DINASTI IKSYIDIYAH Masa Disintegrasi Dinasti Abbasiyah
DINASTI IKHSYIDI
1. Pembentukan dinasti Ikhsyidi
Ikhsyidiyah adalah dinasti kedua yang muncul di Mesir dan berhasil
melepaskan diri dari kekuasaan khalifah Bani Abbas (yang pertama adalah dinasti
Thuluniyah). Dinasti Ikhsyidiyah ini berdiri dari tahun 935 M (323 H) sampai
969 M (358 H), dan mempunyai lima orang amir, yaitu;
1. Muhammad bin Tugj al-Ikhsyidi (935-946 M / 323 -334 H)
2. Abu al-Qasim Unughur bin Muhammad (946-960 M / 334-349 H)
3. Abu al-hasan Ali bin Muhammad (960-966 M / 349-355 H0
4. Kafur (966-968 M / 355-357 H)
5. Abu al-Fawaris Ahmad bin Ali (968-969 M / 357-358 H)
Pendiri dinasti ini Muhammad bin Tugj adalah seorang yang berdarah Turki
dari Fargana. Pada mulanya ia menjadi bawahan gubernur Mesir, Ibnu Bistam
(sampai 910 M / 297 H), kemudian Abi al-Qasim Ali; dan ikut bertempur di bawah komando
Tiskim melawan pasukan Fatimiyah yang menyerbu berulang-ulang ke Mesir. Banyak
prestasi gemilang yang dapat diperbuat Muhammad bin Tugj sehingga pantas ia
sejak 935 M (323 H) menjadi penguasa tertingg (gubernur/amir) atas wilaya
Mesir, Syam, dan Hejaz. Pada tahun 939 M (327 H) ia digelari “al-Ikhsyidi”
(gelar raja-raja Farghana dulunya) oleh khalifah Bani Abbas, Radi. Dia kemudian
turut andil dalam menagkis serbuan Fatimiyah di Nesir dan ia diangkat sebagai
gubernur Iskandariah sehingga ia dipercaya dengan kegubernuran Mesir pada tahun
323 H / 934 M, sebagai hadiah untuk kemenangannya terhadap Fatimiyah di Afrika
Utara. Pada tahun 324 H, khalifah Abbasiyah menganugerahkan gelar “al-ikhsyid”
kepadanya yang disisipkan dalam khutbah jum’at dan ditulis dalam mata uang.
2. Kemajuan dinasti Ikhsyidiyah
Selama pemerintahan Ikhsyidi Mesir sangat kuat, kesentosaan dan
ketertiban seluruhnya ditegakkan di bawah pasukan perang al-Ikhsyidi sejumlah
400.000 orang, 8000 orang dijadikan pasukan pengawalnya. Pembayaran dan hadiah
(gaji) mereka dibekali secara teratur dari sumber kekayaan yang
berlimpah-limpah.
Dia memberi beberapa sistem irigasi dan memberi gambaran tentang
peta-peta banjir sungai Nil pada tanggal 14 November, dan konklusi / kesimpulan
mereka di delta sungai Nil pada bulan Januari. Beberapa ahli sejarah juga
menerangkan bahwa Ikhsyid memberi izin kepada rakyat untuk menggali harta
kekayaan terpendam dari apa yang mereka katakan, mereka sudah mendapatkan
petunjuk tentang barang yang mereka inginkan dalam manuskrip kuno tetapi mereka
hanya menemukan gua-gua dari ruang bawah tanah, penuh dengan patung terbuat
dari tulang dan debu yang disebut dengan mummi. Tampaknya yang dapat dibangun
oleh dinasti Ikhsyidiyah di Mesir adalah istana baru di pulau Raudah, yang
terkenal dengan “al-Mukhtar”. Selain itu dibangun juga “Taman Kafur” dan “Medan
Ikhsyidiyah.” Ikhsyid meninggal dunia pada tahun 334 H / 946 M dan digantikan
oleh anak tertuanya Anujur.
Dia memadamkan kerusakan dengan suatu kebijaksanaan, di mana kebijaksanaan
itu dihormati dengan penuh konsiderasi oleh seluruh pegawai-pegawai resmi umum.
Segera setelah itu berita tiba bahwa Hamdaniyah, Sayf al-Dawlah sudah menduduki
Damaskus dan sedang berjalan menuju Raudah. Kafur berhasil mengecek
perkembangan Sayf al-Dawlah. Hal ini menambah reputasinya dan walupun dia tidak
memegang kekuasaan konstitusional, dia mampu mengauasai seluruh masalah di
negaranya. Dia diakui dengan gelar “Uztadz” (tutor) dan sebagian besar penduduk
yang dipengaruhinya. Dengan gelar ini namanya disebutkan di dalam khutbah
jum’at dan dia berhasil dalam membujuk pimpinan pegawai-pegawai dengan
mengusahakan mereka bantuan-bantuan yang berwujud.
Karena Anujur tumbuh lebih tua atau dewasa, sekalipun demikian,
permusuhan timbul antara Kafur dan dia sendiri. Setiap hari keduamya didukung
oleh golongannya dan setiap orang menjaganya melawan yang lain. Permusuhan
mereka tumbuh lebih sengit dan pasukan perang pecah menjadi dua golongan yaitu;
1. Golongan Kufuriyah yaitu Mamluk (hamba-hambanya) Kafur yang sudah
diangkat olehnya di tempat kekuasaan yang tertinggi.
2. Golongan Ikhsyidiyah yaitu hamba-hamba (Mamluk) dan pengikut keluarga
Ikhsyidiyah. Pada tahun 349 H / 960 M Anujur meninggal dunia, mayatnya dibawa
ke Jerusalem dan dikubur dekat makam ayahnya. Kafur sekarang sudah cukup kuat
untuk mengontro pengangkatan seorang pengganti dan putra Ikhsyidiyah kedua, Ali
menggantikannya dengan uang pensiun tahunan sebesar 400.000 dinar. Seluruh
administrasi Mesir dan Syiria ditahan di bawah kekuasaan Kafur.
Gubernur baru walaupun berusia 23 tahun, dijaga di istananya dan tidak
diizinkan untuk menemui seorangpun. Perasaan saling memusuhi sama berlangsung
sampai gubernur meninggal pada tahun 355 H / 966 M. Untuk beberapa waktu Mesir
tinggal tanpa pemerintahan yang tetap / teratur, seluruh kekuasaan terserah
kepada Kafur, yang ketika ia dinasehati untuk memproklamirkan anak Ali,
menjawab bahwa anak yang masih sangat muda tidak cocok untuk menguasai
pemerintahan.
3. Kemunduran dinasti Ikhsyidiyah
Pada tanggal 4 Muharram 355 H, kira-kira satu bulan setelah Ali
meninggal dunia. Kafur memperlihatkan mantel panjang kehormatan dikirim dari
Baghdad dan Chapter / piagam mengangkatnya sebagai gubernur dengan gelar
“Uztadz”. Pada tanggal 10 Shafar di tahun yang sama dia mulai memakai mantel
kehormatan di depan umum.
Selama periode ini Mesir menderita / menahan kesengsaraan yang sangat
dalam. Mesir buruk (bencana) yang paling dahsyat ialah bahwa sungai Nil sangat
rendah dan kekurangan air dan penyakit pes menyebabkan kematian beribu-ribu
penduduk. Ialah suatu kemungkinan yang sangat kecil untuk mengubur mereka dan
mayat-mayat mereka harus dibuang ke sungai Nil. Sebagian keperluan-keperluan
untuk kehidupan tidak bisa dipertahankan, jagung sangat sulit untuk di dapatkan
dan pertanian-pertanian dirampas.
Untuk menambah duka cita negeri ini, Kafur sudah tidak bisa untuk
menghalangi-halanginya Qarmatians yang mengadakan penyerangan ke Syiria pada
tahun 352 H / 963 M, penangkapan atau perampasan terhadap kafilah haji
orang-orang Mesir dalam perjalanan mereka menuju Makkah pada tahun 355 H /
965-966 M, dia juga tidak bisa mempertahankan negara dari orang-orang Nubia
yang merampas daerah-daerah di wilayah selatan. Lebih lagi pembayaran terhadap
pasukan pengawal Kafur diturunkan tunjangan-tunjangan / hadiah biasa mereka
dalam tunggakan. Dan mereka penyebab terjadinya pemberontakan.
Keadaan atau kondisi Mesir yang semacam inilah menyebabkan kematian
Kafur pada tahun 358 M. Saudara Ikhsyid bertanggung jawab atas kekuasaan yang
agung. Pemerintah / kekuasan Ikhsyidiyah atau paling tidak kekuasaan nominal
mereka berlangsung selama lima bulan tidak beraturan dan negara tidak bisa
mempersembahkan pertahanan yang efektif terhadap serangan yang dilancarkan oleh
khalifah Fatimiyah di Afrika Utara.
http://dorokabuju.blogspot.co.id/2007/11/dinasti-ibnu-thulun-pembentukan.htmlDinasti Ikhsyidiyah; Sejarah, Kemajuan, Dan Kemundurannya
Pembentukan
Dengan runtuhnya Dinasti Thuluniyah, Mesir kembali berada dalam kekuasaan Bani Abbas di Baghdad. Namun lahirnya Dinasti Fathimiyah di Thunisia mendatangkan ancaman baru. Oleh karena itu khalifah al-Radhi mengangkat Muhammad Bin Taghj menjadi amir di Mesir.
Di Mesir, Muhammad Bin Taghj dapat memulihkan keamanan dan membangun kembali pemerintahan wilayah. Untuk memberikan penghargaan atas jasa-jasanya, khalifah memberikan gelar al-Ikhsyid. Apapun alasannya, legalitas gelar Ikhsyid menunjukkan betapa kuatnya pengaruh Muhammad Ibnu Taghj di Mesir.
Dua tahun setelah pengangkatannya sebagai gubernur langkah Muhammad Ibnu Taghj mengikuti langkah Ahmad Ibnu Thulun, dengan menganeksasi Syam dan Palestina ke wilayahnya, setahun kemudian menguasai Makkah dan Madinah. Akhirnya, dengan memanfaatkan lemahnya kekuatan Bani Abbas di Mesir, maka pada 935 M, Abu Bakar Muhammad Ibnu Taghj memaklumkan dirinya terlepas dari khalifah Abbasiyah.
Muhammad Ibnu Taghj al-Ikhsyidi setelah wafat diteruskan oleh empat orang anak cucunya yang menjadi amir yaitu: Abu al-Qasim Naghur Ibnu Muhammad, Abu Hasan Ali Ibnu Muhammad (960-965 M), Kafour al-Ikhsyidi (965-967 M), Abu al-Fawaris Ahmad Ibnu Ali (967-972 M). Akan tetapi amir kedua dan ketiga itu sebenarnya hanya dua pengusaha boneka, penguasa yang sesungguhnya adalah Kafour. Kehidupan kedua amir itu diatur oleh Kafour, tidak diberi kesempatan untuk bergaul dengan orang lain dan tidak bisa berbuat layaknya seorang penguasa tertinggi, keduanya hanya menjadi amir dalam sangkar istana.
Kemajuan
1. Kemajuan di bidang pengembangan wilayah
Sebagaimana penguasa sebelumnya untuk menjaga stabilitas keamanan di Mesir, penguasa Ikhsyidi berusaha menguasai wilayah Suriah secara keseluruhan utamanya daerah Sugur sebagai benteng dari serangan Byzantium.
Setelah itu, Ikhsyidi melebarkan sayap hingga ke negeri Hijaz dan menjadi Musyrif (pengawas) al-Haramain. Kafour sebagai pengganti Ikhsyidi meneruskan menjaga keutuhan wilayah bahkan meluas hingga ke pegunungan Taurus.
2. Kemajuan di bidang kebudayaan
Kemajuan di bidang ini tidaklah jauh berbeda dengan kemajuan yang dicapai oleh dinasti sebelumnya. Di antara hasil budayanya adalah dibangunnya sebuah istana di Pulau Raudah yaitu Istana al-Mukhtar, istana ini dikelilingi oleh tanaman yang dinamakan tanaman al-Kafuriy. Di samping itu pula para penguasa Bani Ikhsyidi juga mencetak mata uang yang bergambar penguasa-pemguasa Ikhsyidi, di samping nama khalifah Baghdad.
3. Kemajuan bidang sosial dan politik
Hal ini didasari oleh keinginan rakyat Mesir untuk merasakan keamanan, maka sebagai politikus ulung, Ikhsyidi menerima tawaran damai dari penguasa Byzantium dan al-Hamdaniyah. Ia memandang bahwa untuk menciptakan negara yang aman dan sejahtera, harus menjamin negara dari ancaman luar, sedangkan Byzantium dan al-Hamdaniyah dapat menjadi ancaman bagi stabilitas Ikhsyidiyah.
4. Bidang keilmuan
Keadaan sosial internal Ikhsyidiyah memungkinkan perkembangan ilmu, apalagi Kafour sebagai penguasa yang senang terhadap sastra dan seni dan sangat mencintai ilmu. Para penyair berdatangan ke Mesir di antaranya adalah penyair kondang Abu al-Tayyib al-Mutanabbi. Pada masa Kafour ini pula muncul sejarawan terkenal seperti al-Haddad dan al-Hasan Bin Zaulaq.
Kemunduran
Sejak 966 Kafour berkuasa secara resmi, menjadi amir keempat dinasti Ikhsyidiyah yang sebelumnya dijabat secara ad interim selama 22 tahun. Setelah Kafour wafat (968 M) diangkatlah Ahmad Bin Ali al-Ikhsyidi yang masih berusia 11 tahun sebagai amir kelima. Lemahnya penguasa ini menimbulkan kondisi instabilitas yang memicu lahirnya pertentangan antara pembesar di lingkungan istana.
Suasana perebutan ambisi itu terus mewarnai istana menyebabkan lemahnya dinasti ini di segala bidang, dan akhirnya pada 358 H. di bawah panglima Jauhar al-Siqily, tentara Fatimiyah memasuki Fustat menguasai Mesir dan mengumumkan akhir sejarah Daulah Ikhsyidiyah.
http://www.referensimakalah.com/2011/11/dinasti-ikhsyidiyah-sejarah-kemajuan_4375.html
Dinasti Ikhsyidiyah
(324-358 H)
Selain Dinasti Rustamiyah, al-Idarisah, Aghlabiyah, Bani Zayri, dan Thuluniyah, dinasti lain yang memisahkan diri dari Dinasti Abbasiyah adalah Dinasti Ikhsyidiyah. Dinasti ini merupakan salah satu dari beberapa dinasti yang memutuskan untuk memisahkan diri dari Dinasti Abbasiyah. Bagaimana detail mengenai dinasti ini? Pada kali ini kita akan membahasnya lebih detail.
Dinasti ini didirikan Muhammad ibn Thughji yang digelari al-Ikhsyid (adiraja), gelar yang disematkan kepada raja-raja Ferghana, salah satu negeri di wilayah Transoxania yang bersebelahan dengan Turkistan. Thughji seorang bekas budak keluarga Thulun. Khalifah al-Radhi Billah menunjuk Muhammad ibn Thughji menjadi pengusa Mesir setelah ia menahan dan mematahkan serangan Dinasti Fathimiyah terhadap Mesir pada 324 H. Ikhsyidiyah sangat setia dan taat kepada Khalifah Abbasiyah hatta Muhammad ibn Thughji pernah menawari Khalifah al-Muttaqi untuk pindah ke Mesir dan menjadikan Mesir pusat kekhalifahan, tapi Khalifah menolak. Orang-orang Ikhsyidiyah terlibat pertikaian dengan kaum Hamdaniyah dalam memperebutkan kekuasaan atas negeri Syam. Timbul sejumlah peperangan hingga memaksa orang-orang Ikhsyidiyah membayar upeti kepada Hamdaniyah.
Bisa dikatakan, raja-raja Ikhsyidiyah termasuk orang yang taat beragama. Istana Ikhsyid menjadi tempat berkumpulnya khatm al-qur’an setiap Ramadhan. Ia kerap menangis setiap kali mendengar lantunan ayat-ayat Al-Qur’an. Suatu hari, Ikhsyid diminta seorang selirnya supaya tidak usah menghadiri acara khatm al-qur’an di masjid agung. Ia berkata, “Celakalah engkau! Siapa tahu malam ini aa seorang lelaki saleh yang memiliki kedudukan tinggi di sisi Allah, lalu berdoa, ‘Ya Allah, ampunilah dosa-dosa jamaah kami,’ dan semoga saja aku termasuk jamaah tersebut.” Ikhsyid menaiki kendaraannya, menuju masjid agung, menghadiri jamaah shalat dan khatm al-qur’an. Pendapatan pajak Mesir pada masa Ibnu Thughji mencapat dua juta (2.000.000) dinar per tahun, dan pada masa Kafur mencapai angka 3.270.000 dinar per tahun.
Ibnu Thughji meninggal dunia pada 334 H. Ia digantikan anaknya, Abu al-Qasim Anujur, yang waktu itu belum genap berumur 14 tahun. Kafur akhirnya menjadi wakil Abu al-Qasim untuk menjalankan roda kerajaan. Syam bergejolak dan Damaskus berhasil direbut Sayf al-Dawlah al-Hamdani. Kafur dapat mengusir Sayf al-Dawlah dari Damaskus, memburunya hingga ke Halb dan mengalahkannya dalam pertempuran sengit. Setelah Kafur pulang ke markas, Sayf al-Dawlah juga kembali bertolak ke Halb. Kedua belah pihak menyepakati perjanjian damai. Atas persetujuan Khalifah Abbasiyah, Kafur—yang mewakili Abu al-Qasim—diberi kuas atas wilayah Mesir, Syam, Makkah, Madinah, Halb, dan Thurthus. Pengaruh Kafur semakin besar dan berhasil menguasai kerajaan pada masa Abu al-Qasim, lalu pada masa Abu al-Hasan (saudara Abu al-Qasim), dan pada masa Ahmad (anak Abu al-Hasan) yang meminta surat resmi dari Khalifah perihal kepemimpinannya atas Mesir.
Di periode kekuasaan Kafur yang berjalan lebih dari dua tahun (355-357 H), Mesir dan Syam mendapat sejumlah serangan Qaramithah dari timur dan serangan Fathimiyah dari barat, sebagaimana penguasa Nubah menyerang Mesir dari selatan. Setelah Kafur meninggal dunia, para petinggi militer memilih Ahmad ibn Ali Abi al-Hasan sebagai penguasa baru. Melalui wasiat, Ahmad—yang masih kecil—menunjuk Gubernur Syam, Hasan ibn Abdillah, sebagai wakilnya untuk menjalankan kerajaan. Tak lama berselang kaum Fathimiyah datang dan merebut Mesir, lalu Syam. Hasan ibn Abdillah ditawan, lalu dipindahkan ke Maghribi. Hasan menghabiskan sisa hidup di sana dan meninggal dunia pada 371 H.
Berikut ini nama-nama khalifah yang pernah berkuasa di Dinasti Ikhsyidiyah.
- Muhammad ibn Thughji (324-334 H)
- Abu al-Qasim Anujur al-Ikhsyid (334-349 H)
- Abu al-Hasan Ali ibn al-Ikhsyid (349-355 H)
- Ahmad ibn Ali ibn al-Ikhsyid (355-357 H)
Dalam kurun waktu antara tahun 334 hingga 357 H, kekuasaan hakiki ada di tangan Kafur, bekas budak keluarga Ikhsyid. Itu karena raja-raja berkuasa masih berumur belia. Dinasti Ikhsyidiyah berakhir setelah mendapatkan serangan dari Dinasti Fathimiyah.
http://elconquistador123.blogspot.co.id/2015/05/artikel-kerajaan-ikhsyidiyah.html
Dinasti Ikhsyidiyah
Dinasti Ikhsyidiyah adalah dinasti yang memerintah Mesir pada tahun 935 sampai 969. Muhammad bin Tughj al-Ikhsyid, adalah seorang tentara budak keturunan Turki,yang ditunjuk sebagai Gubernur oleh Kekhalifahan AbbasiyahDinasti menggunakan gelar Arab Wali karena posisi mereka sebagai gubernur dibawahAbbasiyah. Ikhsyidiyah berkuasa sampai Fatimiyah menguasai Fustat pada tahun 969.
Wali Mesir dan Syam dibawah Dinasti Ikhsyidiyah
Gelar | Nama | Rezim | |
---|---|---|---|
Gubernur Otonomi Mesir & Syam selatan untuk Abbasiyah | |||
Wali ولی | Muhammad bin Tughj al-Ikhsyid محمد بن طغج الإخشيد | 935 - 946 | |
Wali ولی | Abu'l-Qasim Unujur bin al-Ikhsyid أبو القاسم أنوجور بن الإخشيد | 946 - 961 | |
Wali ولی | Abu'l-Hasan Ali bin al-Ikhsyid أبو الحسن علي بن الإخشيد | 961 - 966 | |
Wali ولی | Abu'l-Misk Kafur أبو المسك كافور | 966 - 968 | |
Wali ولی | Abu'l-Fawaris Ahmad bin Ali bin al-Ikhsyid أبو الفوارس أحمد بن علي بن الإخشيدdibawah perwalian pamannya, al-Hasan bin Ubayd Allah | 968 - 969 | |
Jenderal Fatimiyah Jawhar al-Siqilli menguasai Mesir. Al-Hasan bin Ubayd Allah bertahan di Suriah hingga tahun 970. |
Peta Dinasti Ikhsyidiyah dengan batas negara Arabmodern
| ||
Ibu kota | Fustat | |
Bahasa | Arab klasik (utama),Turk (militer) | |
Agama | Islam (utama), Kristen Koptik | |
Bentuk Pemerintahan | Wali | |
Wali | ||
- | 935–946 | Muhammad bin Tughj al-Ikhsyid |
- | 946–961 | Abu'l-Qasim Unujur bin al-Ikhsyid |
- | 961–966 | Abu'l-Hasan Ali bin al-Ikhsyid |
- | 966–968 | Abu'l-Misk Kafur |
- | 968–969 | Abu'l-Fawaris Ahmad bin Ali bin al-Ikhsyid |
Sejarah | ||
- | Didirikan | 935 |
- | Dibubarkan | 969 |
Mata uang | Dinar |
Dinasti Ikhsidiyah (935-969 M)
Dinasti Ikhsidiyah ini didirikan oleh Muhammad Ibn Tughi yang diberi gelar Al-Ikhsyid(pangeran) pada tahun 939 M. Muhammad Ibn Tughi diangkat menjadi seorang gubernur di Mesir oleh Abbasiyah pada saat Ar-Radi atas jasanya mempertahankan dan memulihkan keadaan wilayah Nil dari serangan kaum Fatimiyah yang berpusat di Afrika Utara.
Dinasti IKhsidiyah mempunyai peranan yang sangat strategis dalam menyokong dan memperkuat wilayah Mesir. Pada masa itu, Mesir mempunyai kedudukan yang sangat kuat karena ditopang dengan kemiliteran Ikhsisiyah yang tangguh dengan pasukan pengawal sejumlah 40.000 orang dan 800 orang pengawal pribadinya.
Pada masa dinasti Ikhsidiyah ini pula terjadi peningkatan dalam dunia keilmuan dan gairah intelektual, seperi mengadakan diskusi-diskusi keagamaan yang dipusatkan di masjid-masjid dan rumah para mentri dan ulama. Kegiatan itulah yang sangat berperan dalam pendewasaan pendididkan masyarakat ketika itu, dan juga dibangun sebuah pasar buku yang besar sebagai pusat dan tempat berdiskusi yang dikenal dengan nama Syuq Al-Waraqin.
Ada bebrapa factor kehancuran Dinasti Ikhsidiyah, yaitu selain karena serangan terus-menerus yang dilancarkan Fatimiah, pada masa sebelum penaklukan oleh Fatimiah, telah terjadi pula penyerangan Qarmatian ke Siria pada tahun 963 M. selain itu juga, terjadi penyekapan jamaah haji Mesir serta serbuan orang-orang Nubia yang berhasil merampas daerah-daerah wilayah selatan.
http://syahrur23.blogspot.co.id/2015/01/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html
Komentar
Posting Komentar