Lakon Gatotkaca rebutan kikis Tunggarana
Kikis Tunggarana
Ternyata harapan Prabu Kresna pada puteranya, Sitija yang berkuasa di negeri Trajutrisna, tidak sesuai dengan harapannya. Prabu Bomanarakasura, selalu ber ulah. Pertama yang dilakukan bukan membuat rakyatnya, makmur, namun berusaha memperluas wilayah dan memperluas pengaruh pada negara negara tetangganya. Dan kini sudah harus berhadap hadapan dengan Kerajaan Pringgadani.Prabu Boma Narakasura berniat menyatukan negara negara raksasa, tanpa kecuali Pringgadani. Ia ingin menundukkan dengan cara menciptakan persoalan kecil yang bisa menjadi kan permasalah an besar bagi Gatutkaca dan Kerajaan Trajutrisna.
Di Kerajaan Pringgadani pagi ini menerima seorang tamu dari Kerajaam Tunggarana, yang menjadi rajanya adalah Prabu Kahana. Keraajaan Tungga rana, semula jajahan Pringgadani, namun setelah Prabu Arimba tewas, maka memisahkan diri dari Pringgadani. Namun sekarang Tunggaran yang sudah merdeka saat ini diduduki Pasukan Trajutrisna. Prabu Anom Gatutkaca menjadi marah. Gatutkaca tahu, sebenarnya Prabu Boma hanya bikin onar supaya Pringgadani dan Trajutrisna bertempur. Andaikata Pringgadani kalah perang, maka Pringgadani akan dijajah Trajutrisna.
Namun Gatutkaca berjanji kepada tamunya, yaitu Prabu Kahana, Pringgadani akan membantu Kerajaan Tunggarana, untuk mengusir perusuh itu dari wilayah Tunggarana, dan Pringgadani tidak akan menjajah lagi seperti pada jaman Prabu Arimba.
Persiapan perang mulai dipersiapkan.,Gatutkaca minta bantuan kedua kakaknya, Antareja dan Antasena untuk membantunya.
Pasukan Pringgadani dengan pasukan Tunggarana dibantu Antareja dan Antasena, tiba di Tunggarana.
Perang tak terelakkan. Pasaukan raksasa, yang dipimpin Detya Kala Ancakogra, Detya Kala Yayahgriwa, Detya Kala Mahundara, Detya Kala Dandangbikudan Detya Kala Timangdapurserta Wilmana menyerang pasukan Pringgadani.
Sementara itu Boma dibantu Setyaki dan Samba membantu penyerangan ke bala Pringgadani, Mereka berpihak ke pada Boma. Kekuatan kedua pasukan imbang, keduanya saling bertahan. Namun ketika pasukan raksasa jadi jadian semakin mendesak, maka Antareja dan Antasena mulai menggunakan senjata wisa upas. Mereka terkena upas Antareja, maka mereka kembali keasalnya,Yayahgriwa kermbali menjadi pecahan tempayan, Mahundara kembali menjadi bangkai burung dara, Sementara itu Gatutkaca sedang melawan Ancakogra. Ancakogra kelihatan teramat sakti. Akhirnya Gatutkaca melepaskan senjata pamungkas, dengan tapak aji Brajamusti dan dirangkap tapak aji Brajadenta, kedua tangan Gatutkaca mengepal bagai tangan besi dan menghantam kedua a bagian dada Ancakogra, dada kanan dan kirinya, pecah dan hancur, tewaslah Ancakogra.Ancakogra kembali menjadi ancak sajia.Demikian pula Antasena juga telah menghancurkan musuh musuhnya, Dandangbiku dan Timangdapur pun lebur, mereka kembali menjadi rongsokan dandang dan rongsokan ikat pinggang. Melihat itu marahlah Boma, tinggal satu satunya, peliharaannya yang satu satunya masih hidup, seekor burung rajawali raksasa peralihan dari tubuh Prabu Narantaka, Prabu Boma Narakasura segera menaiki burung itu, dan meneladung Gatutkaca agak kewalahan Gatutkaca melayaninya.
Sementara itu pula orang tua mereka pun tiba, Werkudara, Arjuna dan Puntadewa dari Pihak Pringgadanipun datang. Sedangkan Pihak Trajutrisna datang pula Kresna dan Baladewa. Keadaan semakin memanas. Kresna mendukung Boma. Agar Trajutrisna memenagkan perang ini. Demikian pula Pandawa menyerukan pada Gatutkaca harus memenangkan parang.
Prabu Kresna bersikukuh, kalau Tunggarana milik Trajutrisna. Karena Boma yang memberitahu Prabu Kresna, kalau Gatutkaca merebut Tunggarana. Sedangkan Tunggarana sebenarnya wilayah Trajutrisna. Maka nya Werkudara harus bisa mendidik Gatutkaca.
Werkudara pun bersikukuh, kedatangan Gatutkaca hanya ingin membntu negara Tunggarana melepaskan diri dari ke angkara murka an Prabu Boma Narakasura, bukan mau menjajah seperti Boma Narakasuara. Justru Prabu Kresna harus bisa mendidik anaknya,Boma Narakasura. Ketegangan makin tinggi diantara kedua kubu. Lebih lebih Baladewa mau menghantam Werkudara.
Prabu Kresna berkilah, tidak mungkin Boma bohong, dia keturunan Dewa.
Werkudara terpancing, ia marah dan mberot mau mendatangi Baladewa dan melawannya. Prabu Puntadewa meminta keduia pihak agar bersabar, biarlah anak anak mereka yang akan menyelesaikannya Mendengar kata kata Prabu Puntadewa, kedua pihak pun menyetujuinya.
Semebtara iitu Gatutkaca menantang Bomanarakasura perang dilangit. Prabu Boma Narakasura mengendarai Burung Wilmana jelmaan Prabu Narakasura. .Burung Wilmana mengejar Gatutkaca, sambil menyemburkan api. Bnerkali kali Gaatutkaca diserang dengan api. Gatutkaca melayangkan aji Brajamusti dari jarak jauh, dan tepat mengenai sasaran.. Boma jatuh dari burung Wilama, dan jatuh menghantam tanah. Tewaslah Boma.
Prabu Kresna siap mengeluarkan Pusaka Kembang Wijayakusuma. Tetapi Batara Kresna terperranjat, ketika melihat Boma bangkit kembali dan menaiki burung Wilmana, dan menyerang kembali menfhadapi Gatutkaca. Prabu Kresna terkejut, ketika melihar kesaktian anaknya yang tidak terduga sebelumnya. Batara Kresna mukai percaya,bahwa Sitija sekarang bukan Sitija yang dahulu. Boma sudah kemasukan sukma raksasa yang sakti. Untuk itu Bathara Kresna menghentikan peperangan antara Trajutrisna dengan Pringgadani.
Akhirnya kedua belah pihak salingh menghentikan perlawanan. Mereka diajak berunding. Dari pihak Trajutrisna, berkumpul Boma Narakasura, Setyaki dan Samba. Sedangkam pihak Pringgadani, Gatutkaca, Antareja dan Antasena. Kemudian dari pihak Tunggarana pun dihadirkan Prabu Kahana.
Dari pihak Pandawa dan Pihak Dwarawati, mmemutuskan akan mengembalikan Tunggarana kepada Prabu Kahana, kembali menjadi negara merdeka. Dan pihak Gatutkaca ataupun Boma tidak boleh menyerang Kerajaan Tunggarana, Mereka tidak boleh mengambil Tunggarana untuk memeperkuas wilayahnya. Semua sepakat, kecuali Boma. Ia berjanji akan melakukan lagi pada saat yang lain, bahkan ingin berperang lagi dengan Gatutkaca, Prabu Tunggarana menerima keputusan tersebut, dan ber terima kasih kepada semua pihak sehingga perdamaian dapat dicapai.
Kemudian pulanglah mereka kenegara masing masing.Kini negara Tunggarana, aman dan damai.
http://jantungkera.blogspot.co.id/
Dikisahkan Tranggo nama hutan dalam kadipaten yang diperintah Adipati yang bernama Tranggono. Pada suatu hari adipati Tranggono kedatangan utusan dari raja Trajutrisna yang bernama Bomanarokosuro untuk menanyakan pada sang Adipati, sebenarnya kadipaten Tunggorono ini masuk kadipaten Negara mana? Ikut Pringgandani dengan prabu Anom Gatotkaca atau ikut Trajutrisno? Tranggono menjawab, bahwa kadipatennya ikut Pringgandani, sebab ada surat-surat sah yang menegaskan demikian. Sebaliknya Bomanarokosuro juga memperlihatkan bukti-bukti otentik, yang menjelaskan bahwa alas Tunggorono merupakan bagian dari kerajaan Trajutrisno. Tranggono kemudian melaporkan permasalahan ini pada Gatotkaca, Gatotkaca pun bertanya pada Tranggono, “Kamu sendiri bagaimana?” Tranggono menjawab, “sesuai surat-surat yang ada, kami ikut Pringgandani.” Kemudian Gatotkaca mengatakan, “Kalau begitu, masalah ini menjadi masalahku, bukan masalahmu. Kamu tidak usah takut, kalau kamu takut pulang ke Tunggorono kamu boleh tinggal di istana Pringgandani.” Perkembangan selanjutnya adalah sendirian Gatotkaca membela kadipaten Tunggorono melawan Bomanarokosuro yang dibantu oleh Sutejo dan Setiyaki yang tetap bersikukup mengklaim hutan Tunggorono sebagai wilayahnya. Perang sengit terjadi sampai berbulan-bulan. Gatotkaca keteteran, dia pun mengadu ke Werkudara. Maka terjadilah peperangan kolosal yang lebih luas, tidak hanya melibatkan Gatotkaca, Sutejo, Setiyaki dan Bomanarokosuro saja. Ketika Kresna diberi tahu, peperangan ternyata sudah membesar. Dan membunuh banyak prajurit dari Pringgandani, maupun Trajutrisno. Kresna tentu saja sangat murka, sehingga dia menggusut serius bagaimana peperangan ini bisa meluas. Hingga pada Akhirnya Kresna memutuskan Sutejo kalah dan Tunggorono tetap wilayah Pringgandani.
http://www.kompasiana.com/anaksemuabangsa/hanya-orang-terkutuk-yang-memindahkan-tonggak-perbatasan
http://www.kompasiana.com/anaksemuabangsa/hanya-orang-terkutuk-yang-memindahkan-tonggak-perbatasan
Peristiwa itu mirip dengan kearifan budaya lokal, yakni dalam cerita wayang Rebutan Kikis Tunggarana. Kocap kacarita, Tunggarana merupakan wilayah yang subur, gemah ripah loh jinawi di bawah pemerintahan Kerajaan Pringgondani, sejak zaman Raja Trembaka, kemudian Arimba hingga Raden Gatutkaca. Yang memimpin daerah otonom istimewa Tunggarana itu adalah Prabu Kala Pustaka dengan patihnya, Samber Katon. Pada suatu ketika, Kerajaan Pringgondani sedang disibukkan dengan masalah ekonomi yang morat-marit. Seluruh nayaka praja bersama rakyat berjuang keras untuk mengatasi masalah tersebut. Celakanya, di saat semua energi negara dicurahkan untuk memulihkan kondisi ekonomi, muncullah rongrongan politik dalam negeri akibat ulah Brajadenta. Ia memberontak karena tidak menerima kekuasaan Pringgondani jatuh ke tangan keponakannya, Raden Gatotkaca, anak kakak perempuannya, Arimbi. Tanpa diduga, instabilitas ekonomi dan politik yang me landa bumi Pringgondani itu dimanfaatkan penguasa negara lain. Prabu Boma Himantaka dari Kerajaan Trajutrisna secara terbuka merebut wilayah Tunggarana dari kekuasaan Pringgondani. Tanpa kesulitan, Prabu Boma sukses menganeksasi Tunggarana sekaligus membunuh rajanya, Prabu Kala Pustaka. Mudahnya Boma menaklukkan Tunggarana itu karena Pringgondani yang membawahi wilayah tersebut sibuk dengan persoalan dalam negeri. Setelah berhasil merebut, Prabu Boma kemudian menyerahkan kekuasaan atas wilayah jajahannya itu kepada anak turun Kala Pustaka sendiri, yakni Prabu Kahana. Kesuksesan menjajah Tunggarana, belum membuat Boma Himantaka puas. Nafsu imperialisnya terus membara dan ingin memperluas jajahan lagi ke negara lainnya. Target berikutnya adalah menaklukkan Kerajaan Dwarawati. Namun, tampaknya kali ini Boma kurang perhitungan. Ia tidak paham bahwa kekuatan pertahanan Dwarawati jauh lebih besar jika dibandingkan dengan Tunggarana. Raja Dwarawati Prabu Kresna cukup mengutus anaknya, Raden Suteja, untuk menghadapi Raja Trajutrisna tersebut. Singkat cerita, Boma, raja yaksa yang penuh nafsu angkara dan adigang adigung itu tewas di tangan Suteja. Kemenangan itu tentu saja menjadikan Kerajaan Trajutrisna dan segala isinya menjadi barang rampasan. Prabu Kresna kemudian memberikan Kerajaan Trajutrisna kepada Suteja dengan gelar Prabu Boma Narakasura. Kisruh Tunggarana Menurut sejarahnya, setelah Prabu Boma Himantaka tewas, Tunggarana semestinya kembali menjadi wilayah andahan (kekuasaan) Pringgondani. Menurut hukum perang, Raden Suteja hanya berhak mendapatkan Kerajaan Trajutrisna peninggalan Prabu Boma Himantaka. Sementara itu, Tunggarana tidak termasuk wilayah Kerajaan Trajutrisna. Namun, Suteja bersikap lain. Menurutnya, Tunggarana termasuk kekuasaannya karena wilayah tersebut pernah ditaklukkan atau jajahan Prabu Boma Himantaka. Perbedaan persepsi itulah yang menjadi benih perseteruan lebih lanjut. Sebagai sebuah wilayah, Tunggarana memang menarik minat bagi siapa pun untuk menguasainya. Selain tanahnya subur, perairannya kaya akan mina atau ikan. Karena itulah, tidak aneh jika setiap hari para nelayan dan punggawa dari Kerajaan Trajutrisna keluar masuk secara ilegal ke wilayah Tunggarana untuk mencuri ikan. Aksi illegal fishing atau perompakan tangkapan hasil laut para begundal Trajutrisna itu memang sudah diketahui Raja Pringgondani Gatotkaca. Untuk menghentikan aksi mereka, Gatotkaca telah berkali-kali melayangkan nota protes dan surat teguran kepada Prabu Boma Narakasura. Namun, berbagai teguran tersebut tidak digubris Prabu Boma. Meski demikian, Gatotkaca masih tetap sabar dan tidak pernah lelah untuk mencari cara-cara diplomatis untuk menyelesaikan masalah tersebut. Di antaranya dengan cara kekeluargaan, mengingat antara dirinya dengan Boma Narakasura masih serumpun. Namun, berbagai cara itu ternyata tetap tidak membuahkan hasil. Boma malah cenderung meremehkan martabat bangsa Pringgondani. Misalnya, ketika para wadyabala Pringgondani menangkap para maling ikan dari Trajutrisna di perairan Tunggarana, Prabu Boma bukan meminta maaf, melainkan malah mengirimkan surat tantangan kepada Gatotkaca. Bahkan surat tantangan itu diselipkan ke telinga para wadyabala Pringgondani yang sempat diculiknya. Namun, meskipun tantangan Prabu Boma bernada keras, Gatotkaca masih dapat mengendalikan diri dan tidak bertindak gegabah. Karena merasa sulit, Gatotkaca meminta petunjuk para sesepuh Pandawa, bagaimana cara penyelesaian yang terbaik. Di luar dugaannya, para pepundennya (orang yang dihormati) Pandawa itu menyetujui penyelesaian wilayah atau Kikis Tunggarana dengan cara perang tanding. Yakni perang antara Prabu Gatotkaca dari Pringgondani dan Prabu Boma Narakasura dari Trajutrisna. Prabu Kresna, orang tua Boma, pun menerima cara penyelesaian kemelut perebutan tanah itu. Namun, Kresna meminta siapa pun tidak boleh membantu kedua raja yang akan bertarung tersebut. Kalau terbukti ada yang membantu, yang dibantu itu dinyatakan kalah. Kedua belah pihak sepakat pula bahwa siapa yang memenangi pertarungan itu, ialah yang berhak atas wilayah Tunggarana. Solusi perang Arena pertempuran di blabar kawat sudah disiapkan. Gatotkaca siap mati untuk menjaga wibawa dan martabat Kerajaan Pringgondani. Begitu pula, Boma, dengan nada sombong, ia pun siap hancur lebur untuk mengalahkan Gatotkaca. Dalam hitungan hari, perang tanding berlangsung sama kuat. Namun, kemudian Gatotkaca tahu kelemahan Boma, yakni bahwa lawannya itu tidak akan berdaya kalau pertempurannya dilakukan tidak di atas tanah. Hal itu mengingat Boma ada lah anak Prabu Kresna dengan Dewi Pertiwi, dewinya Bumi. Jadi selama Boma menginjak Bumi atau Pertiwi, ia tidak akan bisa dikalahkan karena akan selalu ada kekuatan yang melindunginya. Tanpa buang waktu, Gatotkaca langsung menarik Boma ke angkasa. Pertarungan di atas Bumi itu pun berlangsung sengit. Namun, dengan kedigdayaannya, Gatotkaca akhirnya mampu mengalahkan Boma. Dan dengan kemenangan itulah, wilayah Tunggarana kembali masuk wilayah kekuasaan Kerajaan Pringgondani. Dudutan atau benang emas dari cerita itu bahwa persoalan ekonomi dan politik yang terus menerus menerpa Kerajaan Pringgondani, tanpa disadari dapat mengakibatkan lepasnya Kikis Tunggarana. Penyelesaian dengan perang tanding tidak selamanya buruk, asalkan untuk menegakkan wibawa, martabat, dan kehormatan bangsa serta kedaulatan negara. Namun, perang tanding di blabar kawat itu juga bisa diar tikan peperangan di atas meja tanpa intervensi atau campur tangan dari pihak mana pun. Yakni bernegosiasi dengan segala kekuatan untuk memenangkannya.
http://media-klaten.blogspot.co.id/rebutan-kikis-malay-tunggarana.html
"Kikis Tunggorono", Karya Wayang Orang Bharata
Menceritakan kisah perebutan wilayah Tunggorono yang diakibatkan karena kesalahpahaman yang terjadi sejak jaman Prabu Pandu Dewanata. Wilayah Tunggorono yang sebenarnya berada di area Kerajaan Pringgondani menjadi rebutan antara Boma Narakasura dengan Gatotkaca.
Kemudian diadakan persidangan besar antara Boma dan Gatotkaca, keduanya harus bertempur demi mendapatkan daerah tersebut dengan syarat tidak seorangpun boleh membantu pertempuran tersebut, baik bantuan dari keluarga, abdi dalem, atau siapapun. Harus murni pertempuran Boma dan Gatotkaca.
Namun dalam peperangan itu dari pihak boma, Prabu Karentagnyana tidak tega melihat boma terdesak kemudian memberikan bantuan turut menghajar Gatotkaca. Pihak Pandawa yang melihat kejadian ini pun turut membantu Gatotkaca. Perang menjadi sangat riuh karena semua membantu pihak masing-masing.
Punakawan yang menjadi saksi kecurangan tersebut melaporkan hal ini kepada pihak Pandawa. Kemudian setelah ditelusuri ternyata yang melakukan kesalahan awal adalah Pihak Boma. Akhirnya boma dengan perjanjian awal akhirnya kalah dalam pertaruhan tersebut dan yang mendapatkan bumi tunggorono adalah Gatotkaca.
Pertunjukan berjudul Kikis Tunggorono karya Wayang Orang Bharata yang didukung oleh Bakti Budaya Djarum Foundation telah sukses digelar pada tanggal 4 Juli 2015, pukul 20.00 WIB, di Gedung WO Bharata, Jl. Kalilio No. 15, Senen, Jakarta. Sutradara pertunjukan ini adalah Nugroho Aprihadi, naskah ditulis oleh Undung Wiyono, penata gending Kadar Soemarsono, Koreografer Dewanto Listyo Sasongko dan Groho Widagdo, sedangkan artistik ditangani oleh Agus Prasetyo “Dede”.
Dengan adanya kegiatan ini, diharapkan kesenian tradisional dapat kembali ke dalam hati masyarakat, karena keindahannya sebenarnya tak lekang oleh jaman. Semoga pergelaran ini mampu memberikan inspirasi kepada masyarakat terutama generasi muda untuk terus berkarya serta meningkatkan rasa cinta dan kebanggaan sebagai bangsa Indonesia. Mencintai budaya adalah wujud rasa bangga dan cinta kita terhadap Indonesia, karena yang menyatukan bangsa adalah budaya. Cinta Budaya, Cinta Indonesia.
http://www.djarumfoundation.org/aktivitas/detail_kegiatan/kikis-tunggorono-karya-wayang-orang-bharata
Komentar
Posting Komentar