. Di jajaran pimpinan MIUMI ada Dr. Adian Husaini, ketua program magister dan doktor Pendidikan Islam Universitas Ibnu Khaldun Bogor, Dr. Mukhlis Hanafi, pakar Tafsir Al-Qur’an dari Pusat Studi Al-Qur’an dan Kementerian Agama RI.
Selain itu, pimpinan MIUMI diisi pula dari berbagai unsur organisasi dan corak pemikiran keagamaan. Seperti Kyai Muhammad Idrus Romli, ulama muda NU Jawa Timur yang cukup produktif menulis buku, Ustadz H. Farid Okbah MAg, Direktur Islamic Center Al-Islam, Bekasi, H. Muhammada Zaitun Rasmin MSi, Ketua Umum Wahdah Islamiyah yang berpusat di Makassar.
Ada Dr. Ahmad Zain An-Najah, pakar Syari’ah alumnus Al-Azhar University Cairo dan Wakil Ketua Majelis Fatwa Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, Ustadz Jeje Zainuddin MAg, ulama muda Persatuan Islam (Persis), juga ada Ustadz Fahmi Sim MA, pakar Al-Qur’an yang juga anggota Majelis Tarjih PP Muhammadiyah, dan sebagainya.
“Tujuannya adalah membantu bangsa Indonesia dalam menghadapi persoalan,” kata Dr. Hamid Fahmi Zarkasyi memulai pengenalan MIUMI kepada pers.
Dr. Fahmi menjelaskan, penggunaan istilah intelektual dan ulama dalam wadah baru ini, bertujuan mengawal proses penyikapan majelis tersebut dalam menyelesaikan persoalan yang ada.
“Disebut intelektual adalah, kita menyelesaikan masalah dengan cara-cara ilmiah, dan disebut ulama kita menyelesaikan masalah dengan cara-cara yang syar’iyyah,” ujarnya.
Dr. Fahmi juga menepis anggapan bahwa MIUMI merupakan rival atau tandingan dari organisasi yang bergenre sama. “MIUMI tidak untuk menyaingi Majelis Ulama, atau mengambil alih tugas-tugas ormas seperti Muhammadiyah, Persis, dan lainnya, akan tetapi kami memperkuat tugas-tugas, yang sudah dilakukan atau yang belum dilakukan ormas-ormas dan lembaga yang ada,” paparnya.
MIUMI menurutnya, bukanlah ormas yang mengurusi persoalan belum pernah ada, akan tetapi MIUMI akan menyikapi persoalan yang ada dengan spirit yang berbeda dengan ormas sejenis yang ada.
“Tidak ada yang baru sebenarnya, hanya saja kita menghadapinya dengan semangat muda,” lontar Dr. Fahmi.
Ustadz Bachtiar Natsir melengkapkan, tentang makna “muda” dalam MIUMI, bahwa MIUMI memang dipelopori oleh intelektual dan ulama muda. “Kita ingin mengambil inspirasi kemudaan. Karena, kata “muda” identik dengan perubahan. Kami ingin melakukan perubahan yang serius dan sungguh-sungguh menuju ke arah yang lebih baik,” katanya.
Dalam deklarasi tersebut, MIUMI menetapkan jargon: UNTUK INDONESIA YANG LEBIH BERADAB. “Dengan itu kami berharap, Indonesia yang merupakan negeri Muslim terbesar di dunia, akan menjadi negara yang besar, bermartabat, adil, makmur, di bawah naungan ridho Ilahi,” kata ustadz Bachtiar lagi.
Mengenai hubungan MIUMI dengan politik atau partai politik, Ustadz Bachtiar menjelaskan, bahwa ulama wajib memahami politik agar tidak menjadi korban dari politk. Tetapi, katanya, ulama harus menyadari kedudukan dan tugas utamanya sebagai pelanjut risalah kenabian (waratsatul anbiya), sehingga ulama wajib mengawal jalannya politik dan pemerintahan agar tidak merusak dan menzalimi masyarakat.
Karena itu, menurut Ustadz Bachtiar, pengurus MIUMI tidak boleh merangkap jabatan dalam suatu kepengurusan partai politik. “MIUMI tidak anti partai, tetapi kami justru menjaga silaturrahim dan tali ukhuwah serta tali taushiyah dengan aktivis-aktivis atau tokoh partai politik,” ujarnya lagi. Sahabat dan saudara yang baik adalah yang mengingatkan di saat sahabatnya melakukan kesalahan. “Kita saling mengingatkan,” tambahnya.
Deklarasi tersebut juga dihadiri oleh para ulama dan cendekiawan muda dari berbagai daerah. Di antaranya,ada Dr. Dasman, pakar hadits dari UIN Riau, Dr. Muinudinillah Basri, pakar Syari’ah dari Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Dr. Syamsul Hidayat, wakil ketua Majelis Tabligh dan Dakwah Khusus PP Muhammadiyah yang juga dosen pasca sarjana UMS. Ada juga perwakilan ulama dan cendekiawan dari Bali, Papua, NTT, Sulsel, Aceh, Sumut, dan sebagainya.
Dalam acara tersebut, hadir pula ketua Mahkamah Konstitusi Mahfudz MD, Ketua Umum Muhammadiyah Dr. Din Syamsuddin, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto yang kesemuanya memberikan sambutan pada acara tersebut.
Menurut Ustadz Bachtiar, MIUMI rencananya akan dibentuk di berbagai propinsi dan kota di Indonesia, bahkan sampai membuka perwakilan di luar negeri. Sebab, selain MIUMI sangat diperlukan unuk menangani problematika umat, juga diperlukan untuk pembinaan para intelektual dan ulama muda ini. “Jangan sampai potensi-potensi yang sedang tumbuh ini tidak teroptimalkan,” pungkasnya.
Acara tersebut juga diramaikan dengan pembacaan beberapa puisi oleh penyair drh. Taufiq Ismail dan diakhiri dengan do’a oleh KH. Kholil Ridwan yang sempat pula memberikan komentar agar para ulama mengikuti jalannya Rasulullah dan para ulama salaf.
http://dewandakwahjabar.com/cendekiawan-dan-ulama-muda-deklarasikan-miumi/
Komentar
Posting Komentar