Lakon Bambang Gandawardaya
Wayang wong kemungkinan besar diciptakan oleh sultan Hamengku Buwono I setelah kerajaannya permanen pada tahun 1756. Wayang wong adalah sebuah bentuk pertunjukan besar yang hanya diproduksi beberapa kali selama pemerintahan Sultan Hamengku Buwana I, antara lain yang pertama menampilkan lakon Gandarawa, kemudian lakon jaya semadi, dan lakon yang ketiga adalah lakon Begawan Endrasampurna. Pergelaran wayang wong dipentaskan untuk memperingati peristiwa-peristiwa penting. Seperti misalnya “Jumenengan Dalem”(upacara penobatan sultan) dan Tumbuk Dalem, yaitu hari ulang tahun sultan yang sangat dihormati. Raja diidentifikasikan dengan Negara, memperingati hari ulang tahunraja memiliki makna yang sama dengan memperingati hari kelahiran kerajaan.
Lakon Gandarawa diselenggarakan untuk memperingati hari penobatan Sultan. Lakon Gandarawa adalah sebuah lakon carangan dari wiracarita Mahabarata, yang menggambarkan perang antara dua orang saudara tiri yaitu Gandawardaya dan Gandakusma, keduanya putera Arjuna yang hadir dari ibu yang berbeda. Ketika mereka dewasa, keduanya mencari sang ayah. Gandakusuma pergi ke keluarga pandawa, sedangkan Gandakusuma ke keluarga korawa. Gandarawa bertemu Arjuna yang akan mengakui Gandarawa sebagai puteranya apabila ia bisa mengalahkan korawa. Sedangkan Gandakusuma yang pergi ke korawa akan diakui sebagai putera arjuna (karna yang menyamar sebagai Arjuna) apabila ia dapat menghancurkan para pandawa. Ketika keduanya bertemu dalam sebuah perang tandng, tak seorang pun yang menang. Akhirnya Semar menceritakan kepada Gandarawa dan Gandakusuma bahwa sesungguhya mereka adalah saudara tiri yang dilahirnkan dari dua isteri Arjuna. Kemudian keduanya berjanji bahwa di kemudian hari yaitu pada Bharatayuda mereka akan melawan para korawa sampai titik darah yang penghabisan.
http://hendyyuniarto.blogspot.co.id/wayang-wong-lakon-gandawardaya.html
Gandawardaya
Di sebuah padepokan Pring Cendani, hiduplah seorang Pendeta Sakti berparas Raksasa Naga bernama Begawan Wilawuk. Ia hidup tentram dan damai bersama putrinya yang cantik jelita bernama Jimambang, serta ketiga cucunya yaitu Gandawardaya, Gandakusuma dan Dewi Wardayawati. Ada sejarah yang harus dibeberkan oleh Jimambang kepada anak-anaknya setelah ketiganya menginjak dewasa, perihal siapa orang tua yang telah mengukir jiwa-raganya. Dikatakan bahwa orang tua dari ketiga anaknya adalah ksatria tampan dari Madukara yang bernama Wijanarka atau Permadi.
Mendapat keterangan perihal orang tuanya, Raden Gandawardaya mewakili kedua adiknya berpamitan meninggalkan pertapaan Pring Gading untuk mencari ayahnya.
Namun sayang perjalanan Gandawardaya menyasar di padepokan Sokalima. Tujuan Gandawardaya untuk mencari ayahnya yang bernama Wijanarka atau Permadi tersebut dimanfaatkan oleh Pandita Durna untuk kepentingan tertentu. Di pisowanan agung, di hadapan para pembesar negeri Hastinapura, Durna dan Raja Doryudana menyusun siasat agar Gandawerdaya diaku sebagai anak dengan syarat jika dapat membunuh Janaka. Karena kepolosan dan kejujurannya, Gandawerdaya belum dapat membaca kepura-puraan serta tipu muslihat yang direncanakan, terutama oleh Durna dan Doryudana. Yang ia kabarkan kepada kedua adiknya, tanpa sepengetahuan Eyang Begawan Wilawuk dan Ibu Jimambang bahwa ia telah menemukan ayahnya yang menjadi raja di Hastinapura. Namun sebelum diperkenankan menghadap untuk diakui sebagai anak bersama kedua adiknya, Gandawardaya terlebih dahulu harus dapat membunuh Janaka yang menjadi musuh bebuyutan dari Prabu Doryudana.
Sepeninggal Gandawardaya dari Hastinapura, Durna menari-nari kegirangan seperti anak kecil. Karena apapun yang terjadi antara Gandawardaya dan Harjuna, entah mati salah satu atau mati bersama, Doryudana bersama adik-adiknya para Korawa tetap yang diuntungkan. Karena dengan demikian kekuatan Pandhawa yang akan menjadi calon lawan mereka pada perang Baratayuda mendatang telah dikurangi kekuatannya.
Walaupun Gandawardaya masih tergolong anak kemarin sore, durung ilang pupuk lempuyange, ia menguasai ilmu-ilmu tingkat tinggi, berkat gemblengan eyangnya, Begawan Wilawuk, sehingga ketika bertemu dengan Janaka dan berperang tanding, Janaka terdesak. Pusaka andalan Janaka, Kyai Sarutama tidak mau diperintahkan untuk membunuh Gandawardaya. Atas saran Semar Janaka meminjam senjata Cakra milik Kresna yang terkenal sebagi pusaka yang tegelan, mau membunuh siapa saja tidak pilih-pilih. Untuk itulah Janaka meminta Gandawardaya sebagai seorang ksatria untuk memberi waktu guna menyusun kekuatan.
Sementara itu Durna menggunakan kesempatan untuk memanfaatkan kepentingan pribadi, dengan menemui adik Gandawardaya yang bernama Wardayawati, untuk diambil isteri. Karena ditolak, Durna sakit hati dan memberitahukan kabar palsu kepada Gandawardaya, bahwa ia memergoki kedua adiknya, Gandakusuma dan Wardayawati, sedang bercumbu. Tanpa pikir panjang, di sela waktu jeda menunggu kelanjutan perang tanding dengan Harjuna, Gandawardaya menemui kedua adiknya. Pengaruh guna desti atau kuasa kegelapan membuat Gandawardaya menjadi gelap mata. Ada getaran yang mendorong gerakan tangan untuk menarik pusaka, dan tanpa belas kasih Gandawardaya membunuh kedua adiknya.
Setelah kejadian menyedihkan tersebut, nampaknya kuasa kegelapan sedikit puas dengan hasil kerjanya. Terbukti ia mulai mengendorkan cengkeramannya kepada Gandawardaya. Anak tertua dari Jimambang tersebut mulai menangis sedhih melihat kedua adiknya telah tak bernyawa. Ia sangat menyesalkan perbuatannya. Mengapa ia begitu tega membunuh kedua adiknya yang sesungguhnya sangat ia cintai.
“Adhuh lole, lole, mengapa Wardayawati juga kamu bunuh? Seharusnya Gandakusuma saja. Lha aku terus bagaimana? Calonku sudah meninggal dunia. Eee lole, lole, ya sudah aku akan kembali kepada si Jaran kekasihku saja.
Gandawardaya sudahlah jangan bersedih, semuanya sudah terlanjur. Adikmu berdua pantas mendapat hukuman mati atas perbuatannya. Sekarang musuh utamamu telah menunggu, ayo laksanakan tugasmu untuk membunuh Janaka sebagai tanda baktimu kepada Prabu Duryodana.”
Kuasa kegelapan mulai mencengkeram lagi melalui mulut Pandita Durna. Gandawardaya bergerak seperti kilat menuju medan laga.
Namun sebelum terjadi perang tanding yang kedua, Kresna meminta senjata Cakra yang dipinjam Janaka dengan paksa, karena yang diutus menarik pusaka adalah Kyai Sarutama.
“Jangan gunakan senjata Cakra untuk membunuh Gandawardaya, engkau akan menyesal nanti. Tunggulah sebentar aku akan mencarikan lawan Gandawardaya yang sepadan,” ujar Kresna.
Kresna segera meninggalkan Harjuna untuk menjumpai Gandakusuma dan Wardayawati yang sudah terbujur kaku. Dengan pusaka andalan yang bernama Kembang Wijayakusuma, kedua insan yang tak berdosa tersebut dihidupkan. Mereka diberi penjelasan permasalahan yang sesungguhnya, bahwasanya Gandawardaya telah diperalat pandita Durna untuk membunuh mereka serta membunuh Raden Janaka, yang sesungguhnya adalah ayahnya sendiri.
“Oleh karena itu, agar segalanya cepat menjadi jernih, sekarang hadapilah kakamu dan tundukan, berilah penjelasan yang sesungguhnya,” Kresna menegaskan.
Gandakusuma mempercayai dengan sepenuh hati perkataan Batara Kresna. Setelah menghaturkan sembah kepada orang yang telah menolong jiwnya, ia bergerak cepat menghadapi Gandawardaya kakaknya.
Telah tiba waktunya kuasa kegelapan dihalau oleh kuasa terang. Gandawardaya menyerah kalah kepada adiknya, Gandakusuma. Langit menyibak terang, keduanya berangkulan mesra disusul oleh si bungsu jelita, Wardayawati. Ketiganya adalah generasi penerus pembela yang lemah dan pejuang keadilan yang pantas diandalkan di masa yang akan datang. Jika pun ia harus jatuh pada kesalahan, itu akibat dari minimnya pengalaman dalam membedakan kepura-puraan dan kepalsuan dunia yang memenuhi kehidupan bangsa dan negara.
Ketrampilan pribadi, semangat kejujuran, keberanian memerangi penyelewengan sangat dibutuhkan untuk mengangkat keterpurukan bangsa. Jika yang muda yang berpotensi malah ditunggangi dan dimanfaatkan untuk kepentingan generasi tua yang tamak dapat dipastikan bangsa ini akan semakin terpuruk.
Kresna adalah sosok manusia yang berpikiran Dewa Wisnu, ia memberi kesempatan dan kepercayaan kepada Gandakusuma generasi belia untuk menyelesaikan serta menjernihkan masalah, dan berhasil.
Maka terkuaklah sudah siapakah sesungguhnya orang tua dari ketiga remaja sakti yang lahir dari Dewi Jimambang kakaknya, yaitu Raden Janaka, alias Raden Wijanarka atau Raden Permadi.
http://caritawayang.blogspot.co.id/gandawardaya.html
Bambang Gandawardaya
Alkisah Gandawardaya menerima kekuasaan di Gajahoya, untuk penobatanya diperlukan syarat Jimat Kalimasada. Prabu Duryudana mengutus Raden Durmuka untuk meminta Jamus Kalimasada itu, tetapi Raden Bimasena marah dan mengusirnya kembali.
Gandawardaya lalu berangkat sendiri dan berhadapan dengan Raden Bimasena, ia melepaskan awan/ kabut, sehingga Raden Bimasena kewalahan. Raden Arjuna datang dan menolong kakaknya yang dalam kesulitan. terjadilah perang tanding antara Gandawardaya dan Raden Arjuna, tetapi Gandawardaya mencium kaki Raden Arjuna, serta diberitahukan bahwa Gandawardaya terbunuh. sementara Retna Wulan, seorang raja putri di Gajahoya menerima laporan dari Raden Lesmana Mandrakumara bahwa Gandawardaya terbunuh, dan Raden Lesmana Mandrakumara mengganggu Dewi Gantangsari tetapi ditolak, terjadi peperangan antara Raden Lesmana Mandrakumara dan Dewakusuma. Raden Lesmana Mandrakumara kalah dan lari ke Astina. Seca Tugura menghasut Gandawardaya tetapi tidak berhasil, akhirnya kurawa dan Gandawardaya kembali ke Astina.
Sumber Buku Ensiklopedi Wayang Indonesia Jilid 5
Alkisah Gandawardaya menerima kekuasaan di Gajahoya, untuk penobatanya diperlukan syarat Jimat Kalimasada. Prabu Duryudana mengutus Raden Durmuka untuk meminta Jamus Kalimasada itu, tetapi Raden Bimasena marah dan mengusirnya kembali.
Gandawardaya lalu berangkat sendiri dan berhadapan dengan Raden Bimasena, ia melepaskan awan/ kabut, sehingga Raden Bimasena kewalahan. Raden Arjuna datang dan menolong kakaknya yang dalam kesulitan. terjadilah perang tanding antara Gandawardaya dan Raden Arjuna, tetapi Gandawardaya mencium kaki Raden Arjuna, serta diberitahukan bahwa Gandawardaya terbunuh. sementara Retna Wulan, seorang raja putri di Gajahoya menerima laporan dari Raden Lesmana Mandrakumara bahwa Gandawardaya terbunuh, dan Raden Lesmana Mandrakumara mengganggu Dewi Gantangsari tetapi ditolak, terjadi peperangan antara Raden Lesmana Mandrakumara dan Dewakusuma. Raden Lesmana Mandrakumara kalah dan lari ke Astina. Seca Tugura menghasut Gandawardaya tetapi tidak berhasil, akhirnya kurawa dan Gandawardaya kembali ke Astina.
Sumber Buku Ensiklopedi Wayang Indonesia Jilid 5
Komentar
Posting Komentar