Sejarah Kota Magelang
SEJARAH KOTA MAGELANG: KOTA TERTUA KEDUA DI INDONESIA
LETAK KOTA MAGELANG
Secara geografis letak kota Magelang berada di tengah-tengah pulau jawa. Selain itu terdapat gunung tidar yang sering dikenal sebagai pakunya pulau jawa.Kota Magelang memiliki posisi yang strategis, karena berada di jalur utama transportasi Semarang-Magelang-Yogyakarta, Magelang-Purworejo serta Magelang-Temanggung. Magelang berada di 75 km sebelah selatan Semarang dan 43 km sebelah utara Yogjakarta. Di samping itu sebagai jalur wisata antara Yogjakarta-Borobudur-dataran tinggi dieng-ketep pass dan kopeng. Kota magelang juga terdapat beberapa tempat wisata seperti taman Kyai langgeng, Taman badaan, alun-alun kota dan lain-lain.
SEJARAH BERDIRINYA KOTA MAGELANG
Menurut sumber seperti cerita rakyat, dongeng maupun cerita legenda ada yang berpendapat bahwa nama Magelang itu berasal dari kisah datangnya orang Keling (Kalingga) ke jawa yang mengenakan hiasan gelang di hidungnya.
Kata gelang mendapat awalan “ma” yang menyatakan kata kerja memakai atau menggunakan, maka berarti “memakai gelang”. Jadi Magelang berarti daerah yang didatangi orang-orang yang menggunakan atau memakai gelang.
Namun ada yang berpendapat bahwa Magelang itu berasal dari kisah dikepungnya Kyai Sepanjang oleh prajurit Mataram secara “temu gelang” atau rapat berbentuk lingkaran. Ada pula yang mengaitkan nama Magelang itu dengan kondisi geografis daerah Kedu “cumlorot” yang ternyata semakna dengan kata gelang.
Hari jadi kota Magelang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah kota Magelang nomor 6 tahun 1989, bahwa tanggal 11 April 907 masehi merupakan hari jadi kota Magelang. Penetapan ini merupakan tindak lanjut dari seminar dan diskusi yang dilaksanakan oleh panitia peneliti hari jadi kota Magelang bekerjasama dengan Universitas Tidar Magelang dengan dibantu pakar sejarah dan arkeologi Universitas Gajah Mada, Drs.MM. Soekarto Kartoatmodjo, dengan dilengkapi berbagai penelitian di museum nasional maupun Museum Radya Pustaka-Surakarta. Ini menjadikan Magelang sebagai kota tertua kedua setelah Palembang.
Berdasarkan sejarah, Dalam prasasti Mantyasih berisi antara lain, penyebutan nama Raja Rake Watukura Dyah Balitung, serta penyebutan angka 829 Çaka bulan Çaitra tanggal 11 Paro - Gelap Paringkelan Tungle, pasaran Umanis hari Senais Sçara atau Sabtu, dengan kata lain hari Sabtu Legi tanggal 11 April 907.
Dalam prasasti ini disebut pula Desa Mantyasih mengandung arti beriman dalam cinta kasih desa tersebut kemudianberada di sebelah barat kota Magelang dengan nama Meteseh di wilayah kecamatan Magelang Utara kota Magelang. oleh Sri Maharaja Rake Watukura Dyah Balitung, desa Mantyasih ditetapkan sebagai desa perdikan atau daerah bebas pajak yang dipimpin oleh pejabat Patih. Juga disebut - sebut gunung SUSUNDARA dan WUKIR SUMBING yang kini dikenal dengan gunung Sindoro dan gunung Sumbing.
Daerah perdikan ini dulu disebut Kebondalem, yang berarti kebun milik Raja, yaitu Sri Sunan Pakubuwono dari Surakarta. Tanah yang membujur ke selatan dari kampung Potrobangsan sampai kampung Bayeman sekarang, dulunya adalah kebun kopi, rempah, buah-buahan dan sayur-sayuran termasuk bayam atau “bayem” dalam bahasa Jawa. Sisa-sisa pernah adanya kebun itu masih dapat dilihat dari nama-nama tempat seperti : Kebon dalem, yaitu sebuah kampung di kelurahan Potrobangsan, Botton Kopen dahulu adalah kebun kopi, Kebon polo atau kebun pala, Kemiri kerep/Kemiri rejo bekas kebun kemiri, Jambon bekas kebun jambu, Bayeman bekas kebun bayam, Pucang sari bekas kebun pohon pucang, Kebon sari bekas kebun yang indah ditanami bermacam-macam tumbuhan, Jambe sari kebun yang ditanami pohon pinang/jambe, Karet bekas kebun pohon karet.
Ketika Inggris menguasai Magelang pada abad ke-18, dijadikanlah kota ini sebagai pusat pemerintah setingkat kabupaten dan diangkatlah Mas Ngabehi Danoekromo sebagai bupati pertama dengan gelar Raden Tumenggung Danoeningrat. Bupati ini pulalah yang kemudian merintis berdirinya kota Magelang dengan membuat alun-alun, bangunan tempat tinggal bupati serta sebuah masjid dan gereja GPIB Jalan Alun-alun Utara. Dalam perkembangan selanjutnya, dipilihlah Magelang sebagai ibukota Karesidenan Kedu pada tahun 1818 karena letaknya yang startegis, dilalui jalan raya yang menuju Yogyakarta.
Setelah pemerintah Inggris takluk oleh Belanda, kedudukan Magelang semakin kuat. Oleh pemerintah Belanda, kota ini dijadikan pusat lalu lintas perekonomian untuk kawasan Jawa Tengah bagian selatan sehingga mendorong perkembangan kota. Selain karena letaknya yang strategis, udara Magelang juga nyaman serta memiliki pemandangan indah, sehingga oleh Belanda kota ini dijadikan kota Magelang Militer. Pemerintah Belanda terus melengkapi sarana dan prasarana perkotaan. Menara air minum dibangun di tengah-tengah kota pada tahun 1918, perusahaan listrik mulai beroperasi tahun 1927, dan jalan-jalan arteri diperkeras dan diaspal.
Begitulah Magelang, yang kemudian berkembang menjadi kota selanjutnya menjadi ibukota Karesidenan Kedu dan juga pernah menjadi ibukota kabupaten Magelang. Setelah masa kemerdekaan kota ini menjadi Kotapraja dan kemudian Kotamadya dan di era Reformasi, sejalan dengan pemberian otonomi seluas-luasnya kepada daerah, sebutan kota madya berganti menjadi kota.
http://ceritakehidupanendog.blogspot.co.id/2015/05/sejarah-kota-magelang-kota-tertua-kedua.html
Kota Magelang memiliki sejarah panjang dan menarik. Nama Magelang sendiri bertolak belakang dari berbagai sumber, seperti cerita rakyat, dongeng, legenda dan sebagainya. Ada yang berpendapat bahwa nama Magelang itu berasal dari kisah datangnya orang Keling (Kalingga) ke Jawa yang mengenakan hiasan gelang di hidungnya. Kata gelang mendapat awalan “ma” yang menyatakan kata kerja memakai atau menggunakan, maka berarti “memakai gelang”. Jadi Magelang berarti daerah yang didatangi orang-orang yang menggunakan atau memakai gelang.
Adalagi yang berpendapat bahwa Magelang itu berasal dari kisah dikepungnya Kyai Sepanjang oleh prajurit Mataram secara “temu gelang” atau rapat berbentuk lingkaran. Ada pula yang mengaitkan nama Magelang itu dengan kondisi geografis daerah Kedu “cumlorot” yang ternyata semakna dengan kata gelang. Berawal dari sebuah desa perdikan “Mantyasih” yang mengandung arti beriman dalam cinta kasih. Penetapan desa Mantyasih tertulis pada Prasasti Mantyasih tertulis pada Prasasti Mantyasih tanggal 11 April 907 M oleh Raja Dyah Balitung yang kemudian menjadi dasar penetapan Hari Jadi Magelang. Desa tersebut kemudian berada di sebelah barat Kota Magelang dengan nama Meteseh di wilayah Kecamatan Magelang Utara Kota Magelang.
Daerah perdikan ini dulu disebut Kebondalem, yang berarti kebun milik Raja, yaitu Sri Sunan Pakubuwono dari Surakarta. Tanah yang membujur ke selatan dari kampung Potrobangsan sampai kampung Bayeman sekarang, dulunya adalah kebun kopi, rempah, buah-buahan dan sayur-sayuran termasuk bayam atau “bayem” dalam bahasa Jawa. Sisa-sisa pernah adanya kebun itu masih dapat dilihat dari nama-namatempat seperti : Kebondalem, yaitu sebuah kampung di Kelurahan Potrobangsan, Botton Kopen dahulu adalah kebun kopi, Kebonpolo atau kebun pala, Kemirikerep/Kemirirejo bekas kebun kemiri, Jambon bekas kebun jambu, Bayeman bekas kebun bayam, Pucangsari bekas kebun pohon pucang, Kebonsari bekas kebun yang indah ditanami bermacam-macam tumbuhan, Jambesari kebun yang ditanami pohon pinang/jambe, Karet bekas kebun pohon karet.
Ketika Inggris menguasai Magelang pada abad ke-18, dijadikanlah kota ini sebagai pusat pemerintah setingkat kabupaten dan diangkatlah Mas Ngabehi Danoekromo sebagai bupati pertama dengan gelar Raden Tumenggung Danoeningrat. Bupati ini pulalah yang kemudian merintis berdirinya Kota Magelang dengan membuat alun-alun, bangunan tempat tinggal bupati serta sebuah masjid dan gereja GPIB Jalan Alun-alun Utara. Dalam perkembangan selanjutnya, dipilihlah Magelang sebagai ibukota
Karesidenan Kedu pada tahun 1818 karena letaknya yang startegis, dilalui jalan raya yang menuju Yogyakarta.
Setelah pemerintah Inggris takluk oleh Belanda, Kedudukan Magelang semakin kuat. Oleh pemerintah Belanda, kota ini dijadikan pusat lalu lintas perekonomian untuk kawasan Jawa Tengah bagian selatan sehingga mendorong perkembangan kota. Selain karena letaknya yang strategis, udara Magelang juga nyaman serta memiliki pemandangan indah, sehingga oleh Belanda kota ini dijadikan Kota Magelang Militer. Pemerintah Belanda terus melengkapi sarana dan prasarana perkotaan. Menara air minum dibangun di tengah-tengah kota pada tahun 1918, perusahaan listrik mulai beroperasi tahun 1927, dan jalan-jalan arteri diperkeras dan diaspal.
Kota Magelang diberikan status sebagai Kota Magelang Gemeente pada 1 April 1906 dan dipimpin oleh seorang Belanda yang menjabat sebagai Burgemeester. Burgemeester inilah yang sekarang disebut Walikota.
Perkembangan jaman menuntut dibangunnya berbagai sarana dan prasarana kota. Sarana dan prasarana air bersih, penerangan, perbankan, tempat-tempat makan-minum, tempat hiburan dan rekreasi serta yang lain terus berkembang sebagaimana layaknya sebuah kota yang penuh dengan dinamika. (dari Buku Panduan Wisata Kota Magelang)
Kota Magelang terletak di antara 70 LS dan 110 BT, ,merupakan salah satu kota di Jawa Tengah yang menempati posisi sangat strategis, yaitu terletak tepat di tengah pulau Jawa dan berada di persimpangan poros utama : Yogyakarta-Semarang, Yogyakarta-Wonosobo, Semarang-Kebumen-Cilacap. Jaraknya 65 km dari Semarang dan 42 km dari Yogyakarta.
Dikelilingi oleh gunung-gunung dan bukit seperti : Sindoro, Sumbing, Perahu, Telomoyo, Merbabu, Merapi, Andong dan Menoreh, serta terdapat sebuah bukit kecil ” Bukit Tidar ” di jantung kota dengan ketinggian ± 500 m dari permukaan laut, menyebabkan Magelang beriklim sejuk, dengan temperatur antara 250270 Celcius. Dua buah sungai, Progo dan Elo membatasi wilayah ini di sebelah barat dan timur.
http://juragansejarah.blogspot.co.id/2012/07/sejarah-kota-magelang-jawa-tengah.html
Kota Magelang memiliki sejarah panjang dan menarik. Nama Magelang sendiri bertolak belakang dari berbagai sumber, seperti cerita rakyat, dongeng, legenda dan sebagainya. Ada yang berpendapat bahwa nama Magelang itu berasal dari kisah datangnya orang Keling (Kalingga) ke Jawa yang mengenakan hiasan gelang di hidungnya. Kata gelang mendapat awalan “ma” yang menyatakan kata kerja memakai atau menggunakan, maka berarti “memakai gelang”. Jadi Magelang berarti daerah yang didatangi orang-orang yang menggunakan atau memakai gelang.
Adalagi yang berpendapat bahwa Magelang itu berasal dari kisah dikepungnya Kyai Sepanjang oleh prajurit Mataram secara “temu gelang” atau rapat berbentuk lingkaran. Ada pula yang mengaitkan nama Magelang itu dengan kondisi geografis daerah Kedu “cumlorot” yang ternyata semakna dengan kata gelang. Berawal dari sebuah desa perdikan “Mantyasih” yang mengandung arti beriman dalam cinta kasih. Penetapan desa Mantyasih tertulis pada Prasasti Mantyasih tertulis pada Prasasti Mantyasih tanggal 11 April 907 M oleh Raja Dyah Balitung yang kemudian menjadi dasar penetapan Hari Jadi Magelang. Desa tersebut kemudian berada di sebelah barat Kota Magelang dengan nama Meteseh di wilayah Kecamatan Magelang Utara Kota Magelang.
Daerah perdikan ini dulu disebut Kebondalem, yang berarti kebun milik Raja, yaitu Sri Sunan Pakubuwono dari Surakarta. Tanah yang membujur ke selatan dari kampung Potrobangsan sampai kampung Bayeman sekarang, dulunya adalah kebun kopi, rempah, buah-buahan dan sayur-sayuran termasuk bayam atau “bayem” dalam bahasa Jawa. Sisa-sisa pernah adanya kebun itu masih dapat dilihat dari nama-namatempat seperti : Kebondalem, yaitu sebuah kampung di Kelurahan Potrobangsan, Botton Kopen dahulu adalah kebun kopi, Kebonpolo atau kebun pala, Kemirikerep/Kemirirejo bekas kebun kemiri, Jambon bekas kebun jambu, Bayeman bekas kebun bayam, Pucangsari bekas kebun pohon pucang, Kebonsari bekas kebun yang indah ditanami bermacam-macam tumbuhan, Jambesari kebun yang ditanami pohon pinang/jambe, Karet bekas kebun pohon karet.
Ketika Inggris menguasai Magelang pada abad ke-18, dijadikanlah kota ini sebagai pusat pemerintah setingkat kabupaten dan diangkatlah Mas Ngabehi Danoekromo sebagai bupati pertama dengan gelar Raden Tumenggung Danoeningrat. Bupati ini pulalah yang kemudian merintis berdirinya Kota Magelang dengan membuat alun-alun, bangunan tempat tinggal bupati serta sebuah masjid dan gereja GPIB Jalan Alun-alun Utara. Dalam perkembangan selanjutnya, dipilihlah Magelang sebagai ibukota
Setelah pemerintah Inggris takluk oleh Belanda, Kedudukan Magelang semakin kuat. Oleh pemerintah Belanda, kota ini dijadikan pusat lalu lintas perekonomian untuk kawasan Jawa Tengah bagian selatan sehingga mendorong perkembangan kota. Selain karena letaknya yang strategis, udara Magelang juga nyaman serta memiliki pemandangan indah, sehingga oleh Belanda kota ini dijadikan Kota Magelang Militer. Pemerintah Belanda terus melengkapi sarana dan prasarana perkotaan. Menara air minum dibangun di tengah-tengah kota pada tahun 1918, perusahaan listrik mulai beroperasi tahun 1927, dan jalan-jalan arteri diperkeras dan diaspal.
Kota Magelang diberikan status sebagai Kota Magelang Gemeente pada 1 April 1906 dan dipimpin oleh seorang Belanda yang menjabat sebagai Burgemeester. Burgemeester inilah yang sekarang disebut Walikota.
Perkembangan jaman menuntut dibangunnya berbagai sarana dan prasarana kota. Sarana dan prasarana air bersih, penerangan, perbankan, tempat-tempat makan-minum, tempat hiburan dan rekreasi serta yang lain terus berkembang sebagaimana layaknya sebuah kota yang penuh dengan dinamika. (dari Buku Panduan Wisata Kota Magelang)
Kota Magelang terletak di antara 70 LS dan 110 BT, ,merupakan salah satu kota di Jawa Tengah yang menempati posisi sangat strategis, yaitu terletak tepat di tengah pulau Jawa dan berada di persimpangan poros utama : Yogyakarta-Semarang, Yogyakarta-Wonosobo, Semarang-Kebumen-Cilacap. Jaraknya 65 km dari Semarang dan 42 km dari Yogyakarta.
Dikelilingi oleh gunung-gunung dan bukit seperti : Sindoro, Sumbing, Perahu, Telomoyo, Merbabu, Merapi, Andong dan Menoreh, serta terdapat sebuah bukit kecil ” Bukit Tidar ” di jantung kota dengan ketinggian ± 500 m dari permukaan laut, menyebabkan Magelang beriklim sejuk, dengan temperatur antara 250270 Celcius. Dua buah sungai, Progo dan Elo membatasi wilayah ini di sebelah barat dan timur.
http://juragansejarah.blogspot.co.id/2012/07/sejarah-kota-magelang-jawa-tengah.html
Sejarah Magelang
Candi Borobudur yang terletak di Kabupaten Magelang, yang dikenal sebagai keajaiban dunia memiliki sejarah yang sangatlah menarik. Takalah juga tentang cerita sejarah Magelang dan asal mula nama Magelang. Berbagai sumber cerita rakyat dan legenda yang saling bertolak belakang, menjadi hal yang elok untuk dimengerti.
Ada yang berpendapat bahwa nama Magelang berasal dari kisah orang keling / Kalingga ke Jawa yang mengenakan hiasan gelang dihidungnya. Kata gelang, mendapatkan awalan “MA” yang menyatakan kata kerja memakai (menggunakan), maka berarti “MEMAKAI GELANG”. Menyimpulkan Magelang berarti daerah yang didatangi orang-orang yang menggunakan atau memakai gelang.
Adalagi yang berpendapat bahwa nama Magelang berawal dari kisah dikepungnya Kyai Sepanjang oleh prajurit Mataran saat “TEMU GELAP” atau rapat yang membentuk lingkaran.
Adapula yang mengaitkan nama Magelang itu dengan kondisi geografis daerah kedu “cumlorot” yang ternyata semakna dengan kata gelang. Berawal dari sebuah desa perdikan “Mantyasih” yang berarti beriman dalam cinta kasih. Penetapan desa Mantyasih tertulis pada Prasasti Manstyasih tanggal 11 April 907 M oleh Raja Dyah Balitung yang kemudian menjadi dasar penetapan Hari jadi Magelang. Desa tersebut kemudian berada disebelah barat kota magelang dengan nama Mateseh di wilayah kecamatan Magelang Utara kota Magelang.
Daerah perdikan ini dulu disebut Kebondalem atau kebun milik raja, yaitu Sri Sunan pakubuwono dari surakarta. Tanah yang membujur keselatan dari kampung Potrobangsan sempai kampung Bayeman sekarang. Dulunya adalah kebun kopi, rempah, buah – buahan dan sayur sayuran termasuk bayam atau “bayem” dalam bahasa jawa.
Sisa -Sisa pernah adanya kebun itu masih dapat dilihat dari nama – nama tempat seperti Kebondalem, yaitu sebuah kampung di kelurahan Potrobangsan.
= Kemirikerep / kemirirejo bekas kebun kemiri.
= Jambon karena bekas kebun jambu.
= Bayeman dari bekas kebun bayam.
= Pucangsari dari bekas kebun yang indah ditanami bermacam – macam tumbuhan.
= Jambesari bekas kebun yang ditanami pohon pinang atau jambe.
= Karet bekas perkebunan pohon karet.
Sejarah Magelang
Ketika Inggris menguasai Magelang pada abad ke-18, dijadikanalah kota ini sebagai pusat pemerintah setingkat kabupaten, diangkatlah Mas Ngabehi Daneokromo sebagai Bupati pertama dengan gelar Raden Tumenggung Danoeningrat. Beliaulah yang ” membubak alas” merintis berdirinya Kota Magelang dengan membuat alun-alun. Membangun tempat tinggal bupati sera sebuah Masjid dan Gereja GPIB Jalan ALun – alun utara.
Dalam perkembangan selanjutnya, bukan hanya Magelang digunakan sebagai pusar pemerintah akan tetapi dipilihlah Magelang sebagai ibukota Karesidenan Kedua pada tahun 1818 karena letaknya yang strategis, Dilalui jalan raya yang menuju Yogyakarta.(
Setelah kabupaten Magelang beralih dikuasai Belanda Mas Angebehi Danoekromo diangkat lagi menjadi Bupati (Regent) dan masih dengan gelarnya yang diberikan masa Inggris. Beliau wafat pada tanggal 28 september 1825 ketika memihak Belanda saat perang melawan Pasukan Diponegoro. Karena pada masa berkuasa mendirikan rumah kabupaten dan sebuah Masjid dan Gereja seperti dikutip diatas Beliu dapat dikatakan sebagai yang mendirikan Negeri Magelang setelah masa kemerdekaan, berdasarkan UU nomer 22 Tahun 1948 Kota Magelang berstatus sebagai Ibukota Kabupaten Magelang.
Namun berdasarkan UU nomer 13 Tahun 1950, Kota Magelang berdiri sendiri sebagai daerah yang beri hak untuk mengatur Rumah Tangga sendiri. Dalam perkembangannya, Kota Magelang terdpat 4 Badan Pemerintahan yang memiliki fungsi yang berbeda, yaitu :
1. Pemerintahanan Kotamadya Magelang ( sekarang Pemerintah Kota Magelang}
2. Perintah Kabupaten Kabupaten Magelang (sekarang Pemerintah Kabupaten Magelang)
3. Kantor Karisidenan Kedu ( sekarang Badan Koordinasi Wilayah I I yang meliputi wilayah eks Karisidenan Keadu dan Surakarta}
4. Akademi Militer Nasional / AMN ( sekarang akademi Militer)
Adanya 4 instansi strategis sebagaimana diatas ternyata mempunyai skala pelayanan yang luas dan membutuhkan fasilitas dan sarana guna menunjang fungsinya masing – masing.
Persoalan tata ruang menjadi masalah utama dalam perkembangannya, sehingga ada kebijaksanaan untuk memindahkan Ibukota Kabupaten Magelang ke daerah lain.
Selain itu dasar pertimbangan laginya adalah nantinya pemindahan Ibukota lebih berorientasi pada strategi pengembangan wilayah yang mamapu menjadi stimulator bagi pertumbuhan dan perkembangan wilayah.
selanjutnya dari 4 alternatif ibukota yang dipersiapkan yaitu kecamatan Mungkid, Muntilan dan Mertoyudan ( 3M), Akhirnya Desa Sawitan Mungkid terpilih untuk menjadi Ibukota Kabupaten Magelang dengan nama Kota Magelang berdasarkan PP Nomor 21 Tahun 1982.Peremian Kota Mungkid dilakukan pada tanggal 22 Maret 1984 oleh Gubernur Jawa Tengah. Momentun inilah yang dipakai menjadi Hari Jadi Kota Mungkid. (http://www.magelangkab.go.id/)
https://thejackpiano.wordpress.com/2009/01/01/sejarah-magelang/
Sejarah dan Asal Usul Kota Magelang
Dahulu kala, Kerajaan Pajang di bawah pimpinan raja Sultan Hadiwijaya berselisih dengan lawannya yang terkenal sombong dan angkuh dari Kadipaten Jipang yang dipimpin oleh Arya Penangsang. Perselisihan tersebut mengakibatkan peperangan dan memakan banyak korban berjatuhan di keduanya.
Saat pertempuran terjadi, Sultan Hadiwijaya memberikan kepercayaan kepada Danang Sutawijaya atau anak angkatnya sebagai panglima perang. Saat itu, Sutawijaya sebagai senopati perang didampingi oleh Ki Gede Pemanahan. Berbekal senjata tombak yang disebut Kyai Pleret, mereka berdua pergi melaksanakan perintah Sultan Hadiwijaya beserta rombongan. Mereka dianjurkan tidak menyebrangi sungai, karena kelemahannya ada di air sungai.
Akhirnya Kadipaten Jipang ditekuk mundur dengan kematian Arya Penangsang oleh Danang Sutawijaya dengan tombak Kyai Pleret. Gembiralah hati Sultan Hadiwijaya mendengar laporan kemenangan dari Sutawijaya. Kemudian sebagai balas jasa, Sutawijaya dihadiahi tanah di daerah hutan Mentoak kepada mereka berdua.
Sejak saat itulah Danang Sutawijaya dan Ki Gede Pemanahan mulai mengubah hutan Mentoak menjadi sebuah kerajaan Mataram dengan rajanya Danang Sutawijaya yang bergelar Panembahan Senopati. Kerajaan Mataram menjadi kerajaan yang mempunyai pengaruh luas, hingga muncul niat untuk memperluas wilayahnya.
Suatu hari Panembahan Senopati meminta pendapat Ki Gede Pemanahan tentang niatnya itu. Ki Gede Pemanahan memberikan pendapat untuk lebih memperkuat bala tentaranya agar dapat digerakkan untuk menaklukkan wilayah lain. Langkah pertama membuka daerah hutan di wilayah Kedu yang konon hutan tersebut daerah paling angker karena belum pernah terjamah manusia.
Menurut kepercayaan warga setempat, hutan Kedu merupakan kerajaan Jin dengan rajanya bernama Jin Sepanjang. Oleh Panembahan Senopati, Pangeran Purbaya ditunjuk untuk memerangi jin yang berkuasa di sana. Hingga hari yang sudah ditentukan telah tiba untuk Pangeran Purbaya beserta rombongan membuka lahan baru dengan membawa pusaka kerajaan Mataram.
Tatkala bala tentara memasuki hutan Kedu murkalah raja Jin Sepanjang, kemudian memerintahkan anak buahnya untuk menggempur habis-habisan pasukan Pangeran Purbaya. Sehingga pertempuran besar tak bisa dielakkan. Akhirnya bala tentara Jin dipukul mundur dan raja Jin Sepanjang melarikan diri dari pasukan Mataram.
Akhirnya, hutan Kedu dapat dikuasai olah pasukan Mataram, sebagai daerah wilayah kekuasaannya. Di dalam wilayah hutan tersebut hiduplah keluarga petani bernama Kyai Keramat dan istrinya Nyai Bogem serta anaknya Rara Rambat. Rara Rambat terkenal gadis desa yang mempunyai paras cantik dan menawan dan keluarga kecil itu hidup tenteram.
Pada suatu hari Rara Rambat beserta pengasuhnya tanaman dan bunga-bunga di sepanjang jalan hutan, untuk bahan obat-obatan. Mereka berdua tak menyadari kalau didepannya sedang berdiri pria gagah dan tampan. Rara Rambat pun terkejut melihat pemuda itu. Pemuda itu adalah pasukan Mataram yang tertinggal saat menyerang bala tentara Jin Sepanjang.
Terjadilah dialog antara keduanya di dalam hutan tersebut dan diketahui bahwa pemuda itu bernama Raden Kuning. Kemudian Raden Kuning mengungkapkan isi hatinya untuk meminang Rara Rambat agar mau dijadikan istrinya. Mendengar niat baik pemuda itu, Rara Rambat lantar berlari ke rumahnya untuk memberitahu orang tuanya.
Kedua orang tuanya sangat senang mendengar perkataan Rara Rambat. Selang beberapa waktu, sampailah Raden kuning di rumah orang tuanya kemudian memperkenalkan diri. Kedua orang tuanya pun langsung menerima niat baiknya untuk menikahi anaknya.
Raja Jin Sepanjang yang masih mempunyai dendam kepada Mataram akhirnya memiliki niat tidak baik untuk kembali mengusik ketentraman di daerah kekuasaan Mataram. Raja Jin kemudian menyamar sebagai manusia bernama Sonta dan pergi ke rumah Kyai Keramat untuk mengabdi kepadanya. Dengan senang hati Kyai Keramat mengabbulkan permintaannya.
Niat jahat Sonta untuk membalas dendam mulai dilakukan dengan menyebar penyakit di desa tersebut. Karena wabah yang belum ada obatnya itu, banyak masyarakat dan tentara Mataram terkena dan mati terserang penyakit itu.
Malapetaka yang melanda desa itu diketahui oleh Pangeran Purbaya kemudian melaporkannya kepada Panembahan Senopati. Panembahan Senopati pun langsung mengambil tindakan dengan meminta nasihat dari Nyai Roro Kidul. Kemudian ditemukan bahwa peristiwa itu diakibatkan oleh Raja Jin Sepanjang yang menyamar sebagai Sonta pelayan Kyai Keramat.
Panembahan Senopati kemudian menyampaikan nasihat dari Nyai Roro Kidul kepada Pangeran Purbaya untuk segera membereskan Sonta dari desa itu. Datanglah Pangeran Purbaya ke kediaman Kyai Keramat dan menyampaikan titah Sang Panembahan untuk membunuh Sonta. Kyai Keramat pun kaget karena diketahui bahwa Sonta anak yang lugu dan tidak mempunyai keistimewaan apapun.
Sonta langsung melarikan diri ketika mendengar pembicaraan Pangeran Purbaya dengan Kyai Keramat. Kemudian Kyai Keramat mengejar Sonta dan akhirnya terjadi perkelahian yang dimenangkan Sonta karena ilmunya diatas Kyai Keramat.
Pangeran Purbaya yang mengetahui perkelahian itu tidak dapat mencegahnya. Hingga akhirnya Kyai Keramat dimakamkan di tempat perkelahiannya itu. Dan tempat tersebut dinamai Desa Keramat. Nyai Bogem sangat marah melihat mayat suaminya, kemudian ia mengejar Sonta yang melarikan diri ke arah timur. Terjadilah pertempuran antara Sonta dan Nyai Bogem, oleh Sonta Nyai Bogem dikalahkan dengan mudah dan dimakamkan di daerah itu. Nama wilayah itu dinamakan Desa Bogeman.
Kemudian Pangeran Purbaya memerintahkan Tumenggung Mertoyuda untuk membinasakan Sonta, namun lagi-lagi Sonta lebih unggul. Tewaslah Tumenggung Mertouyuda dan dimakamkan di daerah tersebut. Hingga kini daerah itu dinamakan Mertoyuda.
Kematian Tumenggung membuat Raden Krincing tersinggung sebagai salah satu Senopati kerajaan Mataram. Raden Krincing pun bersikeras ingin membinasakan Sonta dengan tangannya sendiri. Namun, Raden Kerincing tewas di tangan Sonta. Untuk mengenang jasa Raden Kerincing, daerah pemakaman jenazahnya dinamakan Desa Krincing.
Berbagai kejadian yang terjadi hingga merengguh banyak nyawa, akhirnya Pangeram Purbaya memerintahkan pasukannya untuk langsung membinasakan Sonta yang diketahui masuk hutan. Pangeran Purbaya yang ikut ke dalam hutan melihat Sonta berada di atas pohon besar. Dihajarnya Sonta hingga terjatuh ke tanah dan pertempuran hebat pun terjadi. Karena Pangeran Purbaya memiliki kekuatan melebihi Sonta, maka Sonta kalah telak dan berubah kembali menjadi Raja Jin Sepanjang. Sampai saat ini daerah tersebut dinamakan Desa Santan.
Hingga terjadi lagi pertempuran dasyat oleh kedua belah pihak, yakni tentara Jin Sepanjang dan tentara Majapahit. Hingga akhirnya Jin Sepanjang mati dan tiba-tiba hutan gelap bersamaan tewasnya Jin Sepanjang. Kemudian Raja Jin Sepanjang berubah menjadi sebatang tombak. Pangeran Purbaya tidak berminat memiliki tombak bertuah Sepanjang. Kemudian Pangeran memerintahkan prajurit untuk menanamnya di daerah tempatnya menjadi tombak. Kini, daerah tersebut diberi nama Desa Sepanjang.
Kejadian pengepungan pasukan Mataram yang sangat rapat ketika mengejar Sonta, maka dikatakan Tepung Gelang karena cara mengepungnya seperti sebuah gelang. Pangeran Purbaya menyebut tempat pengepungan itu menjadi MAGELANG.
Saat pertempuran terjadi, Sultan Hadiwijaya memberikan kepercayaan kepada Danang Sutawijaya atau anak angkatnya sebagai panglima perang. Saat itu, Sutawijaya sebagai senopati perang didampingi oleh Ki Gede Pemanahan. Berbekal senjata tombak yang disebut Kyai Pleret, mereka berdua pergi melaksanakan perintah Sultan Hadiwijaya beserta rombongan. Mereka dianjurkan tidak menyebrangi sungai, karena kelemahannya ada di air sungai.
Akhirnya Kadipaten Jipang ditekuk mundur dengan kematian Arya Penangsang oleh Danang Sutawijaya dengan tombak Kyai Pleret. Gembiralah hati Sultan Hadiwijaya mendengar laporan kemenangan dari Sutawijaya. Kemudian sebagai balas jasa, Sutawijaya dihadiahi tanah di daerah hutan Mentoak kepada mereka berdua.
Sejak saat itulah Danang Sutawijaya dan Ki Gede Pemanahan mulai mengubah hutan Mentoak menjadi sebuah kerajaan Mataram dengan rajanya Danang Sutawijaya yang bergelar Panembahan Senopati. Kerajaan Mataram menjadi kerajaan yang mempunyai pengaruh luas, hingga muncul niat untuk memperluas wilayahnya.
Suatu hari Panembahan Senopati meminta pendapat Ki Gede Pemanahan tentang niatnya itu. Ki Gede Pemanahan memberikan pendapat untuk lebih memperkuat bala tentaranya agar dapat digerakkan untuk menaklukkan wilayah lain. Langkah pertama membuka daerah hutan di wilayah Kedu yang konon hutan tersebut daerah paling angker karena belum pernah terjamah manusia.
Menurut kepercayaan warga setempat, hutan Kedu merupakan kerajaan Jin dengan rajanya bernama Jin Sepanjang. Oleh Panembahan Senopati, Pangeran Purbaya ditunjuk untuk memerangi jin yang berkuasa di sana. Hingga hari yang sudah ditentukan telah tiba untuk Pangeran Purbaya beserta rombongan membuka lahan baru dengan membawa pusaka kerajaan Mataram.
Tatkala bala tentara memasuki hutan Kedu murkalah raja Jin Sepanjang, kemudian memerintahkan anak buahnya untuk menggempur habis-habisan pasukan Pangeran Purbaya. Sehingga pertempuran besar tak bisa dielakkan. Akhirnya bala tentara Jin dipukul mundur dan raja Jin Sepanjang melarikan diri dari pasukan Mataram.
Akhirnya, hutan Kedu dapat dikuasai olah pasukan Mataram, sebagai daerah wilayah kekuasaannya. Di dalam wilayah hutan tersebut hiduplah keluarga petani bernama Kyai Keramat dan istrinya Nyai Bogem serta anaknya Rara Rambat. Rara Rambat terkenal gadis desa yang mempunyai paras cantik dan menawan dan keluarga kecil itu hidup tenteram.
Pada suatu hari Rara Rambat beserta pengasuhnya tanaman dan bunga-bunga di sepanjang jalan hutan, untuk bahan obat-obatan. Mereka berdua tak menyadari kalau didepannya sedang berdiri pria gagah dan tampan. Rara Rambat pun terkejut melihat pemuda itu. Pemuda itu adalah pasukan Mataram yang tertinggal saat menyerang bala tentara Jin Sepanjang.
Terjadilah dialog antara keduanya di dalam hutan tersebut dan diketahui bahwa pemuda itu bernama Raden Kuning. Kemudian Raden Kuning mengungkapkan isi hatinya untuk meminang Rara Rambat agar mau dijadikan istrinya. Mendengar niat baik pemuda itu, Rara Rambat lantar berlari ke rumahnya untuk memberitahu orang tuanya.
Kedua orang tuanya sangat senang mendengar perkataan Rara Rambat. Selang beberapa waktu, sampailah Raden kuning di rumah orang tuanya kemudian memperkenalkan diri. Kedua orang tuanya pun langsung menerima niat baiknya untuk menikahi anaknya.
Raja Jin Sepanjang yang masih mempunyai dendam kepada Mataram akhirnya memiliki niat tidak baik untuk kembali mengusik ketentraman di daerah kekuasaan Mataram. Raja Jin kemudian menyamar sebagai manusia bernama Sonta dan pergi ke rumah Kyai Keramat untuk mengabdi kepadanya. Dengan senang hati Kyai Keramat mengabbulkan permintaannya.
Niat jahat Sonta untuk membalas dendam mulai dilakukan dengan menyebar penyakit di desa tersebut. Karena wabah yang belum ada obatnya itu, banyak masyarakat dan tentara Mataram terkena dan mati terserang penyakit itu.
Malapetaka yang melanda desa itu diketahui oleh Pangeran Purbaya kemudian melaporkannya kepada Panembahan Senopati. Panembahan Senopati pun langsung mengambil tindakan dengan meminta nasihat dari Nyai Roro Kidul. Kemudian ditemukan bahwa peristiwa itu diakibatkan oleh Raja Jin Sepanjang yang menyamar sebagai Sonta pelayan Kyai Keramat.
Panembahan Senopati kemudian menyampaikan nasihat dari Nyai Roro Kidul kepada Pangeran Purbaya untuk segera membereskan Sonta dari desa itu. Datanglah Pangeran Purbaya ke kediaman Kyai Keramat dan menyampaikan titah Sang Panembahan untuk membunuh Sonta. Kyai Keramat pun kaget karena diketahui bahwa Sonta anak yang lugu dan tidak mempunyai keistimewaan apapun.
Sonta langsung melarikan diri ketika mendengar pembicaraan Pangeran Purbaya dengan Kyai Keramat. Kemudian Kyai Keramat mengejar Sonta dan akhirnya terjadi perkelahian yang dimenangkan Sonta karena ilmunya diatas Kyai Keramat.
Pangeran Purbaya yang mengetahui perkelahian itu tidak dapat mencegahnya. Hingga akhirnya Kyai Keramat dimakamkan di tempat perkelahiannya itu. Dan tempat tersebut dinamai Desa Keramat. Nyai Bogem sangat marah melihat mayat suaminya, kemudian ia mengejar Sonta yang melarikan diri ke arah timur. Terjadilah pertempuran antara Sonta dan Nyai Bogem, oleh Sonta Nyai Bogem dikalahkan dengan mudah dan dimakamkan di daerah itu. Nama wilayah itu dinamakan Desa Bogeman.
Kemudian Pangeran Purbaya memerintahkan Tumenggung Mertoyuda untuk membinasakan Sonta, namun lagi-lagi Sonta lebih unggul. Tewaslah Tumenggung Mertouyuda dan dimakamkan di daerah tersebut. Hingga kini daerah itu dinamakan Mertoyuda.
Kematian Tumenggung membuat Raden Krincing tersinggung sebagai salah satu Senopati kerajaan Mataram. Raden Krincing pun bersikeras ingin membinasakan Sonta dengan tangannya sendiri. Namun, Raden Kerincing tewas di tangan Sonta. Untuk mengenang jasa Raden Kerincing, daerah pemakaman jenazahnya dinamakan Desa Krincing.
Berbagai kejadian yang terjadi hingga merengguh banyak nyawa, akhirnya Pangeram Purbaya memerintahkan pasukannya untuk langsung membinasakan Sonta yang diketahui masuk hutan. Pangeran Purbaya yang ikut ke dalam hutan melihat Sonta berada di atas pohon besar. Dihajarnya Sonta hingga terjatuh ke tanah dan pertempuran hebat pun terjadi. Karena Pangeran Purbaya memiliki kekuatan melebihi Sonta, maka Sonta kalah telak dan berubah kembali menjadi Raja Jin Sepanjang. Sampai saat ini daerah tersebut dinamakan Desa Santan.
Hingga terjadi lagi pertempuran dasyat oleh kedua belah pihak, yakni tentara Jin Sepanjang dan tentara Majapahit. Hingga akhirnya Jin Sepanjang mati dan tiba-tiba hutan gelap bersamaan tewasnya Jin Sepanjang. Kemudian Raja Jin Sepanjang berubah menjadi sebatang tombak. Pangeran Purbaya tidak berminat memiliki tombak bertuah Sepanjang. Kemudian Pangeran memerintahkan prajurit untuk menanamnya di daerah tempatnya menjadi tombak. Kini, daerah tersebut diberi nama Desa Sepanjang.
Kejadian pengepungan pasukan Mataram yang sangat rapat ketika mengejar Sonta, maka dikatakan Tepung Gelang karena cara mengepungnya seperti sebuah gelang. Pangeran Purbaya menyebut tempat pengepungan itu menjadi MAGELANG.
http://seputar-jateng.blogspot.co.id/2015/09/sejarah-dan-asal-usul-kota-magelang.html
Sejarah Kota Magelang
Hari Jadi Magelang ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 6 Tahun 1989, bahwa tanggal 11 April 907 Masehi merupakan hari jadi. Penetapan ini merupakan tindak lanjut dari seminar dan diskusi yang dilaksanakan oleh Panitia Peneliti Hari Jadi Kota Magelang; bekerjasama dengan Universitas Tidar Magelang dengan dibantu pakar sejarah dan arkeologi Universitas Gajah Mada, Drs.MM. Soekarto Kartoatmodjo, dengan dilengkapi berbagai penelitian di Museum Nasional maupun Museum Radya Pustaka-Surakarta.
Kota Magelang mengawali sejarahnya sebagai desa perdikan Mantyasih, yang saat ini dikenal denganKampung Meteseh di Kelurahan Magelang. Mantyasih sendiri memiliki arti beriman dalam Cinta Kasih. Di kampung Meteseh saat ini terdapat sebuah lumpang batu yang diyakini sebagai tempat upacara penetapan Sima atau Perdikan.
Untuk menelusuri kembali sejarah Kota Magelang, sumber prasasti yang digunakan adalah Prasasti POH, Prasasti GILIKAN dan Prasasti MANTYASIH. Ketiganya merupakan parsasti yang ditulis diatas lempengan tembaga.
Prasasti POH dan Mantyasih ditulis zaman Mataram Hindu saat pemerintahan Raja Rake Watukura Dyah Balitung (898-910 M), dalam prasasti ini disebut-sebut adanya Desa Mantyasih dan nama Desa Glangglang. Mantyasih inilah yang kemudian berubah menjadi Meteseh,sedangkan Glangglang berubah menjadi Magelang.
Dalam Prasasti Mantyasih berisi antara lain, penyebutan nama Raja Rake Watukura Dyah Balitung, serta penyebutan angka 829 Çaka bulan Çaitra tanggal 11 Paro-Gelap Paringkelan Tungle, Pasaran Umanis hari Senais Sçara atau Sabtu, dengan kata lain Hari Sabtu Legi tanggal 11 April 907. Dalam Prasasti ini disebut pula Desa Mantyasih yang ditetapkan oleh Sri Maharaja Rake Watukura Dyah Balitung sebagai Desa Perdikan atau daerah bebas pajak yang dipimpin oleh pejabat patih. Juga disebut-sebut Gunung SUSUNDARA dan WUKIR SUMBING yang kini dikenal dengan Gunung SINDORO dan Gunung SUMBING.
Begitulah Magelang, yang kemudian berkembang menjadi kota selanjutnya menjadi Ibukota Karesidenan Kedu dan juga pernah menjadi Ibukota Kabupaten Magelang. Setelah masa kemerdekaan kota ini menjadi kotapraja dan kemudian kotamadya dan di era reformasi, sejalan dengan pemberian otonomi seluas - luasnya kepada daerah, sebutan kotamadya ditiadakan dan diganti menjadi kota.
Ketika Inggris menguasai Magelang pada abad ke 18, dijadikanlah kota ini sebagai pusat pemerintahan setingkat Kabupaten dan diangkatlah Mas Ngabehi Danukromo sebagai Bupati pertama. Bupati ini pulalah yang kemudian merintis berdirinya Kota Magelang dengan membangun Alun - alun, bangunan tempat tinggal Bupati serta sebuah masjid. Dalam perkembangan selanjutnya dipilihlah Magelang sebagai Ibukota Karesidenan Kedu pada tahun 1818.
Setelah pemerintah Inggris ditaklukkan oleh Belanda, kedudukan Magelang semakin kuat. Oleh pemerintah Belanda, kota ini dijadikan pusat lalu lintas perekonomian. Selain itu karena letaknya yang strategis, udaranya yang nyaman serta pemandangannya yang indah Magelang kemudian dijadikan Kota Militer: Pemerintah Belanda terus melengkapi sarana dan prasarana perkotaan. Menara air minum dibangun di tengah-tengah kota pada tahun 1918, perusahaan listrik mulai beroperasi tahun 1927, dan jalan - jalan arteri diperkeras dan diaspal.
http://dkpt.magelangkota.go.id/tentangKami/sejarah
Komentar
Posting Komentar