Lakon Pandawa Sanga

Lakon ini menceritakan usaha pandawa untuk membentuk perkumpulan pandawa pitu. Namun pada saat pandawa menunggu kedatangan Prabu Baladewa dan Prabu Kresna untuk melengkapi perkumpulan pandawa pitu tersebut tiba tiba mendapat undang untuk datang di Kerajaan Astina untuk berguru kepada Begawan Gunawicara/ Gurudaya yang baru tiba di Keraton Astina.
Maka para pandawa berangkat ke Kerajaan Astina kecuali Raden Sadewa, karena merasa curiga terhadap Begawan Gunawicara/ Gurudaya yang sebenarnya ingin menggagalkan pembentukan pandawa pitu. Pada saat pandawa di Kedaton Astina, Raden Sadewa berubah bentuknya menjadi seorang raksaksa dan mengamuk sampai membubarkan wadya bala dan pasewakan agung Keraton Astina. Para kurawa tidak ada yang dapat menandinginya, bahkan para pandawa, Prabu Kresna, Prabu Baladewa maupun Begawan Anoman dimakannya, kecuali Ki Lurah Semar. 
Berkat usaha Ki Lurah Semar, Raden Sadewa dapat di sadarkan dan kembali ke wujudnya seorang kesatria dan pandawa kembali berkumpul, di tambah Prabu Kresna, Prabu Baladewa, Begawan Anoman dan Ki Lurah Semar sehingga terbentuklah perkumpulan pandawa sanga. pandawa yang semula tujuh menjadi sembilan. karena kini ada Begawan Anoman yang mewakili para Brahmana dan Ki Lurah Semar mewakili Rakyat kecil.
Sumber Buku Ensiklopedi Wayang Indonesia Jilid 5

Komentar

Wayang Kulit Gagrak Surakarta

Wayang Kulit Gagrak Surakarta
Jendela Dunianya Ilmu Seni Wayang

Jika Anda Membuang Wayang Kulit

Menerima Buangan Wayang Kulit bekas meski tidak utuh ataupun keriting, Jika anda dalam kota magelang dan kabupaten magelang silahkan mampir kerumah saya di jalan pahlawan no 8 masuk gang lalu gang turun, Jika anda luar kota magelang silahkan kirim jasa pos atau jasa gojek ke alamat sdr Lukman A. H. jalan pahlawan no 8 kampung boton balong rt 2 rw 8 kelurahan magelang kecamatan magelang tengah kota magelang dengan disertai konfirmasi sms dari bapak/ ibu/ sdr siapa dan asal mana serta penjelasan kategori wayang kulit bebas tanpa dibatasi gagrak suatu daerah boleh gaya baru, gaya lama, gaya surakarta, gaya yogyakarta, gaya banyumasan, gaya cirebonan, gaya kedu, gaya jawatimuran, gaya madura, gaya bali, maupun wayang kulit jenis lain seperti sadat, diponegaran, dobel, dakwah, demak, santri, songsong, klitik, krucil, madya dll

Postingan Populer