DINASTI AL AYYUBIYAH Masa Disintegrasi Dinasti Abbasiyah
Dinasti Ayyubiyyah
Ayyubiyyah atau Dinasti Ayyubiyyah adalah dinasti Muslim dari bangsa Kurdi yang menguasai Mesir, Suriah, Yaman(kecuali Pegunungan Utara), Diyar Bakr, Makkah, Hijaz dan Irak utara pada abad ke-12 dan 13. Ayyubiyyah juga dikenali sebagaiAyyubid, Ayoubites, Ayyoubites, Ayoubides atau Ayyoubides.
Dinasti Ayubiyyah didirikan oleh Salahuddin Al-Ayubbi yang bersama Shirkuh menaklukan Mesir untuk Raja Zengiyyah Nuruddindari Damaskus pada 1169. Nama ini berasal dari ayah Salahuddin, Najm ad-Din Ayyub. Pada tahun 1171, Salahuddin menggulingkan Khalifah Fatimiyyah terakhir. Ketika Nur ad-Din meninggal pada 1174, Salahuddin menyatakan perang terhadap anak lelaki muda Nuruddin, As-Salih Ismail, dan menguasai Damaskus. Ismail melarikan diri ke Aleppo, dimana ia terus berjuang melawan Salahuddin hingga terbunuh pada 1181. Setelah itu, Salahuddin mengambil alih kawasan pedalaman hingga seluruh Suriah, dan menakluki Jazirah di Irak Utara. Pencapaian terbesarnya adalah mengalahkan tentara salib dalam Pertempuran Hattin dan penaklukan Baitulmuqaddis pada 1187. Salahuddin meninggal pada 1193 setelah menandatangani perjanjian denganRichard I dari Inggris yang memberi kawasan pesisir dari Ashkelon hingga Antiokhia kepada tentara salib.
Setelah kematian Salahuddin, anak lelakinya berebut pembagian kekaisaran, hingga pada 1200 adik Salahuddin, Al-Adil 1, berhasilmengambil alih atas seluruh kekaisaran. Proses yang sama terjadi pada kematian Al-Adil pada 1218, dan pada anak lelakinya Al-Kamil yang meninggal pada 1238, tetapi Ayubiyyah tetap kuat. Pada 1250 Turanshah, Sultan Mesir Ayubiyyah terakhir, telah dibunuh dan digantikkan oleh jenderal-budak Mamluknya Aibek, yang mendirikan Dinasti Bahri.
Ayyubiyyah terus menguasai Damaskus dan Aleppo hingga tahun 1260 ketika mereka dikuasai oleh Mongol dan setelah kekalahan mongol di Ain Jalut, seluruh Suriah jatuh ke Mamluk.
Bendera d. ayyubiyah peta wilayah d. al ayyubiyah
id.wikipedia.org/wiki/Dinasti_Ayyubiyyah
PERKEMBANGAN ISLAM PADA MASA DINASTI AL-AYYUBIYAHA. SEJARAH BERDIRINYA DINASTI AL-AYYUBIYAH1. Pendiri Dinasti Al-AyyubiyahDinasti Al-Ayyubiyah (569 H/650 H s.d 1174 M/1252 M) merupakan dinasti-dinasti yang pernah berkuasa di Mesir, dinasti ini di,mulai dengan berkuasanya Sultan Salahuddin Yusuf Al- Salah Ad-Din Al-Ayyubi. Di Eropa lebih dikenal dengan sebutan Saladin.
Dinasti Al-Ayyubiah berdiri di atas puing-puing Dinasti Fatimiyah di Mesir.Setelah meninggal, Syirkuh di ganti oleh Salahuddin Al-Ayyubi.Kematian Khalifah Al-Adid dari Fatimiyah pada tahun 567 H/ 1171 M Al-Ayyubi. –Ayyubi di akui oleh khalifah Mesir oleh al-Muhtadi, Dinasti Bani Abbas pada tahun 1175 M. untuk mengantisifasi pemberontakan dari pengikut Fatimiyah dan serangan dari tentara Salib. Al-Ayyubi membangun benteng bukit di Mukattam.Tempat ini menjadi pusat pemerintahan dalam kemiliteran.
Salahuddin Al-Ayyubi merupakan panglima perang dan pejuang Muslim Kurdi dariTikrit (bagian utara irak sekarang).Daerah kekuasaannya meliputi Yaman, Irak, Mekkah Hejaz, Diyar Bakr, selain itu, melebur menguasai Aleppo dan Mosul.
Salahuddin tidak hanya terkenal di kalangan umat Muslim, tetapi juga dikalangan Kristen karena sifatnya yang ksatria dan pengampun, lebih-lebih pada saat ia berperang melawan tentara salib. Sultan Salahuddin Al-Ayyubi juga adalah seorang Ulama. Beliau memberikan catatan kaki dan berbagai macam penjelasan dalam kitab hadis Abu Dawud.
Salahuddin Al-Ayyubi berasal dari bangsa kurdi, ayahnya bernama Najmuddin Ayyub dan pamannya bernama Asadudin Syirkuh,meninggalkan kampong halamannya dekat Danau Fan dan pindah kedaerahTikrit (Irak). Ia dilahirkan dibenteng Tikrit Irak tahun 532 H/1138 M, ketika ayahnya menjadi penguasa Seljuk di Tikrit. Saat itu baik ayah maupun pamannya mengabdi pada Imaduddin Zangi, Gubernur Seljuk untuk kota Mousul Irak. Ketika Imaduddin Ayyub (ayah salahuddin) diangkat menjadi Gubernur Balbek dan menjadi pembantu dekat raja suriah, bernama Nuruddin Mahmud.Selama di Balbek inilah Salahuddin mengisi masa mudanya dengan menekuni tekhnik perang, strategi, dan politik.Setelah itu, Salahuddin melanjutkan pendidikannya di Damaskus untuk mempelajari teologi Suni selama 10 tahun.Pada tahun 1169 Salahuddin Al-Ayyubi diangkat menjadi wajir (konselor).
Dengan meninggalnya Nuruddin (1174 M), Salahuddin Al-Ayyubi menerima gelar Sultan di Mesir.Disana dia memproklamasikan kemerdekaan dari kaum Seljuk dan mendirikan Dinasti Al-Ayyubi serta mengembalikan ajaran sunni ke Mesir. Selanjutnya, Salahuddin Al-Ayyubi memperlebar wilayah kesebelah barat magreb, dan ketika pamannya pergi ke Nil untuk mendamaikan beberapa pemberontakan dari bekas pendudkung Fatimiyah, kemudian dia melanjutkan ke Laut Merah untuk menaklukkan Yaman.
Selama beberapa tahun, salahuddin selalu bersama ayahnya di medan pertempuran melawan tentara perang Salib atau menumpas para pemberontakan terhadap pemimpinnyaSultan Nuruddin Mahmud. Ketika Nuruddin berhasil merebutKota Damaskus pada tahun 549 H/1154 M maka keduanya ayah dan anak telah menunjukkan loyalitas yang tinggi kepada pemimpinnya.
Dalam tiga pertempuran di Mesir bersama-sama pamannya, Asaduddin melawan tentara perang Salib dan berhasil mengusirnya dari mesir pada tahun 559-564 H / 1164-1168 M. sejak saat itu, Asaduddin diangkat menjadi Perdana Menteri (PM) khilafah fatimiyah.
Salahuddin Al-Ayyubi berhasil mematahkan serangan Tentara Salib dan pasukan Romawi Bizantium yang melancarkan perang Salib ke II terhadap Mesir. Sultan Nuruddin memerintahkan Salahuddin mengambil kekuasaan dari tangan Khalifah Fatimiyah dan mengembalikan kepada Khalifah Al-“Adid, Khalifah Fatimiyah terakhir meninggal maka kekuasaan sepenuhnya di tangan Salahuddin al-ayyubi.
Sultan Nuruddin meninggal tahun 659 H/1174 M, kemudian Damaskus diserahkan kepada putranya yang masih kecil bernama Sultan Salih Ismail didampingi seorang wali. Di bawah seorang wali terjadi perebutan kekuasaan di antara putra-putra Nuruddin dan wilayah kekuasaan Nuruddin menjadi terpecah-pecah. Salahuddin al-ayyubi pergi ke damaskus untuk membereskan keadaan, tetapi ia mendapat perlawanan dari pengikut Nuruddin yang tidak ingin menginginkan persatuan. Akhirnya salahuddin al-ayyubi melawannya dan menyatakan diri sebagai raja untuk wilayah Mesir dan Syam pada tahun 571 H/1176 M dan berhasil memperluas wilayahnya hingga Mousul Irak bagian utara.
2. Sejarah pribadi Salahuddin Al-Ayyubiyah Sultan Salahuddin Al-ayyubi merupakan pahlawan dan panglima Islam yang besar. Pada beliau terkumpul sifat-sifat berani, wara’, zuhud, khusyu’, pemurah, pemaaf, tegas, dan sifat terfuji lainnya.
Seorang penulis sejarah mengatakan: Hari kematiannya merupakan kehilangan besar bagi agama Islam dan kaum Muslimin karena mereka tidak pernah menderita sejak kehilangan keempat khalifah yang pertama (khulafaur rasyidin). Istana kerajaan dan dunia diliputi oleh wajah-wajah yang tertunduk, seluruh kota terbenam dalam dukacita. Dan rakyat mengantarkan jenazahnya sambil di iringi dengan tangisan dan ratapan.
Sultan Salahuddin menghabiskan waktunya dengan bekerja keras siang dan malam untuk Islam, hidupnya sangat sederhana, makanannya sederhana, pakaiannya terbuat dari bahan yang kasar.beliau seanatiasa menjaga waktu-waktu salat dan mengerjakannya secara berjamaah.
B. PARA PENGUASA DINASTI AL-AYYUBIYAH DAN MASA PEMERINTAHANNYA Para penguasa Dinansti Al- Ayyubiyah terdiri atas:
1. Salahuddin Al-Ayyubi (564 H/1169 M – 589 H/1193 M)
2. Malik Al-Aziz ‘Imaduddin (589 H/1193 M – 595 H/1198 M)
3. Malik Al-Mansur Nasiruddin (595 H/1198 M – 595 H/1200 M)
4. Malik Al-‘Adil Sifuddin, pemerintahan I (596 H/ 1200 M – 1200 H/1218 M)
5. Malik Al-Kamil Muhammad (615 H/1218 M – 635 H/1238 M)
6. Malik Al-‘Adil Saifuddin, pemerintahan II (635 H/1238 M – 637 H/1240 M)
7. Malik As-Saleh Najmudin (637 H/1240 M – 647 H/1229)
8. Malik Al-Mu’azzam Turansyah (647 H/1249 M)
9. Malik Al-Asyraf Muzaffaruddin (647 H/1249 M – 650 H/1252 M)Perjalanan politik Slauddin Al-Ayyubi dimulai dari masa muda yang selalu ikut berperang mendampingi ayahnya bernama Najmuddin bin Ayyub. Lehih-lebih ketika Slahuddin ikut ekspedisi dengan pamannya ke Mesir. Lima tahun kemudian (1169 M), ia menaklukkan khalifah terakhir dari dinasti Fatimiyah, bernama al-addid (1160-1171).Sejak itu, ia menghapus tradisi mendo’akan khalifah Fatimiyah dalam khotbah Jum’at dan menggantikannya dengan mendo’akan Khalifah Abbasiyah, Al-Muhtadi (566 H/1170 M – 575 H/1180 M).Pada bulan Mei 1175 M, Salahuddin mendapat pengakuan dari Khalifah Abbasiyah sebagai penguasa Mesir, Afrika utara, Nubia, hedzjaz, dan suriah tengah. Ia menyebut dirinya sebagai Sultan. Sepuluh tahun kemudian, ia menaklukkan daerah Mesopotamia dan menjadikan penguasa-penguasa setempat sebagai pemimpinnya.Sebagian besar hidup salahuddin dicurahkan untuk melawan pasukan Salib. Dalam hal ini pada tahun 1170 M. salahuddin berhasil menaklukkan wilayah Masyhad dari tangan Rasyidin Sinan. Kemudian, pada tanggal 1, 3 dan 4 Juli 1187 M, ia berhasil merebut Tiberias dan melancarkan Hattin untuk menangkis serangan pasukan Salib.Dalam peperangan ini, pasukan Prancis berhasil dihancurkan. Jerussalem sendiri menyerah tiga bulan berikutnya, tepatnya 2 Oktober 1187 M. pada saat itulah suara Azdan terdengar kembali di Masjidil Aqsa, menggantikan suara lonceng gereja. Jatuhnya ibu kota hattin ini memberi peluang baginya untuk lebih lanjut menaklukkan kota-kota lain di Suriah dan Palestina.Salahuddin melancarkan serangan ke dua arah, yaitu ke utara meliputiAl-Laziqiyyah (Laodesia), Jabalah, dan Sihyawan, serta ke selatan meliputi al-karak dan as-saubak. Semua wilayah itu jatuh ke tangan salahuddin sebelum tahun 1189 M. akan tetapi sampai pada tahun 1189 M, Tripolli, Antioka (Antakia, Turki), Tyre, dan beberapa kota kecil lainnya masih berada di bawah kekuasaan pasukan Salib.Setelah perang besar memperebutkan Kota Akka (Acre) yang berlangsung 1189-1191 M dan dimenangkan oleh tentara Salib, kedua belah pihak hidup dalam keadaan damai tanpa perang. Perjanjian damai secara penuh dicapai pada tanggal 2 November 1192 M. dalam perjanjian tersebut, disetujui bahwa daerah pesisir dikuasai pasukan Salib, sedangkan daerah paedalaman oleh kaum Muslimin. Dengan demikian, tidak akan ada lagi gangguan terhadap orang Nasrani yang akan berziarah ke Jerussalem. Salahuddin dapat menikmati suasana perdamamian ini hingga menjelang akhir hayatnya karena pada 19 Februari 1193 M, ia jatuh sakit di Damaskus dan wafat 12 hari kemudian dalam usia 55 tahun.Setelah Salahuddin al-ayyubi meninggal dunia, daerah kekuasaanya yang terbentang dari sungai Tigris hingga sungai Nil itu dibagikan kepada keturunannya, antara lain:
1) Al-Malik Al-Afdal Ali untuk wilayah Damaskus
2) Al-Aziz untuk wilayah Kairo
3) Al-Malik Al-Jahir untuk wilayah Aleppo
4) Al-‘Adil adik Salahuddin untuk wilayah Al-Karak dan Asy-Syaubak.
Al-‘Adil yang bergelar (Saifuddin) itu mengutamakan perdagangan dengan koloni Prancis. Setelah ia wafat pada 1218, beberapa cabang Bani Ayub menegakkan kekuasaan sendiri di mesir, damaskus, Mesopotamia, Hims, Hamah, danYaman.salah satunya untuk memperebutkan Suriah.Al-Kamil Muhammad, putera Al-‘adil yang menguasai Mesir (615 H/1218 M – 635 H/1238 M), termasuk tokoh Bani Ayub yang menonjol. Ia bangkit untuk melindungi daerah kekuasaannya dari ronrongan tentara Salib yang telah menaklukkan Dimyati atau Damiette (tepi sungai Nil, utara Kairo) pada masa pemerintahan ayahnya, tentara salib tampaknya memang berusaha untuk menaklukkan Mesir dengan bantuan Italia. Penaklukan Mesir menjadi penting karena dengan demikian mereka dapat menguasai jalur perdagangan Samudera HIndia melalui jalaur Laut Merah. Setelah hamper dua tahun (November 1219 M/agustus 1221 M) terjadi konflik antara tentara Salib dan pasukan Mesir, Al kamil berhasil memaksa tentara salib untuk meninggalkan Dimyati.Al-Kamil juga dikenal sebagai penguasa yang memberikan perhatian terhadap pembangunan dalam negeri. Program pemerintahanya yang cukup menonjol adalah membangun saluran Irigasi dan membuka lahan-lahan pertanian serta menjalin hubungan perdagangan dengan Eropa. Ia dapat menjaga kerukunan hidup beragama antara orang muslim dan orang koptik Kristen, bahkan sering mengadakan diskusi dengan pemimpin-pemimpin Koptik. Pada masa itu tentara salib masih berkuasa sampai tahun 1244 M.Ketika Malik As-Saleh, putra Malik Al-Kamil memerintah pada 1240 H/1249 M,pasukan Turki dari Khawarizm mengembalikan kota itu ke tangan Islam.Pada tanggal 6 Juni 1249 M, pelabuhan Dimyati di tepi sungai Nil di taklukan kembali oleh tentara Salib yang dipimpin oleh Raja Lois IX dari prancis.Pada April 1250 M, akhirnya dapat dikalahkan oleh pasukan Ayyubiah. Raja Lois IX dan beberapa bangsawan lainnya di tawan, tetapi kemudian di bebaskan kembali setelah Dimyati dan dikembalikan ke tangan tentara Muslim disertai dengan beberapa bahan makanan sebagai tebusan.Pada tanggal November 1249 M, Malik as-Saleh meninggal dunia. Semula ia akan di gantikan oleh putera mahkota Turansyah. Untuk itu Turansyah dipanggil pulang dari Mesopotamia (suriah) untuk menerima tampuk kekuasaan ini. Untuk menghidari kepakuman kekuasaan sebelum turansyah tiba di mesir, kekuasaan untuk sementara dikendalikan oleh ibu tirinya, yaitu “Syajar ad-Durr” akan tetapi, ketika Turansyah mengambil kekuasaan, ia mendapat tantangan dari para Mamluk (Ar: mamluk: seorang budak atau hamba yang di miliki oleh tuannya; jamaknya mamalik dan mamlukan yang tidak menyenanginya).Belum genap satu tahun Turansyah berkuasa, kemudian di bunuh oleh para Mamluk atas perintah Syajar Ad-Durr. Sejak itu, Syajar Ad-Durr mengatakan dirinya sebagai Sultan wanita pertama Mesir. Pada saat yang sama seorang pemimpin Ayyubiah “Al-asyraf Musa” dari damaskus juga menyatakan dirinya sebagai sultan Ayyubiah, meskipun hanya sebatas lambang saja tanpa kedaulatan atau kekuasaan yang nyata. Kekuasaan sebenarnya ada di tangan seorang mamluk “Izzudin Aybak” pendiri dinasti Mamluk (1250-1257 M), akan tetapi sejak Al-asyraf Musa meninggal pada 1252 M, berakhirlah masa pemerintahan Dinasti Ayyubiah.
Dinasti Al-Ayyubiah berdiri di atas puing-puing Dinasti Fatimiyah di Mesir.Setelah meninggal, Syirkuh di ganti oleh Salahuddin Al-Ayyubi.Kematian Khalifah Al-Adid dari Fatimiyah pada tahun 567 H/ 1171 M Al-Ayyubi. –Ayyubi di akui oleh khalifah Mesir oleh al-Muhtadi, Dinasti Bani Abbas pada tahun 1175 M. untuk mengantisifasi pemberontakan dari pengikut Fatimiyah dan serangan dari tentara Salib. Al-Ayyubi membangun benteng bukit di Mukattam.Tempat ini menjadi pusat pemerintahan dalam kemiliteran.
Salahuddin Al-Ayyubi merupakan panglima perang dan pejuang Muslim Kurdi dariTikrit (bagian utara irak sekarang).Daerah kekuasaannya meliputi Yaman, Irak, Mekkah Hejaz, Diyar Bakr, selain itu, melebur menguasai Aleppo dan Mosul.
Salahuddin tidak hanya terkenal di kalangan umat Muslim, tetapi juga dikalangan Kristen karena sifatnya yang ksatria dan pengampun, lebih-lebih pada saat ia berperang melawan tentara salib. Sultan Salahuddin Al-Ayyubi juga adalah seorang Ulama. Beliau memberikan catatan kaki dan berbagai macam penjelasan dalam kitab hadis Abu Dawud.
Salahuddin Al-Ayyubi berasal dari bangsa kurdi, ayahnya bernama Najmuddin Ayyub dan pamannya bernama Asadudin Syirkuh,meninggalkan kampong halamannya dekat Danau Fan dan pindah kedaerahTikrit (Irak). Ia dilahirkan dibenteng Tikrit Irak tahun 532 H/1138 M, ketika ayahnya menjadi penguasa Seljuk di Tikrit. Saat itu baik ayah maupun pamannya mengabdi pada Imaduddin Zangi, Gubernur Seljuk untuk kota Mousul Irak. Ketika Imaduddin Ayyub (ayah salahuddin) diangkat menjadi Gubernur Balbek dan menjadi pembantu dekat raja suriah, bernama Nuruddin Mahmud.Selama di Balbek inilah Salahuddin mengisi masa mudanya dengan menekuni tekhnik perang, strategi, dan politik.Setelah itu, Salahuddin melanjutkan pendidikannya di Damaskus untuk mempelajari teologi Suni selama 10 tahun.Pada tahun 1169 Salahuddin Al-Ayyubi diangkat menjadi wajir (konselor).
Dengan meninggalnya Nuruddin (1174 M), Salahuddin Al-Ayyubi menerima gelar Sultan di Mesir.Disana dia memproklamasikan kemerdekaan dari kaum Seljuk dan mendirikan Dinasti Al-Ayyubi serta mengembalikan ajaran sunni ke Mesir. Selanjutnya, Salahuddin Al-Ayyubi memperlebar wilayah kesebelah barat magreb, dan ketika pamannya pergi ke Nil untuk mendamaikan beberapa pemberontakan dari bekas pendudkung Fatimiyah, kemudian dia melanjutkan ke Laut Merah untuk menaklukkan Yaman.
Selama beberapa tahun, salahuddin selalu bersama ayahnya di medan pertempuran melawan tentara perang Salib atau menumpas para pemberontakan terhadap pemimpinnyaSultan Nuruddin Mahmud. Ketika Nuruddin berhasil merebutKota Damaskus pada tahun 549 H/1154 M maka keduanya ayah dan anak telah menunjukkan loyalitas yang tinggi kepada pemimpinnya.
Dalam tiga pertempuran di Mesir bersama-sama pamannya, Asaduddin melawan tentara perang Salib dan berhasil mengusirnya dari mesir pada tahun 559-564 H / 1164-1168 M. sejak saat itu, Asaduddin diangkat menjadi Perdana Menteri (PM) khilafah fatimiyah.
Salahuddin Al-Ayyubi berhasil mematahkan serangan Tentara Salib dan pasukan Romawi Bizantium yang melancarkan perang Salib ke II terhadap Mesir. Sultan Nuruddin memerintahkan Salahuddin mengambil kekuasaan dari tangan Khalifah Fatimiyah dan mengembalikan kepada Khalifah Al-“Adid, Khalifah Fatimiyah terakhir meninggal maka kekuasaan sepenuhnya di tangan Salahuddin al-ayyubi.
Sultan Nuruddin meninggal tahun 659 H/1174 M, kemudian Damaskus diserahkan kepada putranya yang masih kecil bernama Sultan Salih Ismail didampingi seorang wali. Di bawah seorang wali terjadi perebutan kekuasaan di antara putra-putra Nuruddin dan wilayah kekuasaan Nuruddin menjadi terpecah-pecah. Salahuddin al-ayyubi pergi ke damaskus untuk membereskan keadaan, tetapi ia mendapat perlawanan dari pengikut Nuruddin yang tidak ingin menginginkan persatuan. Akhirnya salahuddin al-ayyubi melawannya dan menyatakan diri sebagai raja untuk wilayah Mesir dan Syam pada tahun 571 H/1176 M dan berhasil memperluas wilayahnya hingga Mousul Irak bagian utara.
2. Sejarah pribadi Salahuddin Al-Ayyubiyah
Seorang penulis sejarah mengatakan: Hari kematiannya merupakan kehilangan besar bagi agama Islam dan kaum Muslimin karena mereka tidak pernah menderita sejak kehilangan keempat khalifah yang pertama (khulafaur rasyidin). Istana kerajaan dan dunia diliputi oleh wajah-wajah yang tertunduk, seluruh kota terbenam dalam dukacita. Dan rakyat mengantarkan jenazahnya sambil di iringi dengan tangisan dan ratapan.
Sultan Salahuddin menghabiskan waktunya dengan bekerja keras siang dan malam untuk Islam, hidupnya sangat sederhana, makanannya sederhana, pakaiannya terbuat dari bahan yang kasar.beliau seanatiasa menjaga waktu-waktu salat dan mengerjakannya secara berjamaah.
B. PARA PENGUASA DINASTI AL-AYYUBIYAH DAN MASA PEMERINTAHANNYA
1. Salahuddin Al-Ayyubi (564 H/1169 M – 589 H/1193 M)
2. Malik Al-Aziz ‘Imaduddin (589 H/1193 M – 595 H/1198 M)
3. Malik Al-Mansur Nasiruddin (595 H/1198 M – 595 H/1200 M)
4. Malik Al-‘Adil Sifuddin, pemerintahan I (596 H/ 1200 M – 1200 H/1218 M)
5. Malik Al-Kamil Muhammad (615 H/1218 M – 635 H/1238 M)
6. Malik Al-‘Adil Saifuddin, pemerintahan II (635 H/1238 M – 637 H/1240 M)
7. Malik As-Saleh Najmudin (637 H/1240 M – 647 H/1229)
8. Malik Al-Mu’azzam Turansyah (647 H/1249 M)
9. Malik Al-Asyraf Muzaffaruddin (647 H/1249 M – 650 H/1252 M)Perjalanan politik Slauddin Al-Ayyubi dimulai dari masa muda yang selalu ikut berperang mendampingi ayahnya bernama Najmuddin bin Ayyub. Lehih-lebih ketika Slahuddin ikut ekspedisi dengan pamannya ke Mesir. Lima tahun kemudian (1169 M), ia menaklukkan khalifah terakhir dari dinasti Fatimiyah, bernama al-addid (1160-1171).Sejak itu, ia menghapus tradisi mendo’akan khalifah Fatimiyah dalam khotbah Jum’at dan menggantikannya dengan mendo’akan Khalifah Abbasiyah, Al-Muhtadi (566 H/1170 M – 575 H/1180 M).Pada bulan Mei 1175 M, Salahuddin mendapat pengakuan dari Khalifah Abbasiyah sebagai penguasa Mesir, Afrika utara, Nubia, hedzjaz, dan suriah tengah. Ia menyebut dirinya sebagai Sultan. Sepuluh tahun kemudian, ia menaklukkan daerah Mesopotamia dan menjadikan penguasa-penguasa setempat sebagai pemimpinnya.Sebagian besar hidup salahuddin dicurahkan untuk melawan pasukan Salib. Dalam hal ini pada tahun 1170 M. salahuddin berhasil menaklukkan wilayah Masyhad dari tangan Rasyidin Sinan. Kemudian, pada tanggal 1, 3 dan 4 Juli 1187 M, ia berhasil merebut Tiberias dan melancarkan Hattin untuk menangkis serangan pasukan Salib.Dalam peperangan ini, pasukan Prancis berhasil dihancurkan. Jerussalem sendiri menyerah tiga bulan berikutnya, tepatnya 2 Oktober 1187 M. pada saat itulah suara Azdan terdengar kembali di Masjidil Aqsa, menggantikan suara lonceng gereja. Jatuhnya ibu kota hattin ini memberi peluang baginya untuk lebih lanjut menaklukkan kota-kota lain di Suriah dan Palestina.Salahuddin melancarkan serangan ke dua arah, yaitu ke utara meliputiAl-Laziqiyyah (Laodesia), Jabalah, dan Sihyawan, serta ke selatan meliputi al-karak dan as-saubak. Semua wilayah itu jatuh ke tangan salahuddin sebelum tahun 1189 M. akan tetapi sampai pada tahun 1189 M, Tripolli, Antioka (Antakia, Turki), Tyre, dan beberapa kota kecil lainnya masih berada di bawah kekuasaan pasukan Salib.Setelah perang besar memperebutkan Kota Akka (Acre) yang berlangsung 1189-1191 M dan dimenangkan oleh tentara Salib, kedua belah pihak hidup dalam keadaan damai tanpa perang. Perjanjian damai secara penuh dicapai pada tanggal 2 November 1192 M. dalam perjanjian tersebut, disetujui bahwa daerah pesisir dikuasai pasukan Salib, sedangkan daerah paedalaman oleh kaum Muslimin. Dengan demikian, tidak akan ada lagi gangguan terhadap orang Nasrani yang akan berziarah ke Jerussalem. Salahuddin dapat menikmati suasana perdamamian ini hingga menjelang akhir hayatnya karena pada 19 Februari 1193 M, ia jatuh sakit di Damaskus dan wafat 12 hari kemudian dalam usia 55 tahun.Setelah Salahuddin al-ayyubi meninggal dunia, daerah kekuasaanya yang terbentang dari sungai Tigris hingga sungai Nil itu dibagikan kepada keturunannya, antara lain:
1) Al-Malik Al-Afdal Ali untuk wilayah Damaskus
2) Al-Aziz untuk wilayah Kairo
3) Al-Malik Al-Jahir untuk wilayah Aleppo
4) Al-‘Adil adik Salahuddin untuk wilayah Al-Karak dan Asy-Syaubak.
Al-‘Adil yang bergelar (Saifuddin) itu mengutamakan perdagangan dengan koloni Prancis. Setelah ia wafat pada 1218, beberapa cabang Bani Ayub menegakkan kekuasaan sendiri di mesir, damaskus, Mesopotamia, Hims, Hamah, danYaman.salah satunya untuk memperebutkan Suriah.Al-Kamil Muhammad, putera Al-‘adil yang menguasai Mesir (615 H/1218 M – 635 H/1238 M), termasuk tokoh Bani Ayub yang menonjol. Ia bangkit untuk melindungi daerah kekuasaannya dari ronrongan tentara Salib yang telah menaklukkan Dimyati atau Damiette (tepi sungai Nil, utara Kairo) pada masa pemerintahan ayahnya, tentara salib tampaknya memang berusaha untuk menaklukkan Mesir dengan bantuan Italia. Penaklukan Mesir menjadi penting karena dengan demikian mereka dapat menguasai jalur perdagangan Samudera HIndia melalui jalaur Laut Merah. Setelah hamper dua tahun (November 1219 M/agustus 1221 M) terjadi konflik antara tentara Salib dan pasukan Mesir, Al kamil berhasil memaksa tentara salib untuk meninggalkan Dimyati.Al-Kamil juga dikenal sebagai penguasa yang memberikan perhatian terhadap pembangunan dalam negeri. Program pemerintahanya yang cukup menonjol adalah membangun saluran Irigasi dan membuka lahan-lahan pertanian serta menjalin hubungan perdagangan dengan Eropa. Ia dapat menjaga kerukunan hidup beragama antara orang muslim dan orang koptik Kristen, bahkan sering mengadakan diskusi dengan pemimpin-pemimpin Koptik. Pada masa itu tentara salib masih berkuasa sampai tahun 1244 M.Ketika Malik As-Saleh, putra Malik Al-Kamil memerintah pada 1240 H/1249 M,pasukan Turki dari Khawarizm mengembalikan kota itu ke tangan Islam.Pada tanggal 6 Juni 1249 M, pelabuhan Dimyati di tepi sungai Nil di taklukan kembali oleh tentara Salib yang dipimpin oleh Raja Lois IX dari prancis.Pada April 1250 M, akhirnya dapat dikalahkan oleh pasukan Ayyubiah. Raja Lois IX dan beberapa bangsawan lainnya di tawan, tetapi kemudian di bebaskan kembali setelah Dimyati dan dikembalikan ke tangan tentara Muslim disertai dengan beberapa bahan makanan sebagai tebusan.Pada tanggal November 1249 M, Malik as-Saleh meninggal dunia. Semula ia akan di gantikan oleh putera mahkota Turansyah. Untuk itu Turansyah dipanggil pulang dari Mesopotamia (suriah) untuk menerima tampuk kekuasaan ini. Untuk menghidari kepakuman kekuasaan sebelum turansyah tiba di mesir, kekuasaan untuk sementara dikendalikan oleh ibu tirinya, yaitu “Syajar ad-Durr” akan tetapi, ketika Turansyah mengambil kekuasaan, ia mendapat tantangan dari para Mamluk (Ar: mamluk: seorang budak atau hamba yang di miliki oleh tuannya; jamaknya mamalik dan mamlukan yang tidak menyenanginya).Belum genap satu tahun Turansyah berkuasa, kemudian di bunuh oleh para Mamluk atas perintah Syajar Ad-Durr. Sejak itu, Syajar Ad-Durr mengatakan dirinya sebagai Sultan wanita pertama Mesir. Pada saat yang sama seorang pemimpin Ayyubiah “Al-asyraf Musa” dari damaskus juga menyatakan dirinya sebagai sultan Ayyubiah, meskipun hanya sebatas lambang saja tanpa kedaulatan atau kekuasaan yang nyata. Kekuasaan sebenarnya ada di tangan seorang mamluk “Izzudin Aybak” pendiri dinasti Mamluk (1250-1257 M), akan tetapi sejak Al-asyraf Musa meninggal pada 1252 M, berakhirlah masa pemerintahan Dinasti Ayyubiah.
C. PERKEMBANGAN KEBUDAYAAN/ PERADABAN ISLAM PADA MASA DINASTI AL-AYYUBIYAH
1. Perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaanSalahuddin Al-Ayyubi bukan hanya dikenal sebagai panglima perang yang ditakuti, melainkan lebih dari itu ia adalah seorang yang sangat memperhatikan kemajuan pendidikan, mendorong studi keagamaan, membangun bendungan, menggali terusan, serta mendirikan sekolah dan masjid. Salah satu karya yang sangat monumental ialahQal’ah Al-Jabal, sebuah benteng yang di bangun di Kairo pada 1183 M.
Salahuddin membangun kerajaan sesuai dengan cita-citanya, baginda mendirikan Madrasah-madrasah dan kurikulumnya di sesuaikan dengan paham sunni. Guru-guru di datangkan ke mesir untuk mengajar dengan gaji yang tinggi. Setelah mendapatkan sertifikasi uji kelayakan mengajar. Dalam bidang Arsitektur dapat diperhatikan dengan berdirinya masjid agung di sulaiman yang dimulai pembangunannya sejak Dinasti Umayyah pada tahun 717 M, yakni masjid agung Aleppo.
Seiring dengan bergulirnya kekuasaan di Aleppo pada tahun1158 M, Masjid agung Aleppo diperluas oleh Nur Al-Din Zangi.Kebanyakan Ilmuwan menyatakan masjid agung damaskus dan Aleppo sebagai masjid kembar dari sisi bentuk arsitektur. Keduanya terletak di bekas kekuasaan Romawi dan Bizantium.Di masjid agung Aleppo terdapat makam Nabi Zakariya dan di damaskus terdapat makam Nabi Yahya.
Masjid agung Aleppo sudah banyak mengalami perubahan dari bentuk aslinya, sempat di guncang gempa bumi dan di hancurkan oleh serangan-serangan Bizantium dan tentara Mongol. Tapi masih terjaga hingga kini.
Menurut sejarahwan Al-Ghazi, perubahan pada masjid agung Aleppo terjadi ketika Daulah Abbasiyah mengambil mozaik, ukiran, dan aksesori masjid itu.Tetapi menurut sejarahwan Al-Adhim, hilangnya mozaik Masjid Agung Aleppo akibat ulah Bizantium pada 962 M. Kaisar Nichephorus melakukan pengrusakan dan aksi vandalisme ketika Bizantium mencoba menguasai Aleppo. Mereka membakar dan menghancurkan mozaik masjid Aleppo.
Masjid agung Aleppo kembali di bangun pada masa kekuasaan Emir Syaft a-Daulah dari Dinasti Hamanid. Di bawah kekuasaannya Aleppo mencapai kejayaannya dan menjelma menjadi negeri yang makmur, di jadikan ibu kota pemerintahan Hamanid dan menjadi pusat kebudayaan yang penting.
Meski tak lagi mewarisi struktur masjid peninggalan Umayyah, namun masjid agung Aleppo sangat dikenal sebagai “masterpiece” dalam dunia Islam. Pada abad ke-15 M. masjid agung Aleppo bersaing dengan masjid damskus dalam hal dekorasi, cat, serta mozaik” papar Ibnu Al-Shihna.
Berkembangnya peradaban turut melahirkan sejumlah penulis, sastrawan dan Ilmuwan terkemuka seperti Abu Firais Al Hamadani dan abu Tayyeb Al mutanabbi. Kota Aleppo pun bertambah luas meliputi : Kelikia, Malatya, Diarbekir, Antioch, Tarsus, mardin, dan Roum Qal’a. dan pada tahun 353 H Aleppo di serang imperium Romawi.
Selanjutnya kota Aleppo dikuasai dinasti Fatimiyah, Mirdassid, Turki, dan jatuh ke pangkuan Seljuk. Setelah itu Alepoo kembali di ambil alih Romawi dan pada 1108 M dan di serbu pasukan Perang Salib (Crusader).
Kota yang diliputi anarki itu kembali pulih ketika Imad ad-di Zangi menjadi pangeran Aleppo. Semenjak di kuasai pangeran Imad ad-din dan anaknya Nur ad-din Mahmud, Aleppo berada di bawah kekuasaan Negara Nurid (523-579 H/1128 M – 1260 M) kondisi Aleppo mulai pulih sayangnya pada 1170 M kota Aleppo hancur diguncang gempa bumi.
Aleppo kembali mencapai kejayaannya pada zaman Dinasti ayyubiah (579-659 H/1183 – 1260 M). salah satu raja yang tersohor waktu itu bernama Salahuddin Al-Ayyubi, dia melindungi Aleppo dan kembali membuat nama Aleppo haru dan di segani.
Era keemasan itu berakhir pada 1260 M, ketika bangsa mongol di bawah pimpinan Hulagu khan menghancurkan Aleppo.
2. Perkembangan Agama Islam Sebelum Salahuddin Al-Ayyubi memerintah di mesir, sebenarnya perkembangan agama Islam sudah berkembang dengan baik. Lebih-lebih setelah adanya Universitas Al-Azharyang dijadikan sebagai pusat pengkajian sehingga memperlihatkan dinamika pemikiran-pemikiran dalam masalah agama Islam. Para pemikir Islam banyak yang bermunculan dalam berbagai bidang ilmu keislaman, seperti fikih, tarikh, tauhid, ilmu al qur’an dsb.
Untuk mendukung itu, Slahuddin Al-Ayyubi juga mendirikan tiga buah madrasah di Kairo dan Iskandariyah untuk mengembangkan mazhab suni. Masih dalam rangkaian Dinasti Ayyubiah, Al-Kamil mendirikan Sekolah Tingggi Al-Kamiliyah (Kamiliyah College) yang sejajar dengan perguruan tinggi lainnya.
Kekhidmatan kepada Nabi Muhammad saw bagi Salahuddin Al-Ayyubi, merupakan salah satu wujud kecintaannya pada ajaran Islam, dan di adakakanlah peringatan Maulid Nabi Muhammad saw. Pertama kali di selenggarakan olehMuzaffar ibn Baktati, Raja Mesir yang terkenal arif dan bijaksana. Sementara itu pencetus peringatan ialah panglima perangnya, Salahuddin Al-Ayyubi.
Mengapa Salahuddin merasa perlu mengadakan peringatan Maulid? Sang panglima berpendapat, ketika perang Salib terjadi, motivasi umat Islam sangat menurun, sementara motivasi pasukan Salib (Kristen) meningkat. Slahuddin merasa perlu membangkitkan kembali semangat umat Islam sebagaimana umat Kristen dengan perayaan Natalnya.
Dalam peringatan Maulid, Salahuddin menggemkan kisah perang yang dilakukan Nabi Muhammad saw, namun yang dibacakan pada acara peringatan Maulid tersebut berubah, bukan lagi kisah perang, melainkan kisah lahir dan hidup sang Nabi saw. Kisah perang tampaknya dianggap tak relevan lagi.peringatan Maulid Nabi tampaknya masih perlu dilakukan, selain dimaksudkan untuk meneladani akhlak Muhammad saw juga diperuntukan yakni perang melawan hawa nafsu, kemungkaran, dan kemaksiatan.
D. TOKOH ILMUWAN MUSLIM DAN PERANNYA DALAM KEMAJUAN KEBUDAYAAN/ PERADABAN ISLAM PADA MASA DINASTI AL-AYYUBIYAH 1. Sejarah kehidupan para Ilmuwan Muslim pada masa Dinasti Al-AyyubiyahDi antara para Ilmuwan itu mencakup berbagai keahlian, yaitu :
1) Ahli pertanian (botani) yaitu : Muwaaqaddin Abdul Latif Al-Bagdadi. Hasil temuannya di teliti di Universitas Al-Azhar, Kairo, dan di masjid damaskus.Ahli botani lainnya: Al-Idris, Ad-Dawudi, Ad-Dinuri, dan Al-Qutubi.Selain itu mucul ahli botani lainnya, yakni: Abnu Al-Baitar.( ahli tanaman dan obat-obatan)
2) Ahli Geografi, yaitu : Abu Abdullah Muhammad Al-Idrisi (1099-1153). Di tuliskannya dalam kitabnya “al-jami’ li Asytat an-Nabat (kitab kumpulan dan tanaman), Nuzhah an-Nufus al-Afkar fi Ma’rifah wa al-hajar wa al-Asyjar (kitab komprehensif tentang Identifikasi Tanaman, bebatuan, dan pepohonan).
2. Para Ilmuwan Muslim yang berjasa dalam penembangan kebudayaan dan Ilmu pengetahuan Adapun para Ilmuwan yang berjasa dalam pengembangan kebudayaan, antara lain:
a) Al-Qadhi al-Fadl, dia seorang penulis pribadi Syirkuh dan membantu Salahuddin dalam menghancurkan kekhalifahan dinasti Fatimiyah. Sebagai balas jasanya dia di angkat sebagai Menteri dan penasihat ahli di lingkugan Istana.b) As-Suhrawardi al-maqtul, seorang ahli filsafat. Karyanya “al-hikam al-Isyraqc) Al-Bushiri (610-695 H/1213-1296 M), selain seorang Ilmuwan dia juga ahli sastra.
Salah satu karyanya yakni “Kasidah Burdah”
Kasidah Burdah adalah salah satu karya paling popular dalam khzanah sastra Islam. Isinya : sajak-sajak pujian kepada Nabi Muhammad saw, pesan moral, nilai-nilai spiritual, dan semangat perjuangan. Pengarang kasidah burdah ialah Al-Bushiri (610-695 H/1213-1296 M0. Nama lengkapnya Syafaruddin Abu Abdillah Muhammad bin Zaid al-Bushiri. Keturunan berber lahir di dallas, Maroko, dibesarkan di Bushir Mesir. Dia sorang sufi besar, imam As-Syadzli dan penerusnya yang bernama Abdul Abbas Al-Mursi angota Tarekat Syadziliyah, dibidang ilmu fiqih, al-Bushiri menganut mazhab Syafi’I mazdhab mayoritas mesir.
Kasidah burdah terdiri atas 160 bait (sajak), ditulis dengangaya bahasa (usib) yang menarik, lembut, dan elegan.karya ini berisi panduan ringkas mengenai kehidupan Nabi Muhammad saw, cinta kasih, pengendalian hawa nafsu, do’a, pujian terhadap al-qur’an Isra’ Mi’raj, jihad, dan tawasul.
Kasidah burdah senantiasa dibacakan di pesantren-pesantren salaf, bahkan di ajarkan pada tiap kamis dan jum’at di Universitas Al-Azhar, Kairo.
Sekilas Tentang Kasidah Burdah
Al-Burdah menurut etimologi banyak mengandung arti, antara lain :
1. Baju (jubah) kebesaran khlifah yang menjadi salah satu atribut khalifah, dengan atribut burdah ini, seorang khalifah bisa di bedakan dengan pejabat Negara lainnya, teman-teman, dan rakyatnya.
2. Nama dari kasidah yang dipersembahkan kepada Rasulullah saw. Yang di gubah oleh Ka’ab bin Zuhair bin abi salma.
Pada mulanya, burdah dalam pengertian jubah ini adalah milik Nabi Muhammad saw. Yang di berikan kepada Ka’ab bin Zuhair bin abi salma, seorang penyair terkenal Muhadramin (penyair dua zaman: jahiliyah dan Islam). Burdah yang telah menjadi milik keluarga Ka’ab tersebut akhirnya dibeli olehkhalifah Mu’awiyah bin abi sufyan seharga 20 ribu dirham, kemudian di beli lagi oleh khalifah Abu ja’far al-manshur dari dinasti abbasiyah sharga 40 ribu dirham. Oleh khalifah burdah itu hanya di pakai pada setiap salat fardlu dan diteruskan secara turun-temurun.
Ka’ab bin Zuhair bermula mengubah syair-syair yang senantiasa menjelek-jelekan Nabi dan para sahabat. lalu di rubah menjadi puji-pujian terhadap Nabi saw.
E. MENGAMBIL IBRAH DARI PERKEMBANGAN KEBUDAYAAN / PERADABAN ISLAM PADA MASA DINASTI AL-AYYUBIYAH UNTUK MASA KINI DAN YANG AKAN DATANG
1. Semangat Kebudayaan Islam
Semangat menegakkan kebudayaan Islam sangat menakjubkan, bagaimana para khalifah sekaligus juga sebagai pencinta Ilmu dapat berjalan beriringan. Kehendak khalifah akan sama dengan kehendak rakyatnya. Lagi pula pengembangan ilmu pengetahuan (sains) dalam sejarah Islam sejalan dengan perintah al-qur’an untuk mengamati alam dan menggunakan akal. Di nyatakan dalm Qs. An-Nisa: 82
Artinya: maka tidaklah mereka menghayati (mendalami) Al-qur’an ? sekiranya al-qur’an itu bukan dari Allah, pastilah mereka menemukan banyak hal yang bertentangan di dalamnya. (Qs. An-Nisa:82)
Perintah Al-qur’an itu diperkuat oleh hadist-hadist nabi Muhammad saw. Yang mewajibkan umat Islam untuk menuntut Ilmu, “menuntut ilmu itu wajib bagi kaum muslimin lelaki dan perempuan” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari pemahaman keagamaan dan kebudayaan Islam disertai dengan keyakinan bahwa ilmu pengetahuan merupakan khzananh pemberian dari Allah swt. Untuk menyejahterakan umat manusia, dengan bermodalkan keyakinan tersebut, maka para ilmuwan muslim berlomba mencari dan menggali khazanah ilmu pengetahuan yang hingga kinidapat dirasakan manfaatnya.
2. Teladan bagi generasi yang akan datang
Di atas telah disebutkan, perkembangan ilmu agama dan pengetahuan lainnya berjalan besama-sama. Artinya, ilmu pengetahuan berkembang tidak meninggalkan ajaran agama, bahkan agama menjadi semangat dalam mendalami ilmu pengetahuan.
Dari sisi kepemimpinan, salahuddin bisa menjadi contoh yag patut ditiru, misalnya ketika menyatukan kaum muslimin dari keruntuhan setelah Fatimiyah tidak berkuasa lagi, maka di tangannyalah islam bisa bangkit kembali ke mesir.
Begitu pula dalam memperluas wilayah kekuasaannya, Salahuddin selalu berhasil mengalahkan serbuan para Crusader dari Eropa, kecuali satu hal yang tercatat ialah Salahuddin sempat mundur dari peperangan Battle of montgisard melawan Kingdon of Jerussalem (kerajaan jerussalem selama perang salib). Mundurnya Salahuddin tersebut mengakibatkan Raynald of Chatilan, pimpinan perang The Holy Land Jerussalem, memprovokasi Muslim dengan mengganggu perdagangan dan jalur laut merah yang digunakan sebagai jalur jamaah haji ke mekkah dan madinah.hal ini dilakukan Salahuddin demi kelancaran para jamaah yang akan melakukan ibadah haji, bukan semata-mata menyerang tanpa ada alasan.
F. MENELADANI SIKAP KEPERWIRAAN SALAHUDDIN AL-AYYUBIYAH
1. Sikap keperwiraan Salahuddin Al-Ayyubiyah
Liku-liku hidup Salahuddin Al-Ayyubi penuh dengan perjuangan dan peperangan, perang hanya dilakukannya sebagai pembelaan dan pertahanan agama, baik secara ajaran maupun politik. Ia sebenarnya lebih mengutamakan perdamaian dari pada perang.
Salauddin Al-Ayyubi mempunyai toleransi yang tinggi terhadap agama lain. Ketika menguasai Iskandariyah ia mengunjungi orang-orang Kristen. Setelah perdamaian tercapai dengan pasukan salib, ia mengijinkan mereka berziarah ke Baitul maqdis.
Salahuddin Al-Ayyubi meniti karier dengan lancar sampai ke puncak prestasinya. Keberhasilannya sebagai tentara pejuang pertama kali terlihat ketika ia pergi ke mesir mendampingi pamannya “Asadudin Syirkuh” yang mendapat tugas dari Nuruddin Zangi untuk membantu Dinasti Fatimiyah mengembalikan kekuasaannya.
Perdana Menteri Syawar yang di kudeta Dirgam menjanjikan imbalan sepertiga pajak tanah mesir. Dirgam dapat dibunuh dan Syawar dapat kembali ke posisi semula (560 H/1164 M).
Tiga tahun kemudian, Salahuddin Al-Ayyubi kembali menyertai pamannya ke Mesir. Ketika Nuruddin Zangi mengirim Asaduddin Syirkuh ke Mesir karena Syawar mengadakan perjanjian baru dengan Amauri, yang dahulu pernah akan membantu Dirgam, akan membahayakan posisi Nuruddin Zangi khususnya dan islam pada umumnya. Walaupun telah tejadi peperangan yang sengit antara kedua belah pihak, bahkan Salahuddin Yusuf Al-Ayyubi yang telah menduduki Iskandariyah dikepung dari darat dan laut oleh pasukan salib, akhirnya peperangan itu berakhir dengan perjanjian perdamaian (agustus 1167), yang isinya antara lain pertukaran tawanan perang. Salahuddin kembali ke Suriah, amaury kembali ke Jerussalem, dan Iskandariyah diserahkan ke Syawar.
Kunjungan salahuddin ketiga kalinya ke Mesir adalah mengusir tentara Amaury yang berusaha menguasai Mesir secara keseluruhan yang dapat membahayakan dunia Islam, khususnya rakyat mesir yang banyak di bunuh, dan khalifah Al-Adid (khalifah Fatimiyah yang terakhir). Amaury dapat dikalahkan dan Mesir berhasil diselamatkan dari cengkraman pasukan Salib. Syawar tidak senang kepada Asaduddin syirkuh dan salahuddin al-ayyubi yang mendapat sambutan khalifah dan masyarakat. Oleh karena itu, ia berusaha membunuhnya. Namun, tentara syirkuh lebih jeli, akhirnya syawar dapat di tangkap dan di bunuh atas perintah khalifah.
Sebagai imbalan, khalifah mengangkat Asaduddin syirkuh sebagai perdana menteri Mesir (564 H/1169 M). ini untuk pertama kalinya keluarga Al-Ayyubi menjadi perdana menteri. Asaduddin berkuasa hanya dua bulan, kemudian khalifah mengangkat Salahuddin Al-Ayyubi sebagai perdana menteri dengan gelar Al-Malik An-Nasr (25 Jumadil akhir 564/26 Maret 1169). Pada waktu ia berumur 32 tahun.
Sambutan atas jabatan barunya pertama kali datang dari Nuruddin Zangi sendiri. ia di anggap sebagai panglima tentara Suriah. Setelah menduduki jabatan perdana menteri ia di perintahkan oleh Nuruddin Zangi untuk menghilangkan nama Khalifah Al-Adid dari khotbah jum’at, yang berarti berakhirnya masa kekuasaan Dinasti Fatimiyah. Meskipun tampak enggan dan berat, akhirnya melakukan juga tugas ini. Sebagi gantinya di sebut nama Kahalifah Abbasiyah dan sejak itu bendera Abbasiyah mulai berkibar kembali di tanah Mesir. Khalifah al-Mustadi (566-576 H/1170-1180 M) kemudian memberinya gelar Al-Mu’izz Amirul Mu’minin. Sebagai imbalannya pada tahun 570 H/1175 M, khalifah menyerahkan Mesir, An-naubah, Yaman, Tripoli, Palestina, Suriah bagian tengah, dan Magreb (Negara-negara Islam di afrika Utara) di bawah kekuasaan Salahuddin Yusuf Al-ayyubi sehingga semakin berkuasa untuk melaksanakan program-program keagamaan dan politiknya. Dalam program keagamaan ia di anggap sebagai pembaharu di mesir karena dapat mengembalikan Mazhab Suni, membangun madrasah-madrasah yang menganut Mazhab Syafi’I dan Mazhab Maliki, mengganti kaidah Syi’ah dengan Sunni, mengganti pemerintahan yang korup dan memecat pegawai yang bersekongkol dengan penjahat dan perampok.
Melihat kebesarannya, banyak orang yang iri, misalnya dari Nuruddin Zangi sendiri setelah ia melepas jubah kebesarannya dan menyerahkan kepada Salahuddin Yusup Al-ayyubi. Ini disebabkan kedudukan Salahuddin Yusuf Al-ayyubi melebihi kedudukannya sebagai gubernur. Keirian dan kebenciannya semakin bertambah lagi ketika Salahuddin tidak menepati janjinya untuk mengepung Syaubak dan Karak yang di kuasai oleh pasukan Salib. Karena jasa ayah Salahuddin al-ayyubi peperangan tidak terjadi antara mereka. Walaupun demikian, salahuddin tetap setia kepada Nuruddin Zangi, bahkan kesetiaannya itu di teruskan kepada anaknya, Al-Malik As-Saleh Isma’il.
Kepala rumah tangga Khalifah Al-Adid, Hajib juga tidak senang kepada Salahuddin Al-ayyubi karena hak-haknya berkurang. Ia bersekongkol dengan tentara yang berasal dari Sudan dan An-Naubah untuk menggulingkan Salahuddin Al-ayyubi. Demikian juga dengan para pengacau yang berasal dari kaum Assasin yang di pimpin oleh Syekh Sinan. Di lain pihak, partai Zangi (para pembela Al-Malik As-saleh Isma’il) mengepung Salahuddin Yusuf Al-Ayubi. Pemberontakan-pemberontakan tersebut dapat di selesaikan, baik dengan jalan perdamaian maupun peperangan.
Kekuasaan Salahuddin yang semakin luas dan wibawanya yang semakin besar ternyata menimbulkan kekhawatiran orang-orang Kristen Franka, nenek moyang bangsa prancis modern yang menduduki daerah-daerah Bizantium. Untuk itu mereka meminta bantuan Prancis, Jerman, Inggris, Bizantium, dan Paus dalam upaya menghancurkan dan menguasai negaranya, khusunya Baitul Maqdis dan Negara-negara lain yang dikuasai orang Islam.
Perang antara tentara Islam dan tentara Salib yang sewaktu-waktu diselingi dengan perdamaian yang sering dilanggar tentara Salib itu mengisi lembaran perjuangan.
· Salahuddin Yusuf Al-Ayyubi, pertama kali terjadi perang dengan Amalric I, raja jerussalem.· Perang selanjutnya dengan Baldwin IV (putra Almaric I) dan dengan Raynald de Chatilan (penguasa benteng Karak, sebelah timur laut mati).· Kemudian dengan Raja Baldwin V sehingga kota-kota Tiberias, Nasirah, Samaria, Sidon, Beirut, Batrum, Akka, Ramulah, Gaza, Hebron, Baitul Maqdis, Bat-lahn, Busniayah, dan gunung zaitun jatuh ke tangannya pada tahun 583 H/1187 M.
Setelah Baitul Maqdis dikuasai salahuddin Al-ayyubi, Paus Gregori mengumandangkan perang Salib yang di sambut oleh raja dan masyarakat eropa, khususnya kaum miskin. Perang ini diteruskan oleh Clement III, pengganti Gregory. Raja Philip II (raja prancis) dan Raja Richard I (raja inggris) langsung memimpin pasukan, yang di dahului Raja William dari Sicilia. Banyak para penguasa lain terlihat dalam peperangan ini, seperti Raja Guy de Lusignan, Pangeran Monferrat, dan Ratu Sybil.
Peperangan yang memakan waktu bertahun-tahun itu akhirnya sampai pada perdamaian, walaupun hanya sementara. Adik Raja Richard I dinikahkan dengan adik Salahuddin al-ayyubi, “Al-Adil” selanjutnya menjadi penguasa Baitul Maqdis. Orang nasrani bebas pergi beribadah dengan syarat tidak membawa senjata, adapun Raja Richard yang kejam dan telah membunuh 3000 tawanan Muslim pulang ke negerinya.
Setelah peperangan berkahir, Salahuddin Yusuf Al-ayyubi memindahkan pusat pemerintahannya ke Damaskus. Tidak lama setelah itu, ia sakit selama 14 hari dan akhirnya wafat dalam usia 57 tahun, setelah memerintah selama 25 tahun. Ia tidak meninggalkan harta kekayaan kecuali hanya beberapa dinar dan dirham. Bekas kekuasaannya di bagikan kepada anak-anaknya dan saudaranya.
Salahuddin selalu berhasil mengalahkan serbuan para Crusader dari Eropa, kecuali satu hal yang tercatat ialah Salahuddin sempat mundur dari peperangan Battle of montgisard melawan Kingdon of Jerussalem (kerajaan jerussalem selama perang salib). Mundurnya Salahuddin tersebut mengakibatkan Raynald of Chatilan, pimpinan perang The Holy Land Jerussalem, memprovokasi Muslim dengan mengganggu perdagangan dan jalur laut merah yang digunakan sebagai jalur jamaah haji ke mekkah dan madinah.hal ini dilakukan Salahuddin demi kelancaran para jamaah yang akan melakukan ibadah haji, bukan semata-mata menyerang tanpa ada alasan.
Lebih buruk lagi Raynald mengancam menyerang dua kota suci tersebut. Akhirnya, Salahuddin menyerang kembali Kingdom of Jerussalem pada tahun 1187 pada perang Battle of Hattin, sekaligus mengekseskusi Raynald dan menangakap rajanya, Guy of Lusignan.
Akhirnya, seluruh Jerussalem kembali ke tangan muslim dan Kingdom of Jeurussalem pun runtuh. Selain Jerussalem, kota-kota lainnya pun ditaklukan. Kecuali tyres/tyrus. Jatuhnya jerussalem ini menjadi pemicu Kristen Eropa menggerakan Perang Salib ketiga atau Third Crusade.
Perang salib ke tiga ini menurunkan Richard I of England ke medan perang di Battle of arsuf. Salahuddin pun terpaksa mundur, dan untuk pertama kalinya Crusader merasa bisa menjungkalkan invincibility Salahuddin. Dalam kemiliteran, salahuddin di kagumi ketika Richhard cedera, Salahudin menawarkan pengobatan saat peperangan, yang ketika itu ilmu kedokteran kaum muslim sudah maju dan dipercaya.
Pada tahun 1192, Salahuddin dan Richard sepakat dalam perjanjian Ramla, Jerussalem tetap dikuasai Muslim dan terbuka kepada para peziarah Kristen. Setahun berikutnya salahuddin meninggal dunia di damaskus setelah Raja Richard kemabli ke Inggris. Bahkan, ketika rakyat membuka peti hartanya, ternyata ta mencukupi untuk biaya pemakamannya, hartanya banyak dibagikan kepada mereka yang mebutuhkannya.
Selain di kagumi Muslim, Salahuddin atau Saladin mendapat reputasi besar di kaum Kristen Eropa, kisah perang I dan kepemimpinannya banyak ditulis dalam karya puisi dan sastra Eropa, salah satunya ialah The Talisman (1825) karya Walter Scott untuk melihat kisah perang salib yang bisa di lihat di film “Kingdom of Heaven”
2. Ibrah bagi generasi Muslim tentang keperwiraan Salahuddin Al-Ayyubi,
Pada tahun 1145-1147, pecah perang Salib II, namun perang besar-besaran terjadi pada perang Salib III, di pihak Kristen dipimpin Philip Augustus dari prancis dan Richard “Si hati Singa” dari Inggris, sementara kaum muslimin dipimpin Salahuddin Al-Ayyubi. Pada tahun itu kekhalifahan Islam terbagi dua, yaitu; dinasti Fatimiyah di Ciro (bermazdhab Syi’ah) dan Dinasti Seljuk yang berpusat di Turki (bermazdhab Sunni), kondisi ini membuat Salahuddin prihatin, menurutnya, Islam harus bersatu untuk melawan eropa-Kristen yang juga bahu membahu.
Pria keturunan Seljuk ini kebetulan mempunyai paman yang menjadi petinggi Dinasti Fatimiyah. Melalui serangkaian lobi, akhirnya Salahuddin Al-Ayyubi berhasil menyatukan kedua kubu dengan damai.
Salahuddin kini dihadapkan pada perilaku kaum Muslimin yang tampak loyo dan tak punya semangat jihad. Mereka dihinggapi penyakit wahn (cinta dunia dan takut mati). Spirit perjuangan yang pernah dimiliki tokoh-tokoh terdahulu tak lagi membekas dihati. Salahuddin lantas menggagas sebuah festival yang diberi nama “PERINGATAN MAULID NABI SAW”. Tujuannnya untuk menumbuhkan dan membangkitkan spirit perjuangan. di festival ini dikaji habis-habisan sirah nabawiyyah (sejarah nabi) dan atsar (perkataan) sahabat, terutama berkaitan dengan nilai-nilai jihad. Festival berlangsung selama dua bulan berturut-turut dan hasilnya luar biasa. Banyak pemuda Muslim mendaftar untuk berjihad membebaskan palestina.
Kaum muslimin meraih kemenangan pada tahun 1187. Dua pemimpin tentara perang Salib, Raynald dari Chatillon (Prancis) dan raja Guy, dibawa kehadapan Salahuddin. Raynald akhirnya dijatuhi hukuman mati terbukti memimpin pembantaian yang sangat keji kepada orang-orang Islam. Namun Raja Guy dibebaskan karena tidak melakukan kekejamana yang serupa. Tiga bulan setelah peperangan Hattin, pada hari yang tepat sama ketika Nabi Muhammad saw diperjalankan dari mekkah ke jerussalem dalam Isra’ Mi’raj, Salahuddin memasuki Baitul Maqdis. Kawasan ini akhirnya direbut kembali setelah 88 tahun berada dalam cengkraman musuh.
Sejarawan Inggris, Karen Amstrong, menggambarkan pada tanggal 2 Oktober 1187 itu, Salahuddin dan tentaranya memsuki Baitul Maqdis sebagai penakluk yang berpegang teguh pada ajaran Islam yang mulia.tidak ada dendam untuk membalas pembantaian tahun 1099, seperti anjuran Al-qur’an surat An Nahl 127 :”dan bersabarlah (Muhammad) dan kesabaranmu itu semata-mata dengan pertolongan Allah dan janganlah engkou bersedih hati terhadap (kekapiran) mereka dan jangan (pula) bersempit dada terhadap tipu daya yang mereka rencanakan”.1. Perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaanSalahuddin Al-Ayyubi bukan hanya dikenal sebagai panglima perang yang ditakuti, melainkan lebih dari itu ia adalah seorang yang sangat memperhatikan kemajuan pendidikan, mendorong studi keagamaan, membangun bendungan, menggali terusan, serta mendirikan sekolah dan masjid. Salah satu karya yang sangat monumental ialahQal’ah Al-Jabal, sebuah benteng yang di bangun di Kairo pada 1183 M.
Salahuddin membangun kerajaan sesuai dengan cita-citanya, baginda mendirikan Madrasah-madrasah dan kurikulumnya di sesuaikan dengan paham sunni. Guru-guru di datangkan ke mesir untuk mengajar dengan gaji yang tinggi. Setelah mendapatkan sertifikasi uji kelayakan mengajar. Dalam bidang Arsitektur dapat diperhatikan dengan berdirinya masjid agung di sulaiman yang dimulai pembangunannya sejak Dinasti Umayyah pada tahun 717 M, yakni masjid agung Aleppo.
Seiring dengan bergulirnya kekuasaan di Aleppo pada tahun1158 M, Masjid agung Aleppo diperluas oleh Nur Al-Din Zangi.Kebanyakan Ilmuwan menyatakan masjid agung damaskus dan Aleppo sebagai masjid kembar dari sisi bentuk arsitektur. Keduanya terletak di bekas kekuasaan Romawi dan Bizantium.Di masjid agung Aleppo terdapat makam Nabi Zakariya dan di damaskus terdapat makam Nabi Yahya.
Masjid agung Aleppo sudah banyak mengalami perubahan dari bentuk aslinya, sempat di guncang gempa bumi dan di hancurkan oleh serangan-serangan Bizantium dan tentara Mongol. Tapi masih terjaga hingga kini.
Menurut sejarahwan Al-Ghazi, perubahan pada masjid agung Aleppo terjadi ketika Daulah Abbasiyah mengambil mozaik, ukiran, dan aksesori masjid itu.Tetapi menurut sejarahwan Al-Adhim, hilangnya mozaik Masjid Agung Aleppo akibat ulah Bizantium pada 962 M. Kaisar Nichephorus melakukan pengrusakan dan aksi vandalisme ketika Bizantium mencoba menguasai Aleppo. Mereka membakar dan menghancurkan mozaik masjid Aleppo.
Masjid agung Aleppo kembali di bangun pada masa kekuasaan Emir Syaft a-Daulah dari Dinasti Hamanid. Di bawah kekuasaannya Aleppo mencapai kejayaannya dan menjelma menjadi negeri yang makmur, di jadikan ibu kota pemerintahan Hamanid dan menjadi pusat kebudayaan yang penting.
Meski tak lagi mewarisi struktur masjid peninggalan Umayyah, namun masjid agung Aleppo sangat dikenal sebagai “masterpiece” dalam dunia Islam. Pada abad ke-15 M. masjid agung Aleppo bersaing dengan masjid damskus dalam hal dekorasi, cat, serta mozaik” papar Ibnu Al-Shihna.
Berkembangnya peradaban turut melahirkan sejumlah penulis, sastrawan dan Ilmuwan terkemuka seperti Abu Firais Al Hamadani dan abu Tayyeb Al mutanabbi. Kota Aleppo pun bertambah luas meliputi : Kelikia, Malatya, Diarbekir, Antioch, Tarsus, mardin, dan Roum Qal’a. dan pada tahun 353 H Aleppo di serang imperium Romawi.
Selanjutnya kota Aleppo dikuasai dinasti Fatimiyah, Mirdassid, Turki, dan jatuh ke pangkuan Seljuk. Setelah itu Alepoo kembali di ambil alih Romawi dan pada 1108 M dan di serbu pasukan Perang Salib (Crusader).
Kota yang diliputi anarki itu kembali pulih ketika Imad ad-di Zangi menjadi pangeran Aleppo. Semenjak di kuasai pangeran Imad ad-din dan anaknya Nur ad-din Mahmud, Aleppo berada di bawah kekuasaan Negara Nurid (523-579 H/1128 M – 1260 M) kondisi Aleppo mulai pulih sayangnya pada 1170 M kota Aleppo hancur diguncang gempa bumi.
Aleppo kembali mencapai kejayaannya pada zaman Dinasti ayyubiah (579-659 H/1183 – 1260 M). salah satu raja yang tersohor waktu itu bernama Salahuddin Al-Ayyubi, dia melindungi Aleppo dan kembali membuat nama Aleppo haru dan di segani.
Era keemasan itu berakhir pada 1260 M, ketika bangsa mongol di bawah pimpinan Hulagu khan menghancurkan Aleppo.
2. Perkembangan Agama Islam
Untuk mendukung itu, Slahuddin Al-Ayyubi juga mendirikan tiga buah madrasah di Kairo dan Iskandariyah untuk mengembangkan mazhab suni. Masih dalam rangkaian Dinasti Ayyubiah, Al-Kamil mendirikan Sekolah Tingggi Al-Kamiliyah (Kamiliyah College) yang sejajar dengan perguruan tinggi lainnya.
Kekhidmatan kepada Nabi Muhammad saw bagi Salahuddin Al-Ayyubi, merupakan salah satu wujud kecintaannya pada ajaran Islam, dan di adakakanlah peringatan Maulid Nabi Muhammad saw. Pertama kali di selenggarakan olehMuzaffar ibn Baktati, Raja Mesir yang terkenal arif dan bijaksana. Sementara itu pencetus peringatan ialah panglima perangnya, Salahuddin Al-Ayyubi.
Mengapa Salahuddin merasa perlu mengadakan peringatan Maulid? Sang panglima berpendapat, ketika perang Salib terjadi, motivasi umat Islam sangat menurun, sementara motivasi pasukan Salib (Kristen) meningkat. Slahuddin merasa perlu membangkitkan kembali semangat umat Islam sebagaimana umat Kristen dengan perayaan Natalnya.
Dalam peringatan Maulid, Salahuddin menggemkan kisah perang yang dilakukan Nabi Muhammad saw, namun yang dibacakan pada acara peringatan Maulid tersebut berubah, bukan lagi kisah perang, melainkan kisah lahir dan hidup sang Nabi saw. Kisah perang tampaknya dianggap tak relevan lagi.peringatan Maulid Nabi tampaknya masih perlu dilakukan, selain dimaksudkan untuk meneladani akhlak Muhammad saw juga diperuntukan yakni perang melawan hawa nafsu, kemungkaran, dan kemaksiatan.
D. TOKOH ILMUWAN MUSLIM DAN PERANNYA DALAM KEMAJUAN KEBUDAYAAN/ PERADABAN ISLAM PADA MASA DINASTI AL-AYYUBIYAH
1) Ahli pertanian (botani) yaitu : Muwaaqaddin Abdul Latif Al-Bagdadi. Hasil temuannya di teliti di Universitas Al-Azhar, Kairo, dan di masjid damaskus.Ahli botani lainnya: Al-Idris, Ad-Dawudi, Ad-Dinuri, dan Al-Qutubi.Selain itu mucul ahli botani lainnya, yakni: Abnu Al-Baitar.( ahli tanaman dan obat-obatan)
2) Ahli Geografi, yaitu : Abu Abdullah Muhammad Al-Idrisi (1099-1153). Di tuliskannya dalam kitabnya “al-jami’ li Asytat an-Nabat (kitab kumpulan dan tanaman), Nuzhah an-Nufus al-Afkar fi Ma’rifah wa al-hajar wa al-Asyjar (kitab komprehensif tentang Identifikasi Tanaman, bebatuan, dan pepohonan).
2. Para Ilmuwan Muslim yang berjasa dalam penembangan kebudayaan dan Ilmu pengetahuan Adapun para Ilmuwan yang berjasa dalam pengembangan kebudayaan, antara lain:
a) Al-Qadhi al-Fadl, dia seorang penulis pribadi Syirkuh dan membantu Salahuddin dalam menghancurkan kekhalifahan dinasti Fatimiyah. Sebagai balas jasanya dia di angkat sebagai Menteri dan penasihat ahli di lingkugan Istana.b) As-Suhrawardi al-maqtul, seorang ahli filsafat. Karyanya “al-hikam al-Isyraqc) Al-Bushiri (610-695 H/1213-1296 M), selain seorang Ilmuwan dia juga ahli sastra.
Salah satu karyanya yakni “Kasidah Burdah”
Kasidah Burdah adalah salah satu karya paling popular dalam khzanah sastra Islam. Isinya : sajak-sajak pujian kepada Nabi Muhammad saw, pesan moral, nilai-nilai spiritual, dan semangat perjuangan. Pengarang kasidah burdah ialah Al-Bushiri (610-695 H/1213-1296 M0. Nama lengkapnya Syafaruddin Abu Abdillah Muhammad bin Zaid al-Bushiri. Keturunan berber lahir di dallas, Maroko, dibesarkan di Bushir Mesir. Dia sorang sufi besar, imam As-Syadzli dan penerusnya yang bernama Abdul Abbas Al-Mursi angota Tarekat Syadziliyah, dibidang ilmu fiqih, al-Bushiri menganut mazhab Syafi’I mazdhab mayoritas mesir.
Kasidah burdah terdiri atas 160 bait (sajak), ditulis dengangaya bahasa (usib) yang menarik, lembut, dan elegan.karya ini berisi panduan ringkas mengenai kehidupan Nabi Muhammad saw, cinta kasih, pengendalian hawa nafsu, do’a, pujian terhadap al-qur’an Isra’ Mi’raj, jihad, dan tawasul.
Kasidah burdah senantiasa dibacakan di pesantren-pesantren salaf, bahkan di ajarkan pada tiap kamis dan jum’at di Universitas Al-Azhar, Kairo.
Sekilas Tentang Kasidah Burdah
Al-Burdah menurut etimologi banyak mengandung arti, antara lain :
1. Baju (jubah) kebesaran khlifah yang menjadi salah satu atribut khalifah, dengan atribut burdah ini, seorang khalifah bisa di bedakan dengan pejabat Negara lainnya, teman-teman, dan rakyatnya.
2. Nama dari kasidah yang dipersembahkan kepada Rasulullah saw. Yang di gubah oleh Ka’ab bin Zuhair bin abi salma.
Pada mulanya, burdah dalam pengertian jubah ini adalah milik Nabi Muhammad saw. Yang di berikan kepada Ka’ab bin Zuhair bin abi salma, seorang penyair terkenal Muhadramin (penyair dua zaman: jahiliyah dan Islam). Burdah yang telah menjadi milik keluarga Ka’ab tersebut akhirnya dibeli olehkhalifah Mu’awiyah bin abi sufyan seharga 20 ribu dirham, kemudian di beli lagi oleh khalifah Abu ja’far al-manshur dari dinasti abbasiyah sharga 40 ribu dirham. Oleh khalifah burdah itu hanya di pakai pada setiap salat fardlu dan diteruskan secara turun-temurun.
Ka’ab bin Zuhair bermula mengubah syair-syair yang senantiasa menjelek-jelekan Nabi dan para sahabat. lalu di rubah menjadi puji-pujian terhadap Nabi saw.
E. MENGAMBIL IBRAH DARI PERKEMBANGAN KEBUDAYAAN / PERADABAN ISLAM PADA MASA DINASTI AL-AYYUBIYAH UNTUK MASA KINI DAN YANG AKAN DATANG
1. Semangat Kebudayaan Islam
Semangat menegakkan kebudayaan Islam sangat menakjubkan, bagaimana para khalifah sekaligus juga sebagai pencinta Ilmu dapat berjalan beriringan. Kehendak khalifah akan sama dengan kehendak rakyatnya. Lagi pula pengembangan ilmu pengetahuan (sains) dalam sejarah Islam sejalan dengan perintah al-qur’an untuk mengamati alam dan menggunakan akal. Di nyatakan dalm Qs. An-Nisa: 82
Artinya: maka tidaklah mereka menghayati (mendalami) Al-qur’an ? sekiranya al-qur’an itu bukan dari Allah, pastilah mereka menemukan banyak hal yang bertentangan di dalamnya. (Qs. An-Nisa:82)
Perintah Al-qur’an itu diperkuat oleh hadist-hadist nabi Muhammad saw. Yang mewajibkan umat Islam untuk menuntut Ilmu, “menuntut ilmu itu wajib bagi kaum muslimin lelaki dan perempuan” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari pemahaman keagamaan dan kebudayaan Islam disertai dengan keyakinan bahwa ilmu pengetahuan merupakan khzananh pemberian dari Allah swt. Untuk menyejahterakan umat manusia, dengan bermodalkan keyakinan tersebut, maka para ilmuwan muslim berlomba mencari dan menggali khazanah ilmu pengetahuan yang hingga kinidapat dirasakan manfaatnya.
2. Teladan bagi generasi yang akan datang
Di atas telah disebutkan, perkembangan ilmu agama dan pengetahuan lainnya berjalan besama-sama. Artinya, ilmu pengetahuan berkembang tidak meninggalkan ajaran agama, bahkan agama menjadi semangat dalam mendalami ilmu pengetahuan.
Dari sisi kepemimpinan, salahuddin bisa menjadi contoh yag patut ditiru, misalnya ketika menyatukan kaum muslimin dari keruntuhan setelah Fatimiyah tidak berkuasa lagi, maka di tangannyalah islam bisa bangkit kembali ke mesir.
Begitu pula dalam memperluas wilayah kekuasaannya, Salahuddin selalu berhasil mengalahkan serbuan para Crusader dari Eropa, kecuali satu hal yang tercatat ialah Salahuddin sempat mundur dari peperangan Battle of montgisard melawan Kingdon of Jerussalem (kerajaan jerussalem selama perang salib). Mundurnya Salahuddin tersebut mengakibatkan Raynald of Chatilan, pimpinan perang The Holy Land Jerussalem, memprovokasi Muslim dengan mengganggu perdagangan dan jalur laut merah yang digunakan sebagai jalur jamaah haji ke mekkah dan madinah.hal ini dilakukan Salahuddin demi kelancaran para jamaah yang akan melakukan ibadah haji, bukan semata-mata menyerang tanpa ada alasan.
F. MENELADANI SIKAP KEPERWIRAAN SALAHUDDIN AL-AYYUBIYAH
1. Sikap keperwiraan Salahuddin Al-Ayyubiyah
Liku-liku hidup Salahuddin Al-Ayyubi penuh dengan perjuangan dan peperangan, perang hanya dilakukannya sebagai pembelaan dan pertahanan agama, baik secara ajaran maupun politik. Ia sebenarnya lebih mengutamakan perdamaian dari pada perang.
Salauddin Al-Ayyubi mempunyai toleransi yang tinggi terhadap agama lain. Ketika menguasai Iskandariyah ia mengunjungi orang-orang Kristen. Setelah perdamaian tercapai dengan pasukan salib, ia mengijinkan mereka berziarah ke Baitul maqdis.
Salahuddin Al-Ayyubi meniti karier dengan lancar sampai ke puncak prestasinya. Keberhasilannya sebagai tentara pejuang pertama kali terlihat ketika ia pergi ke mesir mendampingi pamannya “Asadudin Syirkuh” yang mendapat tugas dari Nuruddin Zangi untuk membantu Dinasti Fatimiyah mengembalikan kekuasaannya.
Perdana Menteri Syawar yang di kudeta Dirgam menjanjikan imbalan sepertiga pajak tanah mesir. Dirgam dapat dibunuh dan Syawar dapat kembali ke posisi semula (560 H/1164 M).
Tiga tahun kemudian, Salahuddin Al-Ayyubi kembali menyertai pamannya ke Mesir. Ketika Nuruddin Zangi mengirim Asaduddin Syirkuh ke Mesir karena Syawar mengadakan perjanjian baru dengan Amauri, yang dahulu pernah akan membantu Dirgam, akan membahayakan posisi Nuruddin Zangi khususnya dan islam pada umumnya. Walaupun telah tejadi peperangan yang sengit antara kedua belah pihak, bahkan Salahuddin Yusuf Al-Ayyubi yang telah menduduki Iskandariyah dikepung dari darat dan laut oleh pasukan salib, akhirnya peperangan itu berakhir dengan perjanjian perdamaian (agustus 1167), yang isinya antara lain pertukaran tawanan perang. Salahuddin kembali ke Suriah, amaury kembali ke Jerussalem, dan Iskandariyah diserahkan ke Syawar.
Kunjungan salahuddin ketiga kalinya ke Mesir adalah mengusir tentara Amaury yang berusaha menguasai Mesir secara keseluruhan yang dapat membahayakan dunia Islam, khususnya rakyat mesir yang banyak di bunuh, dan khalifah Al-Adid (khalifah Fatimiyah yang terakhir). Amaury dapat dikalahkan dan Mesir berhasil diselamatkan dari cengkraman pasukan Salib. Syawar tidak senang kepada Asaduddin syirkuh dan salahuddin al-ayyubi yang mendapat sambutan khalifah dan masyarakat. Oleh karena itu, ia berusaha membunuhnya. Namun, tentara syirkuh lebih jeli, akhirnya syawar dapat di tangkap dan di bunuh atas perintah khalifah.
Sebagai imbalan, khalifah mengangkat Asaduddin syirkuh sebagai perdana menteri Mesir (564 H/1169 M). ini untuk pertama kalinya keluarga Al-Ayyubi menjadi perdana menteri. Asaduddin berkuasa hanya dua bulan, kemudian khalifah mengangkat Salahuddin Al-Ayyubi sebagai perdana menteri dengan gelar Al-Malik An-Nasr (25 Jumadil akhir 564/26 Maret 1169). Pada waktu ia berumur 32 tahun.
Sambutan atas jabatan barunya pertama kali datang dari Nuruddin Zangi sendiri. ia di anggap sebagai panglima tentara Suriah. Setelah menduduki jabatan perdana menteri ia di perintahkan oleh Nuruddin Zangi untuk menghilangkan nama Khalifah Al-Adid dari khotbah jum’at, yang berarti berakhirnya masa kekuasaan Dinasti Fatimiyah. Meskipun tampak enggan dan berat, akhirnya melakukan juga tugas ini. Sebagi gantinya di sebut nama Kahalifah Abbasiyah dan sejak itu bendera Abbasiyah mulai berkibar kembali di tanah Mesir. Khalifah al-Mustadi (566-576 H/1170-1180 M) kemudian memberinya gelar Al-Mu’izz Amirul Mu’minin. Sebagai imbalannya pada tahun 570 H/1175 M, khalifah menyerahkan Mesir, An-naubah, Yaman, Tripoli, Palestina, Suriah bagian tengah, dan Magreb (Negara-negara Islam di afrika Utara) di bawah kekuasaan Salahuddin Yusuf Al-ayyubi sehingga semakin berkuasa untuk melaksanakan program-program keagamaan dan politiknya. Dalam program keagamaan ia di anggap sebagai pembaharu di mesir karena dapat mengembalikan Mazhab Suni, membangun madrasah-madrasah yang menganut Mazhab Syafi’I dan Mazhab Maliki, mengganti kaidah Syi’ah dengan Sunni, mengganti pemerintahan yang korup dan memecat pegawai yang bersekongkol dengan penjahat dan perampok.
Melihat kebesarannya, banyak orang yang iri, misalnya dari Nuruddin Zangi sendiri setelah ia melepas jubah kebesarannya dan menyerahkan kepada Salahuddin Yusup Al-ayyubi. Ini disebabkan kedudukan Salahuddin Yusuf Al-ayyubi melebihi kedudukannya sebagai gubernur. Keirian dan kebenciannya semakin bertambah lagi ketika Salahuddin tidak menepati janjinya untuk mengepung Syaubak dan Karak yang di kuasai oleh pasukan Salib. Karena jasa ayah Salahuddin al-ayyubi peperangan tidak terjadi antara mereka. Walaupun demikian, salahuddin tetap setia kepada Nuruddin Zangi, bahkan kesetiaannya itu di teruskan kepada anaknya, Al-Malik As-Saleh Isma’il.
Kepala rumah tangga Khalifah Al-Adid, Hajib juga tidak senang kepada Salahuddin Al-ayyubi karena hak-haknya berkurang. Ia bersekongkol dengan tentara yang berasal dari Sudan dan An-Naubah untuk menggulingkan Salahuddin Al-ayyubi. Demikian juga dengan para pengacau yang berasal dari kaum Assasin yang di pimpin oleh Syekh Sinan. Di lain pihak, partai Zangi (para pembela Al-Malik As-saleh Isma’il) mengepung Salahuddin Yusuf Al-Ayubi. Pemberontakan-pemberontakan tersebut dapat di selesaikan, baik dengan jalan perdamaian maupun peperangan.
Kekuasaan Salahuddin yang semakin luas dan wibawanya yang semakin besar ternyata menimbulkan kekhawatiran orang-orang Kristen Franka, nenek moyang bangsa prancis modern yang menduduki daerah-daerah Bizantium. Untuk itu mereka meminta bantuan Prancis, Jerman, Inggris, Bizantium, dan Paus dalam upaya menghancurkan dan menguasai negaranya, khusunya Baitul Maqdis dan Negara-negara lain yang dikuasai orang Islam.
Perang antara tentara Islam dan tentara Salib yang sewaktu-waktu diselingi dengan perdamaian yang sering dilanggar tentara Salib itu mengisi lembaran perjuangan.
· Salahuddin Yusuf Al-Ayyubi, pertama kali terjadi perang dengan Amalric I, raja jerussalem.· Perang selanjutnya dengan Baldwin IV (putra Almaric I) dan dengan Raynald de Chatilan (penguasa benteng Karak, sebelah timur laut mati).· Kemudian dengan Raja Baldwin V sehingga kota-kota Tiberias, Nasirah, Samaria, Sidon, Beirut, Batrum, Akka, Ramulah, Gaza, Hebron, Baitul Maqdis, Bat-lahn, Busniayah, dan gunung zaitun jatuh ke tangannya pada tahun 583 H/1187 M.
Setelah Baitul Maqdis dikuasai salahuddin Al-ayyubi, Paus Gregori mengumandangkan perang Salib yang di sambut oleh raja dan masyarakat eropa, khususnya kaum miskin. Perang ini diteruskan oleh Clement III, pengganti Gregory. Raja Philip II (raja prancis) dan Raja Richard I (raja inggris) langsung memimpin pasukan, yang di dahului Raja William dari Sicilia. Banyak para penguasa lain terlihat dalam peperangan ini, seperti Raja Guy de Lusignan, Pangeran Monferrat, dan Ratu Sybil.
Peperangan yang memakan waktu bertahun-tahun itu akhirnya sampai pada perdamaian, walaupun hanya sementara. Adik Raja Richard I dinikahkan dengan adik Salahuddin al-ayyubi, “Al-Adil” selanjutnya menjadi penguasa Baitul Maqdis. Orang nasrani bebas pergi beribadah dengan syarat tidak membawa senjata, adapun Raja Richard yang kejam dan telah membunuh 3000 tawanan Muslim pulang ke negerinya.
Setelah peperangan berkahir, Salahuddin Yusuf Al-ayyubi memindahkan pusat pemerintahannya ke Damaskus. Tidak lama setelah itu, ia sakit selama 14 hari dan akhirnya wafat dalam usia 57 tahun, setelah memerintah selama 25 tahun. Ia tidak meninggalkan harta kekayaan kecuali hanya beberapa dinar dan dirham. Bekas kekuasaannya di bagikan kepada anak-anaknya dan saudaranya.
Salahuddin selalu berhasil mengalahkan serbuan para Crusader dari Eropa, kecuali satu hal yang tercatat ialah Salahuddin sempat mundur dari peperangan Battle of montgisard melawan Kingdon of Jerussalem (kerajaan jerussalem selama perang salib). Mundurnya Salahuddin tersebut mengakibatkan Raynald of Chatilan, pimpinan perang The Holy Land Jerussalem, memprovokasi Muslim dengan mengganggu perdagangan dan jalur laut merah yang digunakan sebagai jalur jamaah haji ke mekkah dan madinah.hal ini dilakukan Salahuddin demi kelancaran para jamaah yang akan melakukan ibadah haji, bukan semata-mata menyerang tanpa ada alasan.
Lebih buruk lagi Raynald mengancam menyerang dua kota suci tersebut. Akhirnya, Salahuddin menyerang kembali Kingdom of Jerussalem pada tahun 1187 pada perang Battle of Hattin, sekaligus mengekseskusi Raynald dan menangakap rajanya, Guy of Lusignan.
Akhirnya, seluruh Jerussalem kembali ke tangan muslim dan Kingdom of Jeurussalem pun runtuh. Selain Jerussalem, kota-kota lainnya pun ditaklukan. Kecuali tyres/tyrus. Jatuhnya jerussalem ini menjadi pemicu Kristen Eropa menggerakan Perang Salib ketiga atau Third Crusade.
Perang salib ke tiga ini menurunkan Richard I of England ke medan perang di Battle of arsuf. Salahuddin pun terpaksa mundur, dan untuk pertama kalinya Crusader merasa bisa menjungkalkan invincibility Salahuddin. Dalam kemiliteran, salahuddin di kagumi ketika Richhard cedera, Salahudin menawarkan pengobatan saat peperangan, yang ketika itu ilmu kedokteran kaum muslim sudah maju dan dipercaya.
Pada tahun 1192, Salahuddin dan Richard sepakat dalam perjanjian Ramla, Jerussalem tetap dikuasai Muslim dan terbuka kepada para peziarah Kristen. Setahun berikutnya salahuddin meninggal dunia di damaskus setelah Raja Richard kemabli ke Inggris. Bahkan, ketika rakyat membuka peti hartanya, ternyata ta mencukupi untuk biaya pemakamannya, hartanya banyak dibagikan kepada mereka yang mebutuhkannya.
Selain di kagumi Muslim, Salahuddin atau Saladin mendapat reputasi besar di kaum Kristen Eropa, kisah perang I dan kepemimpinannya banyak ditulis dalam karya puisi dan sastra Eropa, salah satunya ialah The Talisman (1825) karya Walter Scott untuk melihat kisah perang salib yang bisa di lihat di film “Kingdom of Heaven”
2. Ibrah bagi generasi Muslim tentang keperwiraan Salahuddin Al-Ayyubi,
Pada tahun 1145-1147, pecah perang Salib II, namun perang besar-besaran terjadi pada perang Salib III, di pihak Kristen dipimpin Philip Augustus dari prancis dan Richard “Si hati Singa” dari Inggris, sementara kaum muslimin dipimpin Salahuddin Al-Ayyubi. Pada tahun itu kekhalifahan Islam terbagi dua, yaitu; dinasti Fatimiyah di Ciro (bermazdhab Syi’ah) dan Dinasti Seljuk yang berpusat di Turki (bermazdhab Sunni), kondisi ini membuat Salahuddin prihatin, menurutnya, Islam harus bersatu untuk melawan eropa-Kristen yang juga bahu membahu.
Pria keturunan Seljuk ini kebetulan mempunyai paman yang menjadi petinggi Dinasti Fatimiyah. Melalui serangkaian lobi, akhirnya Salahuddin Al-Ayyubi berhasil menyatukan kedua kubu dengan damai.
Salahuddin kini dihadapkan pada perilaku kaum Muslimin yang tampak loyo dan tak punya semangat jihad. Mereka dihinggapi penyakit wahn (cinta dunia dan takut mati). Spirit perjuangan yang pernah dimiliki tokoh-tokoh terdahulu tak lagi membekas dihati. Salahuddin lantas menggagas sebuah festival yang diberi nama “PERINGATAN MAULID NABI SAW”. Tujuannnya untuk menumbuhkan dan membangkitkan spirit perjuangan. di festival ini dikaji habis-habisan sirah nabawiyyah (sejarah nabi) dan atsar (perkataan) sahabat, terutama berkaitan dengan nilai-nilai jihad. Festival berlangsung selama dua bulan berturut-turut dan hasilnya luar biasa. Banyak pemuda Muslim mendaftar untuk berjihad membebaskan palestina.
Kaum muslimin meraih kemenangan pada tahun 1187. Dua pemimpin tentara perang Salib, Raynald dari Chatillon (Prancis) dan raja Guy, dibawa kehadapan Salahuddin. Raynald akhirnya dijatuhi hukuman mati terbukti memimpin pembantaian yang sangat keji kepada orang-orang Islam. Namun Raja Guy dibebaskan karena tidak melakukan kekejamana yang serupa. Tiga bulan setelah peperangan Hattin, pada hari yang tepat sama ketika Nabi Muhammad saw diperjalankan dari mekkah ke jerussalem dalam Isra’ Mi’raj, Salahuddin memasuki Baitul Maqdis. Kawasan ini akhirnya direbut kembali setelah 88 tahun berada dalam cengkraman musuh.
“dan perangilah mereka itu sampai tidak ada lagi fitnah, dan agama hanya bagi Allah semata. Jika mereka berhenti, maka tidak ada (lagi) permusuhan, kecuali terhadap orang-orang zalim”. Qs. Al Baqarah: 193.
Salahuddin meminta agar semua orang Nasrani Latin (Katolik) meninggalkan Baitul Maqdis. Sementara kalangan Nasrani Ortodoks-bukan bagian dari tentara Salib dibiarkan tinggal dan beribadah di kawasan itu.
Kaum Salib segera mendatangkan bala bantuan dari Eropa. Datanglah pasukan besar dibawah komando Philip Augustus dan Richard “si hati singa”
Pada tahun 1194, Richard yang di gambarkan sebagai seorang pahlawan dalam sejarah Inggris, memerintahkan untuk menghukum mati 3000 orang Islam yang kebanyakan wanita dan anak-anak. Tragedi ini berlangsung di kastil Acre. Meskipun orang islam menyaksikan kekejaman ini, mereka tidak pernah memilih cara yang sama.
ini, Salahuddin secara sembunyi-sembunyi berusaha mendatanginya. Ia mengendap-ngendap ke tenda Richard. Begitu tiba, bukannya membunuh, malah dengan ilmu kedokteran yang hebat, salahuddin mengobati Richard hingga akhirnya sembuh. Richard terkesan dengan kebesaran hati Salahuddin, ia pun menawarkan damai dan berjanji akan menarik mundur pasukan Kristen pulang ke Eropa. Merekapun menanda tangani perjanjian damai (1197). Dalam perjanjian itu Salahuddin membebaskan orang Kristen untuk mengunjungi Palestina, asal mereka datang dengan damai dan tidak membawa senjata. Selama delapan abad berikutnya, palestina berada dibawah kendali kaum Muslimin.
imbogunhal.blogspot.com/.../perkembangan-islam-pada-masa-dinasti-al
PERKEMBANGAN ISLAM PADA MASA DINASTI AL AYYUBIYAH
A. Sejarah Berdirinya Dinasti Al-Ayyubiyah
Pendiri Dinasti Ayyubiyah (567 – 648 H / 1171 – 1250 M) adalah Shalahudin Yusuf al-Ayyubi putra dari Najamuddin bin Ayyub lahir di Takriet 532 H/1137 M meninggal 589 H/ 1193 M dimasyurkan oleh bangsa Eropa dengan nama Saladin pahlawan perang salib dari keluarga Ayyubiyah suku kurdi. Dinasti ini berdiri di atas sisa-sisa Dinasti Fatimiyah di Mesir yang bercorak Syi’i dan ia inginmengembalikannya ke faham sunni-Ahlu Sunnah wal Jama’ah. Pada masa Nuruddin Zanki (gubernur Suriah dari bani Abbasiyah), Shalahuddin diangkat sebagai panglim tentara di Balbek, kehidupannya penuh dengan perjuangan dan peperangan karena ditugaskan untuk menghadapi tentara salib dalam merebut kembali Baitul Maqdis (kota Yerussalem) yang sudah dikuasai selama 92 tahun (perhitungan tahun hijriyah) atau selama 88 tahun (perhitungan tahun masehi) oleh tentara salib.
Di saat Mesir mengalami krisis di segala bidang maka orang-orang Nasrani memproklamirkan perang Salib melawan Islam, yang mana Mesir adalah salah satu Negara Islam yang diintai oleh Tentara Salib. Shalahudin al-Ayyubi seorang panglima tentara Islam tidak menghendaki Mesir jatuh ke tangan tentara Salib, maka dengan sigapnya Shalahudin mengadakan serangan ke Mesir untuk segera mengambil alih Mesir dari kekuasaan Fatimiyah yang jelas tidak akan mampu mempertahankan diri dari serangan Tentara Salib. Menyadari kelemahannya Dinasti Fatimiyah tidak banyak memberikan perlawanan, mereka lebih rela kekuasaannya diserahkan kepada Shalahudin dari pada diperbudak tentara salib yang kafir. Maka sejak saat itu selesailah kekuasaan Dinasti Fatimiyah di Mesir, berpindah tangan ke Shalahudin al-Ayyubi. Shalahuddin al Ayyubi yang telah menguasai Halb dan Maushil, menjadikan pasukan salib terkepung di Baitul Maqdis oleh pasukan Shalahuddin al Ayyubi. Di utara oleh pasukan Shalahuddin al Ayyubi di Suriah, dari selatan oleh pasukan di Mesir, dan dari timur pasukan di Yordania. Jadi berdirilah negara Ayyubiyah dengan kepala pemerintahan Shalahuddin al Ayyubi yang wilayahnya mencakup Mesir, Suriah, sebagian wilayah Irak dan Yaman..
B. Perkembangan Kebudayaan/Peradaban Islam pada Masa Dinasti Al-Ayyubiyah
Shalahudin panglima perang Muslim yang berhasil merebut Kota Yerusalem pada Perang Salib itu tak hanya dikenal di dunia Islam, tetapi juga peradaban Barat. Sosoknya begitu mempesona. Ia adalah pemimpin yang dihormati kawan dan dikagumi lawan. Di era keemasannya, dinasti ini menguasai wilayah Mesir, Damaskus, Aleppo, Diyarbakr, serta Yaman. Masa dinasti ini pula perkembangan wakaf sangat menggembirakan, wakaf tidak hanya terbatas pada benda tidak bergerak, tapi juga benda bergerak semisal wakaf tunai. Tahun 1178 M/572 H, dalam rangka menyejahterakan ulama dan kepentingan misi mazhab Sunni, Salahuddin Al-Ayyubi menetapkan kebijakan bahwa orang Kristen yang datang dari Iskandar untuk berdagang wajib membayar bea cukai. Tidak ada penjelasan, orang Kristen yang datang dari Iskandar itu membayar bea cukai dalam bentuk barang atau uang,namun lazimnya bea cukai dibayar dengan menggunakan uang. Uang hasil pembayaran bea cukai itu dikumpulkan dan diwakafkan kepada para fuqaha’ dan para keturunannya.
Sebagaimana dinasti-dinasti sebelumnya, Dinasti Ayyubiyah pun mencapai kemajuan yang gemilang dan mempunyai beberapa peninggalan bersejarah. Kemajuan-kemajuan itu mencakup berbagai bidang, diantaranya adalah :
1. Bidang Arsitektur dan Pendidikan
Penguasa Ayyubiyah telah berhasil menjadikan Damaskus sebagai kota pendidikan. Ini ditandai dengan dibangunnya Madrasah al–Shauhiyyah tahun 1239 M sebagai pusat pengajaran empat madzhab hukum dalam sebuah lembaga Madrasah. Dibangunnya Dar al Hadist al-Kamillah juga dibangun (1222 M) untuk mengajarkan pokok-pokok hukum yang secara umum terdapat diberbagai madzhab hukum sunni. Sedangkan dalam bidang arsitek dapat dilihat pada monumen Bangsa Arab, bangunan masjid di Beirut yang mirip gereja, serta istana-istana yang dibangun menyerupai gereja. Shalahuddin juga membangun benteng setelah menyadari bahwa ancaman pasukan salib akan terus menghantui, maka tugas utama dia adalah mengamankan Kairo dan sekitarnya (Fustat). Penasihat militernya saat itu mengatakan bahwa Kairo dan Fustat masing-masing membutuhkan benteng pertahanan, tapi Shalahuddin memiliki ide brilian, bahwa dia akan membangun benteng strategis yang melindungi secara total kotanya. Selanjutnya, dia memerintahkan untuk membangun benteng kokoh dan besar diatas bukit Muqattam yang melindungi dua kota sekaligus Kairo dan Fustat.
Proyek besar Citadel dimulai pada 1176 M dibawah Amir Bahauddin Qaraqush. Shalahuddin juga membangun dinding yang memagari Kairo sebagai kota residen bani Fatimiyyah, sekaligus juga memagari benteng kebesarannya serta Qata’i-al Fustat yang saat itu merupakan pusat ekonomi Kairo terbesar. Selain itu, jugaberdiri masjid agung di Sulaiman yang dimulai pembangunannya sejak dinasti Umayyah pada 717 M, masjid agung Aleppo hingga kini masih menjadi salah satu karya besar arsitektur di dunia muslim. Di masjid agung Aleppo terdapat makam Nabi Zakaria dan di Damaskus terdapat makam Nabi Yahya. Bentuk dan konstruksi masjid agung Damaskus dari dulu hingga kini masih terjaga, sementara masjid Aleppo sudah banyak mengalami perubahan dari bentuk aslinya karena sempat diguncang gempa bumi dan dihancurkan oleh serangan Bizantium dan tentara Mongol. Meski tak lagi mewarisi struktur masjid peninggalan bani umayyah, namun masjid agung Aleppo sangat dikenal sebagai masterpiece dalam dunia islam, karena mewarisi sentuhan beragam dinasti islam yang pernah Berjaya.
2. Bidang Filsafat dan Keilmuan
Bukti konkritnya adalah Adelasd of Bath yang telah diterjemahkan, karya-karya orang Arab tentang astronomi dan geometri, penerjemahan bidang kedokteran. Di bidang kedokteran ini telah didirikan sebuah rumah sakit bagi orang yang cacat pikiran.
3. Bidang Industri
Kemajuan di bidang ini dibuktikan dengan dibuatnya kincir oleh seorang Syiria yang lebih canggih dibanding buatan orang Barat. Terdapat pabrik karpet, pabrik kain dan pabrik gelas.
4. Bidang Perdagangan
Bidang ini membawa pengaruh bagi Eropa dan negara–negara yang dikuasai Ayyubiyah. Di Eropa terdapat perdagangan agriculture dan industri. Hal ini menimbulkan perdagangan internasional melalui jalur laut, sejak saat itu Dunia ekonomi dan perdagangan sudah menggunakan sistem kredit, bank, termasuk Letter of Credit (LC), bahkan ketika itu sudah ada uang yang terbuat dari emas.
5. Bidang Militer
Selain memiliki alat-alat perang seperti kuda, pedang, panah, dan sebagainya, ia juga memiliki burung elang sebagai kepala burung-burung dalam peperangan. Disamping itu, adanya perang Salib telah membawa dampak positif, keuntungan di bidang industri, perdagangan, dan intelektual, misalnya dengan adanya irigasi.
C. Tokoh Ilmuwan Muslim dan Perannya dalam Kemajuan Kebudayaan/Peradaban Islam pada Masa Dinasti Al Ayyubiyah
Pada masa dinasti Ayyubiyah, Shalahuddin al Ayyubi beserta keluarga dan pendiri-pendiri dinasti sangat memperhatikan kelangsungan berbagai bidang termasuk bidang pendidikan dan pengetahuan. Sehingga bermunculan tokoh-tokoh ilmuwan yang sangat berpengaruh pada perkembangan kebudayaan atau peradaban Islam, mereka di antaranya adalah:
1. Abdul Latif al Bagdadi dan Al - Hufi, ahli ilmu mantiq dan bayan (bahasa)
2. Syekh Abul Qasim al Manfalubi, ahli Fiqih
3. Syamsudin Khalikan, ahli sejarah
4. Abu Abdullah al Quda’i, ahli Fiqih, Hadits dan Sejarah
5. Abu Abdullah Muhammad bin Barakat, ahli nahwu
6. Hasan bin Khatir al Farisi, ahli Fiqih dan Tafsir
7. Maimoonides, ahli ilmu astronomi, ilmu ke-Tuhanan, tabib, dan terutama sebagai ahli filsafat.
8. Ibn al Baytar (1246 M), dokter hewan dan medikal. Beberapa karyanya yang sampai saat ini masih terkenal di wilayah Eropa tentang buku ramuan obat Islam “ Management Of The Drug Store”
9. Sejumlah penulis, sastarawan, dan ilmuwan termuka, seperti Abu Firas Al Hamadani dan Thayib al Mutanabbi.
D. Ibrah Perkembangan Kebudayaan/Peradaban Islam pada Masa Dinasti Al-Ayyubiyah untuk Masa Kini dan Yang Akan Datang
Shalahuddin al Ayyubi sangat berusaha keras dalam menghadapi perang salib, dan dalam membentengi umat Islam dari kristenisasi. Misalnya memberi sumber untuk pembangunan masjid, pembuatan sekolah gratis kepada siswa muslim yang tidak mampu, dan pemberian sandang pangan bekas namun masih layak pakai. Sikap seorang negarawan yang tegas dan berani sepertinya patut dicontoh apalagi pada saat sekarang ini yang lebih mementingkan kepentingan pribadi daripada kepentingan bersama. Seperti sikap tegas Shalahuddin yang langsung mencopot jabatan para amir yang lemah di mana keberadaan mereka justru mengganggu gerakan jihad yang mulai digelar olehnya, para aparatur yang melakukan korupsi, dan yang bersekongkol dengan penjahat dan perampok. Rasa yang sangat mengutamakan pendidikan dan pengetahuan juga penting untuk dilanjutkan pada setiap generasi. Karena ilmu dan pendidikan merupakan modal utama untuk menjaga dan mempertahankan kebudayaan atau peradaban Islam. Ilmu juga mendapat tempat yang sama pentingnya dengan agama, yaitu untuk mengetahui ajaran-ajaran agama dan hukum-hukum Islam.
Melihat perjuangan yang sangat heroik dari Shalahuddin al Ayyubi,hendaklah kita berusaha dengan tekad dan kuat dalam mensyiarkan agama Islam agar upaya kristenisasi tidak akan berkembang lagi, dan Islam juga tetap konsisten di zaman yang sudah modern sekarang. Sebaliknya, kehidupan umat manusia saat ini justru hawa nafsu lebih mendonasi ketimbang moral dan akal. Peran dalam bentuk non fisik inilah apalagi di tengah perkembangan globalisasi saat ini, yang terkadang memperlemah semangat keimanan umat Islam. Maka dari itu, sebagai langkah awal yang sederhana peringatan maulid Nabi Muhammad SAW menjadi sangat penting.
E. Meneladani Sikap Keperwiraan Shalahuddin al-Ayyubi
Shalahudin al Ayyubi adalah seorang muslim yang tahu akan agamanya dan kosekuen dengannya. Ia tahu hak tanah airnya kemudian mempertahankannya. Ia tahu hak-hak saudaranya kaum Muslimin kemudian menunaikan hak-hak tersebut dengan sebaik-baiknya. Shalahudin al Ayyubi juga merupakan panglima perang Muslim yang dihormati kawan dan dikagumi lawan karena akhlaknya dan tindakannya yang tangguh tetapi tetap mengakui hak asasi manusia dalam setiap peperangan yang dilakukannya. Sikap keperwiraan Shalahudin al Ayyubi lainnya yang baik dicontoh adalah:
1. Membela agama dan rakyat
2. Memadamkan pemberontakan
3. Menghadapi tentara salib
4. Mempertahankan agama dan negara
Beliau juga sosok yang memiliki toleransi tinggi terhadap umat beragama, seperti contohnya:
1. Ketika beliau menguasai Iskandariyah, ia tetap mengunjungi orang-orang kristen
2. Ketika perdamaian dengan tentara salib tercapai, beliau masih mengizinkan orang-orang kristen berziarah ke Baitul Maqdis.
zudi-pranata.blogspot.com/.../perkembangan-islam-pada-masa-dinasti-al
Berdirinya dinasti Al-ayyubiyah
Bani Ayyubiyah merupakan keturunanAyyub suku Kurdi. Pendiri dinasti ini adalahSalahuddin Yusuf al-Ayyubi putra dari Najamuddin bin Ayyub. Pada masa Nuruddin Zanki (Gubernur Suriah dari bani Abbasiyah),Salahuddin diangkat sebagai kepala garnisum di Balbek.
Kehidupan Salahuddin Yusuf al-Ayyubi penuh dengan perjuangan dan peperangan. Semua itu dilakukan dalam rangka menunaikan tugas negara untuk memadamkan sebuah pemberontakan dan juga dalam menghadapi tentara salib.
Perang yang dilakukannya dalam rangka untuk mempertahankan dan membela agama. Selain itu Salahuddin Yusuf al-Ayyubi juga seorang yang memiliki toleransi yang tinggi terhadap umat agama lain, hal ini terbukti:
a. Ketika beliau menguasai Iskandariyah ia tetap mengunjungi orang-orang kristen
b. Ketika perdamaian tercapai dengan tentara salib, ia mengijinkan orang-orang kristen berziarah ke Baitul Makdis.
Keberhasilan beliau sebagai tentara mulai terlihat ketika ia mendampingi pamannya Asaduddin Syirkuh yang mendapat tugas dari Nuruddin Zanki untuk membantu Bani Fatimiyah di Mesir yang perdana menterinya diserang oleh Dirgam. Salahuddin Yusuf al-Ayyubi berhasil mengalahkan Dirgam, sehingga beliau dan pamannya mendapat hadiah dari Perdana Menteri berupa sepertiga pajak tanah Mesir. Akhirnya Perdana Menteri Syawar berhasil menduduki kembali jabatannya pada tahun 1164 M.
Tiga tahun kemudian, Salahuddin Yusuf al-Ayyubi kembali menyertai pamannya ke Mesir. Hal ini dilakukan karena Perdana Menteri Syawar bersekutu/ bekerjasama dengan Amauri yaitu seorang panglima perang tentara salib yang dulu pernah membantu Dirgam. Maka terjadilah peperangan yang sangat sengit antara pasukan Salahuddin dan pasukan Syawar yang dibantu oleh Amauri. Dalam. Dalam peperangan tersebut pasukan Salahuddin berhasil menduduki Iskandariyah, tetapi ia dikepunt dari darat dan laut oleh tentara salib yang dipimpin oleh Amauri. Akhirnya peperangan ini berakhir dengan perjanjian damai pada bulah Agustus 1167 M, yang isinya adalah sebagai berikut:
a. Pertukaran tawanan perang
b. Salahuddin Yusuf al-Ayyubi harus kembali ke Suriah
c. Amauri harus kembali ke Yerusalem
d. Kota Iskandariyah diserahkan kembali kepada Syawar.
Pada tahun 1169, tentara salib yang dipimpin oleh Amauri melanggar perjanjian damai yang disepakati dahulu yaitu Dia menyerang Mesir dan bermaksud untuk menguasainya. Hal itu tentu saja sangat membahayakan keadaan umat islam di Mesir, karena:
a. Mereka banyak membunuh rakyat di Mesir
b. Mereka berusaha menurunkan Khalifah al-Adid dari jabatannya
Khalifah al-Addid mengangkat Asaduddin Syirkuh sebagai Perdana Menteri Mesir pada tahun 1169 M. ini merupakan pertama kalinya keluarga al-Ayyubi menjadi Perdana Menteri, tetapi sayang beliau menjadi Perdana Menteri hanya dua bulan karena meninggal dunia.Khalifal al-Adid akhirnya mengangkat Salahuddin Yusuf al-Ayyubi menjadi Perdana Menteri menggantikan pamannya Asaduddin Syirkuh dalam usia 32 tahun. Sebagai Perdana Menteri beliau mendapati gelar al-Malik an-Nasir artinya penguasa yang bijaksana.
Setelah Khalifah al-Adid (Khalifah Dinasti Fatimah) yang terakhir wafat pada tahun 1171 M, Salahuddin Yusuf al-Ayyubi berkuasa penyh untuk menjalankan peran keagamaan dan politik. Maka sejak saat itulah Dinasti Ayyubiyah mulai berkuasa hingga sekitar 75 tahun lamanya.
Penguasa-penguasa Dinasti Al-Ayyubiah
Selama lebih kurang 75 tahun dinasti Al-Ayyubiyah berkuasa, terdapat 9 orang penguasa yakni sebagai berikut:
1. Salahuddin Yusuf Al-Ayyubi (1171-1193 M)
2. Malik Al-Aziz Imaduddin (1193-1198 M)
3. Malik Al-Mansur Nasiruddin (1198-1200 M)
4. Malik Al-Adil Saifuddin, pemerintahan I (1200-1218 M)
5. Malik Al-Kamil Muhammad (1218-1238 M)
6. Malik Al-Adil Sifuddin, pemerintahan II (1238-1240 M)
7. Malik As-Saleh Najmuddin (1240-1249 M)
8. Malik Al-Mu’azzam Turansyah (1249-1250 M)
9. Malik Al-Asyraf Muzaffaruddin (1250-1252 M)
Dalam uraian berikut akan dibahas mengenai penguasa-penguasa yang menonjol, yaitu:
1. Salahuddin Yusuf Al-Ayyubi (1171-1193 M)
2. Malik Al-Adil Saifuddin, pemerintahan I (1200-1218 M)
3. Malik Al-Kamil Muhammad (1218-1238 M)
1. Salahuddin Yusuf Al-Ayyubi (1171-1193 M)
Salahuddin Yusuf Al-Ayyubi tidak hanya dikenal sebagai seorang panglima perang yang gagah berani dan ditakuti, akan tetapi lebih dari itu, beliau adalah seorang yang sangat memperhatikan kemajuan pendidikan. Salah satu karya monumental yang disumbangkannya selama beliau menjabat sebagai sultan adalah bangunan sebuah benteng pertahanan yang diberi nama Qal’atul Jabal yang dibangun di Kairo pada tahun 1183 M.
Selain itu beliau juga merupakan salah seorang Sultan dari dinasti Ayyubiyah yang memiliki kemampuan memimpin. Hal ini diketahui dari cara Salahuddin Yusuf Al-Ayyubi dalam mengangkat para pembantunya (Wazir)yang terdiri dari orang-orang cerdas dan terdidik. Mereka antara lain seperti Al-Qadhi Al-Fadhil dan Al-Katib Al-Isfahani. Sementara itu sekretaris pribadinya bernama Bahruddin bin Syadad, yang kemudian dikenal sebagai penulis Biografinya.
Salahuddin Yusuf Al-Ayyubi tidak membuat suatu kekuasaan yang terpusat di Mesir. Beliau justru membagi wilayak kekuasaannya kepada saudara-saudara dan keturunannya. Hal ini mengakibatkan munculnya beberapa cabang dinast Ayyubiyah berikut ini:
a. Kesultanan Ayyubiyah di Mesir
b. Kesultanan Ayyubiyah di Damaskus
c. Keamiran Ayyubiyah di Aleppo
d. Kesultanan Ayyubiyah di Hamah
e. Kesultanan Ayyubiyah di Homs
f. Kesultanan Ayyubiyah di Mayyafaiqin
g. Kesultanan Ayyubiyah di Sinjar
h. Kesultanan Ayyubiyah di Hisn Kayfa
i. Kesultanan Ayyubiyah di Yaman
j. Keamiran Ayyubiyah di Kerak
Salahuddin Yusuf al-Ayyubi dianggap sebagai pembaharu di Mesir karena dapat mengembalikan mazhab sunni.Melihat keberhasilannya itu Khlaifah al-Mustadi dari Bani Abbasiyah memberi gelar kepadanya al-Mu’izz li Amiiril mu’miniin (penguasa yang mulia).Khalifah al-Mustadi juga memberikan Mesir, an-Naubah, Yaman, Tripoli, Suriah dan Maghrib sebagai wilayah kekuasaan Salahuddin Yusuf al-Ayyubi pada tahun 1175 M. sejak saat itulah Salahuddin dianggap sebagai Sultanul Islam Wal Muslimiin (Pemimpin umat ilam dan kaum muslimin).
Di antara orang-orang yang iri dan melakukan pemberontakan terhadap Salahuddi Yusuf al-Ayyubi adalah sebagai berikut:
a. Pemberontakan yang dilakukan Nuruddin Zanki, ia memberontak karena kebesaran namanya tersaingi oleh Salahuddin Yusuf al-Ayyubi
b. Pemberontakan yang dilakukan Hijab (Kepala rumah tangga Khalifah al-Adid), ia memberontak karena merasa hak-haknya banyak dikurangi.
c. Pemberontakan yang dilakukan oleh kaum Asassin yang dipimpin oleh Syakh Sinan karena merasa tersaingi.
d. Pemberontakan yang dilakukan Zanki, kelompok ini merupakan permbela Al-Malik as-Salih yang bersekongkol dengan al-Gazi (penguasa Mosul dan paman Malik as-Salih Ismail) yang beusaha menjatuhkan Salahuddin Yusuf al-Ayyubi karena merasa tersaingi.
Perang melawan tentara salib yang pertama adalah melawan Amalric 1, taja Yerusalem, yang kedua melawan Baldwin IV (putra Amalric 1), yang ketiga melawan Raynald de Chatillon (penguasa benteng Karak di sebelah tidur laut mati), yang keempat melawan Raja Baldwin V sehingga kota-kota seperti Teberias, Nasirah, Samaria, Suweida, Beirut, Batrun, Akra, Ramalah, Gaza Hebron dan Baitul Maqdis berhasil dikuasai oleh Salahuddin Yusuf al-Ayyubi.
Selain Clement III, para penguasa Eropa yang membantu dalam perang melawan Salahuddin Yusuf al-Ayyubi adalah:
a. Philip II, Raja Prancis
b. Richard I, The Lion Heart (Hati Singa), Raja Inggris
c. William, raja Sisilia
d. Frederick Barbafossa, Kaisar Jerman
Setelah perang melawan tentara salib selesai, Salahuddin Yusuf al-Ayyubi memindahkan pusat pemerintahannya dari Mesir ke Damaskus, dan dia meninggal di sana pada tahun 1193 M dalam usia 57 tahun.
2. Malik Al-Adil Saifuddin, pemerintahan I (1200-1218 M)
Sering dipanggil Al-Adil nama lengkapnya adalah al-Malik al-Adil saifuddin Abu Bakar bin Ayyub. Dari nama Sifuddin inilah tentara salib memberi julukan Saphadin. Beliau putra Najmuddin Ayyub yang merupakan saudara muda Salahuddin Yusuf al-Ayyubi.
Setelah kematian Salahuddin, Ia menghadapi pemberontakan dari Izzuddin di Mosul. Ia juga menentukan siapa yang berhak menjadi penguasa ketika terjadi perselisihan diantara anak-anak Salahuddin Yusuf al-Ayyubi yaitu al-Aziz dan al-Afdal. Setelah kematian al-Aziz. al-Afdal berusaha meduduki jabatan Sultan, akan tetapi al-Adil beranggapan al-Afdal tidak pantas menjadi Sulatan. Akhirnya terjadilah peperangan antara keduanya, al-Adil nberhasil mengalahkan al-Afdal dan beliau menjadi Sultan di Damaskus.
Al-Adil merupakan seorang pemimpin pemerintahan danpengatur strategi yang berbakat dan efektif.
3. Malik Al-Kamil Muhammad (1218-1238 M)
Nama lengkap al-Kamil adalah al-Malik al-Kamil Nasruddin Abu al-Maali Muhammad. Selain dipuja karena mengalahkan dua kali pasukan salib ia juga dicaci maki karena menyerahkan kembali kota Yerusalem kepada orang Kristen.
Al-Kamil adalah putra dari al-Adil. Pada tahun 1218 al-Kamil memimpin pertahanan menghdapi pasukan salib yang mengepung kota Dimyat (Damietta) dan kemudian menjadi Sulatan sepeninggal ayahnya. Pada tahun 1219, Ia hampir kehilangan takhtanya karena konserpasi kaum kristen koptik. Al-Kamil kemudian pergi ke Yaman untuk menghindari konspirasi itu, akhirnya konspirasi itu berhasil dipadamkan oleh saudaranya bernama al-Mu’azzam yang menjabat sebagai gubernur Suriah.
Pada bulan Februari tahun 1229 M, al-Kamil menyepakati perdamaian selama 10 tahun denga Federick II, yang berisi antara lain:
a. Ia mngembalikan Yerusalem dan kota-kota suci lainnya kepada pasukan salib
b. Kaum muslimin dan yahudi dilarang memalsuki kota itu kecuali disekitar Masjidil Aqsa dan Majid Umar.
Al-Kamil meninggal dunia pada tahun 1238 M. Kedudukannya sebagai Sultan digantikan oleh Salih al-Ayyubi.
Berakhirnya dinasti Ayyubiyah
Runtuhnya Dinasti Ayyubiyah dimulai pada masa pemerintahan Sultan As-Salih. Setelah As-Salih meniggal pada tahun 1249 M, kaum Mamluk mengangkati estri As-Salih, Syajaratud Durr sebagai Sultanah. Dengan demikian, berakhirlah kekuasaan Dinasti Ayyubiah di Mesir. Medkipun demikian dinasti Ayyubiyah masih berkuasa di Suriah. Pada tahun 1260 M. tentara Mongol hendak menyerbu Mesir. Komando tentara Islam dipegang oleh Qutuz, panglima perang Mamluk. Dalam pertempuran di Ain Jalut, Qutuz berhasil mengalahkan tentara Mongol dengan gemilang. Selanjutnya, Qutuz mengambil alih Kekuasaan Dinasti Ayyubiyah. Sejak itu, berakhirlah kekuasaan Dinasti Ayyubiyah.
iwansubhan.blogspot.com/.../sejarah-islam-sejarah-berdirinya-dinasi.html
Sejarah Daulah Ayyubiyah
Daulah Ayyubiyah adalah sebuah daulah besar yang berbentuk dinasti atau kerajaan, berkuasa di Timur Tengah antara abad ke-12 sampai abad ke-13. Namun daulah ini mungkin asing bagi umat Islam secara umum, umat Islam lebih akrab dengan nama-nama kerajaan seperti Daulah Umayyah, Daulah Abbasiyah, dan Daulah Utsmaniyah, bahkan nama daulah ini kalah tenar dibandingkan sultan mereka sendiri, Sultan Shalahuddin al-Ayyubi.
Artikel ini akan menyuplikkan sejarah singkat Daulah Ayyubiyah.
Asal Penamaan dan Pertumbuhannya
Nama Ayyubiyah dinisbatkan kepada Najmuddin Ayyub bin Syadi, ayah dari Shalahuddin al-Ayyubi, seorang Kurdi yang berasal dari Kota Dvin, di Utara Armenia. Najmuddin Ayyub berasal dari suku Rawadiya yang merupakan warga mayoritas Kota Dvin. Sebagian orang-orang Bani Ayyub menyatakan bahwa mereka bukanlah orang Kurdi. Mereka mengklaim sebagai orang Arab keturunan dari Bani Umayyah yang tinggal di Utara Armenia. Shalahuddin al-Ayyubi sendiri membantah pendapat ini, dan menyatakan bahwa ia adalah orang asli Kurdi bukan dari bangsa Arab.
Keadaan Kota Dvin yang semula nyaman bagi keluarga Syadi berubah menjadi kota yang tidak bersahabat setelah ditaklukkan oleh Turki. Hal ini memaksa Syadi membawa kedua putra; Najmuddin Ayyub dan Asaduddin Syirkuh pindah menuju Tikrit, Irak.
Sesampainya di Tikrit, ia disambut oleh temannya, Mujahid al-Din Bihruz, yang merupakan panglima militer Dinasti Saljuk untuk wilayah Utara Mesopotamia. Kemudian Bihruz mengangkat Syadi menjadi amir di wilayah Tikrit. Setelah Syadi wafat, putra tertuanya Ayyub menggantikan jabatannya dan sang adik Syirkuh menjadi wakilnya. Mereka berdua berhasil memimpin Tikrit dengan baik dan manarik simpati masyarakat.
Kepemimpinan mereka di Tikrit berjalan dengan baik dan tidak memiliki konflik dengan pihak luar sampai terjadi insinden terbunuhnya salah seorang pejabat Abbasiyah oleh Syirkuh. Menurut Syirkuh hal itu terjadi karena perwakilan Abbasiyah itu hendak mengganggu seorang wanita dan ia berusaha menolong wanita tersebut. Pihak Abbasiyah pun mengambil sikap dengan menjadikan Ayyub dan Syirkuh sebagai buronan. Akhirnya kedua bersaudara ini pindah dari Tikrit menuju wilayah kekuasaan Daulah Zankiyah. Di sana mereka mendapatkan perlindungan dari Nuruddin az-Zanki.
Perang terbesar dalam sejarah konflik Pasukan Salib dan Pasukan Islam pun mulai berkobar. Frederick Barbarossa menempuh jalur darat dan berhasil ditenggelamkan ketika menyeberangi sungai Cicilian, sebagian pasukannya kembali dan sebagian yang lain bergabung dengan pasukan Richard The Lion Hart.
History of The Arab
Islamstory.com dll.
Artikel www.KisahMuslim.com
Pada masa selanjutnya, ketika Daulah Zankiyah tidak memiliki sosok pemimpin, mereka bergabung dan mengintegrasikan wilayah mereka di bawah kekuasaan Shalahuddin al-Ayyubi. Kemudian Mei 1175 Shalahuddiin ditetapkan sebagai penguasa Mesir, Maroko, Nubia, Arab Barat, Palestina, dan Suriah Tengah oleh Khalifah Abbasiyah.
Penaklukkan Jerusalem
Pada 3 Juli 1187 Shalahuddin dan pasukannya mengepung wilayah Tiberias, sementara Pasukan Salib sedang mengadakan persiapan untuk menyerang Daulah Ayyubiyah. Mendengar hal itu, Shalahuddin langsung bertolak menuju pusat pemerintahannya di Kafr Sabt –sebuah daerah di Utara Palestina-. Ia meninggalkan pasukannya di Tiberias, dan memerintahkan pasukannya yang lain untuk mencegat Pasukan Salib di wilayah Hattin. 4 Juli 1187, terjadilah peperangan besar antara Shalahuddin dan pasukannya dengan tentara Salib, perang yang terjadi di saat kaum muslimin berpuasa ini dikenal dengan Perang Hattin. Pada perang ini, sebanyak 20.000 tentara Salib berhasil ditundukkan, di antara mereka ada yang mati kehausan dan kepanasan. Sedangkan Raja Jerusalem yang memimpin Pasukan Salib di perang ini, Guy de Lusignan, berhasil ditawan. Shalahuddin adalah pria yang penuh adab dan keramahan, ia memperlakukan tawanannya yang terhormat ini dengan penuh adab, tidak seperti yang digambarkan oleh sebagian pihak. Adapun tawanan seperti Reginald dari Chaliton yang berhianat dengan merusak perdamaian dieksekusi sebagai bayaran dari perbuatannya. Demikian juga dengan seluruh ksatria gereja dan pasukan elit Kristen, semua dieksekusi di depan khalayak.
Kekalahan di Hattin telah memangkas gerak penyebaran Pasukan Salib di Timut Tengah dan juga mengakibatkan Jerusalem kehilangan sebagian pasukannya. Kondisi ini benar-benar dimanfaatkan Shalahuddin untuk terus menekan Pasukan Salib. Terbukti, empat hari setelah perang itu, Shalahuddin mengajak kaum muslimin bersatu memerangi tentara Salib dan mengusir mereka dari tanah Palestina. Ia mengumpulkan semua pasukannya dari berebagai desament menuju tanah suci Jerusalem dengan tujuan membebaskannya.
Pada bulan Agustus 1187, pasukan besar ini telah berhasil menaklukkan Ramalah, Gaza, Bayt Jibrin, dan Laturn. Kemudian pada 2 Oktober 1187, barulah Shalahuddin bersama pasukannya berhasil membebaskan Jerusalem setelah berunding dengan penguasanya, Balian dari Ibelin. Saat itu lantunan adzan dari Masjid al-Aqsha menggantikan dentang lonceng gereja yang biasa menggema di Jerusalem.
Perang Salib III
Kekalahan yang dialami Pasukan Salib di tahun 1187 menyisakan dendam dan keinginan untuk merebut kembali wilayah-wilayah kekuasaan mereka yang telah terlepas. Pada tahun 1189, Paus Gregory VIII menyerukan Perang Salib III. Ia menyeru kerajaan-kerajaan besar Kristen di Eropa untuk menyambut seruannya tersebut. Sekutu bersar Salib yang teridiri dari Frederick Barbarossa dari Kerajaan Romawi, Philip Augustus dari Prancis, Richard The Lion Hart dari Inggris, dan ditambah Guy de Lusignan yang menghianati janjinya kepada Shalahuddin untuk tidak kembali memeranginya setelah Shalahuddin membebaskannya dari tawanan, mereka semua bersatu dalam shaf Pasukan Salib untuk menghadapi Shalahuddin al-Ayyubi dan umat Islam.
Dalam peperangan yang berlangsung selama dua tahun ini, Richard berhasil mengalahkan Shalahuddin al-Ayyubi. Akibat kekalahan itu sebagian Pasukan Islam ditawan oleh Richard, dan ia meminta dua syarat jika Shalahuddin menginginkan pasukannya dibebaskan; pertama, membayar tebusan sebesar 200.000 keping emas, kedua, Pasukan Islam harus memperbaiki Salib Suci. Namun syarat ini tidak dipenuhi oleh Pasukan Islam dan Richard membantai 2700 tawanan tersebut.
Apa yang dilakukan Richard tentu saja jauh berbeda dengan yang dilakukan Shalahuddin ketika menaklukkan Jerusalem, Shalahuddin membebaskan ribuan tawanan Jerusalem tanpa menciderai mereka sedikit pun, ditambah lagi pembebasan tawanan lainnya atas permintaan Uskup Jerusalem. Tidak hanya sampai di situ, bersamaan dengan tawanan Pasukan Islam yang dibunuh oleh Richard, Shalahuddin malah membalasnya dengan membebaskan tawanan yang ada padanya yang terdiri dari orang-orang miskin, para wanita dan anak-anak, tanpa tebusan sama sekali.
Masa Keruntuhan
Kesultanan yang telah dibangun Shalahuddin dari Tigris sampai ke Nil telah ia bagi-bagikan kepada ahli warisnya. Sayangnya tidak ada satu pun dari mereka yang mewarisi keahliannya dalam memimpin. Anak-anaknya al-Malik al-Afdhal yang menggantikan kedudukannya di Damaskus, al-Zahir mewarisi tahta di Aleppo, dan si bungsu sekaligus kepercayaan Shalahuddin, Shalah al-Adil yang menguasai Karak dan Syaubak, gagal meneruskan kejayaan Daulah Ayyubiyah ini.
Kekuasaan mereka berhasil direbut oleh paman mereka sendiri al-Adil antara tahun 1196-1199 M. Pada masa selanjutnya, kekuasaan Dinasti dilanjutkan oleh anak-anak al-Adil dan kemudian dihancurkan oleh pasukan Tartar.
Sumber:
Ditulis oleh Nurfitri Hadi Artikel www.KisahMuslim.com
Sejarah Pembentukan Dinasti al-Ayyubiyah
PERKEMBANGANISLAM PADA MASA DINASTI AL-AYYUBIYAH.
PERKEMBANGANISLAM PADA MASA DINASTI AL-AYYUBIYAH.
SejarahPembentukan Dinasti al-Ayyubiyah
Dinastial-Ayyubiyah didirikan oleh Salahuddin Yusuf al-Ayyubi. Ia dilahirkan diTikrit, tepi sungai Tigris, pada 1138 M dan berasal dari suku kurdi. Penamaan al-Ayyubiyahinidinisbatkan pada nama belakang pendirinya, yaitu Salahuddin Yusuf al-Ayyubi,diambil dari nama kakeknya yang bernama ayyub. Nama besar dinasti ini diperolehsejak Salahuddin Yusuf al-Ayyubi berhasil mendirikan kesultanan yang bermazhabSunni, menggantikan kesultanan Fathimiyah yang bermazhab Syi’ah.Salahuddin Yusuf al-Ayyubi mengawali karierpolitiknya pada saat ayahnya, Najmudin bin Ayyub ditunjuk sebagai komandanpasukan di kota Ba’labak oleh panglima (Atabeg) yang berkuasa saat itu yaitu NuruddinZangi. Pada tahun 1164 M, Salahuddin Yusuf al-Ayyubi mengikuti ekspedisipamannya ke Mesir. Tahun 1169 M, Salahuddin Yusuf al-Ayyubi diangkat menjadiwazir oleh penguasa dinasti Fathimiyah, dan akhirnya pada tahun 1171 M, iaberhasil menakhlukkan khalifah terakhir dinasti Fathimiyah, yaitu al-Adid yangberkuasa sejak tahun 1160-1171 M. Sejak Salahuddin Yusuf al-Ayyubi menguasaidinasti Fathimiyah, ia berusaha menghapus tradisi mendo’akan khalifahFathimiyah dalam khutbah Jum’at dan mengganti dengan mendo’akan khalifahdinasti Abbasiyah, yaitu al-Mustadhi yang berkuasa sejak tahun 566-575H/1170-1180 M. Ini merupakan wujud pengakuan Salahuddin Yusuf al-Ayyubi ataspemerintahan dinasti Abbasiyah yang bermazhab Sunni. Keberhasilan Salahuddin Yusuf al-Ayyubi dalammenaklukkan wilayah kekuasaan dinasti Fathimiyah, prestasi politik militernya,dan kemenangannya saat melawan pasukan Salib, menimbulkan kekhawatiran NuruddinZangi. Ia melihat Salahuddin Yusuf al-Ayyubi menjadi ancaman yang sangatpotensial. Tidak dipungkiri bahwa Salahuddin Yusuf al-Ayyubi memiliki keinginanuntuk memperbesar kekuasaannya. Ambisi itu belum bisa di wujudkan karena iamasih bawahan Nuruddin Zangi. Ketika Nuruddin Zangi wafat pada tahun 1174 M.ambisi itu diwujudkan dengan mengumumkan pengambilalihan kekuasaan Bani Zankidi wilayah Mesir. Kemudian ia merebut Suriah dari tangan Ismail, putra, danpengganti Nuruddin Zangi.Sementara itu, kakak tertua Salahuddin Yusufal-Ayyubi bernama Turansyah berhasil mengambil alih Yaman. Kemudian di bulanMei 1175 M, Salahuddin Yusuf al-Ayyubi mendapat pengakuan dari khalifahAbbasiyah sebagai penguasa Mesir, Afrika Utara, Nubia, Hejaz, dan SuriahTengah. Sepuluh tahun kemudian, ia menaklukkan daerah Mesopotamia.Pada 1170 M Salahuddin berhasil menaklukkan wilayahMasyhad dari tangan Rasyiddin Sinan. Kemudian pada tahun 583 H tepatnya tanggal1, 3, dan 4 Juli 1187 ia berhasil merebut Tiberias, dan melancarkan PerangHattin untuk menangkis serangan pasukan Salib.Pada tanggal 2 Oktober 1187 , tentara Perancismenyatakan menyerah pada pasukan Salahuddin Yusuf al-Ayyubi. Sejak saat itusuara azan terdengar kembali di Masjidil-Aqsha menggantikan suara loncenggereja. Salahuddin Yusuf al-Ayyubi melancarkan serangan kedua yaitu, ke utarameliputi al-Laziqiyyah, Jabalah, Syihyawan, serta ke Selatan meliputi al-Karaqdan asy-Syaubak. Semua wilayah itu jatuh ke tangan Salahuddin sebelum tahun1189 M. Akan tetapi, sampai pada tahun 1189 M, Tripoli, Antokia (Turki), Tyre,dan kota kecil lainnya, masih berada di bawah kekuasaan tentara Salib.Setelah perang besar memperebutkan kota ‘Aka yangberlangsung pada tahun 1189-1191 M dan dimenangkan oleh tentara Salib, maka kedua belah pihak mengadakan genjatan senjata dan perjanjian perdamaian agarhidup dalam keadaan damai tanpa perang. Perjanjian damai itu di capai padatanggal 2 November 1192 M. Dalam perjanjian itu disetujui bahwa daerah pesisirdikuasai oleh tentara Salib, sedangkan daerah pedalaman dikuasai oleh pasukanmuslim. Dan pada akhirnya, pada tanggal 19 Februari 1193 M ia jatuh sakit di Damaskus dan wafat dua belas hari kemudian dalam usia 55 tahun.Salahuddin Yusuf al-Ayyubi tidak hanya di kenalsebagai panglima perang yang gagah berani dan di takuti, akan tetapi ia adalahseorang yang sangat memperhatikan kemajuan pendidikan, studi keagamaan,membangun bendungan, menggali terusan, mendirikan sekolah, dan mesjid. Salahsatu karyanya adalah bangunan sebuah benteng pertahanan yang bernamaQal’atul-Jabal, yang di bangun di Kairo pada tahun 1183 M.Salahuddin Yusuf al-Ayyubi mengangkat parapembantunya yang terdiri dari orang-orang cerdas dan terdidik, seperti al-Qadhial-Fadhil dan al-Katib al-Isfahani. Sekretaris pribadinya bernama Bahruddin binSyaddad, di kenal sebagai penulis biografinya. Setelah Salahuddin Yusufal-Ayyubi meninggal, daerah kekuasaannya di bagikan kepada keturunannya.Al-Malikul Afdal memperoleh wilayah Damaskus. Al-Aziz memperoleh kekuasaan diKairo, al-Malikul Jahir berkuasa di Aleppo (Halb) dan al-Adil, adik SalahuddinYusuf al-Ayyubi berkuasa di al-Kark dan asy-Syaubak.Antara tahun 1196 M dan 1199 M, al-Adil berhasilmenguasai beberapa daerah lainnya sehingga menjadi penguasa tunggal Mesir dansebagian Suriah. Setelah ia wafat pada 1218 M, beberapa cabang Bani Ayyubmenegakkan kekuasaan sendiri di Mesir, Damaskus, Mesopotamia, Hims, Hamah, danYaman. Sejak itu, terjadi pertentangan antara keluarga Ayyubiyah di Mesir danAyyubiyah di Damaskus memperebutkan Suriah.Al-Kamil Muhammad, putra al-Adil yang menguasaiMesir (615-635 H / 1218-1238 M). Ia bangkit untuk melindungi daerahkekuasaannya dari rongrongan tentara Salib yang telah menaklukkan Dimyati padamasa pemerintahan ayahnya. Tentara Salib berusaha untuk menaklukkan Mesirdengan bantuan Italia. Penaklukkan Mesir penting, karena dengan demikian merekaakan dapat menguasai jalur perdagangan Samudra Hindia melalui Laut Merah.Hampir dua tahun (November 1219-Agustus 1221) terjadi konflik antara tentaraSalib dan pasukan Mesir, al-Kamil berhasil memaksa tentara Salib untuk meninggalkanDimyati.Selain memberikan perhatian serius dalam politikdan militer, al-Kamil juga di kenal sebagai seorang penguasa yang perhatianterhadap pembangunan dalam negri. Program pemerintahannya yang menonjol ialahmembangun saluran irigasi dan membuka lahan pertanian serta menjalin hubunganperdagangan dengan Eropa. Ia dapat menjaga kerukunan beragama antara orangmusluim dan orang Koptik Kristen.Meskipun tentara muslim telah berusaha merebut kotasuci Jerussalem, tetapi pada saat itu kota ini masih di kuasai oleh tentaraSalib sampai tahun 1244 M. Ketika Malikus Saleh , putra Malik al-Kamil,memerintah pada 1240-1249 M, pasukan Turki dari Khawarizm mengembalikan kotaitu ke tangan Islam. Pada tanggal 6 Juni 1249 M, pelabuhan Dimyati ditaklukkanoleh tentara Salib yang di pimpin oleh Raja Louis IX dari Perancis. Ketikapasukan Salib hendak menuju Kairo, sungai Nil pasang, sehingga sulitmenyebrangi sungai Nil dan akhirnya tentara Salib dapat dikalahkan oleh pasukanAyyubiyah pada bulan April 1250 M.Pada bulan November 1249 M, Malikus Saleh maninggaldunia. Semula Malikus Saleh akan digantikan oleh putra Mahkota Turansyah.Turansyah dipanggil pulang dari Mesopotamia. Untuk mengisi kekosongankekuasaan, sebelum Turansyah tiba di Mesir, kekuasaan sementara dikendalikanoleh ibu tirinya, yaitu Syajaratud Durr. Akan tetapi, ketika Turansyahmengambil alih pemerintahan, para penguasa Mamluk (budak atau hamba yangdimiliki oleh tuannya) menentang, karna mereka tidak suka Turansyah. Kemudianmereka menyusun rencana untuk menyingkirkannya. Belum genap setahun Turansyahdibunuh oleh para Mamluk atas perintah Syajaratud Durr. Sejak itu SyajaratudDurr menganggap dirinya sebagai Sultan wanita (Sultanah) pertama Mesir. Akantetapi ia tidak memiliki kekuasaan penuh, karna kekuasaan sebenarnya berada dikaum Mamluk. Karena itu, Syajaratud Durr hanya sebagai seorang pemimpin dinastiAyyubiyah sebatas lambang saja tanpa kedaulatan yang riil (1250-1257). Dinastial-Ayyubiyah mengalami masa kehancuran setelah al-Asyraf Musa meninggal pada1252 M, dan kekuasaan pindah ke tangan penguasa Mamluk yang menggantikan posisipenguasa dinasti al-Ayyubiyah.Selama lebih kurang 83 tahun dinasti al-Ayyubiyahberkuasa, terdapat 9 orang penguasa, yaitu :à Salahuddin Yusuf al-Ayyubi (564-589 H / 1169-1193M)à Malik al-Aziz Imaduddin (589-596 H / 1193-1198 M)à Malik al-Mansur Nasiruddin (595-596 H / 1198-1200M)à Malik al-Adil Saifuddin, pemerintahn I (596-615 H / 1200-1218 M)à Malik al-Kamil Muhammad, (615-635 H / 1218-1238 M)à Malik al-Adil Saifuddin, pemerintahan II (635-637 H / 1238-1240 M)à Malik as-Saleh Najmuddin (637-647 H / 1240-1249 M)à Malik al-Mu’azzam Turansyah (647 H / 1249 M)à Malik al-Asyraf Muzaffaruddin (647-650 H / 1249-1252 M)
B. Ketokohan Salahuddin Yusuf al-AyyubiSalahuddin
Yusuf al-Ayyubi selain dikenal sebagai pendiri dinasti al-Ayyubiyah, juga di kenal sebagai seorang perwira tinggi yang memiliki kecerdasan dalam menjalankan tugas kemiliterannya, baik selama menjadi panglima maupunselamakepemimpinannyadalamdinasti al-Ayyubiyah.Keberhasilan Salahuddin Yusuf al-Ayyubi menaklukkankekuasaan dinasti Fathimiyah, adalah berkat restu khalifah al-Mustadhi, penguasa Bani Abbasiyah. Restu itu di berikan karena Salahuddin Yusuf al-Ayyubimenyatakan dukungannya kepada khalifah Bani Abbasiyah di Bagdad. Pemerintah Bagdad menganggap Salahuddin Yusufal-Ayyubi sebagai orang yang cerdas dan dapat menyelesaikan konflik antarakedua kekuasaan. Antara dinasti Fathimiyah dan dinasti Abbasiyah terdapatperseteruan yang hebat. Perseteruan ini terus berlangsung hingga akhirnya SalahuddinYusuf al-Ayyubi memberikan pertolongan untuk mengalahkan dinasti Fathimiyah.Dalam riwayatnya, hampir sebagian usianyadipergunakan untuk menghalau pasukan Salib. Peperangan yang cukup menentukan perjalanan umat islam adalah Perang Hittin yang terjadi pada tanggal 3 Juli1187 M. Salahuddin Yusuf al-Ayyubi berhasil mengalahkan pasukan Salib danmenawan sebagian tentaranya.Selanjutnya, Salahuddin Yusuf al-Ayyubi memusatkan perhatiannya untuk merebut Jerussalem dari pasukan tentara Salib. Di kota ini, ribuan umat islam dibantai habis. Sesampainya dikota itu,ia memberi perintah agar seluruh pasukan Salib meninggalkan kota Jerussalem. Tetapi perintah itutidak di hiraukan, Salahuddin Yusuf al-Ayyubi bersumpah untuk melakukan balasdendam atas tragedi tersebut. Setelah beberapa lama dikepung, pasukan Salib kehilangan semangat bertempur dan memohon kemurahan hati agar mereka dibebaskan.Permintaan itu dipenuhi oleh Salahuddin Yusufal-Ayyubi, tanpa rasa dendam. Bangsa Romawi dan Syiria Kristen diberi kebebasan hidup dan diizinkan untuk menetap di Jerussalem. Menurut ketentuan, setiapbangsa yang tertawan harus membayar uang tebusan kepada pemenang. Dalam peraturan, setiap tahanan orang dewasa membayar uang tebusan sebesar 10 dinardan anak-anak 1 dinar.Ketika bangsa Perancis dan Latin ingin meninggalkan Jerussalem mereka harus mematuhi peraturan tersebut, tetapi Salahuddin Yusufal-Ayyubi tidak ingin menerapkan ketentuan itu bagi kedua bangsa ini. Merekadibiarkan bebas dan Salahuddin Yusuf al-Ayyubi mengeluarkan sendiri dana yang diperlukan untuk menebus sejumlah tawanan. Salahuddin Yusuf al-Ayyubi jugamembagikan sedekah bagi masyarakat Kristen yang miskin dan lemah sebagai bekalperjalanan mereka pulang.Jatuhnya Jerussalem ke tangan Salahuddin Yusufal-Ayyubi menimbulkan keprihatinan di kalangan tokoh-tokoh Kristen. Seluruh penguasa negeri Kristen di Eropa melancarkan serangan pasukan Salib kembali.Ribuan pasukan Kristen pergi menuju Tyre untuk berjuang mengembalikan kekuatantentara Salib yang hilang. Para pendeta menyerukan kepada seluruh umat Kristenberjuang merebut kekuasaan mereka yang berpindah ke tangan pasukan muslim. Parapenguasa di Eropa juga menyambut seruan ini. Kaisar Jerman bernama FrederickBarbarosa, Philip August Kaisar Perancis, Richard Kaisar Inggris dan pembesar lainnya membentuk pasukan Salib. Setelah pasukan gabungan berkumpul di Tyre,mereka bergerak menuju Acre, dan mengepung kota ini selama dua tahun.Setelah pasukan Salib berhasil menguasai kota Acre,tentara Salib pada pimpinan Richard bergerak menuju kota Ascalan. Namun sebelum pasukan Richard sampai, kota ini telah dikuasai oleh pasukan Salahuddin Yusufal-Ayyubi terlebih dahulu, sehingga Richard kewalahan dan melakukan perjanjian damai. Isi perjanjian damai itu adalah pasukan muslim dan Kristen tidak saling menyerang wilayah kekuasaan masing-masing. Masyarakat di wilayah kedua belah pihak dapat keluar masuk tanpa ada gangguan apa pun.Setelah perjanjian damai usai, Richard meninggalkan Jerussalem. Lalu, setelah tinggal di kota itu beberapa lama, Salahuddin Yusufal-Ayyubi pergi menuju Damaskus untuk menghabiskan sisa hidupnya. Perjalanandan perjuangan melelahkan yang menghabiskan energi dan pemikiran SalahuddinYusuf al-Ayyubi, sehingga pada tahun 1193 M, ia meninggal dunia.Selain sebagai seorang jendral dan sultan, Salahuddin Yusuf al-Ayyubi juga sebagai pemimpin kharismatik, teguh pendirian, sabar, dan pema’af. Hal itu tercermin dari sikapnya yang tidak mau membalas dendam terhadap pasukan Salib yang membunuh masyarakat muslim secara missal di Jerussalem, bahkan mau mema’afkan mereka. Kebesaran jiwa inilah yang patut diteladani oleh kita semua.
Dinastial-Ayyubiyah didirikan oleh Salahuddin Yusuf al-Ayyubi. Ia dilahirkan diTikrit, tepi sungai Tigris, pada 1138 M dan berasal dari suku kurdi. Penamaan al-Ayyubiyahinidinisbatkan pada nama belakang pendirinya, yaitu Salahuddin Yusuf al-Ayyubi,diambil dari nama kakeknya yang bernama ayyub. Nama besar dinasti ini diperolehsejak Salahuddin Yusuf al-Ayyubi berhasil mendirikan kesultanan yang bermazhabSunni, menggantikan kesultanan Fathimiyah yang bermazhab Syi’ah.Salahuddin Yusuf al-Ayyubi mengawali karierpolitiknya pada saat ayahnya, Najmudin bin Ayyub ditunjuk sebagai komandanpasukan di kota Ba’labak oleh panglima (Atabeg) yang berkuasa saat itu yaitu NuruddinZangi. Pada tahun 1164 M, Salahuddin Yusuf al-Ayyubi mengikuti ekspedisipamannya ke Mesir. Tahun 1169 M, Salahuddin Yusuf al-Ayyubi diangkat menjadiwazir oleh penguasa dinasti Fathimiyah, dan akhirnya pada tahun 1171 M, iaberhasil menakhlukkan khalifah terakhir dinasti Fathimiyah, yaitu al-Adid yangberkuasa sejak tahun 1160-1171 M. Sejak Salahuddin Yusuf al-Ayyubi menguasaidinasti Fathimiyah, ia berusaha menghapus tradisi mendo’akan khalifahFathimiyah dalam khutbah Jum’at dan mengganti dengan mendo’akan khalifahdinasti Abbasiyah, yaitu al-Mustadhi yang berkuasa sejak tahun 566-575H/1170-1180 M. Ini merupakan wujud pengakuan Salahuddin Yusuf al-Ayyubi ataspemerintahan dinasti Abbasiyah yang bermazhab Sunni. Keberhasilan Salahuddin Yusuf al-Ayyubi dalammenaklukkan wilayah kekuasaan dinasti Fathimiyah, prestasi politik militernya,dan kemenangannya saat melawan pasukan Salib, menimbulkan kekhawatiran NuruddinZangi. Ia melihat Salahuddin Yusuf al-Ayyubi menjadi ancaman yang sangatpotensial. Tidak dipungkiri bahwa Salahuddin Yusuf al-Ayyubi memiliki keinginanuntuk memperbesar kekuasaannya. Ambisi itu belum bisa di wujudkan karena iamasih bawahan Nuruddin Zangi. Ketika Nuruddin Zangi wafat pada tahun 1174 M.ambisi itu diwujudkan dengan mengumumkan pengambilalihan kekuasaan Bani Zankidi wilayah Mesir. Kemudian ia merebut Suriah dari tangan Ismail, putra, danpengganti Nuruddin Zangi.Sementara itu, kakak tertua Salahuddin Yusufal-Ayyubi bernama Turansyah berhasil mengambil alih Yaman. Kemudian di bulanMei 1175 M, Salahuddin Yusuf al-Ayyubi mendapat pengakuan dari khalifahAbbasiyah sebagai penguasa Mesir, Afrika Utara, Nubia, Hejaz, dan SuriahTengah. Sepuluh tahun kemudian, ia menaklukkan daerah Mesopotamia.Pada 1170 M Salahuddin berhasil menaklukkan wilayahMasyhad dari tangan Rasyiddin Sinan. Kemudian pada tahun 583 H tepatnya tanggal1, 3, dan 4 Juli 1187 ia berhasil merebut Tiberias, dan melancarkan PerangHattin untuk menangkis serangan pasukan Salib.Pada tanggal 2 Oktober 1187 , tentara Perancismenyatakan menyerah pada pasukan Salahuddin Yusuf al-Ayyubi. Sejak saat itusuara azan terdengar kembali di Masjidil-Aqsha menggantikan suara loncenggereja. Salahuddin Yusuf al-Ayyubi melancarkan serangan kedua yaitu, ke utarameliputi al-Laziqiyyah, Jabalah, Syihyawan, serta ke Selatan meliputi al-Karaqdan asy-Syaubak. Semua wilayah itu jatuh ke tangan Salahuddin sebelum tahun1189 M. Akan tetapi, sampai pada tahun 1189 M, Tripoli, Antokia (Turki), Tyre,dan kota kecil lainnya, masih berada di bawah kekuasaan tentara Salib.Setelah perang besar memperebutkan kota ‘Aka yangberlangsung pada tahun 1189-1191 M dan dimenangkan oleh tentara Salib, maka kedua belah pihak mengadakan genjatan senjata dan perjanjian perdamaian agarhidup dalam keadaan damai tanpa perang. Perjanjian damai itu di capai padatanggal 2 November 1192 M. Dalam perjanjian itu disetujui bahwa daerah pesisirdikuasai oleh tentara Salib, sedangkan daerah pedalaman dikuasai oleh pasukanmuslim. Dan pada akhirnya, pada tanggal 19 Februari 1193 M ia jatuh sakit di Damaskus dan wafat dua belas hari kemudian dalam usia 55 tahun.Salahuddin Yusuf al-Ayyubi tidak hanya di kenalsebagai panglima perang yang gagah berani dan di takuti, akan tetapi ia adalahseorang yang sangat memperhatikan kemajuan pendidikan, studi keagamaan,membangun bendungan, menggali terusan, mendirikan sekolah, dan mesjid. Salahsatu karyanya adalah bangunan sebuah benteng pertahanan yang bernamaQal’atul-Jabal, yang di bangun di Kairo pada tahun 1183 M.Salahuddin Yusuf al-Ayyubi mengangkat parapembantunya yang terdiri dari orang-orang cerdas dan terdidik, seperti al-Qadhial-Fadhil dan al-Katib al-Isfahani. Sekretaris pribadinya bernama Bahruddin binSyaddad, di kenal sebagai penulis biografinya. Setelah Salahuddin Yusufal-Ayyubi meninggal, daerah kekuasaannya di bagikan kepada keturunannya.Al-Malikul Afdal memperoleh wilayah Damaskus. Al-Aziz memperoleh kekuasaan diKairo, al-Malikul Jahir berkuasa di Aleppo (Halb) dan al-Adil, adik SalahuddinYusuf al-Ayyubi berkuasa di al-Kark dan asy-Syaubak.Antara tahun 1196 M dan 1199 M, al-Adil berhasilmenguasai beberapa daerah lainnya sehingga menjadi penguasa tunggal Mesir dansebagian Suriah. Setelah ia wafat pada 1218 M, beberapa cabang Bani Ayyubmenegakkan kekuasaan sendiri di Mesir, Damaskus, Mesopotamia, Hims, Hamah, danYaman. Sejak itu, terjadi pertentangan antara keluarga Ayyubiyah di Mesir danAyyubiyah di Damaskus memperebutkan Suriah.Al-Kamil Muhammad, putra al-Adil yang menguasaiMesir (615-635 H / 1218-1238 M). Ia bangkit untuk melindungi daerahkekuasaannya dari rongrongan tentara Salib yang telah menaklukkan Dimyati padamasa pemerintahan ayahnya. Tentara Salib berusaha untuk menaklukkan Mesirdengan bantuan Italia. Penaklukkan Mesir penting, karena dengan demikian merekaakan dapat menguasai jalur perdagangan Samudra Hindia melalui Laut Merah.Hampir dua tahun (November 1219-Agustus 1221) terjadi konflik antara tentaraSalib dan pasukan Mesir, al-Kamil berhasil memaksa tentara Salib untuk meninggalkanDimyati.Selain memberikan perhatian serius dalam politikdan militer, al-Kamil juga di kenal sebagai seorang penguasa yang perhatianterhadap pembangunan dalam negri. Program pemerintahannya yang menonjol ialahmembangun saluran irigasi dan membuka lahan pertanian serta menjalin hubunganperdagangan dengan Eropa. Ia dapat menjaga kerukunan beragama antara orangmusluim dan orang Koptik Kristen.Meskipun tentara muslim telah berusaha merebut kotasuci Jerussalem, tetapi pada saat itu kota ini masih di kuasai oleh tentaraSalib sampai tahun 1244 M. Ketika Malikus Saleh , putra Malik al-Kamil,memerintah pada 1240-1249 M, pasukan Turki dari Khawarizm mengembalikan kotaitu ke tangan Islam. Pada tanggal 6 Juni 1249 M, pelabuhan Dimyati ditaklukkanoleh tentara Salib yang di pimpin oleh Raja Louis IX dari Perancis. Ketikapasukan Salib hendak menuju Kairo, sungai Nil pasang, sehingga sulitmenyebrangi sungai Nil dan akhirnya tentara Salib dapat dikalahkan oleh pasukanAyyubiyah pada bulan April 1250 M.Pada bulan November 1249 M, Malikus Saleh maninggaldunia. Semula Malikus Saleh akan digantikan oleh putra Mahkota Turansyah.Turansyah dipanggil pulang dari Mesopotamia. Untuk mengisi kekosongankekuasaan, sebelum Turansyah tiba di Mesir, kekuasaan sementara dikendalikanoleh ibu tirinya, yaitu Syajaratud Durr. Akan tetapi, ketika Turansyahmengambil alih pemerintahan, para penguasa Mamluk (budak atau hamba yangdimiliki oleh tuannya) menentang, karna mereka tidak suka Turansyah. Kemudianmereka menyusun rencana untuk menyingkirkannya. Belum genap setahun Turansyahdibunuh oleh para Mamluk atas perintah Syajaratud Durr. Sejak itu SyajaratudDurr menganggap dirinya sebagai Sultan wanita (Sultanah) pertama Mesir. Akantetapi ia tidak memiliki kekuasaan penuh, karna kekuasaan sebenarnya berada dikaum Mamluk. Karena itu, Syajaratud Durr hanya sebagai seorang pemimpin dinastiAyyubiyah sebatas lambang saja tanpa kedaulatan yang riil (1250-1257). Dinastial-Ayyubiyah mengalami masa kehancuran setelah al-Asyraf Musa meninggal pada1252 M, dan kekuasaan pindah ke tangan penguasa Mamluk yang menggantikan posisipenguasa dinasti al-Ayyubiyah.Selama lebih kurang 83 tahun dinasti al-Ayyubiyahberkuasa, terdapat 9 orang penguasa, yaitu :à Salahuddin Yusuf al-Ayyubi (564-589 H / 1169-1193M)à Malik al-Aziz Imaduddin (589-596 H / 1193-1198 M)à Malik al-Mansur Nasiruddin (595-596 H / 1198-1200M)à Malik al-Adil Saifuddin, pemerintahn I (596-615 H / 1200-1218 M)à Malik al-Kamil Muhammad, (615-635 H / 1218-1238 M)à Malik al-Adil Saifuddin, pemerintahan II (635-637 H / 1238-1240 M)à Malik as-Saleh Najmuddin (637-647 H / 1240-1249 M)à Malik al-Mu’azzam Turansyah (647 H / 1249 M)à Malik al-Asyraf Muzaffaruddin (647-650 H / 1249-1252 M)
B. Ketokohan Salahuddin Yusuf al-AyyubiSalahuddin
Yusuf al-Ayyubi selain dikenal sebagai pendiri dinasti al-Ayyubiyah, juga di kenal sebagai seorang perwira tinggi yang memiliki kecerdasan dalam menjalankan tugas kemiliterannya, baik selama menjadi panglima maupunselamakepemimpinannyadalamdinasti al-Ayyubiyah.Keberhasilan Salahuddin Yusuf al-Ayyubi menaklukkankekuasaan dinasti Fathimiyah, adalah berkat restu khalifah al-Mustadhi, penguasa Bani Abbasiyah. Restu itu di berikan karena Salahuddin Yusuf al-Ayyubimenyatakan dukungannya kepada khalifah Bani Abbasiyah di Bagdad. Pemerintah Bagdad menganggap Salahuddin Yusufal-Ayyubi sebagai orang yang cerdas dan dapat menyelesaikan konflik antarakedua kekuasaan. Antara dinasti Fathimiyah dan dinasti Abbasiyah terdapatperseteruan yang hebat. Perseteruan ini terus berlangsung hingga akhirnya SalahuddinYusuf al-Ayyubi memberikan pertolongan untuk mengalahkan dinasti Fathimiyah.Dalam riwayatnya, hampir sebagian usianyadipergunakan untuk menghalau pasukan Salib. Peperangan yang cukup menentukan perjalanan umat islam adalah Perang Hittin yang terjadi pada tanggal 3 Juli1187 M. Salahuddin Yusuf al-Ayyubi berhasil mengalahkan pasukan Salib danmenawan sebagian tentaranya.Selanjutnya, Salahuddin Yusuf al-Ayyubi memusatkan perhatiannya untuk merebut Jerussalem dari pasukan tentara Salib. Di kota ini, ribuan umat islam dibantai habis. Sesampainya dikota itu,ia memberi perintah agar seluruh pasukan Salib meninggalkan kota Jerussalem. Tetapi perintah itutidak di hiraukan, Salahuddin Yusuf al-Ayyubi bersumpah untuk melakukan balasdendam atas tragedi tersebut. Setelah beberapa lama dikepung, pasukan Salib kehilangan semangat bertempur dan memohon kemurahan hati agar mereka dibebaskan.Permintaan itu dipenuhi oleh Salahuddin Yusufal-Ayyubi, tanpa rasa dendam. Bangsa Romawi dan Syiria Kristen diberi kebebasan hidup dan diizinkan untuk menetap di Jerussalem. Menurut ketentuan, setiapbangsa yang tertawan harus membayar uang tebusan kepada pemenang. Dalam peraturan, setiap tahanan orang dewasa membayar uang tebusan sebesar 10 dinardan anak-anak 1 dinar.Ketika bangsa Perancis dan Latin ingin meninggalkan Jerussalem mereka harus mematuhi peraturan tersebut, tetapi Salahuddin Yusufal-Ayyubi tidak ingin menerapkan ketentuan itu bagi kedua bangsa ini. Merekadibiarkan bebas dan Salahuddin Yusuf al-Ayyubi mengeluarkan sendiri dana yang diperlukan untuk menebus sejumlah tawanan. Salahuddin Yusuf al-Ayyubi jugamembagikan sedekah bagi masyarakat Kristen yang miskin dan lemah sebagai bekalperjalanan mereka pulang.Jatuhnya Jerussalem ke tangan Salahuddin Yusufal-Ayyubi menimbulkan keprihatinan di kalangan tokoh-tokoh Kristen. Seluruh penguasa negeri Kristen di Eropa melancarkan serangan pasukan Salib kembali.Ribuan pasukan Kristen pergi menuju Tyre untuk berjuang mengembalikan kekuatantentara Salib yang hilang. Para pendeta menyerukan kepada seluruh umat Kristenberjuang merebut kekuasaan mereka yang berpindah ke tangan pasukan muslim. Parapenguasa di Eropa juga menyambut seruan ini. Kaisar Jerman bernama FrederickBarbarosa, Philip August Kaisar Perancis, Richard Kaisar Inggris dan pembesar lainnya membentuk pasukan Salib. Setelah pasukan gabungan berkumpul di Tyre,mereka bergerak menuju Acre, dan mengepung kota ini selama dua tahun.Setelah pasukan Salib berhasil menguasai kota Acre,tentara Salib pada pimpinan Richard bergerak menuju kota Ascalan. Namun sebelum pasukan Richard sampai, kota ini telah dikuasai oleh pasukan Salahuddin Yusufal-Ayyubi terlebih dahulu, sehingga Richard kewalahan dan melakukan perjanjian damai. Isi perjanjian damai itu adalah pasukan muslim dan Kristen tidak saling menyerang wilayah kekuasaan masing-masing. Masyarakat di wilayah kedua belah pihak dapat keluar masuk tanpa ada gangguan apa pun.Setelah perjanjian damai usai, Richard meninggalkan Jerussalem. Lalu, setelah tinggal di kota itu beberapa lama, Salahuddin Yusufal-Ayyubi pergi menuju Damaskus untuk menghabiskan sisa hidupnya. Perjalanandan perjuangan melelahkan yang menghabiskan energi dan pemikiran SalahuddinYusuf al-Ayyubi, sehingga pada tahun 1193 M, ia meninggal dunia.Selain sebagai seorang jendral dan sultan, Salahuddin Yusuf al-Ayyubi juga sebagai pemimpin kharismatik, teguh pendirian, sabar, dan pema’af. Hal itu tercermin dari sikapnya yang tidak mau membalas dendam terhadap pasukan Salib yang membunuh masyarakat muslim secara missal di Jerussalem, bahkan mau mema’afkan mereka. Kebesaran jiwa inilah yang patut diteladani oleh kita semua.
elva-norlianti.blogspot.com/.../sejarah-pembentukan-dinasti-al-ayyubiya
SALAHUDDIN AL-AYYUBI DAN DINASTI AYYUBIAH
DINASTI AYYUBIAH |
PENGENALAN
Ayubiyyah atau Dinasti Ayubiyyah adalah dinasti orang Islam dari bangsa Kurd yang memerintah Mesir, Syria, Yaman (kecuali untuk Pergunungan Utara), Diyar Bakr, Makkah, Hijaz dan utara Iraq pada abad ke12 dan 13. Ayubiyyah juga dikenali sebagai Ayoubites, Ayyoubites, Ayoubides atau Ayyoubides.
Bani Ayyubiyah merupakan keturunan Ayyub suku Kurdi. Pendiri dinasti ini adalah Salahuddin Yusuf al-Ayyubi putra dari Najamuddin bin Ayyub. Bapanya Najmuddin Ayyub dan bapa saudaranya Syirkuh datang dari Daywin di sempadan Azerbaijan. Keturunan keduanya sebagaimana yang disebutkan sebelum ini adalah dari kabilah Kurdi Rawwadiah.
KELAHIRAN SHALAHUDDIN (532H/ 1137M)
KELAHIRAN SHALAHUDDIN (532H/ 1137M)
Setelah hampir empat puluh tahun kaum Salib menduduki Baitul Maqdis, Shalahuddin Al-Ayyubi baru lahir ke dunia, yakni pada tahun 532 H/1137M di Kubu Tikrit. Ketika dia dilahirkan ayahnya, Najm ad-Din Ayyub ialah penguasa Seljuk di Tikrit. Bapanya dan bapa saudaranya Syirkuh datang dari Daywin di sempadan Azerbaijan Tikrit adalah sebuah daerah yang hampir dengan kota Baghdad. Di sini terdapat sebuah kota yang kukuh terletak di tebing sungai Dijlah.
Kota ini telah dibina oleh raja-raja Parsi di zaman lampau di sebuah kawasan dataran berbatu. Kota ini digunakan untuk menyimpan berbagai khazanah, disamping bertindak sebagai tempat mengintip pergerakan musuh. Daerah ini telah dibuka oleh orang-orang Islam pada tahun 16 H, di zaman pemerintahan Umar bin Al-Khattab RA.
Setelah itu daerah ini bersilih ganti jatuh ke tangan beberapa buah kerajaan Islam, sehinggalah akhirnya ia jatuh ke tangan kerajaan bani Seljuk. Ayyub bin Syazi ayahanda Salahuddin telah berhubung dengan salah seorang pegawai dan pemerintah pasukan polis bani Seljuk di Baghdad di waktu itu adalah Mujahiduddin Bahruz.
Mujahiduddin Bahruz telah melantik Ayyub menjadi penguasa di kota Tikrit, manakala saudaranya Syirkuh Asaduddin telah dilantik sebagai penolongnya. Jawatan kedua beradik ini menyerupai pemerintah Tikrit dalam ertikata yang sebenarnya.
Salahuddin dilahirkan pada hari bapa dan bapa saudaranya diarahkan keluar dari Tikrit. Bahruz sendiri datang menemui mereka dan mengarahkan mereka pergi. Mereka terpaksa pergi kerana Syirkuh telah membunuh seorang pegawai keselamatan yang cuba memperkosa seorang wanita. Dikhuatiri para pengawal lain akan membalas dendam.
LARI KE MOUSUL DAN IMADUDDIN ZANKI
LARI KE MOUSUL DAN IMADUDDIN ZANKI
Mereka lari ke Mousul. Di sana mereka disambut baik oleh Imaduddin Zanki, pemerintah Mousul. Imaduddin Zanki terhutang budi kepada Ayyub dan Syirkuh kerana pernah menyelamatkannya dari dibunuh oleh Bani Seljuk. Mereka dihadiahkan sebidang tanah malah diamanahkan mengurus hal ehwal ketenteraan di Mousul.
Imaduddin Zanki pernah memerangi kerajaan bani Seljuk di kota Tikrit beberapa hari. Serangan yang dilakukan oleh Imaduddin Zanki menatijahkan beliau mengalami kekalahan teruk di hadapan tentera bani Seljuk. Ketika mengundurkan diri ke Mausul, Imaduddin melalui kota Tikrit. Nyawa beliau dan bala tenteranya berada di tangan penguasa kota Tikrit iaitu Najmuddin dan saudaranya Syirkuh. Jika Najmuddin mahu ia boleh membunuh kesemua bala tentera Imaduddin Zanki, namun ia lebih suka memberi layanan yang baik kepada musuh kerajaan bani Seljuk itu, dan memberikan bantuan-bantuan yang perlu sehingga akhirnya Imaduddin Zanki selamat sampai di Mousul.
Zanki menjadi Atabeg (Gabenor) Mosul ditahun 1127, dan Aleppo ditahun 1128, mempersatukan dua kota tersebut dalam satu pemerintahan, dan secara formal dinobatkan oleh Sultan Mahmud II dari Kesultanan Seljuk Agung. Pada tahun 1130, Ia bersekutu dengan Taj al-Mulk Buri dari Damaskus melawan Negara Salib. Namun agaknya terjadi perselisihan di antara kedua pemimpin tersebut. Dalam pertikaian itu, ia memenjarakan putra Buri dan menguasai kota Hama darinya. Ia juga mengepung kota Hims, dimana Gubernurnya berkerjasama dengannya waktu itu, namun ia tidak dapat menguasainya, dan kembali ke Mosul.
Ditahun 1137 Zanki menyerang kota Hims kembali, namun Mu'inudin berhasil mempertahankan kota; sebagai balasan atas serangan terbaru Zanki, Damaskus bersekutu dengan Kerajaan Salibis Yerusalem untuk melawannya. Dibulan Mei 1138 Zanki mencapai persetujuan dengan Damaskus. Ia menikahi Zumurrud dan menerima Hims sebagai hadiah perkawinannya. Dibulan Julai 1139 putra Zumurrud, Shihabudin, terbunuh dan Zanki bergerak ke Damaskus untuk mengambil alih kota. Zanki dapat merampas Baalbak pada Ogos 1139M/ 534H.
KOTA BAALBAK (1139M)
KOTA BAALBAK (1139M)
Najmuddin dan saudaranya berserta Salahuddin tinggal bersama Imaduddin Zanki dibawah layanan yang cukup istimewa dan penuh kemuliaan, malah Imaduddin menyerahkan kepada Najmuddin dan Syirkuh urusan ketenteraan. Ketika kota Ba'albak jatuh ke tangan Imaduddin pada tahun 534H (1139M), beliau telah melantik Najmuddin sebagai gabenor di kota ini. Di kota inilah Salahuddin dibesarkan. Beliau dilatih menghadapi peperangan dan jihad, mempraktikkan siasah negara dan segala urusan yang berkaitan.
Zanki dibunuh oleh seorang budak berbangsa Frank yang bernama Yarankash pada tahun 1146. Selepas kewafatan ayahnya, Nuruddin Zanki menjadi pemerintah Aleppo (Halab) manakala abangnya, Saif ad-Din Ghazi menjadi pemerintah Mousul. Ketika abangnya meninggal dunia pada tahun 1149, ia menggabungkan Mosul di Iraq dalam wilayah kekuasaannya.
Selepas kewafatan Zanki, Najmuddin menyerah kubu Baalkbak kepada Burid. Shalahuddin dikirim oleh Nuruddin ke Damaskus untuk melanjutkan pendidikannya. Selain itu, Shalahuddin juga mendapat pendidikan dari bapa saudaranya Asasuddin Syirkuh. Dalam setiap peperangan yang dipimpin oleh panglima Asasuddin, Shalahuddin sentiasa ikut sebagai tentera pejuang sekalipun usianya masih muda.
MEREBUT DAMSYIK (1154M)
Pada tahun 549 H/1154 M, panglima Asasuddin Syirkuh memimpin tenteranya merebut dan menguasai Damsyik. Shalahuddin yang ketika itu baru berusia 16 tahun turut serta sebagai pejuang. Pada masa itu, Mujiruddin dari dinasti Burid menjadi pemerintah Damsyik. Ketika Ascalon direbut oleh tentara salib tahun 1153, Mujiruddin melarang Nuruddin untuk melakukan perjalanan di teritorinya. Namun Mujiruddin adalah pemimpin yang lemah dibanding pemimpin sebelumnya, dan ia juga setuju untuk membayar upeti untuk tentara salib sebagai ganti untuk perlindungan atas mereka. Kelemahan Damaskus dibawah Mujiruddin membuat Nuruddin menurunkannya tahun 1154 dengan bantuan penduduk kota. Mujiruddin telah dibuang negeri ke Homs.
Nuruddin kini telah mengusai seluruh Syiria.Namun begitu, beliau berhati-hati dengan tidak menyerang Yerusalem, dan meneruskan mengirim ufti tahunan yang dilakukan oleh Mujiruddin. Pada tahun 1162M Nuruddin telah mengerjakan haji ke Mekah. Kemudian barulah beliau tahu Raja Baldwin III dari Yurusalem telah meninggal. Namun begitu beliau tidak menyerang Yurusalem kerana merasa hormat dan simpati kepada Baldwin III .
MENYERANG MESIR 1163M
Pada tahun 558 H/1163 Masihi, panglima Asasuddin membawa Shalahuddin Al-Ayyubi yang ketika itu berusia 25 tahun untuk menundukkan Daulat Fatimiyah di Mesir yang diperintah oleh Aliran Syiah Ismailiyah yang semakin lemah.
Pada tahun 1163, khalifah Fatimiyah adalah al-Adid (memerintah 1160-1171) yang masih muda (14 tahun), tetapi pemerintahan dijalankan oleh wazir Shawar. Pada tahun itu, Shawar disingkirkan oleh Dirgham. Dirgham menawan 3 anaknya yang bernama Thayib, Sulaiman dan Khalil. Thayib dan Sulaiman dibunuh sedangkan Khalil dipenjara.
Nuruddin kini telah mengusai seluruh Syiria.Namun begitu, beliau berhati-hati dengan tidak menyerang Yerusalem, dan meneruskan mengirim ufti tahunan yang dilakukan oleh Mujiruddin. Pada tahun 1162M Nuruddin telah mengerjakan haji ke Mekah. Kemudian barulah beliau tahu Raja Baldwin III dari Yurusalem telah meninggal. Namun begitu beliau tidak menyerang Yurusalem kerana merasa hormat dan simpati kepada Baldwin III .
MENYERANG MESIR 1163M
Pada tahun 558 H/1163 Masihi, panglima Asasuddin membawa Shalahuddin Al-Ayyubi yang ketika itu berusia 25 tahun untuk menundukkan Daulat Fatimiyah di Mesir yang diperintah oleh Aliran Syiah Ismailiyah yang semakin lemah.
Pada tahun 1163, khalifah Fatimiyah adalah al-Adid (memerintah 1160-1171) yang masih muda (14 tahun), tetapi pemerintahan dijalankan oleh wazir Shawar. Pada tahun itu, Shawar disingkirkan oleh Dirgham. Dirgham menawan 3 anaknya yang bernama Thayib, Sulaiman dan Khalil. Thayib dan Sulaiman dibunuh sedangkan Khalil dipenjara.
Setelah itu, Raja Yerusalem, Amalric I yang menggantikan Baldwin III memulai serangan terhadap Mesir, dengan dalih bahwa Fatimiyah tidak membayar ufti yang telah mereka janjikan untuk dibayar selama pemerintahan Baldwin III. Penyerangan ini gagal dan ia terpaksa kembali ke Yerusalem.
Kemudian Nuruddin dikunjungi oleh Shawar dan meminta untuk mengirim pasukan untuk memulihkan kedudukannya sebagai wazir di Mesir. Pada mulanya, Nuruddin tidak mau membagi pasukannya untuk pertahanan Mesir, Shirkuh, meyakinkannya untuk menyerang Mesir. Dirgham bersekutu dengan Amalric, tetapi raja tersebut tidak dapat menggerakkan pasukannya tepat waktu untuk menyelamatkannya. Dirgham terbunuh selama invasi Shirkuh dan kepalanya dipenggal dan dipamerkan keseluruh pelosok negeri. Shawar pun dipulihkan kembali sebagai wazir. Namun ia melanggar janjinya dan bersekongkol dengan khalifah Al Adhid meminta Shirkuh segera angkat kaki dari Mesir.
Shawar kemudian bersekutu dengan Amalric I, yang kemudian tiba dengan pasukan yang banyak untuk mengepung Shirkuh di Bilbeis. Shirkuh bertahan di benteng tersebut selama 8 bulan. Ia dalam keadaan aman dibentengnya itu.
Kepergian pasukan di bawah Amalric I salib ke Mesir itu, dimanfaatkan oleh Nurudin untuk menyerang wilayah-wilayah yang dikuasai kerajaan salib. Nuruddin menyerang Antiokhia dan mengepung istana Harenc meskipun saat itu Antiokia menjadi daerah protektorat Bizantium. Nuruddin mengalahkan pasukan gabungan Antiokhia dan Tripoli bahkan Bohemond III of Antioch dan Raymond III of Tripoli berhasil ditawan. Meskipun begitu ia tidak menyerang kota Antiokhia itu sendiri, kuatir tindakan balasan dari Bizantium. Sebagai gantinya ia mengepung dan berjaya merebut Banias pada 560 H/ Oktober 1165. Selama 2 tahun berikutnya tetap melanjutkan menyerang perbatasan Negara-negara salib.
Keberhasilan Nurudin Mahmud menembus jantung wilayah-wilayah salibis dan menawan raja-rajanya termasuk Bohemond III of Antioch, Raymond III of Tripoli dan Dauq dari Byzantium menyebabkan pasukan Salib yang sedang berjuang mengusir Shirkuh di Mesir benar-benar terpukul.
Raja Amalric I mengajak Shirkuh berdamai. Asadudin Shirkuh menerima tawarannya dengan syarat Shawar bin Mujirudin membayar 60.000 dinar sebagai hukuman penghianatannya.
Selanjutnya Amalric pun terpaksa pulang ke Yerusalem sedangkan Shirkuh pulang ke Syria meninggalkan Mesir. Ternyata Shawar membuat perjanjian rahasia dengan Raja Amalric lagi yang mana isi perjanjian tersebut menyatakan bahwa Raja Almaic wajib membantu Shawar bila diganggu pihak lain. Perjanjian ini diketahui oleh Nurudin. Ia berpendapat bahwa adalah bijaksana kalau membebaskan Mesir dari penghianat seperti Shawar bin Mujirudin ini.
Pada tahun 1166 Shirkuh dikirim kembali ke Mesir dengan pasukan yang terdiri dari 2.000 kavaleri. Pasukan ini menyebrangi sungai Nil dan berhenti di Giza (Jizah) dan mengepung Mesir selama dua bulan dengan pengepungan yang ketat. Shawar pun meminta bantuan pasukan Salib. Pasukan salib yang dipimpin Amalric masuk ke Mesir dari arah Dimyath pada awal tahun 1167. Kedatangan mereka diketahui oleh Shirkuh yang kemudian ia dan pasukannya bertolak menuju Sha’id dan memungut pajak dari warganya. Dan perang pun meletus, yang akhirnya dimenangkan oleh Asaduddin Shirkuh.
Setelah berhasil mengalahkan pasukan Salib, Asadudin Shirkuh bergerak ke kota Alexandria dan menaklukannya. Ia mengangkat Shalahudin Yusuf sebagai gubernur Alexandria, sedang ia sendiri pulang ke Sha’id. Rupanya Shawar menyusun kekuatan baru dan bersekutu dengan pasukan Salib untuk mengepung kota Alexandria dan merebutnya dari tangan Shalahudin Yusuf. Shalahudin mempertahankan kota tersebut dengan gigih meskipun ia dan pasukannya mengalami kesulitan dan kekurangan stok makanan. Tidak lama kemudian Asadudin Shirkuh datang dari Sha’at memberi bala bantuan.
Kedatangan pasukan Shirkuh ini diketahui Shawar dan iapun merasa takut kalau kedua pasukan itu bergabung mengalahkan pasukannya. Ia menawarkan perdamaian kepada Shalahudin dengan kompensasi menyerahkan uang 50.000 dinar. Asadudin Shirkuh menerima tawaran ini. Lalu ia keluar dari kota Alexandria dan menyerahkan urusan kota Alexandria pada orang-orang mesir itu sendiri. Ia pun kembali ke Syria. Sementara itu Shawar memperbaharui perjanjian dengan pasukan Salib dengan memberi tentara perancis sebesar seratus ribu dinar agar kekuatan mereka tetap bermarkas di Mesir. Pasukan Salib menerima tawaran Shawar. Dengan demikian Tentara salib menduduki Alexandria dan Kairo serta menjadikan Mesir sebagai negara pembayar ufti bagi negara salib.
Akan tetapi Amalric tidak dapat menguasai Mesir secara penuh, selama Nuruddin masih menguasai Syiria. Akhirnya ia pun terpaksa kembali ke Yerusalem., dan menjadi kaget karena Nurudin telah menaklukkan benteng daerah-daerah yang dikuasai salib sebelumnya dan menawan banyak sekali wanita dan anak-anak mereka serta mendapat rampasan perang yang banyak seperti perhiasan dan harta mereka.
Pada tahun 1168 Amalric bersekutu dengan Kaisar Manuel dan menyerang Mesir sekali lagi. Ia menyiapkan pasukan besar dan melengkapinya dengan senjata yang lengkap untuk meraih kemenangan. Dengan kekuatan tersebut mereka menyerang Mesir dan menguasai Bilbeis (Balbis) dan menjadikannya markas pasukannya. Dari Balbis mereka bertolak ke Kairo. Hal ini diketahui oleh Shawar dan ia menyadari bahwa hal ini diluar kawalannya. Dan tidak sesuai dengan kesepakatan yang ia buat dengan Raja Yerusalem. Maka ia bakar kotanya yaitu Fustat dan menyuruh penduduknya pindah ke Kairo. Api menyala dan membakar tanaman selama 54 hari.
Pasukan salib banyak membunuh kaum muslimin, menguasai negara dan merampas kekayaannya serta mengancam Khalifah al Adhid. Ancaman pasukan Salib ini memaksa khalifah meminta bantuan kepada Nurudin. Khalifah berjanji dan menyatakan siap memberikan sepertiga pajak mesir kepada Sultan Nurudin Mahmud dan meminta Sultan mau tinggal bersamanya di Kairo bagi melindungi Kairo dari serangan salib. Selain itu ia berjanji memberikan tambahan pajak kepada militer Nurudin diluar sepertiga pajak yang ia janjikan.
Awal tahun 1169 Asadudin Shirkuh dikirim ke Mesir dan mengalahkan pasukan Salib serta mengusir pasukan salib dan membunuh menteri penghianat, Shawar. Kerjasama Wazir besar Shawar dengan orang kafir itu telah menimbulkan kemarahan Emir Nuruddin Zanki dan para pemimpin Islam lainnya termasuk Baghdad. Lalu dipersiapkannya tentera yang besar yang tetap dipimpin oleh panglima Syirkuh dan Shalahuddin Al-Ayyubi untuk menghukum si pengkhianat Shawar. King Almeric terburu-buru menyiapkan pasukannya untuk melindungi Wazir Shawar setelah mendengar kemaraan pasukan Islam. Akan tetapi Panglima Syirkuh kali ini bertindak lebih pantas dan berhasil membinasakan pasukan King Almeric dan menghalaunya dari bumi Mesir dengan aib sekali.
Panglima Shirkuh dan Shalahuddin terus mara ke ibu kota Kaherah dan mendapat tentangan dari pasukan Wazir Shawar. Akan tetapi pasukan Shawar hanya dapat bertahan sebentar saja, dia sendiri melarikan diri dan bersembunyi. Khalifah Al-Adhid Lidinillah terpaksa menerima dan menyambut kedatangan panglima Syirkuh buat kali kedua.
Suatu hari panglima Shalahuddin Al-Ayyubi berziarah ke kuburan seorang wali Allah di Mesir, ternyata Wazir Besar Shawar dijumpai bersembunyi di situ. Shalahuddin segera menangkap Shawar, dibawa ke istana dan kemudian dihukum bunuh.
Khalifah Al-Adhid melantik panglima Asasuddin Syirkuh menjadi Wazir Besar (Menteri) menggantikan Shawar. Wazir Baru itu segera melakukan perbaikan dan pembersihan pada setiap institusi kerajaan secara berperingkat. Sementara anak saudaranya, panglima Shalahuddin Al-Ayyubi diperintahkan membawa pasukannya mengadakan pembersihan di kota-kota sepanjang sungai Nil sehingga Assuan di sebelah utara dan bandar-bandar lain termasuk bandar perdagangan Iskandariah.
Wazir Besar Syirkuh tidak lama memegang jawatannya, kerana beliau wafat pada tahun 565 H/1169 M. Khalifah Al-Adhid melantik panglima Shalahuddin Al-Ayyubi menjadi Wazir Besar menggantikan Syirkuh dengan mendapat persetujuan pembesar-pembesar Kurdi dan Turki. Walaupun berkhidmat di bawah Khalifah Daulat Fatimiah, Shalahuddin tetap menganggap Emir Nuruddin Zanki sebagai ketuanya.
Mulanya Nurudin kurang begitu senang dengan pengangkatan Shirkuh dan Shalahudin sebagai Wazir khalifah Fattimiyah, karena beliau tidak mempercayai kaum Shi’ah. Namun Shalahudin dengan kebijaksanaannya berhasil meyakinkan Nurudin akan kesetiaannya.
Bulan Oktober 1169, Raja Almuric dan Manuel menginvasi Mesir sekali lagi. Pasukan Salib mengepung kota Damietta (Dimyat) selama 50 hari. Salahudin mengirim surat kepada sultan Nurudin minta bantuan, dan Nurudin pun secepatnya mengirim pasukan untuk memperkuat pasukan Salahudin. Pengepungan tentera salib terhadap kota Damietta ini dimanfaatkan oleh Nurudin untuk menyerang negara-negara salib tersebut dengan pasukan besar. Berita penyerangan yang dilakukan oleh Sultan Nurudin itu didengar oleh Pasukan salib yang mengepung kota Damietta. Mereka pun terpaksa menarik mengundurkan pasukan dan menghentikan pengepungan.
Pada tahun 1171, Nurudin memerintahkan kepada Salahudin untuk mendoakan khalifah Abasiyah di Khutbah Sholat Jum’at menggantikan Khalifah Fatimiyah. Mulanya Salahudin tidak setuju takut akan ada pembrontakan di Mesir. Namun salah seorang pengikutnya yang bernama Al Amir Al Amin meyakinkannya untuk menjalankan perintah Sultan Nurudin. Jum’at pertama bulan Muharam 567H.
Dan pada hari jum’at kedua Salahudin memerintahkan seluruh khatib Jumat untuk memutus doanya bagi khalifah Fatimiyah, al Adid dan mengalihkannya kepada Khalifah Abasiyah, Al Mustanjid Billah. Shalahudin juga memecat seluruh hakim Mesir karena mereka berasal dari aliran Syi’ah, dan menggantuinya dengan hakim yang baru dari kalangan Sunni bermazhap Syafi’i.
Mulanya Nurudin kurang begitu senang dengan pengangkatan Shirkuh dan Shalahudin sebagai Wazir khalifah Fattimiyah, karena beliau tidak mempercayai kaum Shi’ah. Namun Shalahudin dengan kebijaksanaannya berhasil meyakinkan Nurudin akan kesetiaannya.
Bulan Oktober 1169, Raja Almuric dan Manuel menginvasi Mesir sekali lagi. Pasukan Salib mengepung kota Damietta (Dimyat) selama 50 hari. Salahudin mengirim surat kepada sultan Nurudin minta bantuan, dan Nurudin pun secepatnya mengirim pasukan untuk memperkuat pasukan Salahudin. Pengepungan tentera salib terhadap kota Damietta ini dimanfaatkan oleh Nurudin untuk menyerang negara-negara salib tersebut dengan pasukan besar. Berita penyerangan yang dilakukan oleh Sultan Nurudin itu didengar oleh Pasukan salib yang mengepung kota Damietta. Mereka pun terpaksa menarik mengundurkan pasukan dan menghentikan pengepungan.
Pada tahun 1171, Nurudin memerintahkan kepada Salahudin untuk mendoakan khalifah Abasiyah di Khutbah Sholat Jum’at menggantikan Khalifah Fatimiyah. Mulanya Salahudin tidak setuju takut akan ada pembrontakan di Mesir. Namun salah seorang pengikutnya yang bernama Al Amir Al Amin meyakinkannya untuk menjalankan perintah Sultan Nurudin. Jum’at pertama bulan Muharam 567H.
Dan pada hari jum’at kedua Salahudin memerintahkan seluruh khatib Jumat untuk memutus doanya bagi khalifah Fatimiyah, al Adid dan mengalihkannya kepada Khalifah Abasiyah, Al Mustanjid Billah. Shalahudin juga memecat seluruh hakim Mesir karena mereka berasal dari aliran Syi’ah, dan menggantuinya dengan hakim yang baru dari kalangan Sunni bermazhap Syafi’i.
Nuruddin Zanki berulang kali mendesak Shahalahuddin agar menangkap Khalifah Al-Adhid dan mengakhiri kekuasaan Daulat Fatimiah untuk seterusnya diserahkan semula kepada Daulat Abbasiah di Baghdad. Akan tetapi Shalahuddin tidak mahu bertindak terburu-buru, beliau memperhatikan keadaan sekelilingnya sehingga musuh-musuh dalam selimut betul-betul lumpuh.
BERAKHIRNYA DINASTI FATIMIAH 1171M
BERAKHIRNYA DINASTI FATIMIAH 1171M
Barulah pada tahun 567 H/1171 Masihi, Shalahuddin mengumumkan penutupan Daulat Fatimiah dan kekuasaan diserahkan semula kepada Daulat Abbasiah. Maka doa untuk Khalifah Al-Adhid pada khutbah Jumaat hari itu telah ditukar kepada doa untuk Khalifah Al-Mustadhi dari Daulat Abbasiah.
Ketika pengumuman peralihan kuasa itu dibuat, Khalifah Al-Adhid sedang sakit kuat, sehingga beliau tidak mengetahui perubahan besar yang berlaku di dalam negerinya dan tidak mendengar bahawa Khatib Jumaat sudah tidak mendoakan dirinya lagi. Sehari selepas pengumuman itu, Khalifah Al-Adhid wafat dan dikebumikan sebagaimana kedudukan sebelumnya, yakni sebagai Khalifah.
Dengan demikian berakhirlah kekuasaan Daulat Fatimyah yang dikuasai oleh kaum Syi’ah selama 270 tahun. Keadaan ini sememangnya telah lama ditunggu-tunggu oleh golongan Ahlussunnah di seluruh negara Islam lebih-lebih lagi di Mesir sendiri. Apalagi setelah Wazir Besar Shawar berkomplot dengan kaum Salib musuh Islam. Pengembalian kekuasaan kepada golongan Sunni itu telah disambut meriah di seluruh wilayah-wilayah Islam, lebih-lebih di Baghdad dan Syiria atas restu Khalifah Al-Mustadhi dan Emir Nuruddin Zanki.
Mereka sangat berterima kasih kepada Panglima Shalahuddin Al-Ayyubi yang dengan kebijaksanaan dan kepintarannya telah menukar suasana itu secara aman dan damai. Serentak dengan itu pula, Wazir Besar Shalahuddin Al-Ayyubi telah merasmikan Universiti Al-Azhar yang selama ini dikenal sebagai pusat pengajian Syiah kepada pusat pengajian Ahlussunnah Wal Jamaah. Semoga Allah membalas jasa-jasa Shalahuddin.
Di Mesir, beliau telah berkuasa penuh, tapi masih tetap taat setia pada kepimpinan Nuruddin Zanki dan Khalifah di Baghdad. Tahun 1173 M, Emir Nuruddin Zanki wafat dan digantikan oleh puteranya Ismail yang ketika itu baru berusia 11 tahun dan bergelar Mulk al Shalih. Para ulama dan pembesar menginginkan agar Emir Salahudin mengambil alih kuasa kerana tidak suka kepada Mulk al-Shalih keran selalu cuai melaksanakan tanggungjawabnya dan suka bersenang-senang. Akan tetapi Shalahuddin tetap taat setia dan mendoakan Mulk al Saleh dalam setiap khutbah Jumaat, bahkan mengabadikannya pada mata wang syiling.
BERMULANYA DINASTI AYYUBIAH 1174M
Apabila Damsyik terdedah pada serangan kaum Salib, barulah Shalahudin menggerakkan pasukannya ke Syiria untuk mempertahankan kota itu daripada jatuh. Tidak lama kemudian Ismail wafat, maka Shalahuddin menyatukan Syria dengan Mesir dan menubuhkan Emirat Al-Ayyubiyah dengan beliau sendiri sebagai Emirnya yang pertama. Dengan kewafatan Nuruddin Zanki pada tahun 1174, beliau menjadi Sultan Mesir. Beliau kemudian mengisytiharkan kemerdekaan daripada kerajaan Seljuk dan mengasaskan Kerajaan Ayubbiyyah. Beliau turut mengembalikan ajaran Sunah Waljamaah di Mesir.
Tiada berapa lama kemudian, Sultan Shalahuddin dapat menggabungkan negeri-negeri An-Nubah, Sudan, Yaman dan Hijaz ke dalam kekuasaannya yang besar. Negara di Afirka yang telah diduduki oleh askar Salib dari Normandy, juga telah dapat direbutnya dalam masa yang singkat. Dengan ini kekuasaan Shalahuddin telah cukup besar dan kekuatan tenteranya cukup ramai untuk mengusir tentera kafir Kristian yang menduduki Baitul Maqdis selama berpuluh tahun.
Sejurus selepas Nur ad-Din meninggal dunia, Salahuddin berarak ke Damsyik, dan setibanya beliau di sana, dia diberi sambutan sambutan yang meriah. Dia mengukuhkan kedudukannya dengan mengahwini balu Nur ad-Din. Walaupun Salahuddin tidak memerintah Aleppo dan Mosul (dua bandar yang pernah dikuasai Nur ad-Din), beliau dapat menggunakan pengaruhnya dan menguasai kedua bandar itu pada tahun 1176 (Aleppo) dan 1186 (Mosul).
Sementara Salahuddin Al-Ayubbi menumpukan perhatiannya ke atas wilayah-wilayah di Syria, negeri-negeri Salib dibiarkan bebas, walaupun begitu beliau sering mencatatkan kemenangan ke atas tentera Salib di mana saja kedua-dua belah pihak bertempur. Beliau bagaimanapun tumpas dalam Perang Montgisard yang berlaku pada 25 November, 1177. Dia ditewaskan oleh gabungan tentera Baldwin IV dari Baitulmuqaddis, Raynald dari Chatillon dan Kesatria Templar.
MELAWAN TENTERA SALIB
Keamanan di antara Salahuddin dan negeri-negeri Salib tercapai pada 1178. Salahuddin meneruskan serangannya pada 1179 selepas daripada kekalahannya dalam Perang Montsigard, dan dalam serangannya ke atas sebuah kubu kuat tentera Salib beliau berjaya menumpaskan tentera Salib. Walau bagaimanapun, tentera Salib terus menyerang orang-orang Muslim. Raynald dari Chatillon mengganggu laluan perdagangan dan haji orang Islam dengan kapal-kapal laut di Laut Merah. Raynald juga mengancam menyerang kota suci Islam yakni Kota Mekah dan Madinah menjadikannya orang paling dibenci dalam dunia Islam. Sebagai tindak balas, Salahuddin Al-Ayubbi menyerang Kerak, sebuah kubu Raynald pada tahun 1183 dan 1184. Raynald kemudian menyerang dan membunuh kabilah yang dalam perjalanan untuk menunaikan haji pada tahun 1185.
Dalam bulan Julai tahun 1187, Salahuddin menyerang negeri-negeri Salib. Pada 4 Julai 1187, beliau bertempur dalam Pertempuran Hattin menentang gabungan kuasa Guy dari Lusignan, raja negeri-negeri Salib, dan Raymond III dari Tripoli. Tentera Salib yang letih dan dahagakan air mudah ditumpaskan oleh tentera Salahuddin. Kekalahan tentera Salib ini membei tamparan yang besar buat mereka dan menjadi satu titik perubahan dalam sejarah Perang Salib. Salahuddin berjaya menangkap Raynald dan beliau sendiri memancung kepala Raynald akibat kesalahannya. Raja Guy juga berjaya ditangkap tetapi beliau tidak dipancung.
Selepas tamatnya Perang Hattin, Salahuddin berjaya merampas kembali hampir keseluruhan kota-kota yang dikuasai tentera Salib. Beliau berjaya menawan semula Baitulmuqaddis (Jerusalem) pada 2 Oktober tahun 1187 selepas hampir 88 tahun kota itu dikuasai tentera Salib (lihat Kepungan Baitulmuqaddis). Kecuali bandar Tyre tidak ditawan Salahuddin. Salahuddin membenarkan tentera dan masyarakat Kristian pergi ke sana. Kota itu sekarang diperintah oleh Conrad dari Montferrat. Dia mengukuhkan pertahanan Tyre dan berjaya menahan dua kepungan yang dilakukan oleh Salahuddin. Pada tahun 1188, Salahuddin membebaskan Guy dari Lusignan dan menghantar beliau kembali kepada isterinya iaitu Sibylla dari Baitulmuqaddis.
Perang Hattin dan kejayaan tentera Islam menawan semula Baitulmuqaddis mengakibatkan terjadinya Perang Salib Ketiga yang dibiayai di England melalui cukai khas yang dikenali sebagai "Cukai Salahuddin". Tentera Salib ini berjaya menawan semula Acre, dan tentera Salahuddin bertempur dengan tentera Raja Richard I dari England (Richard Si Hati Singa) dalam Perang Arsuf pada 7 September 1191. Kedua-dua belah pemimpin baik Salahuddin mahupun Richard amat menghormati antara satu sama lain. Mereka juga pernah bercadang untuk berdamai dengan mengahwinkan adik perempuan Richard, Joan dari England kepada adik lelaki Salahuddin, Al-Adil, dengan kota Baitulmuqaddis menjadi hantarannya. Rundingan ini gagal ekoran kebimbangan berhubung hal-hal agama di kedua-dua belah pihak.
Kedua-dua pemimpin mencapai persetujuan dalam Perjanjian Ramla pada tahun 1192 yang mana kota Baitulmuqaddis akan terus berada dalam tangan orang Islam tetapi dibuka kepada penganut-penganut Kristian. Perjanjian itu menjadikan negeri-negeri salib hanyalah gugusan kecil di sepanjang pesisir pantai Tyre hingga ke Jaffa.
Salahuddin Al-Ayubbi wafat pada 4 Mac 1193 di Kota Damsyik tidak lama selepas pemergian Raja Richard. Setelah kematian Salahuddin, anak lelakinya berebut pembagian kekaisaran, hingga pada 1200 adik Salahuddin, Al-Adil, berhasil mengambil alih atas seluruh kekaisaran. Proses yang sama terjadi pada kematian Al-Adil pada 1218, dan pada anak lelakinya Al-Kamil yang meninggal pada 1238, tetapi Ayubiyyah tetap kuat. Pada 1250 Turanshah, Sultan Mesir Ayubiyyah terakhir, telah dibunuh dan digantikkan oleh jenderal-budak Mamluknya Aibek, yang mendirikan Dinasti Bahri.
Ayyubiyyah terus menguasai Damaskus dan Aleppo hingga tahun 1260 ketika mereka dikuasai oleh Mongol dan setelah kekalahan mongol di Ain Jalut, seluruh Suriah jatuh ke Mamluk.
bahanq2b.blogspot.com/.../dinasti-ayyubiyah.htm...
AYUBIYAH (569 H/1174 M - 650 H/1252 M)Pusat pemerintahan Dinasti Ayubiyah adalah Cairo, Mesir. Wilayah kekuasaannya meliputi kawasan Mesir, Suriah dan Yaman. Dinasti Ayubiyah didirikan Salahudin Yusuf al-Ayyubi, setelah menaklukan khalifah terakhir Dinasti Fatimiyah, al-Adid. Salahudin berhasil menaklukan daerah Islam lainnya dan pasukan salib. Selain dikenal sebagai panglima perang, Salahudin juga mendorong kemajuan di bidang agama dan pendidikan. Berakhirnya masa pemerintahan Ayubiyah ditandai dengan meninggalnya Malik al-Asyraf Muzaffaruddin, sultan terakhir dan berkuasanya Dinasti Mamluk. Peninggalan Ayubiyah adalah Benteng Qal'ah al-Jabal di Cairo, Mesir.
http://www.pesantren-pesbuker.xyz/2014/10/sejarah-dinasti-dan-kekuasaan-khalifah.html
Komentar
Posting Komentar