DINASTI THULUNIYAH Masa disintegrasi Dinasti Abbasiyah
Dinasti Thuluniyah
Dinasti Thuluniyah adalah dinasti bebas pertama yang memerintah Mesir Islam. Mereka memerintah Mesir dan juga Suriah, sejak tahun 868 M, ketika mereka melepaskan diri dari kekuasaan terpusat Kekhalifahan Abbasiyah yang memerintah Khilafah Islam pada waktu itu. Dinasti ini bertahan hingga tahun 905 M, ketika Abbasiyah mengembalikan kekuasaan Thuluniyah ke dalam kuasa mereka.
Peta Dinasti Thuluniyah dengan batas negara Arabmodern
Ibu kota | Al-Qattha'i | |
Bahasa | Arab klasik (utama),Turk (militer) | |
Agama | Islam (utama), Kristen Koptik | |
Bentuk Pemerintahan | Emirat | |
Emir | ||
- | 868–884 | Ahmad bin Tulun |
- | 884–896 | Khumarawaih |
Sejarah | ||
- | Didirikan | 868 |
- | Dibubarkan | 905 |
Luas | ||
- | 900 M | 1.500.000 km²(579.153 mil²) |
Mata uang | Dinar |
Dinasti Ibn Tulun (254 – 292 H/868 – 905 M)
Seperti telah disebutkan sebelumnya, orang-orang Turki secara penuh memegang kendali pemerintahan daulah Abbasiyah. Kekuasaan tersebut tidak hanya terbatas pada kotaraja, namun menjangkau wilayah-wilayah Islam lainnya termasuk Mesir.
Telah menjadi kebiasaan, Mesir menjadi wilayah iqta’ (daerah jatah) bagi pembesar Turki. Menjadi kebiasaan pula bagi para pembesar yang diserahi kekuasaan atas Mesir untuk tetap tinggal di kotaraja berdampingan dengan khalifah di Baqdad ataupun di Samarra. Mereka hanya mengutus orang kepercayaan untuk memerintah Mesir.
Demikianlah pada masa al-Mutawakkil, Baybak ditunjuk sebagai gubernur Mesir. Baybak kemudian mencari orang yang akan mewakilinya memerintah. Ia ditunjukkan kepada Ahmad bin Tulun yang dikenal memiliki reputasi baik yang juga merupakan anak tirinya. Maka Ibnu Tulun secara resmi menjadi wakil pemerintahaan dan membawahi Mesir dan beberapa wilayah sekitarnya.
Setelah diberi kekuasaan pada tahun 254 H/868 M, ia langsung mengendalikan semua bidang; pemerintahan, ekonomi dan militer. Beberapa waktu kemudian Baybak meninggal dan digantikan oleh Yarkhukh. Ibnu Tulun menikahi puteri gubernur baru itu sehingga tetap berada di posisinya. Karena kapabel dalam mengendalikan pemerintahaan, kondisi Mesir menjadi sangat kondusif untuk menjadi sebuah daulah yang berdiri sendiri.
Pada masa khalifah al-Mu’tamid, keinginan untuk melepaskan diri nampak sangat kuat setelah timbul perseturuan antar Ibnu Tulun dengan saudara khalifah yang juga sebagai putera mahkota, Ahmad al-Muwaffaq. Ibnu Tulun yang terus menerus mengirimkan bantuan material ke Kotaraja sebagai bantuan untuk memadamkan pemberontakan Zinj, dianggap tidak loyal dengan bantuan yang sangat sedikit. Hal tersebut juga disertai surat penuh umpatan dan ancaman. Sebagai jawaban, Ibnu Tulun memproklamirkan Dinasti Ibn Tulun resmi berpisah dari Daulah Abbasiyyah.
Adapun Kemajuan Daulah Ibn Tulun dibeberapa bidang yaitu;
1. Bidang Pengembangan Wilayah
Dinasti Ibn Tulun berdiri pada tahun di mana kerajaan Byzantium memulai kegiatan pencaplokan wilayah Islam di Asia kecil dan Timur Laut Tengah. Menyadari hal itu Ibnu Tulun langsung menata militernya. Karena gerakan Byzantium di pesisir Timur Laut Tengah, Ibnu Tulun secara baik menyiapkan tentara marinir sebagai kekuatan utama. Untuk menjamin keamanan Mesir, ia melihat adanya keniscayaan untuk menyatuhkan Mesir dengan Suriah. Keinginan untuk menyatuhkan Mesir dengan Suriah akhirnya terealisasikan pada tahun 263 H, memanfaatkan kematian gubernur Suriah kala itu. Setelah bersatunya kedua wilayah itu, dinasti Ibn Tulun menjadi kekuatan besar Islam di bagian Timur.
2. Bidang Militer
Ibnu Tulun membentuk kekuatan militer yang sangat besar karena menyadari banyaknya ancaman terutama dari kerajaan Byzantium. Al-Maqriziy dalam riwayatnya menyebutkan bahwa Ibnu Tulun sangat royal dalam membeli Budak Turki sehingga mencapai angka 24 ribu. Demikian juga ia membeli budak orang hitam sebanyak 40 ribu dan juga merekrut orang Arab hingga jumlahnya mencapai 70 ribu orang. Orang-orang Arab ini adalah orang yang merdeka dan profesional.
Karena jumlahnya yang sangat besar, Ibnu Tulun membuka kota baru sebagai pusat kota diberi nama kota al-Qatai. Pembangunan di bidang militer mendapat perhatian utama sebagai infra-struktur sebuah daulah yang menghadapi ancaman luar. Hal itu juga tidak lepas dari sosok Ibnu Tulun sebagai bekas tentara daulah Abbasiyah dan banyak mempelajari siasat militer di Samarra. Selain itu ayahnya adalah panglima, pengawal khalifah pada masanya.
3. Bidang Keagamaan
Ibnu Tulun dalah sosok yang religius. Ia pernah menimba ilmu agama dan ilmu fiqh di Baqdad dan Tarsus. Dalam riwayat, Ibnu Tulun biasanya shalat Jumat di mesjid al-Askar di Afaustat dengan penduduk yang cukup padat hanya terdapat dua mesjid, yaitu mesjid ‘Amru bin As dan al-Asakir. Tatkala ia merasa sesak, ia pun menginstruksikan pembangunan mesjid baru. Dalam riwayat lain dikatakan bahwa alasan pembangunan mesjid adalah atas permintaan penduduk Mesir. Mesjid Jami Ibnu Tulun adalah satu-satunya monumen yang tersisa dari kota al-Qatai. Memperhatikan fisik mesjid ini, kita dapat berkesimpulan telah terjadi transformasi di bidang arsitektur, dari corak Byzantium ke corak baru dengan pengaruh dari seni Abbasiyyah. Seperti pada bentuk bangunan yang menyerupai benteng.
Keberadaan mesjid ini menunjukan perhatian besar yang diberikan Ibnu Tulun terhadap semangat keberagamaan. Mesjid ini digunakan tidak hanya sebagai tempat ibadah, namun juga sebagai pusat pendidikan keagamaan.
4. Bidang Sosial
Mesir dan Suriah di masa Ibnu Tulun hidup dalam kesejahteraan dan iklim kebebasan sebagai wujud dari sosok Ibnu Tulun yang bijak dan pemurah, serta tegas pada suatu keadaan khusus. Pada masanya dibangun rumah sakit (marstan dan primarstan) dilengkapi apotik untuk melayani rakyat secara cuma-cuma. Selain itu, disamping mesjid dibuat bangunan khusus untuk memberi obat dan minum bagi jamaah yang membutuhkan.
Ibnu Tulun berhasil membawa Mesir ke Kesejahteraan. Sektor-sektor produktif bertumbuhan, pembangunan infra-struktur kota berkembang. Pada masanya, Mesir dan Suriah menikmati kemajuan di berbagai bidang kehidupan sosial. Rekrutmen yang dilakukannya atas orang Arab Sudan, melebarkan jalan baginya untuk kerjasama dalam bidang ekonomi dengan rakyat Sudan.
5. Bidang Pertahanan dan Politik
Pergerakan tentara Byzantium ke wilayah Islam dimulai pada tahun yang sama Ibnu Tulun mulai memerintah Mesir. Sadar akan hal itu, benteng-benteng di Mesir disiapkan dan dipersenjatai seperti di Damietta dan Alexandria. Di Suriah, wilayah-wilayah perbatasan atau wilayah sugur seperti Akka dan Yafa diperbaharui dan dikokohkan. Strategi yang diterapkan Ibnu Tulun dalam menghadapi ancaman Byzantium dangan menyatuhkan Mesir dan Suriah. Ibnu Tulun dapat mendahului penyerangan atas wilayah kekuasaan Byzantium di kepulauan laut Ega. Hal ini yang membuat Byzantium kembali meminta gencatan senjata dan terkadang menyodorkan tawaran perdamaian dengan imbalan upeti, seperti yang terjadi pada tahun 265 H/878 M.
Ibnu Tulun wafat setelah memerintah selama 16 tahun. Ia digantikan oleh puteranya Khumarawaih yang melanjutkan apa yang telah dilaksanakan ayahnya dalam mempertahankan keutuhan Mesir dan Suriah.
Daulah Abbasiyah tidak dapat berbuat banyak setelah proklamasi Dinasti Ibn Tulun disebabkan dua hal yaitu: pertama, kondisi internal yang tidak memungkinkan untuk mengembalikan wilayah Mesir dan kedua, Dinasti Ibn Tulun adalah benten pertahanan sekaligus straiker dari serangan Byzantium.
Namun Abbasiyah tetap menunggu kesempatan untuk mengembalikan Mesir dan Suriah. setelah Khumarawaih naik tahta. Al-Muwaffaq berhasil menduduki Suriah dan bergerak ke Mesir. Tetapi Khumarawaih dapat mengatasinya. Hasil dari pertempuran di atas diadakan perjanjian damai selama 30 tahun. Setelah kematian Al-Muwaffaq, hubungan kedua daulah ini semakin kuat dan diperkuat lagi dengan perkawinan khalifah al-Mu’tadid dengan puteri Khumarawaih yang bernama Qatrunnada.
Setelah Khumarawaih meninggal, eksistensi daulah ini tidak bertahan lama, ia digantikan oleh anaknya, Abu al-Asakir Jaisy, kemudian Harun. Sedangkan Khalifah terakhir adalah Syaiban dimana keadaan telah tidak stabil dan masuknya tentara Abbasiyah yang mengakhiri sejarah dinasti Ibn Tulun pada tahun 292 H/905 M.
Secara umum keruntuhan dinasti ini disebabkan oleh dua faktor: pertama, adalah gerakan Qaramitah yang bergerak dilapisan masyarakat bawah dengan janji kehidupan lebih baik. Gerakan ini sempat menduduki beberapa wilayah Suriah. Faktor kedua adalah usaha daulah Abbasiyah yang terus berusaha merebut kembali Mesir. Kedua faktor ini bekerja secara simultan dan akhirnya meruntuhkan Dinasti Ibn Tulun yang telah kehabisan tenaga, menghadapi Qaramitah. Keadaan ini digunakan dengan baik oleh khalifah al-Mustakfi.
https://ansarbinbarani.blogspot.co.id/2015/11/dinasti-tahiriyah.html
https://ansarbinbarani.blogspot.co.id/2015/11/dinasti-tahiriyah.html
DINASTI THULUNIYAH
1. Riwayat singkat Thuluniyah
Thuluniyah adalah sebuah dinasti yang muncul dan berkuasa di Mesir pada abad ke-9 (3 H), yakni dari 868 M (254 H) sampai 905 M (292 H). Sejak 877 M (263 H) dinasti ini melepaskan dirinya dari khilafah Bani Abbas dan dengan demikian Mesir pertama kalinya setelah berlalu masa sembilan abad, menjadi negara merdeka (tidak menjadi profinsi atau bagian dari imperium Romawi (30 SM-642 M/21 H), khilafah Khulafa al-Rasyidin (642 M/21 H- 665 M/40 H), khilafah Bani Umayyah (665 M/40 H-750 M/132 H), dan khilafah Bani Abbas (750/132 H), sampai dinasti Thuluniyah melepaskan diri dari khilafah Bini Abbas pada 877 M/263 H.
2. Pembentukan dinasti Ibnu Thulun
Pembentuk/pendiri dinasti Thuluniyah adalah Ahmad bin Thulun, seorang berdarah Turki. Ayahnya dikirim bersama dengan pemuda-pemuda yang lain oleh gubernur Bukhara di Transoxsiana sebagai hadiah untuk khalifah Abbasiyah, al-Ma’mun dan dia menjadi orang terkemuka di istana. Anaknya, Ahmad, gubernur Mesir yang akan datang, diajari bahasa Arab, Alquran dan hukum Islam secara mendalam. Dia mengunjungi perbatasa profinsi Tarsus beberapa kali untuk belajar di bawah seorang sarjana special hingga dia sendiri menjadi ahli dalam studi Islam, juga melebih dalam seni militer yang diajarkan kepada anak-anak muda Turki pada masa itu. Pada mulanya ia dikiraim dari Baghdad ke Mesir pad 686 M (254 H) untuk menjadi wakil gubernur Mesir. Pada 873 M (259 H) ia melepaskan diri dari khilafah Bani Abbas , dan menaklukkan Damaskus, Homs, Homat, Aleppo, dan Antiokia (semuanya di Syam dan Syiria). Dengan demikian ia bukan saja membuat Mesir merdeka (berdiri sendiri) tetapi bahkan berkuasa atas tanah Syam, suatu keadaan yang tidak pernah terjadi setelah setelah Mesir ditaklukan Persia pada 340 SM. Untuk memudahkan usaha kontrol atas tanah Syam ia membangun armada laut yang kuat dan pangkalan angkatan laut di Akka (Syam).
Sejak melepaskan diri dari Bani Abbas, Ahmad bin Thulun tidak pernah lagi mengirim sepeser uang cukai negeri Mesir ke Baghdad. Kekayaan Mesir dimanfaatkan untuk Mesir sendiri. ia bangun kota Qota’i di sebelah utara Fustat, sebagai ibukota baru, meniru model kota Samarra yang berada di utara Baghdad . Ia bangun rumah sakit besar. Rimah sakit yang pertama muncul di Mesir dan ia bangun Mesjid Agung yang dikenal dengan nama Jami’ Ibnu Thulun yang pada bagian dalamnya terukir lebih kurang sepertujuh belas dari seluruh ayat-ayat Alquran dengan huruf Arab Kufi. Banyak bangunan-bangunan megah ia dirikan untuk menambah semaraknya kota yang menjadi tandingan bagi kota Samarra itu.
3. Kemajuan Dinasti Thuluniyah
Perhatian Ahmad bin Thulun kepada bidang perekonomian cukup besar. Tempat ukuran air sungai Nil (nilometer) di pulau Raudah diperbaiki, bendungan dan seluruh irigasi ditambah, sehingga areal pertanian menjadilebih luas, dan kegiatan industri mendapat motivasi kuat darinya. Di masa itu terdapat industri senjata, sabun, gula, kain, dan lain-lain. Jembatan, terusan, dan armada perhubungan darat, sungai, dan laut diperbesar demi ramai dan lancarnya lalu lintas perdagangan dalam seluruh wilayah yang dikuasainya. Pada mesjid agung itu disediakan dokter-dokter khusus setiap hari jum’at untuk mengobati orang-orang sakit dengan cuma-cuma. Begitupun ia membangun sekian banyak mustasyfa yakni rumah sakit umum untuk menampung para pasien dari segala agama dan aliran dan memperoleh perawatan dengan cuma-cuma sampai sehat. Pendeknya, Ahmad ibn Thulun setelah melalui kerja keras berhasil mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Pada 904 M (270 H) ia wafat dengan meninggalkan nama yang harum sebagai seorang hafiz, negarawan pemberani, pemurah serta dekat dengan ulama dan rakyat.
Selanjutnya dinasti Thuluniyah dipimpin oleh putranya, Khumarawaih yang baru berusia 20 tahun. Segera amir yang baru ini mendapat tantangan berat. Damaskus diserang oleh pasukan gabungan (terdiri dari pasukan al-Muwaffiq, saudara khalifah Baghdad, pasukan Ibnu Kindag, gubernur Mosul dan pasukan Muhammad bin Abi Sibag, gubernur Armenia). Amir Khumarawaih maju memimpin sendiri pasukannya untuk merebut kembali Damaskus pada 907 M (273 H), dan berhasil memaksa al-Muwaffiq dan khalifah Mu’tamid untuk mengakui kedaulatan dinasti Thuluniyah di Mesir dan Syam. Kekuasaan Khumarawaih semakin mantap dan luas setelah musuh-musuh utamanya meninggal (al-Muwaffiq dan Ibnu Kindag pada 912 m (278 H) dan khalifah Mu’tamid pada tahun berikutnya).
Dengan kekayaan yang melimpah, Khumarawaih mendirikan lagi gedung-gedung megah dan taman-taman yang indah. Ia gunakan uang antara lain 900.000 dinar pertahun untuk pembiayaan pasukan dan 23.000 dinar perbulan untuk menyediakan makanan gratis bagi para fakir dan orang-orang lemah melalui dapur-dapur umum. Dalam istananya yang megah terdapat Golden Hall, aula dengan dinding yang berlapis emas dan dihiasi dengan gambar para istrinya dan gambar para penyanyi istana. Istananya terletak di tengah taman yang penuh dengan aneka bunga yang tersusun sedemikian rupa sehingga membentuk ungkapan-ungkapan berbahasa Arab. Sebuah kolam renang berlapis perak di halaman istana, kebun binatang dan istana burung ikut melengkapi semaraknya istana dinasti Thuluniyah.
4. Kemunduran dinasti Thuluniyah
kematian Khumarawaih pada tahun 895 M (282 H) merupakan awal kemunduran dinasti itu. Persaingan yang hebat antara unsur-unsur pembesar dinasti telah memecah persatuan dalam dinasti. Amir yang ketiga, Abu al-Asakir bin Khumarawaih dilawan oleh sebagian pasukannya dan dapat disingkirkan (896 M/283 H). Adiknya yang baru berusia 14 tahun, Harun bin Khumarawaih diangkat sebagai Amir yang keempat. Akan tetapi, kelemahan sudah sedemikian rupa sehingga wilayah Syam dapat direbut oleh pasukan Qaramitah. Amirnya yang kelima, Syaiban bin Ahmad bin Thulun, hanya 12 hari saja memerintah, karena ia menyerah ke tangan pasukan Bani Abbas yang menyerang Mesir pada tahun 905 M (292 H), dan dengan demikian berakhirlah riwayat dinasti Thuluniah.
1. Riwayat singkat Thuluniyah
Thuluniyah adalah sebuah dinasti yang muncul dan berkuasa di Mesir pada abad ke-9 (3 H), yakni dari 868 M (254 H) sampai 905 M (292 H). Sejak 877 M (263 H) dinasti ini melepaskan dirinya dari khilafah Bani Abbas dan dengan demikian Mesir pertama kalinya setelah berlalu masa sembilan abad, menjadi negara merdeka (tidak menjadi profinsi atau bagian dari imperium Romawi (30 SM-642 M/21 H), khilafah Khulafa al-Rasyidin (642 M/21 H- 665 M/40 H), khilafah Bani Umayyah (665 M/40 H-750 M/132 H), dan khilafah Bani Abbas (750/132 H), sampai dinasti Thuluniyah melepaskan diri dari khilafah Bini Abbas pada 877 M/263 H.
2. Pembentukan dinasti Ibnu Thulun
Pembentuk/pendiri dinasti Thuluniyah adalah Ahmad bin Thulun, seorang berdarah Turki. Ayahnya dikirim bersama dengan pemuda-pemuda yang lain oleh gubernur Bukhara di Transoxsiana sebagai hadiah untuk khalifah Abbasiyah, al-Ma’mun dan dia menjadi orang terkemuka di istana. Anaknya, Ahmad, gubernur Mesir yang akan datang, diajari bahasa Arab, Alquran dan hukum Islam secara mendalam. Dia mengunjungi perbatasa profinsi Tarsus beberapa kali untuk belajar di bawah seorang sarjana special hingga dia sendiri menjadi ahli dalam studi Islam, juga melebih dalam seni militer yang diajarkan kepada anak-anak muda Turki pada masa itu. Pada mulanya ia dikiraim dari Baghdad ke Mesir pad 686 M (254 H) untuk menjadi wakil gubernur Mesir. Pada 873 M (259 H) ia melepaskan diri dari khilafah Bani Abbas , dan menaklukkan Damaskus, Homs, Homat, Aleppo, dan Antiokia (semuanya di Syam dan Syiria). Dengan demikian ia bukan saja membuat Mesir merdeka (berdiri sendiri) tetapi bahkan berkuasa atas tanah Syam, suatu keadaan yang tidak pernah terjadi setelah setelah Mesir ditaklukan Persia pada 340 SM. Untuk memudahkan usaha kontrol atas tanah Syam ia membangun armada laut yang kuat dan pangkalan angkatan laut di Akka (Syam).
Sejak melepaskan diri dari Bani Abbas, Ahmad bin Thulun tidak pernah lagi mengirim sepeser uang cukai negeri Mesir ke Baghdad. Kekayaan Mesir dimanfaatkan untuk Mesir sendiri. ia bangun kota Qota’i di sebelah utara Fustat, sebagai ibukota baru, meniru model kota Samarra yang berada di utara Baghdad . Ia bangun rumah sakit besar. Rimah sakit yang pertama muncul di Mesir dan ia bangun Mesjid Agung yang dikenal dengan nama Jami’ Ibnu Thulun yang pada bagian dalamnya terukir lebih kurang sepertujuh belas dari seluruh ayat-ayat Alquran dengan huruf Arab Kufi. Banyak bangunan-bangunan megah ia dirikan untuk menambah semaraknya kota yang menjadi tandingan bagi kota Samarra itu.
3. Kemajuan Dinasti Thuluniyah
Perhatian Ahmad bin Thulun kepada bidang perekonomian cukup besar. Tempat ukuran air sungai Nil (nilometer) di pulau Raudah diperbaiki, bendungan dan seluruh irigasi ditambah, sehingga areal pertanian menjadilebih luas, dan kegiatan industri mendapat motivasi kuat darinya. Di masa itu terdapat industri senjata, sabun, gula, kain, dan lain-lain. Jembatan, terusan, dan armada perhubungan darat, sungai, dan laut diperbesar demi ramai dan lancarnya lalu lintas perdagangan dalam seluruh wilayah yang dikuasainya. Pada mesjid agung itu disediakan dokter-dokter khusus setiap hari jum’at untuk mengobati orang-orang sakit dengan cuma-cuma. Begitupun ia membangun sekian banyak mustasyfa yakni rumah sakit umum untuk menampung para pasien dari segala agama dan aliran dan memperoleh perawatan dengan cuma-cuma sampai sehat. Pendeknya, Ahmad ibn Thulun setelah melalui kerja keras berhasil mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Pada 904 M (270 H) ia wafat dengan meninggalkan nama yang harum sebagai seorang hafiz, negarawan pemberani, pemurah serta dekat dengan ulama dan rakyat.
Selanjutnya dinasti Thuluniyah dipimpin oleh putranya, Khumarawaih yang baru berusia 20 tahun. Segera amir yang baru ini mendapat tantangan berat. Damaskus diserang oleh pasukan gabungan (terdiri dari pasukan al-Muwaffiq, saudara khalifah Baghdad, pasukan Ibnu Kindag, gubernur Mosul dan pasukan Muhammad bin Abi Sibag, gubernur Armenia). Amir Khumarawaih maju memimpin sendiri pasukannya untuk merebut kembali Damaskus pada 907 M (273 H), dan berhasil memaksa al-Muwaffiq dan khalifah Mu’tamid untuk mengakui kedaulatan dinasti Thuluniyah di Mesir dan Syam. Kekuasaan Khumarawaih semakin mantap dan luas setelah musuh-musuh utamanya meninggal (al-Muwaffiq dan Ibnu Kindag pada 912 m (278 H) dan khalifah Mu’tamid pada tahun berikutnya).
Dengan kekayaan yang melimpah, Khumarawaih mendirikan lagi gedung-gedung megah dan taman-taman yang indah. Ia gunakan uang antara lain 900.000 dinar pertahun untuk pembiayaan pasukan dan 23.000 dinar perbulan untuk menyediakan makanan gratis bagi para fakir dan orang-orang lemah melalui dapur-dapur umum. Dalam istananya yang megah terdapat Golden Hall, aula dengan dinding yang berlapis emas dan dihiasi dengan gambar para istrinya dan gambar para penyanyi istana. Istananya terletak di tengah taman yang penuh dengan aneka bunga yang tersusun sedemikian rupa sehingga membentuk ungkapan-ungkapan berbahasa Arab. Sebuah kolam renang berlapis perak di halaman istana, kebun binatang dan istana burung ikut melengkapi semaraknya istana dinasti Thuluniyah.
4. Kemunduran dinasti Thuluniyah
kematian Khumarawaih pada tahun 895 M (282 H) merupakan awal kemunduran dinasti itu. Persaingan yang hebat antara unsur-unsur pembesar dinasti telah memecah persatuan dalam dinasti. Amir yang ketiga, Abu al-Asakir bin Khumarawaih dilawan oleh sebagian pasukannya dan dapat disingkirkan (896 M/283 H). Adiknya yang baru berusia 14 tahun, Harun bin Khumarawaih diangkat sebagai Amir yang keempat. Akan tetapi, kelemahan sudah sedemikian rupa sehingga wilayah Syam dapat direbut oleh pasukan Qaramitah. Amirnya yang kelima, Syaiban bin Ahmad bin Thulun, hanya 12 hari saja memerintah, karena ia menyerah ke tangan pasukan Bani Abbas yang menyerang Mesir pada tahun 905 M (292 H), dan dengan demikian berakhirlah riwayat dinasti Thuluniah.
http://dorokabuju.blogspot.co.id/2007/11/dinasti-ibnu-thulun-pembentukan.html
Dinasti Thulun; Sejarah,Kemajuan,Dan Kemundurannya Pembentukan
Dinasti ini didirikan oleh Ahmad bin Thulun tahun 868 M. Ayahnya adalah seorang budak belian dari Turki, panglima Tahir Ibn Husain mengirimkannya kepada khalifah al-Makmun sebagai hadiah. Karena ketangkasan dan keprofesionalannya dalam militer akhirnya al-Makmun mengangkatnya menjadi Rais al-Hars (kepala pengawal istana), setelah bapaknya wafat, ibunya dikawini oleh Emir Baibek.
Dengan bantuan Emir Baibek, Ahmad bin Thulun diangkat menjadi wali daerah Mesir dan Libya. Setelah beberapa lama menduduki jabatan itu, dimulailah memperteguh kedudukannya itu. Dibelinya beberapa orang budak bangsa Dailam dan bangsa Zanji (Negro), mulailah ia menyatakan maksudnya dengan terang-terangan, yaitu memutuskan hubungan dengan khalifah di Baghdad. Di atas mimbar pada hari Jum’at ia menggantikan ucapan pujian kepada khalifah dengan ucapan pujian kepada Ahmad bin Thulun sendiri, sebagai Raja Mesir. Hasil pajak pun tidak dikirimkan lagi ke Baghdad.
Akhirnya dikirimlah pasukan untuk menaklukkannya, tetapi tidak berhasil karena kedudukan Ahmad bin Thulun telah kuat, ditambah dengan simpati rakyat Mesir kepadanya. Sebab selama ini mereka membayar pajak yang amat tinggi kepada Baghdad, padahal tidak ada yang tinggal buat Mesir sendiri. Setelah kedudukannya kuat di Mesir, tahun 868 memproklamirkan berdirinya Dinasti Thuluniyah.
Kemajuan
Dinasti ini walaupun hanya sebentar berkuasa (37 tahun), tapi memiliki prestasi yang patut dicatat dalam sejarah, yaitu:
- Berhasil membawa Mesir kepada kemajuan, sehingga Mesir menjadi pusat kebudayaan Islam yang dikunjungi para ilmuan dari pelosok dunia Islam.
- Dalam bidang arsitektur, telah meninggalkan bangunan Masjid Ahmad Ibnu Thulun yang bercorak Iraq, menaranya merupakan menara tertua di Mesir. Bangunan lain adalah Istana Khumarwaihi dengan memakai balairung dan dinding emas. Istana ini berada di tengah-tengah kebun yang penuh dengan tumbuh-tumbuhan yang harum dan dilengkapi dengan kebun binatang.
- Dalam bidang kesehatan, pada masa dinasti ini telah dibangun rumah sakit yang menelan biaya 80.000 dinar.
- Dalam bidang pertanian, perbaikan air di pulau Raudah (dekat Kairo) yang pertama kali dibangun pada tahun 716 M. dengan berfungsinya kembali alat ini, irigasi Mesir menjadi lancar dan pada gilirannya sangat membantu dalam meningkatkan hasil pertanian.
- Kemajuan di bidang militer terutama pasukan perang dan angkatan laut. Dengan pasukan yang berkekuatan 100.000 orang dan 100 kapal perang.
Kemunduran
Setelah Ahmad Ibnu Thulun wafat, dinasti ini diteruskan oleh empat orang amir, yaitu: Khumarwaihi Ibnu Ahmad (884-895 M), kemudian dilanjutkan oleh Jaish Bin Khumarwaihi (895-896 M), setelah itu diteruskan oleh Harun Ibnu Khumarwaihi (896-905) dan amir yang terakhir adalah Syaiban Ibnu Ahmad Ibnu Thulun (905). Namun para pengganti Ibnu Thulun ini tidak ada lagi yang sekuat dia, yang membawa dinasti Thuluniyah kepada kemunduran. Oleh karena itu menurut Ahmad Syalabi Dinasti Thuluniyah sebenarnya hanyalah kekuasaan Ahmad Ibnu Thulun saja.
Kematian Khumarwaihi pada 895 merupakan titik awal kemunduran Dinasti Thuluniyah ini. Persaingan yang hebat antara unsur-unsur pembesar dinasti telah memecah persatuan dalam dinasti. Amir yang ketiga (Jaish Ibnu Asakir) dilawan oleh sebahagian besar pasukannya dan dapat disingkarkan pada 896. Adiknya yang baru berusia 14 tahun, Harun Khumarwaihi diangkat sebagai amir yang keempat. Kelemahan yang sedemikian rupa mengantarkan dinasti ini berakhir setelah amirnya yang kelima yaitu Syaiban Ibnu Ahmad Ibnu Thulun (hanya memerintah 12 hari) menyerah ke tangan pasukan Bani Abbas yang menyerang Mesir pada 905 dengan demikian berakhirlah riwayat Dinasti Thuluniyah.
http://www.referensimakalah.com/2011/08/dinasti-thulun-sejarah-kemajuan-dan_144.html
Dinasti Thuluniyah
(254-292 H)
Selain Dinasti Rustamiyah, al-Idarisah, Aghlabiyah, dan Bani Zayri, dinasti lain yang memisahkan diri dari Dinasti Abbasiyah adalah Dinasti Thuluniyah. Dinasti ini merupakan salah satu dari beberapa dinasti yang memisahkan diri dari Dinasti Abbasiyah. Seperti yang telah dibahas pada dinasti-dinasti sebelumnya, dinasti ini termasuk dinasti yang diperhitungkan. Pada kesempatan kali ini kita akan membahas tentang Dinasti Thuluniyah.
Dinasti ini didirikan pada 254 H dan bertahan hingga 292 H. Pendirinya adalah Ahmad ibn Thulun. Thulun satu dari beberapa orang Turki yang dihadiahkan Nuh ibn Asad al-Samani kepada Khalifah al-Ma’mun pada 200 H. Ia tumbuh dalam penjagaan, kasih sayang, keteladanan, dan pengajaran Al-Quran. Suaranya sangat indah. Ia mencela orang-orang Turki yang berbuat dosa dan kemungkaran. Ia ditunjuk Khalifah al-Mu’taz sebagai penguasa Mesir pada Ramadhan 254 H. Ia memperlakukan penduduk Mesir dengan sangat baik dan mencukupi kebutuhan mereka dari Baitul Mal. Di Mesir, ia mendirikan Universitas Ibnu Thulun yang pembangunannya memakan waktu dua tahun, juga rumah sakit umum. Konon, setiap bulan, ia bersedekah sebesar 1.000 dinar dari harta pribadinya. Pada 262 H, Ahmad ibn Thulun berselisih paham dengan Ahmad al-Muwaffaq—yang bekerja untuk kepentingan Khalifah—hingga berujung pertumpahan darah.
Pada 264 H, ia berhasil merebut negeri Syam dan Tsughur setelah ditinggal mati penguasanya, Amajur, lalu memperlakukan penduduknya dengan sangat baik. Penaklukan Syam dan Tsughur membuat wilayah kerajaannya semakin luas, bahkan hingga sampai ke Furat. Pada masanya, pendapatan pajak Mesir mencapai angka empat juta tiga ratus ribu (4.300.000) dinar per tahun. Pertikaiannya dengan Ahmad al-Muwaffaq semakin memanas, bahkan ia mencekal khutbah al-Muwaffaq. Ibnu Thulun meninggal dunia pada 270 H dengan kerajaan yang lebih besar ketimbang kerajaan khalifah. Ia digantikan anaknya, Khumarawiyah.
Khumarawiyah mengambil jalan sebagaimana ayahnya, Ibnu Thulun. Ia sukses dalam pembangunan infrastruktur dan berbagai macam kemegahan lainnya. Khumarawiyah diperangi para penguasa Mosul, Anbar, dan Gubernur Damaskus. Mereka bekerja sama dengan Ahmad ibn al-Muwaffaq untuk mengeluarkan Khumarawiyah dari Syam dan menyerahkannya ke hadapan Khalifah. Terjadilah beberapa kali pertempuran yang kesemuanya dimenangkan Khumarawiyah. Pertempuran paling menentukan terjadi di Damaskus pada 271 H. Waktu itu Khumarawiyah membuat kesepakatan damai dengan al-Muwaffaq. Oleh Khalifah, ia diberi kekuasaan atas wilayah Mesir, Syam, dan pinggiran negeri Byzantium selama 20 tahun.
Pada 278 H, Ahmad ibn al-Muwaffaq meninggal dunia, lalu disusul Khalifah al-Mu’tamid. Al-Mu’tamid digantikan al-Mu’tadhid. Pada masa inilah hubungan baik terjalin antara Khumarawiyah dan Khalifah al-Mu’tadhid. Khalifah menikahi putri Khumarawiyah, Qathrunnada. Untuk perlengkapan pengantin, Khumarawiyah menyiapkan sepuluh kotak besar yang berisi berbagai jenis perhiasan. Ia juga membangun istana di setiap tempat yang akan disinggahi pasangan pengantin, di sepanjang jalan antara Mesir dan Bagdad. Kemewahan ini menguras pusat keuangan kerajaan Tak lama kemudian, Khumarawiyah mati terbunuh di Damaskus, di tangan beberapa pelayannya, lalu dimakamkan di Mesir pada 282 H. Setelah Khumarawiyah, kondisi kerajaan Thuluniyah makin terpuruk. Kaum Qaramithah menyerang Syam dan mengepung Damaskus. Qaramithah dapat dikalahkan Khalifah yang ikut campur tangan. Setelah itu, Khalifah bertekad memusnahkan Kerajaan Thuluniyah dan mengembalikan kendali kekuasaan Dinasti Abbasiyah ke Mesir dan Syam.
Berikut nama-nama khalifah yang pernah memimpin Dinasti Thuluniyah:
- Ahmad ibn Thulun (254-270 H)
- Khumarawiyah ibn Ahmad (270-282 H)
- Abu al-‘Asakir Jisy ibn Khumarawiyah (282-283 H) (mati diracun)
- Harun ibn Khumarawiyah (283-292 H) (mati dibunuh)
- Syaiban ibn Ahmad ibn Thulun (292-293)
Lalu, Dinasti Thuluniyah pun runtuh di tangan Dinasti Abbasiyah.
http://elconquistador123.blogspot.co.id/2015/05/artikel-dinasti-thuluniyah.html
Sejarah Dinasti Thulun
Tuluniyah adalah sebuah dinasti yang muncul dan berkuasa di mesir dan suriah, independent dari khalifah-khalifah Abbasiyah.(http://dkmfahutan.wordpress.com/2006/10/17/pemerintahan-islam-1/) pada abad ke-9 (3H), yakni dari 868-254H) sampai 905 (292H). sejak 977 (263H) dinasti ini melepaskan drinya dari khalifah Bani Abbas, dan dengan demkian Mesir untuk pertama kalinya setelah berlalu 9 abad, menjadi Negara merdeka (tidak menjadi provinsi atau dari bagian daulat yang berpusat di tempat lain). Sejarah mencatat bahwa sebelumnya mesir-mesir adalah provnsi atu bagian dari Imperium romawi (30 SM-642/21 H), khilafat khulafa Rasyidin (642/21H-665/4H), Khilafat bani Umayyah (665/40H-750/123H) sampai Dinasti Thuluniyah melepaskan diri dari Khalifat bani Abbas (877/263 H).
Pendiri Dinasti Thulun yang berumur pendek (Daulah 868-905) di Mesir dan Suriah adalah Ahmad Ibn Thulun. Ahmad bin Thulun Lahir 23 Ramadhan 220 abad ke-3 Hijriah. Dinasti Thulun adalah dinasti kesultanan Mesir pertama dan berhasil memasukkan Syria ke dalam wilayah kekuasaannya. Awal garis keturunan Thulun adalah seorang budak yang dihadiahkan kepada Khalifah Ma’mun dari Dinasti Abbasiah oleh seorang penguasa dari Bukhara. Putra Thulun, yaitu Ahmad bin Thulun mendirikan dinasti raja-raja yang berkuasa di Mesir dan Syria dari tahun 254 hingga 292 Hijriah.
Ahmad ibn Thulun adalah anak dari seorang budak berkebangsaan Turki bernama Thulun yang masih berdarah Mongol. Nama Thulun sendiri dalam bahasa Turki bermakna “kemunculan yang sempurna”. Mulanya, Thulun menjadi budak bagi Nuh ibn Asad dan lantas dihadiahkan kepada Khalifah al-Ma’mun. Atau ada satu kisah yang menyatakan, jika Thulun tercatat pertama kali masuk ke Baghdad pada tahun 816 M.
Kemampuan militernya yang menonjol menjadikan Thulun terpilih sebagai anggota pasukan khusus pengawal Khalifah. Meski termasuk dalam jajaran pembesar militer, literatur sejarah tak pernah mencatat keterlibatan Thulun dalam peristiwa revolusi yang dilakukan oleh budak-budak berkebangsaan Turki (Mamalik) pasca meninggalnya al-Mu’tashim tahun 842 M.
Ayahnya adalah seorang turki dari Farghanah, Pada 817 dipersembahkan oleh penguasa samaniyah di bukhara sebagai hadiah untuk al-Ma’mun. Pada 868, Ahmad berangkat ke Mesir sebagai pimpinan tentara untk gubernur mesir. Disini ia segera berusaha mendapatkan kemerdekaan dirinya. Ketika menghadapi tekanan keuangan karena adanya pembrontakan wangsa zanj, Khalifah al-Mu’tamid (870-892) meminta bantuan financial kepada komandan pasukannya yang orang mesir itu, tetapi permintaan itu tida dipenuhi. Peristiwa ini menjadi titik balik yang mengubah sejarah kehidpan Mesir selanjutnya. Peristiwa ini juga menandai bangkitmya sebuah Negara merdeka dilembah sungai Nil yang kedaulatannya bertahan selama abad pertengahan. Higga saat itu sebagian dari kekayaan mesir diberikan kepada Baghdad dan sebagian yang lainnya masuk kesuku para gubernur yang dating silih berganti, Pada awalnya merupakan para penarik oajak dari petani, kini uang terus berputar di negri itu dan dihabiskan untuk memuliakan para penguasa.
Harun Nasution, Ensiklopedi Islam Indonesia, Jakarta:UIN Syarif Hidayatullah, 1992, h.951
Tak lama selepas kelahiran Ahmad, Thulun meninggal dunia. Beberapa saat kemudian, ibunya yang menjanda disunting oleh Bagha al-Ashghar, salah satu panglima militer dinasti Abbasiyyah yang berasal dari daerah Turki. Pasca kematian Bagha al-Ashghar, ibunya menikah untuk yang ketiga kalinya dengan Bakbak (Bayik Bey), seorang pembesar militer yang menggantikan posisi Bagha al-Ashghar. Boleh dikatakan, Ahmad ibn Thulun tumbuh besar dalam tradisi Turki dan didikan militer. Selain aktif dalam dunia militer, Ahmad ibn Thulun juga menaruh keinginan untuk belajar ilmu-ilmu agama. Tercatat, dia mempelajari fikih mazhab Hanafiyyah, hadits dan disiplin ilmu lainnya hingga akhirnya dia menikah dengan Khatun, puteri pamannya yang bernama Yarjukh.
Meski sudah berkeluarga, hasrat menuntut ilmu Ahmad ibn Thulun tak surut. Berkat bantuan salah satu menteri, dia memutuskan pindah dari Samarra ke Tharsus untuk menimba ilmu tentang fikih, tafsir dan yang lainnya. Kunjungan perdana Ahmad ibn Thulun ke Mesir terjadi pada tahun 868 M untuk menggantikan Bakbak (Bayik Bey) sebagai pejabat pemerintahan (gubernur) dinasti Abbasiyyah.
Masa awalnya sebagai gubernur ditandai adanya konflik dengan Ahmad ibn al-Mudabbir, pengumpul pajak resmi dinasti Abasiyyah. Ibn al-Mudabbir enggan melaporkan hasil pajak kepada Ahmad ibn Thulun. Melainkan lebih suka melapor langsung pada Khalifah di Baghdad. Kharisma Ahmad ibn Thulun sontak meningkat pasca keberhasilannya ‘menundukkan’ Ibn al-Mudabbir. Bahkan selepas mertuanya menjadi pembesar militer Abasiyyah di Baghdad, Ahmad ibn Thulun memiliki kekuasaan yang lebih besar. Ahmad ibn Thulun tak hanya mengontrol Cairo semata, namun juga punya kewenangan untuk mengontrol penuh kawasan Alexandria dan sekitarnya. Tak hanya itu, Ahmad ibn Thulun juga diberi kekuasaan untuk mempersiapkan tentara sebanyak 100.000 prajurit.
Pamornya kian meninggi setelah mampu memenangi konfrontasi dengan Gubernur Syam. Perlahan, dia tak lagi menyebut dirinya sebagai gubernur. Namun mendakunya sebagai pemegang kebijakan independen yang tak lagi memiliki kaitan hierarkis terhadap Abasiyyah. Dia mulai memasang gambar wajahnya di mata uang, mengangkat pembantu (menteri), kepolisian, bea dan cukai, istana, perdagangan, dan dinas intelijen. Atas keberaniannya ini, Ahmad ibn Thulun tercatat sebagai pendiri negara Islam pertama bernama dinasti Thuluniyyin di Cairo-Mesir.
Selepas melakukan pengepungan terhadap Tarsus tahun 883 M., Ahmad ibn Thulun kembali ke Mesir. Tahun 884 M., dia meninggal dan mewariskan jabatan kepemimpinan dinasti Thulun kepada anaknya yang bernama Khumarraweh. Sayangnya, gaya kepemimpinan Ahmad ibn Thulun yang kharismatik tak dijumpai pada kepribadian anaknya. Akibatnya, 904-905 M., dinasti Abasiyyah berhasil menjadikan kembali kawasan kepunyaan dinasti Thuluniyyah sebagai daerah ‘jajahannya’.
http:afkar.numesir.org/indek.php?option=com_content&view=article&id=98:jejak-peninggalan-dinasti-thulunid-&catid=45:safari-histori&Itemid=78
Peninggalan Dinasti Thulun
Ketika menginjakkan kakinya pertama kali di Cairo, Ahmad ibn Thulun merasa Fusthath sebagai ibu kota Mesir dan kawasan al-‘Askar sudah tak memadai lagi. Dia berinisiatif membuka dan mengembangkan satu kota baru sebagai ibu kota. Mengambil lokasi di arah timur laut dari ibu kota yang lama, Ahmad Ibn Thulun memilih kawasan bukit Gabal Yashkur sebagai lokasi ibu kota dinasti Thuluniyyin. Masyarakat saat itu menyebutnya sebagai daerah al-Qatha’i. Dinamakan al-Qatha’i karena Ahmad ibn Thulun membagi daerah itu ke dalam beberapa bagian (qathi’at) sesuai dengan kelas sosialnya. Di kawasan ini, Ahmad Ibn Thulun mendirikan kompleks istana yang menyatu dengan bangunan masjid. Masjid inilah yang kelak masyhur dengan nama masjid Ahmad ibn Thulun.
Mesjid ini dibangun oleh Ahmad bin Thulun tahun 262 H hingga tahun 265 H diatas sebuah gunung yang bernama “Jabal Yasykur”. http://alwashliyahmesir.blogspot.com/2009/03/panduan-ziarah-atsar-islam.html di perempatan Sayidah Zainab di Kairo Selatan, di daerah Qata`i. Tipe bangunan mesjid ini sama dengan tipe mesjid Samarra yang mempunyai menara berbentuk spiral. Di bagian luar menara dibuat tangga yang mengitari badan menara sampai ke puncak.
http://www.dkmfahutan.20megsfree.com/ibaad1/new_page_17.htm
Mesjid ini terhitung sebagai mesjid tertua ketiga di Mesir setelah Mesjid Amru bin ‘Ash dibangun tahun 21 H dan Mesjid ‘Askar dibangun tahun 169 H. Mesjid ini memiliki keistimewaan dan keunikan tersendiri dibanding mesjid-mesjid lainnya yaitu berupa hiasan, arsitektur dan bentuk bangunannya. Mesjid ini menjadi kebanggan penduduk Mesir hingga menjadikannya banyak yang mengunjunginya. Mesjid ini dinamakan Mesjid Ahmad bin Thulun, nisbah kepada pendirinya yaitu Ahmad bin Thulun. (Al Atsar al Islamiyyah: 47-50) Al-Jam'iyatul Washliyah Cairo 2009
http://alwashliyahmesir.blogspot.com/2009/03/panduan-ziarah-atsar-islam.html
Dimulai tahun 876 M., pembangunan masjid Ahmad ibn Thulun baru selesai pada tahun 879 M. Terletak di kaki bukit bernama Gabal Yashkur; sebuah bukit yang diyakini masyarakat Mesir penuh berkah, masjid ini didesain dengan gaya arsitektur model Samarra dengan pola konstruksi yang lazim dipakai oleh dinasti Abbasiyyah. Nuansa Samarra akan kian terlihat bila kita menengok satu fakta bahwa arsitek masjid Ahmad ibn Thulun adalah orang Kristen dari Irak.
Tercatat, masjid dan kompleks sekitarnya ini beberapa kali mengalami renovasi. Renovasi pertama kali yang tercatat dalam sejarah adalah renovasi yang dilakukan oleh pihak dinasti Fathimiyyah tahun 1117. Bahkan renovasi terasa dahsyatnya karena sampai menggusur dan menghilangkan bentuk bangunan istana dinasti Thuluniyyah. Al-Maqrizi memberikan kesaksian, bangunan istana Ahmad ibn Thulun terdiri atas beberapa gerbang yang mempunyai nama tertentu dan memiliki fungsi yang tak sama. Misal, gerbang yang bernama Bab al-Maydan menjadi pintu masuk bagi para tentara, Bab al-Haram adalah pintu gerbang bagi kaum wanita, Bab al-Shalat menjadi akses penghubung ke masjid Ahmad Ibn Thulun, Bab al-Jabal sebagai gerbang ketika hendak menikmati suasana bukit Muqaththam. Ada juga Bab al-Saj, Bab al-Darmun dan Bab al-Sibagh.
Tahun 1296, area ini mengalami perombakan. Salah satu berkah dari perombakan kali ini, dalam sebuah versi, adalah dibangunnya menara yang menjulang tinggi yang terletak di ruwaq luar sisi Barat masjid. Menara masjid Ahmad ibn Thulun yang mengerucut dengan tangga memutari menara (spiral), dalam klaim sejarawan, membuktikan pengaruh kuat seni arsitektur Samarra. Sebab menara dengan model itu hanya terdapat di masjid Jami’ Samarra. Di tahun berikutnya, beberapa perbaikan terus berlanjut hingga tahun 2004 yang dilakukan oleh The Egyptian Supreme Council of Antiquities.
Masjid Jami’ Ibn Thulun yang berada tepat di pusat kawasan al-Qatha’i berbentuk segi empat dengan halaman terbuka yang sangat luas tepat di tengah. Di bagian halaman, terdapat bangunan berkubah yang menjadi tempat wudhu sekaligus penyedia air minum publik (sabil). Tiang masjid ini ketinggiannya mencapai 92 m, memiliki luas sekitar 8487 m2 dengan dikelilingi oleh ruwaq-ruwaq di keempat sisinya. Di antara tembok masjid dengan pagar kelilingnya, terdapat tiga ruwaq luar yang bernama al-ziyâdât. Alasan pembangunan al-ziyâdât adalah untuk mengantisipasi membludaknya jamaah.
Boleh dibilang, masjid Ahmad ibn Thulun ini adalah salah satu peninggalan orisinil terpenting peradaban Arab Islam di Mesir. Sebab bila dibandingkan dengan masjid Jami’ Amr ibn ‘Ash yang sudah banyak kehilangan identitasnya, masjid Ahmad ibn Thulun masih mempertahan bentuk awalnya sebagaimana dibangun dulu di bawah pengawasan langsung Ahmad ibn Thulun.
Sebagaimana paparan Sayyidah Isma’il Kasyif, selain masjid Ahmad ibn Thulun, setidaknya masih terdapat beberapa peninggalan dinasti Thuluniyyah. Meski relatif banyak, namun dapat dipastikan bahwa model dan karakter peninggalan dinasti Thuluniyyah tidak begitu mengalami perbedaan yang signifikan dengan peninggalan dinasti Abasiyyah. Peninggalan dinasti Thuluniyyah yang lain adalah situs arkeologis berupa saluran air (al-qanâthir) Ahmad ibn Thulun. Al-Qanathir Ahmad ibn Thulun ini terletak di arah tenggara kawasan al-Qatha’i. Secara fisik, konstruksi saluran air Ahmad ibn Thulun menyerupai saluran air yang yang ada di masa kerajaan Romawi. Para sejarawan Muslim menyebut saluran air tersebut dengan al-Siqâyah.
Warisan lain dari dinasti Thuluniyyah adalah al-Bimaristan atau al-Maristan. Al-Maristan merupakan nama bagi sebuah bangunan yang berfungsi sebagai klinik atau balai pengobatan umum bagi masyarakat (non militer dan budak) yang sakit. Dalam klinik ini, semua warga boleh memanfaatkan fasilitasnya tanpa melakukan pembedaan latar belakang suku dan agama. Selain memberikan pelayanan kesehatan cuma-cuma, al-Maristan juga memberikan kenyamanan layaknya rumah sakit modern. Pasien yang hendak dirawat di al-Maristan, disediakan seragam khusus dan mendapat perawatan intensif dari dokter tanpa dipungut biaya. Hanya sayang, bentuk fisik al-Maristan tak bisa dijumpai lagi.
Peninggalan dinasti Thuluniyyah lain yang tak kalah penting adalah masjid al-Tannur yang terletak di puncak bukit Muqaththam. Dengan membangun masjid ini, Ahmad ibn Thulun bermaksud mengantisipasi kepadatan jamaah di masjid Jami al-‘Askar. Masjid Jami’ al-‘Askar tak lagi mampu menampung jamaah yang mayoritas adalah prajurit dan sebagaian masyarakat umum.
Kiprah mulia Ahmad ibn Thulun tak hanya terhenti di situ. Beberapa proyek perbaikan dan renovasi terhadap peninggalan masa sebelumnya juga dia lakukan. Sejarah mencatat, dia menginstruksikan preservasi terhadap beberapa fasilitas publik. Seperti perawatan saluran air dan perbaikan menara di Alexandria. Dan sejarah juga akan mencatat, salah satu daya pikat Mesir dalam bentuk wisata religiusnya adalah karena jasa Ahmad ibn Thulun dengan dinasti Thuluniyyah-nya.
http://pcinu-mesir.tripod.com/arsips/galeri/isgaleri/masjid/ahmad.html
Selain itu masjid yang agung yang menyandang nama Ahmad Ibn Thulun, juga menjadi salah satu monument keagamaan yang penting dalam Islam. Masjid ini terutama menaranya yang tertua dimesir menunjukan pengaruh arsitektur bergaya samara, tempat ahmad menghabiskan masa mudanya. Pembangunan masjid itu menelan biyaya sekitar 120.000 dinar. Kemegahan dan kemewahan masjid ini diantaranya karena penggunaan batu bata,juga karena merupakan bangunan pertama yang menggunakan teknik lingkungan. Sekitar sepertujuh belas bagian Al-Qur’an dituliskan dengan gaya tulisan kufi yang indah diatas hiasan kayu yang memenuhi bagian dalam masjid, tepat dibawah langit-langit yang kayu datar.
Salah satu bangunan Islam yang lainnya yang terhitung istimewa adalah istana khumarawih (844-895), bangunan yang ditinggali anak sekaligus penerus ahma. Bangunan ini memiliki “aula emas,” yang dindingnya dilapisi emas dan dihiasi lapisan bergambar dirinya para istri, dan para pengiringnya. Gambar-gambar khumarawih beserta para istrinya yang mengenakan mahkota emas, berukuran sebesar manusia aslinya, dipahat diatas kay. Pengamatan manusia hidup seperti ini sangat jarang ditemukan dalam tradisi kesenian islam. Istana itu berdiri di sebuah taman yang dipenuhi bunga-bunga indah dan wangi-ditaman di pelataran dan diatur sedemikian rupa sehingga membentuk kata-kata dalam bahasa arab.
Ahmad bin Thulun Lahir
23 Ramadhan 220 Hijriah, Ahmad bin Thulun, pendiri dinasti Thulun yang berkuasa di Mesir dan Syria pada abad ke-3 Hijriah, terlahir ke dunia. Dinasti Thulun adalah dinasti kesultanan Mesir pertama dan berhasil memasukkan Syria ke dalam wilayah kekuasaannya. Awal garis keturunan Thulun adalah seorang budak yang dihadiahkan kepada Khalifah Ma’mun dari Dinasti Abbasiah oleh seorang penguasa dari Bukhara. Putra Thulun, yaitu Ahmad bin Thulun mendirikan dinasti raja-raja yang berkuasa di Mesir dan Syria dari tahun 254 hingga 292 Hijriah.
Ahmad bin Thulun Lahir
23 Ramadhan 220 Hijriah, Ahmad bin Thulun, pendiri dinasti Thulun yang berkuasa di Mesir dan Syria pada abad ke-3 Hijriah, terlahir ke dunia. Dinasti Thulun adalah dinasti kesultanan Mesir pertama dan berhasil memasukkan Syria ke dalam wilayah kekuasaannya. Awal garis keturunan Thulun adalah seorang budak yang dihadiahkan kepada Khalifah Ma’mun dari Dinasti Abbasiah oleh seorang penguasa dari Bukhara. Putra Thulun, yaitu Ahmad bin Thulun mendirikan dinasti raja-raja yang berkuasa di Mesir dan Syria dari tahun 254 hingga 292 Hijriah.
Masjid ini berbentuk segi empat yang panjangnya kurang lebih 162,5 x 161,5 meter atau sekitar 26143 meter persegi. Di tengah-tengah masjid terdapat bangunan kecil yang luasnya kurang lebih 92,5 x 91,80 meter. Masjid ini terdiri dari 42 pintu, di antaranya 21 pintu masih asli seperti dahulu kala, belum direnovasi. Diinding-dindingnya dilengkapi dengan jendela-jendela yang jumlahnya 129 buah yang dilapisi dengan kapur yang diukir indah dan menarik. Di dalam masjid juga terdapat lima buah mihrab. Mihrab yang paling besar dan paling punya nilai sejarah adalah mihrab yang paling tengah yang dibangun pada masa Sultan Mamalik yaitu Sultan Saifuddin Lagin. Menaranya yang melingkar menjadi daya tarik tersendiri sekaligus ciri khas dari masjid Ibnu Thulun ini.
http://mickeydza90.blogspot.co.id/2009/03/sejarah-dinasti-thulun.html
TULUN (254 H/868 M - 292 H/905 M)
Dinasti Tulun adalah sebuah dinasti Islam yang masa pemerintahannya paling cepat berakhir. Wilayah kekuasaan dinasti Tulun meliputi Mesir dan Suriah. Pendirianya adalah Ahmad bin Tulun, putra seorang Turki yang diutus oleh gubernur Transoksania (Uzbekistan) emmbawa upeti ke Abbasiyah. Dinasti Tulun yang memerintah sampai 38 tahun berakhir ketika dikalahkan oleh pasukan Abbasiyah dan setelah Khalifah Syaiban bin Tulun terbunuh.
Dinasti Tulun adalah sebuah dinasti Islam yang masa pemerintahannya paling cepat berakhir. Wilayah kekuasaan dinasti Tulun meliputi Mesir dan Suriah. Pendirianya adalah Ahmad bin Tulun, putra seorang Turki yang diutus oleh gubernur Transoksania (Uzbekistan) emmbawa upeti ke Abbasiyah. Dinasti Tulun yang memerintah sampai 38 tahun berakhir ketika dikalahkan oleh pasukan Abbasiyah dan setelah Khalifah Syaiban bin Tulun terbunuh.
http://www.pesantren-pesbuker.xyz/2014/10/sejarah-dinasti-dan-kekuasaan-khalifah.html
Dinasti Thuluniyah (868-901 M)
Dinasti ini merupakan dinasti kecil pertama di Mesir pada pemerintahan Abbasiyah, yang memperoleh hak otonom dari Baghdad. Dinasti ini didirikan oleh Ahmad Ibn Thulun, yaitu seorang budak dari Asia Tengah yang dikirim oleh panglima Thahir bin Al-Husain ke Baghdad untuk dipersembahkan kepda Khalifah Al-Makmun dan diangkat menjadi kepala pegawai Istana.
Ahmad Ibn Thulun ini dikenal sebagai sosok yang dikenal kegagahan dan keberaniannya, dia juga seorang yang dermawan, Hafidz, ahli di bidang sastra, syariat, dan militer.
Pada mulanya,Ahmad Ibn Thulun datang ke Mesir sebagai wakil gubernur Abbasiyah di sana, lalu menjadi gubernur yang wilayah kekuasaannya sampai ke Palestina dan Suriah. Pada masa Khalifah Al-Mu’taz Ahmad Ibn Thulun ditunjuk sebagai wali di Mesir dan Libya atas bantuan ayah Tirinya yang menjabat sebagai panglima Turki di belahan barat. Masa ini merupakan masa disintegrasi dan distabilitas politik pemerintahan Abbasiyah.
Bakbak adalah seorang pemimpin militer yang berkembangsaan Turki yang diberi jabatan wali (setingkat gubernur) untuk kawasan Mesir oleh al-Mu’taz (862-866 M) dari dinasti Bani Abbas. Bakbak kemudian memberikan jabatan tersebut kepada asistennya, Ahmad IBn Thulun pada tahun 254 H/868 M.
Di bawah kepemimpinan Thulun, Mesir menjadi wilayah yang merdeka dari pemerintahan Abasiyah di Irak. Pada waktu itu, dibangun Masjid Jami Ibn Thulun yang masih terpelihara hingga sekarang, dan Fusthath dijadikan pusat pemerintahan. Puncak dinasti Thuluniah di Mesir adalah pada zaman Khumariyah Ibn Ahmad Ibn Thulun (270-282 H/883-895 M). Setelah Khumariyah meninggal, terjadi konflik internal yang menghancurkan ekonomi dan militer Thuluniyah. Dalam situasi konflik internal Thuluniyah, dinasti Bani abbas berhail menundukkan dinasti Thulun.
Keberadaan dinasti Thuluniyah di Mesir semakin bertambah besar dan kuat, apalagi setelah adanya ikatan kuat melalui perkawinan antara Ahmad Ibn Thulun dengan saudara Yarjukh, sebagai jaminan atas kedudukan yang diperolah Thuluniyah. Ahmad Ibn Thulun mulai mengadakan ekspansi ke wilayah Hijaz di Semenanjung Arabia hingga Palestina dan Siria, yaitu pada tahun 878 M, serta wilayah Sisilia di Asia Kecil pada tahun 879 M.
Pada masa kekuasaan terakhir (Syaiban), muncul dan berkembang sekte-sekte keagamaanQaramitan yang berpusat di Gurun Siria. Melihat keadaan seperti itu, Syaiban itu, syaiban tampaknya tidak mempunyai kekuatan untuk mengendalikan sekte-sekte tersebut, dan bersamaan dengan itu pula Khalifah Abbasiyah mengirimkan pasukan untuk menaklukkan Dinasti Thuluniyah serta membawa keluarga dinasti yang masih hidup ke Baghdad, setelah ditaklukkan, Dinasti Thuluniyah jatuh dan hancur.
http://syahrur23.blogspot.co.id/2015/01/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html
Komentar
Posting Komentar