Lakon Sesaji Rajasuya
Setelah penobatan Puntadewa menjadi raja di Indraprasta, Prabu Kresna menyarankan agar Prabu Puntadewa mengadakan sesaji Rajasuya. Pelaksanaan Sesaji Raja suya dan sesaji Aswameda, hampir sama Sesaji Aswameda, adalah dengan melepas seekor kuda, yang di ikuti pasukan perang kerajaan. Semua wilayah yang dilalui kuda tersebut harus bergabung, Sedangkan sesaji Rajasuya tidak perlu dengan melepas kuda, cukup para perajurit .
Prabu Puntadewa, adalah seorang yang memiliki karisma Sebagai raja agung, berbudi bawa laksana, adil paramarta, Prabu Punta dewa menginginkan Sesaji Rajasuya dengan damai tidak ada peperangan maupun pertempuran.
Prabu Puntadewa mendengar kabar, bahwa Raja Giribraja, Prabu Jarasanda berencana akan menyelenggarakan sesaji kala rodra, yaitu menaklukkan raja 100 negara, Raja raja yang sudah takluk itu akan di penggal kepalanya untuk dipersembahkan kepada Batara Kala, sebagai sesaji persembahan Kalarodra. Prabu Jarasanda kini telah berhasil menawan 97 raja, tinggal mencari 3 raja lagi, yaitu Prabu Kresna, Prabu Baladewa dan Prabu Puntadewa. Prabu Puntadewa justru ingin membebaskan ke 97 raja yang telah ditawan oleh Prabu Jarasanda, Sementara itu Prabu Kresna, juga telah mencermati keadaan ini. Prabu Kresna teringat, kepada paman Prabu Brehidata, Raja Magada yang pada waktu itu susah mendapatkan seorang keturunan. Prabu Brehidata,mengasingkan diri dalam hutan, kemudian mencari Resi Condakosika, seorang resi yang sakti.Kemudian ia nyantrik disitu. Prabu Brehidata melayani keperluan resi sehari hari. Resi Condakosika. Resi Condakosika merasa terharu, dan dan sebagai rasa terima kasih atas pelayanan yang tulus kepada dirinya, diberikannyalah pada Raja Brehidata, satu buah ajaib. Karena Prabu Widarba, memiliki dua istri, maka kedua istrinya ingin mendapatkan buah itu. Mereka berebut tidak ada yang mengalah. Maka oleh Prabu Brehidata, buah ajaib itu dibelah menjadi dua. Masing masing istri mendapatkan separuh bagian. Betul,juga. Resi yang wasis itu, kedua istrinya telah hamil. Pada saat yang ditunggu tunggu pun datang. Saat melahirkan merekapun melahirkan, alanglah terkejutnya raja Brehidata dan kedua istrinya, mereka masing masing mendapatkan sebelah bayi. Mereka berkhitiar untuk mencari orang yang bisa menyempurnakan 2 bayi yang masing masing berbasdan sebelah, (jw.sesigar) .Prabu Brehidata kembali mnemui Resi yang telah memberikan buah ajaib. Sang Resi mempertanyakan, mengapa waktu memintanya, tidak mem beritahukan jumlah istrinya. kalau tahu, resi itu pasti akan memberikan sebuah lagi. Kemudian Resi Condacosika bersemadi minta anugerah dewa, kedua bayi yang bentuknya masing masing sebelah, yang diembannya, ternyata dapat disempurnakan. Kedua bayi itu kini mejadi seorang bayi yang sempurna, dan diberilah nama Jarasanda, artinya yang telah dipersatukan
Para Pandawa telah memutuskan, bahwa mereka akan membebas kan raja raja yang menjadi tawanan Prabu Jarasanda.. Maka berangkatlah Prabu Puntadewa, Werkudara,Arjuna, Nakula dan Sadewa disertai Prabu Kresna.Sesampai di Griyabajra, Prabu Jarasanda merasa senang, ketika melihat Prabu Puntadewa dan Prabu Kresna telah hadir di Griyabajra.. Dianggapnya mereka telah menyerahkan diri, Para Pandawa tidak memperdulikan kata katanya. Prabu Puntadewa mengharap kepada raja raja yang menjadi tawanan Prabu Jarasanda, agar mau bergabung dengan Pandawa. Prabu Puntadewa akan menyelenggaraakan sesaji rajasunya. Prabu Jarasanda menjadi marah mendengar kata kata Prabu Puntadewa yang akan merebut 97 Raja dari Kerajaan Griyabajra. Para raja 97 negara, lebih suka mengikuti Sesaji Rajasuya yang akan dilaksanakan oleh Prabu Puntadewa.
Prabu Jarasanda menantang Pandawa, agar mereka menyerahkan Prabu Puntadewa dan Prabu Kresna untuk melengkapi jumlah raja yang akan dipancung. Werkudara menjadi marah. Terjadilah perke lahian diantara mereka. Prabu Jarasanda susah dikalahkan. Berkali kali Gada Rujakpala menghantam kepala Prabu Jarasanda, tetapi bagaikan tak dirasa. Werkudara mundur mendatangi Kresna. Kresna memberi tahu bahwa matinya Prabu Jarasanda harus disigar kembali. Werkudara kembali perkelahianpun terjadi, Werkudara segera menangkap kedua kaki Jarasanda, dan menarik kaki kiri kekiri dan kaki kanan kekanan sehengga tubuh Jarasanda terbelah seperti waktu kelahirannya, dan tewaslah ia.
Setelah kematian Prabu Jarasanda, Para Pandawa bertindak. Seluruh raja yang diborgol, segera dilepaskan, Kini Para raja 97 negara, kembali ke negeri masing masing
Prabu Puntadewa kni melaksanakan sesaji rajasuya. Prabu Puntadewa memerintahkan Arjuna dan Werkudara dengan pasukan perajurit secukup nya pergi ke berbagai negara. Usaha mereka ber hasil, raja raja negeri yang pernah ditolong Pandawa semua menyanggupi akan hadir ke Istana Indraprasta pada saat yang telah ditetapkan oleh Prabu Puntadewa.
Pada hari yang telah ditentukan, datanglah tamu raja raja seratus negara. Prabu Puntadewa beserta keluarga Pandawa dan Prabu Kresna, telah bersiap menerima kedatangan para tamu.Demikian pula raja Astina Prabu Suyudana hadir ke Indraprasta.
Supala sebenarnya masih saudara sepupu Prabu Kresna.Kelahiran Supala waktu masih bayi sudah menggemparkan dunia pewayang an.Supala adalah anak Prabu Darmagosa dan ibu Dewi Sutradewa raja Cedi. Sang Prabu Darmagosa , merasa ngeri melihat bayi yang baru dilahirkan, tidak normal seperti bayi yang lain. Supala di waktu lahir, ia memiliki 4 buah tangan dan bermata tiga. konon kata seorang resi yang sakti. Supala dapat disempurnakan oleh seseorang titisan Batara Wisnu.Namun Titisan Batara Wisnu tersebut disamping dapat menyempurnakan bayi Supala, ternyata orang itu pula menjadi penyebab kematian Supala..Prabu Darma gosa kemudian mengumpulkan seluruh Keluarga, Sanak saudara, para raja dan satria negara sekitar. Mereka telah hadir, termasuk juga Narayana
Waktu Narayana mengangkat bayi itu dari kandangnya, tiba tiba saja 2 tangan dan satu matanya lenyap begitu saja. Raja Cedi senang sekali, waktu itu, karena ia menjadi bayi yang normal, tetapi Prabu Darmogosa juga sedih, karena orang yang dapat membunuh Supala juga yang telah menyempurnakan bayi itu. Sehingga Narayanalah nantinya yang akan membunuh bayi itu. Narayana hanya minta agar Supala jangan sampai menghina dirinya didepan orang banyak yang jumlahnya seratus lebih. Ini Upaya Narayana agar Supala bisa selamat, karena orang tak mungkin menghina orang didepan orang banyak apalagi sampai 100 lebih.
Prabu Kresna sudah tidak tahan lagi mendengar ocehan Supala.Berkali kali Prabu Kresna meminta agar Supala diam, tetapi terus saja Supala menghina Prabu Kresna. Prabu Kresna dalam kemarahannya tanpa disadarinya mengeluarkan senjata pusaka Cakra keluar tubuh nya dan mengenai Prabu Supala, tewaslah Prabu Supala. Prabu Kresna terkejut, ketika melihat Supala terbunuh dengan senjata cakra miliknya. Prabu Kresna minta maaf kepada para tamunya, karena ini sudah suratan dewata, bahwa Prabu Supala memang harus mati karena ulahnya.Dengan meninggalnya Supala, maka acara sesaji Rajasuya dimulai. Para Brahmana yang memimpin upacara sesaji Rajasuya, yang memberi restu penobatan Puntadewa menjadi Raja Indraprasta Dengan harapan, mudah mudahan didalam lingkungan kerajaan 100 negara ini,menjadikan negara yang kuat, dan rakyat rakyatnya dari keseratus negara ini, akan menjadi makmur, sejahtera, murah sandang dan pangan.
http://sesajirajasurya.blogspot.co.id/mahabaratha.html
Lakon ini bercerita tentang Prabu Puntadewa yang baru dinobatkan sebagai Raja, akan menggelar Sesaji Raja Suya sebagai wujud rasa syukur dan doa untuk kemakmuran dan kebesaran negara Indraprasta. Kisah ini berawal setelah penobatan Puntadewa menjadi raja, prabu Kresna menyarankan untuk mengadakan Sesaji Raja Suya yang salah satu persyaratannya harus didukung 100 raja dengan sukarela.
Sementara di tempat lain, prabu Jasaranda dari kerajaan Giribraja juga berencana mengadakan sesaji kalalodra yang merupakan kebalikan dari Sesaji Raja Suya yakni mensyaratkan 100 raja untuk tumbal. Negara Giribraja telah berhasil mengumpulkan 97 raja yang sudah dipenjarakan. Para pandawa memutuskan untuk membebaskan raja-raja yang menjadi tawanan prabu Jasaranda.
Di akhir cerita, dengan sukarela ke-97 raja bersama dengan tiga raja bergabung untuk mendukung terlaksananya sesaji raya suya. Filosofi kisah ini, tentang manusia yang perlu untuk bersyukur kepada Tuhan yang maha Esa dengan cara yang benar.
Para Brahmana yang memimpin upacara sesaji Rajasuya, yang memberi restu penobatan Puntadewa menjadi Raja Indraprasta Dengan harapan, mudah mudahan didalam lingkungan kerajaan 100 negara ini,menjadikan negara yang kuat, dan rakyatnya dari keseratus negara ini, akan menjadi makmur, sejahtera, murah sandang dan pangan.
http://i-bek.com/sesaji-raja-suya-lakon-syukur-kebangsaan/
Cerita Wayang - Sesaji Rajasuya
Bila penderitaan dijalani dengan mengedepankan kesabaran dan kerja keras, kesuksesan tinggal menunggu waktu akan diperoleh.
Masih terbayang bagaimana Bima, yang diakui oleh Kurawa sebagai tokoh terkuat Pandawa, pernah diracun hingga nyaris menemui ajal akibat ulah licik Duryudana dan adik-adiknya serta Sengkuni yang selalu berperan sebagai provokator dan dalang segala ulah durjana kurawa.
Masih teringat tipu daya Kurawa yang seolah ingin memuliakan saudaranya Pandawa dengan menjamu di “istana kardus” pada peristiwa Bale sigala gala. Namun kemudian Pandawa sengaja di bakar untuk memusnahkan dari bumi ini.
Namun Pandawa tetap selamat dan kembali hanya mampu mengurut dada atas ulah Saudara-saudara tuanya itu.
Masih tertancap diingatan Bima, bagaimana setelah selamat dari kebakaran istana itu, Dia dan saudara-saudaranya serta ibunya tercinta, terlunta-lunta dari hutan ke hutan, dari satu negri ke negri lain untuk menghindari Kurawa. Hingga akhirnya sampai ke negri Ekacakra yang kemudian Bima harus melawan dan membunuh raja raksasa, Prabu baka, untuk menolong rakyat Ekacakra yang tertindas.
Bima dan saudara-saudaranya masih bisa tersenyum dalam penderitaan.
Masih diingat oleh Arjuna saat menyamar sebagai brahmana, dia mengikuti sayembara Raja negri Pancala, Prabu Drupada, memperebutkan putri nan rupawan Dewi Drupadi. Dan akhirnya sang Dewi menjadi istri terkasih kakak sulungnya Puntadewa.
Arjuna dan saudara-saudaranya masih bisa mensyukuri nikmat yang diberikan oleh Yang Maha Kuasa.
Masih terngiang panggilan pakdhenya Destrarastra untuk kembali ke Astina dan diberi hutan Wanamarta yang angker dan masih belantara untuk dibangun menjadi ibu negri Amarta atau Indraprasta.
Kini istana itu megah berdiri. Istana yang dibangun dari cucuran keringat, buah kesabaran dalam derita dan sengsara dan doa-doa rakyat yang mencintai mereka.
Pandawa hanya bisa bersyukur atas limpahan berkah yang diterima.
Dan kini ada desakan dari para raja agar Puntadewa sebagai Raja Amarta untuk mengadakan sesaji rajasuya untuk mengucapkan syukur dengan mengundang 100 raja-raja dari berbagai negri.
Namun berdasarkan saran dari Prabu Kresna, masih ada ganjalan atas terselenggaranya sesaji itu yaitu Prabu Jarasanda dari Kerajaan Giribaya yang begitu rakus melahap negri-negri tetangganya untuk dikangkangi. Negri Giribaya adalah negri imperialis. Dan harus segera dibasmi.
Dikutif dari : wayangprabu.com
Pandawa yang telah ditinggal oleh ayahnya, Pandu, kala masih kecil kemudian hanya diasuh oleh ibunda Kunti, telah mengalami banyak sekali godaan dan cobaan.
Masih teringat tipu daya Kurawa yang seolah ingin memuliakan saudaranya Pandawa dengan menjamu di “istana kardus” pada peristiwa Bale sigala gala. Namun kemudian Pandawa sengaja di bakar untuk memusnahkan dari bumi ini.
Namun Pandawa tetap selamat dan kembali hanya mampu mengurut dada atas ulah Saudara-saudara tuanya itu.
Masih tertancap diingatan Bima, bagaimana setelah selamat dari kebakaran istana itu, Dia dan saudara-saudaranya serta ibunya tercinta, terlunta-lunta dari hutan ke hutan, dari satu negri ke negri lain untuk menghindari Kurawa. Hingga akhirnya sampai ke negri Ekacakra yang kemudian Bima harus melawan dan membunuh raja raksasa, Prabu baka, untuk menolong rakyat Ekacakra yang tertindas.
Bima dan saudara-saudaranya masih bisa tersenyum dalam penderitaan.
Masih diingat oleh Arjuna saat menyamar sebagai brahmana, dia mengikuti sayembara Raja negri Pancala, Prabu Drupada, memperebutkan putri nan rupawan Dewi Drupadi. Dan akhirnya sang Dewi menjadi istri terkasih kakak sulungnya Puntadewa.
Arjuna dan saudara-saudaranya masih bisa mensyukuri nikmat yang diberikan oleh Yang Maha Kuasa.
Masih terngiang panggilan pakdhenya Destrarastra untuk kembali ke Astina dan diberi hutan Wanamarta yang angker dan masih belantara untuk dibangun menjadi ibu negri Amarta atau Indraprasta.
Kini istana itu megah berdiri. Istana yang dibangun dari cucuran keringat, buah kesabaran dalam derita dan sengsara dan doa-doa rakyat yang mencintai mereka.
Pandawa hanya bisa bersyukur atas limpahan berkah yang diterima.
Dan kini ada desakan dari para raja agar Puntadewa sebagai Raja Amarta untuk mengadakan sesaji rajasuya untuk mengucapkan syukur dengan mengundang 100 raja-raja dari berbagai negri.
Namun berdasarkan saran dari Prabu Kresna, masih ada ganjalan atas terselenggaranya sesaji itu yaitu Prabu Jarasanda dari Kerajaan Giribaya yang begitu rakus melahap negri-negri tetangganya untuk dikangkangi. Negri Giribaya adalah negri imperialis. Dan harus segera dibasmi.
Dikutif dari : wayangprabu.com
http://intisari-wongjawa.blogspot.co.id/cerita-wayang-sesaji-rajasuya.html
Pandawa Samrat, Perhelatan Rajasuya
Alkisah, setelah Pandawa berhasil membuka hutan Wanamarta dan berhasil mendirikan negara Amarta atau Indraprastha. Sebagai tanda syukur lepada Tuhan mereka menyelenggarakan sesaji Raja Suya. Yaitu suatu selamatan yang harus dihadiri 100 raja.
Pada saat yang sama Jarasanda juga mengadakan upacara, sesaji ludra. Sesaji itu ditujukan pada Bethara Kala. Namun sesaji itu sesat. Karena yang harus dipersembahan kepada Bethara Kala adalah berupa bekakak panggang dari 100 raja. Jarasanda dari Magada sudah berhasil mengalahkan dan menangkap 97 raja untuk dijadikan persembahan. Sehingga hanya tinggal 3 raja lagi yang masih perlu ditaklukkan. Yaitu raja Dwarawati Sri Kresna, raja Madura Sri Baladewa, dan raja Amarta pura Puntodewa. Tentu saja ketiganya melawan. Mereka menyamar menjadi Brahmana, masuk ke istana Jalatanda lewat pintu belakang. Jarasanda dinasihati ketika Pendawa itu, namun menolak.
Terjadilah perang antara Pendawa dan Jarasanda. Jarasanda berhasil dibunuh oleh Bima . Sehingga ke sembilan puluh tujuh raja yang ditawan dapat dibebaskan . Mereka dijadikan Sumitra kerajaan Pendawa.
Perhelatan upacara agung rajasuya akhirnya benar-benar digelar setelah Jarasandha tewas secara tragis sebagai “tumbal”. Para pembesar negeri dari berbagai belahan dunia pewayangan tumpah-ruah di Amarta. Di atas panggung kehormatan, tampak beberapa tamu penting tengah mengikuti prosesi upacara dengan khidmad. Puncak acara agung adalah pemberian gelar Maharajadiraja Sesembahan Agung kepada Yudistira. Penguasa santun ini dinilai layak menerimanya setelah sukses membangun belantara hutan Kandawaprasta yang angker dan wingit menjadi negeri Amarta yang modern dan berwibawa.
Sebelum upacara penganugerahan yang sakral itu digelar, ada satu acara yang tak kalah penting, yakni musyawarah besar (Mubes) untuk menentukan siapa yang layak menyandang predikat tertinggi sebagai tamu utama. Ternyata, musyawarah berjalan alot. Penentuan figur yang tepat untuk menerima anugerah sebagai tamu utama berjalan panas dan sarat intrik. Aroma politik begitu menyengat. Tak jarang ambisi pribadi pun mencuat ke permukaan. Di tengah situasi yang sarat intrik dan ambisi, Bhisma yang selama ini cukup disegani, mengusulkan bahwa Kresnalah yang layak untuk mendapatkan anugerah sebagai tamu utama. Usulan ini didukung sepenuhnya oleh Yudistira. Oleh karena itu, calon maharajadiraja ini segera meminta Nakula dan Sadewa untuk mempersiapkan upacara penganugerahan tamu utama kepada Kresna.
Namun, ketika persiapan hendak dimulai, Sisupala, penguasa dari negeri Chedi, beringsut dari tempat duduknya. Lantas, dengan wajah memerah, menentang habis-habisan penganugerahan itu dengan suara lantang dan kasar.
“Tunggu dulu! Segenap anggota Mubes yang mulia, saya perlu memperjelas siapa sesungguhnya Kresna yang diusulkan oleh putra Dewi Gangga yang selama ini kita hormati ini untuk menjadi tamu utama. Saya heran dan terkejut dengan usulan ini, apalagi tanpa argumentasi apa pun, para putra Pandu juga mengamininya. Sungguh di luar dugaan saya kalau sosok yang selama ini saya hormati ternyata berpikiran sempit dan picik!” kata Sisupala dengan nada tinggi sambil berdiri. Para tamu undangan saling bertatapan sambil membelalakkan bola mata. “Tolong dengarkan penjelasan saya Tuan-tuan yang mulia! Sesungguhnya, orang yang diusulkan untuk menyandang gelar tamu utama tak lebih seorang pengecut yang berasal dari keluarga gendheng! Apakah rekam jejak sosok seperti ini pantas menerima anugerah ini?” lanjut Sisupala sambil menyapukan pandangan mata nanarnya kepada hadirin. Para tamu undangan saling berbisik. Sebagian mengangguk-angguk, mengiyakan pernyataan Sisupala. Tentu saja, Sisupala kian bersemangat dan percaya diri.
“Hai, Yudistira, coba lihat dan perhatikan para tamu undangan yang hadir dalam upacara agung ini! Lihat, siapa mereka? Tidak malukah engkau kepada mereka yang jauh lebih terhormat dan pantas menerima anugerah tamu utama ketimbang Kresna! Engkau sama saja memperlakukan para tamu undangan yang berderajat mulia ini seperti gedibal jika harus menyaksikan anak Basudewa yang merupakan budak Raja Ugrasena ini sebagai tamu utama! Engkau dan saudara-saudaramu para Pandawa tidak akan pernah mendapatkan keuntungan apa pun dari dia!” tegas Sisupala sambil menunjuk-nunjuk muka Kresna yang duduk berseberangan.
“Hai, putra-putra Pandu, kalian belum berpengalaman dan tidak pernah terdidik dalam soal tata cara persidangan raja-raja terhormat. Bhisma yang ternyata berjiwa lemah telah mempermainkan engkau. Kenapa engkau terlalu lancang memutuskan pemberian kehormatan utama tanpa bermusyawarah dulu dengan para raja yang masyhur dan terhormat? Kresna sama sekali tidak pantas menjadi penasihatmu. Selain cacat moral, dia juga punya rekam jejak yang buruk sepanjang hidupnya. Yang paling pantas sejatinya adalah Durna, guru besarmu. Dia juga hadir dalam persidangan ini. Dugaanmu salah besar kalau memosisikan Kresna sedemikian tinggi dalam soal upacara spiritual. Itu mustahil, di sini juga masih ada guru besar Kerpa, Aswatama, putra mahkota Duryudana, juga Karna. Buka matamu lebar-lebar, Yudistira. Kenapa justru engkau lebih memilih Kresna yang keturunan gedibal, bukan pahlawan, tidak terpelajar, korup, tidak bersih, belum berpengalaman, dan pengecut! Itu sama saja engkau merendahkan derajat semua raja dan putra mahkota yang hadir di sini, tahu?”
Wajah Sisupala kian memerah saga. Tubuhnya mulai berkeringat. Darahnya mendesir. “Saya bukannya tidak setuju Yudhistira bergelar Maharajadiraja. Tapi, melihat sikap dan cara berpikirnya yang picik, saya jadi ragu, apakah dia benar-benar berkarakter dan luhur budi pekertinya. Buktinya? Ia dengan sengaja menelanjangi kehormatan kita semua sebagai tamu terhormat! Bahkan, dia juga pernah berkongkalingkong secara licik dengan Kresna dan Bima untuk menghabisi nyawa Jarasandha! Menurut saya, Yudhistira tidak sehebat yang digembar-gemborkan orang, bahkan sesungguhnya ia penguasa yang rendah budi pekertinya, sama dan sebangun dengan penasihatnya yang licik dan pengecut,” berondong Sisupala bagaikan mitralyur. Suasana musyawarah makin memanas. Beberapa tamu undangan serempak berdiri, memberikan dukungan kepada Sisupala.
Tak lama kemudian, bola mata Sisupala diarahkan kepada Kresna. “Hai, Kresna, alangkah pongah dan tidak tahu dirinya engkau ini, mau menerima begitu saja gelar tamu utama yang sesungguhnya sangat tidak pantas engkau sandang! Apa memang engkau sudah mabuk kekuasaan? Apa engkau tidak merasa bahwa upacara ini sesungguhnya hanya untuk mempermalukan dirimu? Apa engkau juga tidak mengerti bahwa pemberian gelar ini sesungguhnya seperti telor busuk yang dilemparkan ke wajahmu? Sungguh tidak berbudi dan tak tahu diri! Jelas makin terbukti bahwa Yudistira, Bhisma, dan Kresna benar-benar berderajat rendah dan berasal dari keluarga hina!”
Sisupala menyapukan wajahnya kepada segenap tamu undangan. Lantas, dengan suara lantang mengajak mereka untuk memboikot upacara rajasuya. Tidak sedikit tamu undangan yang melakukan aksi “walk-out” dan meninggalkan arena Mubes dengan wajah bersungut-sungut. Melihat gelagat yang kurang baik, Yudistira segera menenangkan suasana dengan kata-kata yang santun dan bijak. Ia memohon agar segenap tamu undangan tetap tenang dan duduk kembali. Namun, usahanya sia-sia. Mereka benar-benar telah kena hasutan Sisupala.
Kresna yang sedari tadi sudah tak sanggup menahan fitnah, hinaan, dan cacian Sisupala, akhirnya benar-benar murka. Ia tak sanggup lagi menahan diri terhadap semua perlakuan Sisupala di depan tamu-tamu terhormat. Ia segera berjingkat dari tempat duduknya, lantas dengan gerak cepat menghadang Sisupala dan para pengikutnya. Walhasil, duel maut pun tak bisa dihindari. Kresna dan Sisupala beradu otot di depan para peserta Mubes. Kedua tokoh ini mengerahkan segenap kekuatan dan berbagai jurus agar bisa secepatnya melumpuhkan musuh. Namun, agaknya keberuntungan belum berpihak kepada Sisupala. Ketika sedang lengah, Kresna berhasil menghunjamkan tinju dengan kekuatan penuh tepat di ulu hatinya. Tubuh Sisupala pun bergedebam mencium tanah. Mati!
Suasana pun berubah kacau. Para pengikut Sisupala sama sekali tak sanggup menatap wajah Kresna yang tengah murka. Mereka mengurungkan niatnya untuk meninggalkan arena Mubes. Seperti kena sihir, mereka bergegas kembali menuju arena musyawarah. Akhirnya, sesuai rencana, upacara rajasuya untuk menobatkan Yudistira sebagai Maharajadiraja benar-benar digelar. Meskipun demikian, para tamu undangan tak sanggup melupakan peristiwa tragis ini. Setidaknya, ada dua sosok besar dan sangat berpengaruh dalam sejarah, yakni Jarasandha dan Sisupala, tewas sebagai “tumbal”. Tiba-tiba saja, dada para tamu undangan diserbu tanda tanya yang tak pernah bisa terjawab. Haruskah setiap kekuasaan mesti ditegakkan dengan cara kekerasan dan berdarah-darah? Tidak adakah cara lain yang lebih santun dan penuh kearifan untuk menggapai wibawa dan kekuasaan? (tancep kayon)
http://caritawayang.blogspot.co.id/pandawa-samrat-perhelatan-rajasuya.html
Sinopsis Sesaji Rajasuya
CARITA RINGKAS SESAJI RAJA SUYO
Wonten carios Sesaji Rojo Suyo. Para kadhang Pandawa mitados dhumateng kadhangipun werdho inggih Prabu Kresna,murih kasembadanipun sedya anggenipun ngawontenaken Sesaji Rojosuyo. Ewo semanten Prabu Kresna ngendiko menawi para Pandhawa saget ngawontenaken Sesaji Rojo Suyo menawi kaseksen Ratu,satus cacahipun. Kamongko kalenggahan puniko,poro kadhang Ratu dipun kunjoro dening Prabu Joro Sandho kangge sarana damel bekakak kakunjukaken dewaning angkara injih Bethara Lodro.
Nanging sarehning Prabu Kresna sampun sagah hangayomi para Pandhawa kepareng ambudi daya hangluwari para kadang Ratu ingkang dipun kunjara dening Prabu Joro Sandho,kepareng bidal wonten ing Giri Bojro kadherekaken Raden Werkudara miwah Arjuna.
Adegan nagari Giri Bojro.Prabu Joro Sandho nampi pawarto bilih Giri Bojro kadhatengan mengsah,mboten sanes Prabu Krena kadherekaken Raden Werkudara saha Arjuno ingkang sampun saget hanglangkungi pepalang-pepalang ing Giri Bojro sakenggo saget mlebet kitha Giri Bojro ,sakenggo damel dukanipun Prabu Joro Sandho. Wusana kepareng mapakaken dhatengipun mengsah.
Prabu Joro Sandho sinareng mangertos wonten mengsah tigo,inggih Prabu Kresna,Raden Werkudara, saha Raden Arjuno .Prabu Joro Sandho mileh perang tandhing kalihan Raden Werkudara , wusono dados perang tanding. Awit saking pangreko dayanipun Prabu Kresna ,sakenggo dados sarono sirnanipun Prabu Joro Sandho, ugi saget ngluwari para kadhang Ratu,satus cacahipun. Sakenggo saget kalampah para Pandhawa ngawontenaken Sesaji Raja Suyo ,ugi neksekaken kaendahan Taman Mbotono Kawarso.
https://pinggiranjogja.wordpress.com/sinopsis-sesaji-rajasuya/
Rajasuya
Rajasuya adalah sebuah upacara yang diselenggarakan oleh Para Raja pada zaman India Kuno. Upacara tersebut sangat terkenal, selayaknya upacara Aswamedha. Rajasuya maupun Aswamedha sama-sama merupakan upacara yang hanya bisa dilakukan apabila seorang Raja merasa cukup kuat untuk menjadi penguasa.
Seperti Aswamedha, selama persiapan upacara Rajasuya, para jendral ( patih, saudara, atau ksatria yang masih sekerabat) melakukan kampanye militer dengan menaklukkan daerah-daerah (kerajaan) di sekitar mereka, sekaligus mengambil upeti dari kerajaan yang berhasil ditaklukkannya. Raja yang kalah harus bersedia untuk memberikan upeti dan mau menghadiri penyelenggaraan upacara.
Terdapat perbedaan antara upacara Aswamedha dengan Rajasuya. Pada saat upacara Aswamedha, kampanye militer dilakukan dengan melepaskan seekor kuda lalu para prajurit mengikuti kuda tersebut dan daerah yang dilalui kuda tersebut ditaklukkan, sedangkan dalam upacara Rajasuya, kuda tidak diperlukan. Para prajurit menaklukkan kerajaan sekitar sesuai dengan apa yang sudah mereka rencanakan.
Upacara Rajasuya yang terkenal diselenggarakan Rajasuya yang diselenggarakan oleh Yudistira, putera tertua Pandu di antara para Pandawa. Hal tersebut dijelaskan dengan detail dalam kitab Mahābhārata.
https://id.wikipedia.org/wiki/Rajasuya
Tokoh Raden Puntadewa yang dilantik menjadi Raja di kerajaan baru Amartapura
Tokoh Jayatsena yang mengantikan tahta ayahnya Prabu Jarasanda yang ingin membunuh raja baru Amarta demi sesembahan sesaji kepada Batara Kala
Tokoh Dimbaka dan Hamso raja bawahan sekaligus kaki tangan Prabu Jarasanda yang tewas dihajar oleh Prabu Baladewa ketika itu menyerang Mandura
Tokoh Prabu Sisupala yang menghadiri upacara itu tetapi ia melanggar sesuatu yang pernah disumpahkan kepada Narayana alias Prabu Sri Bathara Kresna sehingga senjata Cakra memenggal lehernya
Komentar
Posting Komentar