Lakon Pandawa Dadu
Pandawa Dadu
Setelah Pandawa membangun istana, banyak orang-orang Astina yang pindah kenegeri baru yang bernama Amarta atau Indraprasta. Rakyat makmur, pertanian maju perdagangan lancar, murah sandang murah pangan.
Prabu Suyudana dan saudara saudaranya yang seratus itupun telah datang ke Indraprasta.Dengan diantar Prabu Pundewa dan Prabu Kresna, mereka berputar-putar melihat keindahan dan keajaiban Istana Indraprasta.
Setelah melihat Istana Indraprasta Para Kurawa menjadi iri hati dan menjadikan mereka ingin memiliki Istana Indraprasta. Kurawa bermaksud mencelakai Pandawa untuk yang kesekian kalinya. Iri dengan keindahan Indraprasta, dengki andaikata Para Pandawa mendapatkan sebagian Astinapura, dan dengki andaikata Pandawa menguasai Astinapura, maka Kurawa ingin membuang Pandawa untuk selama-lamanya. Salah satu cara dengan mengajak Pan dawa main dadu. Perlu kita ketahui, Prabu Puntadewa sejak kecil suka main dadu.
Pada suatu hari yang naas bagi Pandawa, lewat kurir Kerajaan Astina, Patih Sengkuni mengundang Para Pandawa, ke Astina. Dengan alasan untuk memperat tali persa udaraan antara Keluarga Pandawa dan keluarga Kurawa.
Pandawapun hadir di Istana Astinapura. Pandawa lima dan Dewi Drupadi. Para Pandawa disuguhkan berbagai hidangan bermacam macam makanan dan minuman, yang semuanya teramat lezat dengan memper gunakan resep resep baru, yang belum pernah tersentuh oleh juru masak manapun.
Selesai acara bersantap dan melihat tari tarian yang memukau dan memikat, Patih Sengkuni mengajak Prabu Punta Dewa main dadu. Prabu Punta Dewa menerima tawaran Patih Sengkuni. Pada mulanya Patih Sengkuni menawarkan taruhan sekedarnya saja. Untuk menyenangkan hati Pandawa, Patih Sengkuni yang memimpin permainan, beberapa kali memberikan kemenangan kepada para Pandawa.Pandawa merasa senang dengan permainan dadu, mereka sangat menikmati.
Surem-surem diwangkara kingkin,
lir mangaswa kang layon,
dennya ilang memanise,
wadanira layu,
kumel kucem rahnya meratani,
marang saliranipun,
melas dening ludira kawangwang)
nggana bang sumirat, O —
Suram cahya surya bersedih
seperti menghidu lelayu
oleh hilang kemanisannya
kumal pucat wajahnya layu
darah merata membiru
di sekujur tubuh itu
angkasa berduka, lihatlah
langit semburat merah
Akhirnya Patih Sengkuni meminta agar taruhan ditingkatkan jumlahnya.
Mula-mula Yudistira mempertaruhkan harta, namun ia kalah. Kemudian ia mempertaruhkan harta lagi, namun sekali lagi gagal. Begitu seterusnya sampai hartanya habis dipakai sebagai taruhan. Setelah hartanya habis dipakai taruhan, Yudistira mempertaruhkan prajuritnya, namun lagi-lagi ia gagal. Kemudian ia mempertaruhkan kerajaannya, namun ia kalah lagi sehingga kerajaannya lenyap ditelan dadu. Setelah tidak memiliki apa-apa lagi untuk dipertaruhkan, Yudistira mempertaruhkan adik-adiknya. Sangkuni kaget, namun ia juga sebenarnya senang. Berturut-turut Sadewa, Nakula, Arjuna, dan Bima dipertaruhkan, namun mereka semua akhirnya menjadi milik Duryodana karena Yudistira kalah main dadu
Harta, istana, kerajaan, prajurit, dan saudara Yudistira akhirnya menjadi milik Duryodana. Yudistira yang tidak memiliki apa-apa lagi, nekat mempertaruhkan dirinya sendiri. Sekali lagi ia kalah sehingga dirinya harus menjadi milik Duryodana. Sangkuni yang berlidah tajam membujuk Yudistira untuk mempertaruhkan Dropadi. Karena termakan rayuan Sangkuni, Yudistira mempertaruhkan istrinya, yaitu Dewi Dropadi. Banyak yang tidak setuju dengan tindakan Yudistira, namun mereka semua membisu karena hak ada pada Yudistira.
Duryodana mengutus Widura untuk menjemput Dropadi, namun Widura menolak tindakan Duryodana yang licik tersebut. karena Widura menolak, Duryodana mengutus para pengawalnya untuk menjemput Dropadi. Namun setelah para pengawalnya tiba di tempat peristirahatan Dropadi, Dropadi menolak untuk datang ke arena judi. Setelah gagal, Duryodana menyuruh Dursasana, adiknya, untuk menjemput Dropadi. Dropadi yang menolak untuk datang, diseret oleh Dursasana yang tidak memiliki rasa kemanusiaan. Dropadi menangis dan menjerit-jerit karena rambutnya ditarik sampai ke arena judi, tempat suami dan para iparnya berkumpul.
Dengan menangis terisak-isak, Dropadi berkata, "Sungguh saya tidak mengira kalau di Hastina kini telah kehilangan banyak orang bijak. Buktinya, di antara sekian banyak orang, tidak ada seorang pun yang melarang tindakan Dursasana yang asusila tersebut, ataukah, memang semua orang di Hastina kini telah seperti Dursasana?", ujar Dropadi kepada semua orang yang hadir di balairung. Para orangtua yang mendengar perkataan Dropadi tersebut tersayat hatinya, karena tersinggung dan malu.
Wikarna, salah satu Korawa yang masih memiliki belas kasihan kepada Dropadi, berkata, "Tuan-Tuan sekalian yang saya hormati! Karena di antara Tuan-Tuan tidak ada yang menanggapi peristiwa ini, maka perkenankanlah saya mengutarakan isi hati saya. Pertama, saya tahu bahwa Prabu Yudistira kalah bermain dadu karena terkena tipu muslihat paman Sangkuni! Kedua, karena Prabu Yudistira kalah memperteruhkan Dewi Dropadi, maka ia telah kehilangan kebebasannya. Maka dari itu, taruhan Sang Prabu yang berupa Dewi Dropadi tidak sah!"
Para hadirin yang mendengar perkataan Wikarna merasa lega hatinya. Namun, Karna tidak setuju dengan Wikarna. Karna berkata, "Hei Wikarna! Sungguh keterlaluan kau ini. Di ruangan ini banyak orang-orang yang lebih tua daripada kau! Baliau semuanya tentu tidak lebih bodoh daripada kau! Jika memang tidak sah, tentu mereka melarang. Mengapa kau berani memberi pelajaran kepada beliau semua?
Mendengar perkataan Karna, Wikarna diam dan membisu. Karena sudah kalah, Yudistira dan seluruh adiknya beserta istrinya diminta untuk menanggalkan bajunya, namun hanya Dropadi yang menolak. Dursasana yang berwatak kasar, menarik kain yang dipakai Dropadi. Dropadi berdo'a kepada para Dewa agar dirinya diselamatkan. Sri Kresna mendengar do'a Dropadi. Secepatnya ia menolong Dropadi secara gaib. Sri Kresna mengulur kain yang dikenakan Dropadi, sementara Dursasana yang tidak mengetahuinya menarik kain yang dikenakan Dropadi. Hal tersebut menyebabkan usaha Dursasana menelanjangi Dropadi tidak berhasil. Pertolongan Sri Kresna disebabkan karena perbuatan Dropadi yang membalut luka Sri Kresna pada saat upacara Rajasuya di Indraprastha.
Melihat perbuatan Dursasana yang asusila, Bima bersumpah kelak dalam Bharatayuddha ia akan merobek dada Dursasana dan meminum darahnya. Setelah bersumpah, terdengarlah lolongan anjing dan serigala, tanda bahwa malapetaka akan terjadi. Dretarastra mengetahui firasat buruk yang akan menimpa keturunannya, maka ia segera mengambil kebijaksanaan. Ia memanggil Pandawa beserta Dropadi.
Dretarastra berkata, "O Yudistira, engkau tidak bersalah. Karena itu, segala sesuatu yang menjadi milikmu, kini kukembalikan lagi kepadamu. Ma’afkanlah saudara-saudaramu yang telah berkelakuan gegabah. Sekarang, pulanglah ke Indraprastha".
Setelah mendapat pengampunan dari Dretarastra, Pandawa beserta istrinya mohon diri. Duryodana kecewa, ia menyalahkan perbuatan ayahnya yang mengembalikan harta Yudistira. Dengan berbagai dalih, Duryodana menghasut ayahnya. Karena Dretarastra berhati lemah, maka dengan mudah sekali ia dihasut, maka sekali lagi ia mengizinkan rencana jahat anaknya. Duryodana menyuruh utusan agar memanggil kembali Pandawa ke istana untuk bermain dadu. Kali ini, taruhannya adalah siapa yang kalah harus mengasingkan diri ke hutan selama 12 tahun, dan setelah masa pengasingan berakhir (yaitu pada tahun ke-13), yang kalah harus menyamar selama 1 tahun. Pada tahun yang ke-14, barulah boleh kembali ke istana.
Sebagai kaum ksatria, Pandawa tidak menolak undangan Duryodana untuk yang kedua kalinya tersebut. Sekali lagi, Pandawa kalah. Sesuai dengan perjanjian yang sah, maka Pandawa beserta istrinya mengasingkan diri ke hutan, hidup dalam masa pembuangan selama 12 tahun. Setelah itu menyamar selama satu tahun. Setelah masa penyamaran, maka para Pandawa kembali lagi ke istana untuk memperoleh kerajaannya.
http://caritawayang.blogspot.co.id/pandawa-dadu.html
Setelah Pandawa membangun istana, banyak orang-orang Astina yang pindah kenegeri baru yang bernama Amarta atau Indraprasta. Rakyat makmur, pertanian maju perdagangan lancar, murah sandang murah pangan.
Prabu Suyudana dan saudara saudaranya yang seratus itupun telah datang ke Indraprasta.Dengan diantar Prabu Pundewa dan Prabu Kresna, mereka berputar-putar melihat keindahan dan keajaiban Istana Indraprasta.
Setelah melihat Istana Indraprasta Para Kurawa menjadi iri hati dan menjadikan mereka ingin memiliki Istana Indraprasta. Kurawa bermaksud mencelakai Pandawa untuk yang kesekian kalinya. Iri dengan keindahan Indraprasta, dengki andaikata Para Pandawa mendapatkan sebagian Astinapura, dan dengki andaikata Pandawa menguasai Astinapura, maka Kurawa ingin membuang Pandawa untuk selama-lamanya.
Salah satu cara dengan mengajak Pan dawa main dadu. Perlu kita ketahui, Prabu Puntadewa sejak kecil suka main dadu.
Pada suatu hari yang naas bagi Pandawa, lewat kurir Kerajaan Astina, Patih Sengkuni mengundang Para Pandawa, ke Astina. Dengan alasan untuk memperat tali persa udaraan antara Keluarga Pandawa dan keluarga Kurawa.
Pandawapun hadir di Istana Astinapura. Pandawa lima dan Dewi Drupadi. Para Pandawa disuguhkan berbagai hidangan bermacam macam makanan dan minuman, yang semuanya teramat lezat dengan memper gunakan resep resep baru, yang belum pernah tersentuh oleh juru masak manapun.
Selesai acara bersantap dan melihat tari tarian yang memukau dan memikat, Patih Sengkuni mengajak Prabu Punta Dewa main dadu. Prabu Punta Dewa menerima tawaran Patih Sengkuni. Pada mulanya Patih Sengkuni menawarkan taruhan sekedarnya saja. Untuk menyenangkan hati Pandawa, Patih Sengkuni yang memimpin permainan, beberapa kali memberikan kemenangan kepada para Pandawa.Pandawa merasa senang dengan permainan dadu, mereka sangat menikmati.
Surem-surem diwangkara kingkin,
lir mangaswa kang layon,
dennya ilang memanise,
wadanira layu,
kumel kucem rahnya meratani,
marang saliranipun,
melas dening ludira kawangwang)
nggana bang sumirat, O —
Suram cahya surya bersedih
seperti menghidu lelayu
oleh hilang kemanisannya
kumal pucat wajahnya layu
darah merata membiru
di sekujur tubuh itu
angkasa berduka, lihatlah
langit semburat merah
Akhirnya Patih Sengkuni meminta agar taruhan ditingkatkan jumlahnya. Akhirnya sampailah pada puncaknya, kemenangan berbalik pada Kurawa. Dengan kecurangan patih Sengkuni maka Pandawa kehilangan semua harta, istana sampai negara dan istri Prabu Puntadewa juga dipertarukan dalam judi tersebut. Juga satu persatu Pandawa dipertaruhkan pula. Akhirnya seluruh Pandawa dan Dewi Drupadi,kalah dalam pertaruhan itu.
Semua Pandawa dan Dewi Drupadi menjadi budak Kurawa, Para Pandawa menerima hinaan yang se hina hinanya. para Pandawa dianggap bagaikan hewan saja. Pakaian mereka dilucuti oleh para Kurawa., hingga nyaris telanjang.
Demikian pula. Dewi Drupadi mengalami nasib yang buruk, Dewi Drupadi menjadi bulan nul;anan para Kutawa.ditelanjangi oleh Dursasana.Prabu Puntadewa dan adik adiknya sudah tidak bisa berbuat apa apa. Dewi Drupadi minta tolong pada suami dan adik adiknya, untuk menolongnya, tetapi mereka terdiam saja.
Dengan sisa kekuatan batin Dewi Drupadi yang masih ada, Dewi Drupadi bersumpah,bahwa ia tidak akan menyanggul rambutnya untuk selama lamanya, kecuali sudah dikeramasi dengan darah Dursasana. Bima menggeram, ia bersumpah akan ngokop getih Dursasana, akan menghirup darah Dursasana dalam perang Barata Yudha. Sumpah Dewi Drupadi dan Bima dibarengi suara lolongan serigala, yang membuat suasana mencengkeram.namun para Kurawa tak bergeming, malahan mereka meneruskan pesta poranya, Mereka sudah gila.
Dengan perlindungan Bathara Wisnu, maka Dewi Drupadi terselamatkan dari kenistaan. Setiap lapis pakaian yang dilepas oleh Dursasana, diganti oleh Bathara Wisnu. Dursasana menjadi heran, mengapa pakaian Dewi Drupadi tidak ada habis habisnya. Keringat Dursasana bercucuran, nafas tersengal sengal, Dursasana merasa kan kelelahan yang luar biasa,, dan ia jatuh terduduk diatas pakaian Dewi Drupadi yang telah menumpuk.
Kurawa memutuskan agar Pandawa harus pergi kehutan selama duabelas tahun dan menyamar selama satu tahun. Dan tidak boleh ketahuan para Kurawa, kalau sampai ketahuan, Pandawa harus mengulang hukuman buang tersebut.
Perbuatan Kurawa terdengar pula oleh Resi Bisma.Resi Bisma mencabut keputusan Kurawa, dan Pandawa dipulihkan kembali haknya, sebagai raja Indraprasta dan Pandawa tidak akan menjalani hukuman apapun termasuk hukuman buang. Suyudana dan adik adiknya menjadi kecewa, semua halangan yang akan terjadi apabila Pandawa masih tinggal di Astina maupun di Indrarasta. Namun Patih Sengkuni tidak kurang akal.
Ketika keesokan paginya, Pandawa yang sudah berpakaian kerajaan, dan sudah bersiap siap akan pulang ke Indraprasta, menjadi terusik hatinya, manakala Patih Sengkuni mengatakan bahwa Punta Dewa dan adik adiknya, derajadnya masih tetap budak,walaupun kini sudah berpakaian kerajaan, dan nantinya menjadi raja di Indraprasta, derajadnya masih tetap budak, kalau kemarin menjadi budak Kurawa, kini menjadi budak Drupadi.
Prabu Punta Dewa menanyakan, apa yang sebaiknya yang harus dilakukan, agar tidak ada pandangan seperti itu. Patih Sengkuni, hanya menentukan, satu cara yang harus dilakukan oleh Pandawa, yaitu dengan judi lagi.
Akhirnya Prabu Punta Dewa mwelayani kebrutalan para Kurawa. Sekali lagi, Panda wa harus mengakui kekalahannya.Para Kurawa menari nari kegirangan ketika melihat Pandawa kalah judi yang kedua kalinya. Bisma tidak bisa berbuat apa apa. Akhirnya Pandawa dengan berbusana orang sudra meninggalkan Istana Astina, dan Indraprasta yang beberapa waktu yang lalu telah memberikan kenangan indah. Kepergian Pandawa dari bumi Astina dan Indra prasta, membawa duka rakyat Astina dan Indraprasta.
Mereka hanya bisa mendoakan agar Para Pandawa dan Gusti Ayu Dewi Drupadi mendapatkan keselamatan, kesehatan dan kebahagiaan dalam menjalankan hukuman buang, dan meng harap pula mereka bisa kembali ke Astina pada waktu yang akan datang, dengan membawa kemenangan.
http://wayangpandawadadu.blogspot.co.id/mahabharata.html
Pandawa dan Kurawa Berjudi
Tipu muslihat Kurawa pada Pendawa terus saja dilakukan, setelah mereka mendengar kabar bahwa setelah 10 tahun lebih Pendawa tidak ada kabarnya dan dikira tumpas semuanya oleh karena terbakar pada saat terjadi kebakaran di Sagala-gala, tiba-tiba tersiar kabar bahwa ternyata Semua Putera Pandudewanata masih hidup dan malah mendapat daerah baru berupa hutan amarta, maka Kurawa terutama Suyudana menjadi gusar bukan kepalang.
Kurawa berpura-pura baik lagi dengan Pendawa, dengan mengunjungi mereka ke Hutan Amarta dan mengajak mereka untuk datang lagi bertamu ke Astina, sebagaimana sewajarnya saudara harus saling mengunjungi.
Saat pertemuan itu Pandawa yang sudah sadar akan haknya segera menuntut kepada Kurawa agar negeri Astina dibagi dua, karena dulu yang memerintah adalah Pandudewanata ayah Pandawa kemudian dilanjutkan oleh Dastarata ayah Kurawa. Namun ternyata Kurawa tidak rela apabila negerinya dibagi dua dan mereka senantiasa berusaha agar negeri Astina tetap menjadi hak Kurawa seluruhnya.
Saat pertemuan itu Pandawa yang sudah sadar akan haknya segera menuntut kepada Kurawa agar negeri Astina dibagi dua, karena dulu yang memerintah adalah Pandudewanata ayah Pandawa kemudian dilanjutkan oleh Dastarata ayah Kurawa. Namun ternyata Kurawa tidak rela apabila negerinya dibagi dua dan mereka senantiasa berusaha agar negeri Astina tetap menjadi hak Kurawa seluruhnya.
Surem-surem diwangkara kingkin,
lir mangaswa kang layon,
dennya ilang memanise,
wadanira layu,
kumel kucem rahnya meratani,
marang saliranipun,
melas dening ludira kawangwang)
nggana bang sumirat, O —
Suram cahya surya bersedih
seperti menghidu lelayu
oleh hilang kemanisannya
kumal pucat wajahnya layu
darah merata membiru
di sekujur tubuh itu
angkasa berduka, lihatlah
langit semburat merah
Patih Arya Sakuni adalah seorang yang cerdik tetapi licik, penuh dengan tipu daya. Sakuni sebenarnya masih keluarga istana Astina karena dia adalah adik dari Ibu permaisuri Dewi Gendari istri Prabu Dastarata. Ia diangkat menjadi patih tidak lama sejak Dastarata naik tahta. Hal itu karena pendekatannya yang sangat pintar kepada kakak Iparnya Prabu Destarata. Patih Sakuni orangnya pandai berbicara, tetapi tidak jujur. Banyak tipu muslihatnya. Setiap katanya selalu enak didengar dan seolah-olah benar. Yang mendengar selalu merasa tertarik seperti kena guna pengasih.
Saat ini Patih Sakuni merupakan penasehat utama Prabu Suyudana, kemenakannya sendiri. Pada suatu hari ia memprakarsai dilakukannya permainan dadu lagi antara Pandawa dan Kurawa. Dastarata yang mengetahui hal itu, berusaha mencegah dan menggagalkan acara permainan itu, demikian juga dengan adiknya Raden Yamawidura yang pincang juga tidak setuju dengan permainan itu.
Sebenarnya Pandawa sudah tidak mau bermain, namun karena bujuk rayu Patih Sakuni, serta pertaruhan yang melibatkan separuh negeri Astina yang mungkin bisa didapatkan apabila mereka menang main Dadu, apa salahnya dicoba, siapa tahu Dewa bermurah hati dengan memberi kemenangan pada Pandawa, sehingga mereka bisa mendapatkan saparuh wilayah Astina.
Karena kepandaian Kurawa bermain dadu, dan ketidak terampilan Pandawa bermain judi, karena selama ini mereka hidup terpencil di Hutan Amarta, ditambah lagi dengan kecurangan Patih Sakuni yang bagi orang biasa tidaklah nampak, maka perlahan namun pasti Pandawa mengalami kekalahan demi kekalahan.
Setiap permainan selalu ada yang dipertaruhkan. Setiap kali pertaruhannya barang yang tidak seberapa Pandawa selalu menang, namun anehnya tiap kali pertaruhannya adalah barang yang cukup berharga bagi Pandawa, Pandawa kalah. begitu seterusnya, namun sejauh ini Pandawa belum menyadarinya juga.
Kekayaan Pandawa berupa kereta, Kuda, Gajah mulai dipertaruhkan, tidak lama semua barang itu sudah ludes menjadi milik Kurawa. Selanjutnya mereka mempertaruhkan Budak-budak lelaki dan perempuan, Namun mereka kalah lagi.
Beberapa kali Pandawa bisa memenangkan kerbau atau sapi. Namun ketika mereka memasang lebih besar maka barang dan harta itu lepas karena kekalahan. Setelah harta kekayaan sudah ludes, Pendawa terutama Bima mulai kehilangan akal. Hasil kerja kerasnya selama bertahun-tahun membuka Hutan, menangkap dan beternak Sapi, Kerbau, dan sebagainya hilang hanya dalam hitungan jam.
Bima gusar bukan kepalang, kebenciannya terhadap Kurawa sudah di ubun-ubun, namun bagaimana caranya mengambil harta Pandawa itu?. Yang tersisa hanya negerinya Indraprasta yang tidak seberapa luas. Apakah harus dipertaruhkan juga?
Negara Indraprasta dipertaruhkan
Bima yang sudah kalap itu berteriak bahwa ia mempertaruhkan negerinya dan sebagai imbangan dari pihak Kurawa adalah separuh negeri Astina dan semua harta Pandawa yang telah menjadi milik Kurawa karena kekalahan mereka.
Patih Sakuni tersenyum culas dan memberi kode kepada Suyudana agar melanjutkan permainan. Akhirnya mereka bermain lagi beberapa kali dan sungguh sial Pendawa kalah terus maka mereka harus rela menyerahkan negeri Indraprasta ke tangan Kurawa.
Bima yang termangu-mangu bingung diejek oleh salah seorang Kurawa,
“Hey Bima sudah habiskah harta kekayaan Pendawa semua?,” Sebenarnya masih ada yang bisa dipertaruhkan yaitu baju yang kalian pakai.” Juga Istri Kakakmu yang cantik Dewi Drupadi juga boleh di pertaruhkan kalau kalian mau”.
Dursasana yang dari tadi melihat Dewi Drupadi yang bolak-balik menemui suaminya Yudistira serta mengingatkannya agar segera menghentikan permainan dadau itu, melotot dengan pandangan penuh nafsu setiap kali Dewi Drupadi lewat dihadapannya.
Setelah ada usulan bahwa Dewi Drupadi boleh dipertaruhkan, Pandawa tidak menyahut.. maka segera ia mengatakan dengan penuh nafsu, bahwa taruhan baju Pandawa yang tidak seberapa itu akan diimbangi dengan separuh negeri Astina, asal Dewi Drupadi juga dipertaruhkan. Bima yang sudah seperti kesetanan itu akhirnya menyetujui usul itu. Tidak akan mungkin Kurawa akan menang terus.
Dewi Drupadi menjadi taruhan judi
Sementara itu nafsu Dursasana sudah semakin memuncak mendengar Bima menyetujui usulnya. Dia sudah membayangkan tubuh mulus Dewi Drupadi dibalik kainnya yang indah itu. Dia sudah merasa yakin akan menang dengan memberi kode kepada Paman Patih Sakuni yang juga segera membalas kode itu dengan kedipan mata yang hanya mereka sendiri yang tahu apa maksudnya.
Dadu berputar dengan kencang dan semua orang menghentikan nafas melihat hasilnya. Dadu pertama selesai berputar, disusul oleh dadu yang kedua. Setelah semua berhenti semua orang melotot. Pandawa Kalah Lagi !!!.
Dursasana berjoget-joget senang melihat hasil dadu yang sudah berhenti itu. Semua orang melihat kearah Pandawa, Pandawa yang tercengang sesaat menjadi sadar bahwa mereka kalah lagi. Suyudana tersenyum mengejek dan memberi kode dengan mencincing dan menarik-narik bajunya sebagai pertanda bahwa Pandawa harus membuka bajunya dan menyerahkan bajunya. Yudistira, Bima dan Arjuna mau tidak mau mulai mebuka baju mereka dan menyerahkannya ke pihak Kurawa. Mereka kini tinggal cawat saja menutupi tubuh mereka.
Demi dilihatnya dari jauh suaminya Puntadewa melepaskan bajunya Dewi Drupadi menangis dan berlari kearah suaminya untuk ditutupinya dan dan segera diajak pergi. Namun ditengah jalan larinya ditahan oleh Dursasana yang memalangkan kedua tangannya seprti hendak menangkap tubuhnya, sambil tertawa-tawa.
Dewi Drupadi dipermalukan oleh Dursasana
Drupadi panik, kurang ajar sekali Kurawa yang satu ini, Drupadi berlarian kesana kemari, namun tidak satupun Pandawa yang bergerak menolongnya. Dengan derai air mata dilihatnya suaminya Puntadewa terduduk dengan kepala tertunduk dengan wajah sangat sedih. Segera sadarlah Drupadi bahwa ia telah menjadi barang taruhan Judi terkutuk itu. Drupadi berlarian sambil berdoa kepada Dewa agar menolongnya. Dursasana mengejar dan tertawa-tawa, yang melihat kejadian itu ada yang tidak setuju, namun ada juga yang bernafsu, ada juga yang marah dan membuang muka, namun ada juga yang menunggu dengan harap-harap cemas apa yang dilakukan Dursasana pada Dewi Drupadi yang cantik dan luwes itu.
Lelah berlarian Dewi Drupadi tertangkap oleh Dursasana yang sangat kasar dan ugal-ugalan itu. Dewi Drupadi meronta-ronta dan berteriak-teriak. Dursasana makin bernafsu dan tanpa malu mulai menarik kain yang di kenakan oleh Dewi Drupadi. Puntadewa benar-benar hancur hatinya dan secara tak sadar berdoa kepada Dewa agar melindungi Isterinya itu dari malu.
Karena berlarian dan dipermainkan oleh Dursasana, gelung rambut Dewi Drupadi sudah terlepas dan rambutnya terurai ditubuhnya, orang-orang jahat yang melihatnya semakin bernafsu. Dursasana kemudian berhasil menarik kain Dewi Drupadi diiringi oleh tertawaan dan dukungan dari Patih Sakuni dan Suyudana terhadap Dursasana. Tiap kali kain itu tertarik mereka berteriak bersama sama
” Haiyaa!!! ” kemudian tertawa berderai-derai. Namun aneh sekali ketika kain itu ditarik dan Dewi Drupadi harus berputar-putar karenanya, kain itu tidak ada habisnya dan seolah menjadi bertambah panjang, begitu seterusnya hingga kain yang teronggok di lantai tempat judi itu jadi bertumpuk tinggi, dan masih belum habis juga karena masih ada yang melekat pada tubuh Drupadi.
” Haiyaa!!! ” kemudian tertawa berderai-derai. Namun aneh sekali ketika kain itu ditarik dan Dewi Drupadi harus berputar-putar karenanya, kain itu tidak ada habisnya dan seolah menjadi bertambah panjang, begitu seterusnya hingga kain yang teronggok di lantai tempat judi itu jadi bertumpuk tinggi, dan masih belum habis juga karena masih ada yang melekat pada tubuh Drupadi.
Destarata yang buta dan mendengar ribut-ribut, tangisan Drupadi, tertawaan orang-orang yang menonton, segera tahu bahwa ada kejadian yang tidak pantas disana. Dia segera keluar dan membentak anaknya Dursasana dan menyuruhnya berhenti. Dia memerintahkan agar semua penonton bubar dan pulang. Kepada Sakuni dan Suyudana dia mengatakan agar Judi dihentikan.
Dewi Drupadi yang masih menangis terduduk di lantai sambil terus mengusap air matanya. Puntadewa, Bima dan Arjuna segera menolong Dewi Drupadi dan mereka ingin segera meninggalkan tempat itu, namun hal itu hendak dihalangi oleh Dursasana. Bima naik pitam dan maju hendak memukul Dursasana namun dicegah Kakaknya. Dursasana lari kebelakang karena takut, kemudian, Dewi Drupadi bangkit berdiri ditolong suaminya.
Dewi Drupadi yang melihat kemana perginya Dursana berteriak dengan sangat keras menyumpahinya sambil menyeka air matanya:
“Ingatlah Dursasana, aku tidak terima dengan perbuatanmu ini dan aku bersumpah demi para Dewa, bahwa aku tidak akan pernah bergelung lagi kalau belum berkeramas dengan darahmu”
Mendengar teriakan itu semua orang penonton yang tadinya mulai beranjak pulang menghentikan langkah dan saling berpandangan, tepat pada saat itu guruh berbunyi dan petir memancar, seolah-olah Dewa menyaksikan dan mencatat sumpah itu.
“Aku juga tidak akan mau mati sebelum merobek-robek dadamu dan minum darahmu ” Bratasena yang marah turut bersumpah. guruh dan petir datang lagi dengan suara lebih keras.
Mendengar sumpah-sumpah itu, Dursasana yang sedang bersembunyi dibelakang bergidig juga karena sumpah itu mendapat sahutan guruh dan petir yang seolah-olah para Dewa merestuinya.
Setelah kejadian itu Pandawa segera mengenakan pakaian mereka lagi namun belum meninggalkan tempat itu karena ditahan oleh Prabu Dastarata, ayah Suyudana dan Kurawa. Dastarata memerintahkan abdi kerajaan memanggil adiknya Raden Yamawidura untuk datang ke ruang Istana untuk menyelesaikan masalah ini.
Raden Yamawidura datang dengan terpincang-pincang serta tergopoh-gopoh. Dastarata menceritakan hal kejadian permainan dadu antara Kurawa dan Pandawa kepada adiknya itu. Raden Yamawidura mendengarkan dengan seksama.
Sementara itu Suyudana dan Patih Sakuni duduk diruang yang sama namun menjaga jarak sejauh mungkin dengan Pandawa. Mereka tampak saling menggerutu karena kemenangan mereka terancam karena kehadiran ayahnya.
Akhirnya Dastarata yang sejak semula tidak menyetujui permainan dadu antara Suyudana dengan Puntadewa atas nama Kurawa dan Pandawa serta setelah mendengar saran-saran Yamawidura memperkenankan Dewi Drupadi untuk mengajukan dua permohonan yang akan segera dikabulkan.
Dewi Drupadi yang cerdik itu segera menyadari inilah satu-satunya kesempatan untuk menyelamatkan Pandawa termasuk suaminya dan dirinya sendiri. Ia segera membuat permohonan agar: pertama, suaminya Puntadewa dibebaskan, kedua agar Pandawa yang lain juga dibebaskan. Kedua permohonan itu disetujui oleh Dastarata dan Yamawidura dan segera dikabulkan.
Suyudana marah sekali dan berteriak-teriak tidak sopan kepada ayahnya dan pergi meninggalkan ruang itu diikuti oleh Patih Sakuni. Prabu Dastarata yang merasa kasihan kepada Pandawa mengembalikan semua harta benda Pandawa yang telah dimenangkan oleh Kurawa.
https://wayang.wordpress.com/pandawa-dan-kurawa-berjudi/
Keutuhan keluarga kerapkali hancur karena iri dengki. Para Kurawa selalu iri dengan adik-adik sepupu mereka, Pandawa. Alam pikir Kurawa selalu dipenuhi rencana untuk menyingkirkan Pandawa yang berbakat kanuragan dan berhati lurus. Jadi, jika ada tingkah polah Kurawa yang bermanis-manis kepada Pandawa sebenarnya itu hanyalah sebuah tipu daya.
Kurawa masih saja iri dengan Pandawa sepeninggal Negeri Astina dibagi dua untuk Kurawa dan Pandawa. Satu tetap menjadi Astina dengan Duryudana menjadi raja, si sulung Kurawa. Yang satunya dinamai Negeri Amarta dengan Yudhistira si sulung Pandawa yang menjadi raja. Sekali lagi, Kurawa menyusun rencana untuk menyingkirkan Pandawa. Rencana untuk berperang urung dilakukan karena Kurawa kalah ilmu kanuragan dibanding Pandawa. Jika mau, anak panah Arjuna si Pandawa ketiga mampu menghabisi seluruh Kurawa yang berjumlah seratus orang dengan sekali tarikan gendewa. Atau satu hentakan telapak kaki Bima sang Pandawa kedua mampu merobohkan istana Astina milik Kurawa.
Tak ada cara lain selain tipu daya. Patih licik Astina, Sangkuni mengusulkan rencana untuk mengajak Pandawa main dadu. Kala itu, undangan main dadu dari seorang raja ke raja lain adalah sebuah kehormatan, jadi tak mungkin ajakan itu ditolak. Begitu pikir Sangkuni. Kurawa pun setuju. Tentu saja dadu sudah dibuat sedemikian rupa sehingga selalu menuruti tebakan Kurawa. Maka dibuatlah undangan bermain dadu kepada Pandawa.
Undangan itu sampailah ke Pandawa. Arjuna menaruh curiga.,” Kakanda Yudhistira, tak biasanya para Kakanda Kurawa berbaik hati begini rupa? Hamba curiga.” Ia bertanya kepada Yudhistira. “Para kakanda Kurawa selalu berniat buruk pada kita,” sambung Bima. Namun Yudhistira adalah satria yang bijaksana. Hatinya lurus dan tanpa prasangka. Ia berpikir undangan itu adalah sebuah kehormatan bagi Pandawa dan harus diterima. “Undangan ini harus diterima, ini adalah sebuah kehormatan. Mungkin para Kakanda Kurawa sudah lurus hatinya. Para adinda harus percaya kebaikan takkan takluk pada kejahatan dan angkara murka,” jawab Yudhistira mengakhiri pembicaraan. Bima, Arjuna, Nakula dan Sadewa menuruti kehendak junjungan mereka, Yudhistira.
Boyonganlah para Pandawa ke Negeri Astina. Drupadi, istri Yudhistira yang ia sunting dari Negeri Pancala diajak serta. Tak lupa harta dan perhiasan sebagai taruhan dibawa pula. Sampailah mereka ke Negeri Astina disambut para Kurawa yang nampak ramah tapi dalam hati tersenyum menyeringai karena angkara murka. Dimulailah permainan dadu setelah jamuan makan dan keakraban.
Surem-surem diwangkara kingkin,
lir mangaswa kang layon,
dennya ilang memanise,
wadanira layu,
kumel kucem rahnya meratani,
marang saliranipun,
melas dening ludira kawangwang)
nggana bang sumirat, O —
Suram cahya surya bersedih
seperti menghidu lelayu
oleh hilang kemanisannya
kumal pucat wajahnya layu
darah merata membiru
di sekujur tubuh itu
angkasa berduka, lihatlah
langit semburat merah
Pada awal-awal permainan, Pandawa dan Kurawa saling berganti kemenangan. Suasana terlihat akrab dan diselingi canda tawa. Tiba-tiba Duryudana berkata,” Adinda Pandawa, tak serulah permainan kita dengan taruhan yang kecil. Beranikah adinda bertaruh dengan taruhan yang lebih besar?” Pandawa tertegun. “Apa maksud Kakanda Duryudana?” tanya Yudhistira. “Bagaimana bila kita mempertaruhkan negeri kita, jika kali ini adinda menang maka aku serahkan Astina kepada adinda namun jika aku yang menang maka aku berhak memiliki Negeri Amarta. Pandawa kaget bukan kepalang, mereka mulai tersadar jika sudah masuk perangkap Kurawa. Namun mereka tak mampu menolak. Ajakan bermain dadu adalah sebuah kehormatan. Seorang ksatria tak boleh melawan kehormatannya. Sekarang mereka hanya bisa pasrah menghadapi keadaan. “Bolehlah, kakanda, tapi apa maksud Kakanda Duryudana sebenarnya?” tanya Yudhistira. “Aku hanya berniat membuat permainan kita makin seru saja adinda,” jawab Duryudana dengan ramah namun menyimpan kelicikan.
Dilanjutkanlah permainan dadu mereka dengan mempertaruhkan negeri Astina dan Amarta. Dan benar, setelah dadu dikocok dan dijatuhkan angka yang muncul memihak Kurawa. Wajah para Pandawa pucat bukan kepalang. Di sisi lain para Kurawa tertawa tergelak dan mulai menampakkan watak angkara murka mereka. Disertai senyum licik Patih Sangkuni. “Jadi, Negeri Amarta menjadi milikku sekarang,” kata Duryudana sambil tertawa.
“Apakah adinda sanggup untuk melanjutkan permainan?” tanya Duryudana. “Tapi aku sudah tak memiliki harta apapun kakanda,” jawab Yudhistira terbata-bata. “Bukankah adinda, masih memiliki Sadewa? Ia bisa dijadikan taruhan.” tanya Duryudana licik. Makin kagetlah Pandawa. Tak mungkin persaudaraan mereka dipertaruhkan. Namun kehormatan adalah di atas segala-galanya. Tiba-tiba Sadewa berkata,” Hamba rela dipertaruhkan demi kehormatan.” Yudhistira tertegun. “Benarkah adinda berkata demikian?” tanya Yudhistira tak percaya. “Benar kakanda. Semoga setelah ini kita bisa menang dan berkumpul kembali,” jawab Sadewa tegar. Maka dipertaruhkanlah Sadewa. Sudah dapat dipastikan Kurawa kembali menang dan Sadewa jatuh menjadi budak Kurawa. Permainan dadu terus berlanjut dengan kemenangan Kurawa. Satu persatu anggota Pandawa jatuh ke tangan Kurawa. Di antara para Pandawa, Bimalah yang paling geram terhadap Kurawa. Namun ia tetap setia kepada keksatriannya, kehormatannya.
Kini tinggalah hanya Yudhistira dan istrinya, Drupadi. Suasana riuh dengan gelak tawa Kurawa yang makin angkara murka. “Masih sanggupkah adinda melanjutkan permainan dadu ini?” tanya Duryudana. “Hamba sudah tak memiliki apa-apa kecuali Drupadi sebagai istri. Apakah kakanda tak memiliki malu untuk meminta Drupadi sebagai taruhan?” tanya Yudhistira. “Ini hanya sebuah permainan adinda, maka kuminta Drupadi menjadi selir Kurawa jika aku menang,” kata Duryudana yakin dan diiringi gelegar tawa Kurawa yang makin memburu, makin licik.
Drupadi tak rela, ia meminta pertanggungjawaban suaminya, Yudhistira. “Benarkah kakanda mau mempertaruhkan hamba? Segala-galanya telah kuperbuat demi kakanda. Apakah kakanda rela, kemuliaan hamba direnggut oleh Kurawa?” tangis Drupadi. Namun muka Yudhistira hanya tertunduk. Tak mampulah ia memandang Drupadi kekasihnya. Demi kehormatannya segalanya harus ia korbankan. Makin pedihlah hati Pandawa lainnya, Bima, Arjuna, Nakula dan Sadewa. Hati mereka sepedih Yudhistira menghadapi situasi dilema.
Dilanjutkanlah permainan dadu yang penuh tipu daya itu. Dan terjadilah kekhawatiran Pandawa. Duryudana menang, dan berhaklah ia atas Drupadi. Tiba-tiba muncullah Dursasana adik Duryudana menarik Drupadi. Memang sedari tadi ialah yang paling menunggu kesempatan ini. Ia ingin bercinta dengan Drupadi yang memang cantik jelita. Wajahnya dipenuhi nafsu angkara murka, ia tarik Drupadi menuju peraduannya. Namun dengan sekuat tenaga Drupadi menolak. Makin bernafsulah Dursasana. Dengan tertawa angkara murka ia cabut penjepit yang menggelung rambut Drupadi dan tergerailah rambut panjangnya. Tak cukup di situ ia lucuti pakaian kebesaran Drupadi sehingga hanya tersisa selembar kain yang melilit tubuhnya. Makin riuhlah suasana yang diwarnai dengan tawa nafsu kejam Kurawa. Para Pandawa hanya bisa menangis pasrah melihat kejadian memalukan itu.
Dursasana makin bernafsu, ia tarik kain yang melilit Drupadi. Jika kain ini habis maka telanjanglah tubuh Drupadi. Makin geramlah Bima.
Rupanya Yang Maha Kuasa di khayangan tak berkenan atas ini. Diberikanlah kain yang melilit Drupadi sebuah keistimewaan. Lilitannya tak akan habis bila terus ditarik. Makin lelah dan marahlah Dursasana. Iapun mengurungkan niatnya untuk mempermalukan Drupadi dan Pandawa. Drupadi yang dendam karena kehormatannya telah dicoba direnggut bersumpah, ia takkan menggelung rambutnya sebelum mandi keramas dengan darah Dursasana. Kelak pada Perang besar Bharatayuda antara Pandawa dan Kurawa, Dursasana mati di tangan Bima. Ia mengambil darah Dursasana untuk diberikan kepada Drupadi.
Pemainan dadu dilanjutkan. Yudhistira akhirnya mempertaruhkan diri sendiri. Ia kalah. Pandawa dan Drupadi menjadi budak Kurawa. Mereka kemudian diasingkan ke hutan oleh Duryudana.
https://banyumilli.wordpress.com/pandawa-kalah-dadu/
Prabu Duryodana raja Ngastina duduk di atas singhasana dihadap oleh Patih Sakuni dan warga Korawa. Raja memperbincangkan rencana permainan dadu dengan para Pandhawa. Patih Sakuni memberi petunjuk rencana permainan dadu kepada raja dan warga Korawa. Kemudian raja meningalkan perundingan, masuk istana. Raja disambut oleh permaisuri dan putri raja, Lesmanawati. Kemudian raja bersamadi.
Patih Sakuni dan para Korawa menanti raja, mereka akan ke Balai Kencana, menyambut kedatangan para Pandhawa. Setelah raja keluar dari istana, mereka berangkat naik kereta.
Prabu Jayalengkara raja Parang Gumiwang duduk di atas singhasana, dihadap oleh Patih Jayahandaya dan Ditya Jayapracandha. Raja berkata, demi kebahagiaan negara dan rakyat, Prabu Darmakusuma yang menjadi sarana untuk tinggal di kerajaan. Maka raja mengirim surat kepada Prabu Darmakusuma raja Ngamarta. Ditya Jayapracandha ditugaskan untuk menyampaikan surat permintaan itu.
Ditya Jayapracandha dan perajuritnya bertemu dengan perajurit Ngastina. Terjadilah perang, perajurit Ngastina menyimpang jalan.
Arjuna menghadap Bagawan Abyasa di pertapaan Wukir Retawu. Arjuna memberi tahu, bahwa Pandhawa akan mengadakan pertemuan dengan Korawa yang dipimpin oleh Duryodana. Mereka akan bermain dadu. Bagawam Abyasa memberi banyak nasihat, Arjuna disuruh kembali ke Ngamarta. Arjuna bersama panakawan segera berangkat.
Perjalanan Arjuna dihadang oleh perajurit raksasa dari Parang Gumiwang. Terjadilah perkelahian, para raksasa musnah oleh panah Arjuna.
Bima menghadap Anoman di Kendhalisada, memberi trahu rencana permainan dadu bersama warga Korawa. Anoman meberi nasihat makna pertemuan para Pandhawa dan Korawa. Itu awal akan terjadinya perang.
Kresna raja Dwarawati dihadap oleh para isteri, Samba, Partajumena dan Setyaki. Raja memberi tahu, bahwa atas kehendak dewa akan terjadi awal mula timbul perang antara Pandhawa dengan Korawa. Raja Kresna ingin menyaksikannya, para putra diminta menjaga kerajaan.
Yudhisthira duduk bersama Kunthi, Drupadi, Nakula dan Sadewa. Mereka menanti kedatangan Duryodana dan para Korawa.
Duryodana datang, Yudhisthira menyambutnya. Patih Sakuni mengatur arena permaianan, siap dengan perlengkapannya.
Setelah dijamu mereka bersiap-siap main dadu, Yudhisthira selalu kalah, harta kekayaan habis untuk taruhan. Yudhisthira sesaudara sedih, para Korawa bersukaria mengambil seisi kerajaan Ngamarta.
Patih Sakuni hendak memboyong Kunthi, lalu menarik kain kemben. Dursasana menagkap Drupadi. Kunthi dan Drupadi berteriak keras. kunthi mengutuk dan berjanji, ia tidak akan berkain tutup buah dada, sebelum mendapat kulit Sakuni. Drupadi tidak akan bersanggul sebelum berjamas darah Dursasana.
Bima dan Arjuna datang bersama. Mereka heran mendengar tangis, setelah mengerti persoalannya mereka mengamuk. Para Korawa bercerai berai lari tunggang-langgang. Yudhisthira berdiam diri, datanglah angin kencang, membawa para Korawa jatuh ke kerajaan Ngastina. Warga Pandhawa menjadi tenang.
Kresna datang dan melihat situasi sesudah terjadi keributan. Kunthi memberi penjelasan segala sesuatu yang terjadi. Kresna memberi tahu, bahwa itu kehendak dewa Yang Maha Tinggi.
Bagawan Abyasa berbicara dengan Dhestharastra dan Widura tentang berita pertikaian Pandhawa dangan Korawa. Mereka setuju berkunjung ke Ngamarta.
Prabu Jayalengkara dihadap oleh Patih Jayahandaka dan Ditya Jayapracandha. Tengah mereka berbincang-bincang datanglah Togog memberi tahu, bahwa utusan musnah oleh Arjuna.
Prabu Jayalengkara marah, sang patih diminta mempersiapkan perajurit. Setelah siap, para perajurit raksasa berangkat ke Ngamarta.
Yudhisthira sedang berbicara dengan Kresna, Bima dan Arjuna, Nakula dan Sadewa. Kresna memberi nasihat agar para Pandhawa mau menyerah kepada kehendak Dewa Yang Maha Tinggi. Tengah mereka berbicara, datanglah Bagawan Abyasa bersama Dhestharastra dan Widura Mereka menghoramat bersama. Setelah tahu, bahwa di Ngamarta telah terjadi keributan, Bagawan Abyasa memberi nasihat agar para Pandhawa mau menerima nasib jeleknya. Kelak dewa akan melindunginya.
Perajurit raksasa yang dipimpin oleh Prabu Jayalengkara datang menyerang kerajaan Ngamarta. Bagawan Abyasa menugaskan Widura, Bima dan Arjuna untuk mengusir musuh.
Jayalengkara mati oleh Widura, Patih Jayahandaka mati oleh Arjuna, dan perajurit raksasa musnah oleh Bima.
Para Pandhawa mengadakan pesta bersama Abyasa dan para tamu yang hadir di Ngamarta.
http://www.bacabacainfo.com/
Patih Sakuni dan para Korawa menanti raja, mereka akan ke Balai Kencana, menyambut kedatangan para Pandhawa. Setelah raja keluar dari istana, mereka berangkat naik kereta.
Prabu Jayalengkara raja Parang Gumiwang duduk di atas singhasana, dihadap oleh Patih Jayahandaya dan Ditya Jayapracandha. Raja berkata, demi kebahagiaan negara dan rakyat, Prabu Darmakusuma yang menjadi sarana untuk tinggal di kerajaan. Maka raja mengirim surat kepada Prabu Darmakusuma raja Ngamarta. Ditya Jayapracandha ditugaskan untuk menyampaikan surat permintaan itu.
Ditya Jayapracandha dan perajuritnya bertemu dengan perajurit Ngastina. Terjadilah perang, perajurit Ngastina menyimpang jalan.
Arjuna menghadap Bagawan Abyasa di pertapaan Wukir Retawu. Arjuna memberi tahu, bahwa Pandhawa akan mengadakan pertemuan dengan Korawa yang dipimpin oleh Duryodana. Mereka akan bermain dadu. Bagawam Abyasa memberi banyak nasihat, Arjuna disuruh kembali ke Ngamarta. Arjuna bersama panakawan segera berangkat.
Perjalanan Arjuna dihadang oleh perajurit raksasa dari Parang Gumiwang. Terjadilah perkelahian, para raksasa musnah oleh panah Arjuna.
Bima menghadap Anoman di Kendhalisada, memberi trahu rencana permainan dadu bersama warga Korawa. Anoman meberi nasihat makna pertemuan para Pandhawa dan Korawa. Itu awal akan terjadinya perang.
Kresna raja Dwarawati dihadap oleh para isteri, Samba, Partajumena dan Setyaki. Raja memberi tahu, bahwa atas kehendak dewa akan terjadi awal mula timbul perang antara Pandhawa dengan Korawa. Raja Kresna ingin menyaksikannya, para putra diminta menjaga kerajaan.
Yudhisthira duduk bersama Kunthi, Drupadi, Nakula dan Sadewa. Mereka menanti kedatangan Duryodana dan para Korawa.
Duryodana datang, Yudhisthira menyambutnya. Patih Sakuni mengatur arena permaianan, siap dengan perlengkapannya.
Setelah dijamu mereka bersiap-siap main dadu, Yudhisthira selalu kalah, harta kekayaan habis untuk taruhan. Yudhisthira sesaudara sedih, para Korawa bersukaria mengambil seisi kerajaan Ngamarta.
Patih Sakuni hendak memboyong Kunthi, lalu menarik kain kemben. Dursasana menagkap Drupadi. Kunthi dan Drupadi berteriak keras. kunthi mengutuk dan berjanji, ia tidak akan berkain tutup buah dada, sebelum mendapat kulit Sakuni. Drupadi tidak akan bersanggul sebelum berjamas darah Dursasana.
Bima dan Arjuna datang bersama. Mereka heran mendengar tangis, setelah mengerti persoalannya mereka mengamuk. Para Korawa bercerai berai lari tunggang-langgang. Yudhisthira berdiam diri, datanglah angin kencang, membawa para Korawa jatuh ke kerajaan Ngastina. Warga Pandhawa menjadi tenang.
Kresna datang dan melihat situasi sesudah terjadi keributan. Kunthi memberi penjelasan segala sesuatu yang terjadi. Kresna memberi tahu, bahwa itu kehendak dewa Yang Maha Tinggi.
Bagawan Abyasa berbicara dengan Dhestharastra dan Widura tentang berita pertikaian Pandhawa dangan Korawa. Mereka setuju berkunjung ke Ngamarta.
Prabu Jayalengkara dihadap oleh Patih Jayahandaka dan Ditya Jayapracandha. Tengah mereka berbincang-bincang datanglah Togog memberi tahu, bahwa utusan musnah oleh Arjuna.
Prabu Jayalengkara marah, sang patih diminta mempersiapkan perajurit. Setelah siap, para perajurit raksasa berangkat ke Ngamarta.
Yudhisthira sedang berbicara dengan Kresna, Bima dan Arjuna, Nakula dan Sadewa. Kresna memberi nasihat agar para Pandhawa mau menyerah kepada kehendak Dewa Yang Maha Tinggi. Tengah mereka berbicara, datanglah Bagawan Abyasa bersama Dhestharastra dan Widura Mereka menghoramat bersama. Setelah tahu, bahwa di Ngamarta telah terjadi keributan, Bagawan Abyasa memberi nasihat agar para Pandhawa mau menerima nasib jeleknya. Kelak dewa akan melindunginya.
Perajurit raksasa yang dipimpin oleh Prabu Jayalengkara datang menyerang kerajaan Ngamarta. Bagawan Abyasa menugaskan Widura, Bima dan Arjuna untuk mengusir musuh.
Jayalengkara mati oleh Widura, Patih Jayahandaka mati oleh Arjuna, dan perajurit raksasa musnah oleh Bima.
Para Pandhawa mengadakan pesta bersama Abyasa dan para tamu yang hadir di Ngamarta.
http://www.bacabacainfo.com/
Komentar
Posting Komentar