cucu pendawa

Putu Pandawa

PANCAKUSUMA




Pancakusuma adalah putra tunggal Dyan Pancawala dengan Dewi Pregiwati, putri Arjuna dan sepupu dari Drestraka, putra Drestradrumnya. Sejak kecil, Pancakusuma dididik oleh ayahnya dan neneknya, Dewi Pregiwati. Pancakusuma dididik menjadi ksatria yang pemberani, kalem dan jujur seperti ayahnya dan kakeknya. Pancakusuma dilatih bermain tombak di Universitas Sokalima milik Pandhita Drona. Ketika Bharatayudha berlangsung, Pancakusuma masih bersekolah di Sokalima dan tidak diperkenankan ikut Bharatayudha.

Setelah lulus dari Sokalima dan Bharatayudha selesai, Pancakusuma berkenalan dengan Kertiwindhu, putra Jayadrata dengan Dewi Dursilawati dan dihasut untuk memusuhi Drestraka & Parikesit, yang dianggap saingan terberat untuk menjadi pewaris takhta di Astinapura. Ketegangan makin memuncak dan Pancakusuma nyaris ber-tiwikrama menjadi Dewa Amral dengan bantuan gelang ajaib warisan Puntadewa, kakeknya. Ditengah ketegangan tersebut, Puntadewa yang sudah renta & Semar datang menghampiri Pancakusuma untuk memberikan pencerahan. Ditengah pencerahan tersebut, Semar membuka jatidiri-nya didepan Parikesit, Pancakusuma, Drestraka & Kertiwindhu. Untuk mencegah perang saudara, Puntadewa kemudian memutuskan bahwa Parikesit tetap menjadi pewaris takhta Astinapura, Drestraka menjadi pewaris takhta Amartapura & Pancakusuma menjadi pewaris takhta Pancala. Pelantikan Pancakusuma menjadi raja Pancala bersamaan dengan pelantikan Parikesit sebagai raja Astinapura dan Drestraka sebagai raja Amartapura.

Dalam pelantikan tersebut, Kertiwindhu yang gagal mengadu domba Parikesit dengan Pancakusuma kemudian mengacaukan acara pelantikan Parikesit menjadi raja Astinapura. Kertiwindhu mengajak Dahyang Suwela, putra Aswatama, Dursa Subala, anak bungsu Dursasana dengan Dewi Sultani dan Sasrawindu, putra Kangsadewa. Upaya teror tersebut berhasil dicegah oleh Danurwenda, putra Antareja, Jayasena, putra Antasena, Sisikirana, putra Gatotkaca dengan Endang Pregiwa, dan Raden Sanga-sanga, putra Setyaki. Kertiwindhu dan Dahyang Suwela tewas dalam operasi anti-teror yang dilakukan oleh Danurwenda ke Negara bagian Banakeling di wilayah Dataran Tinggi Sindhu dan Wilayah Administratif Sokalima.

Belum diketahui siapa istri dan keturunan Pancakusuma setelah era Madya di Pewayangan berakhir. Tokoh ini merupakan tokoh asli ciptaan Pujangga Jawa dan tidak ada di serial Mahabharata

SASIKIRANA/SISIKIRANA

Sasikirana atau Sisikirana adalah putra Gatotkaca dengan Dewi Pregiwati dan kakak se-ayah dari Suryakaca atau Bambang Kaca dan Jayasumpena. Wajah, sifat & postur tubuh Sasikirana mirip dengan ayahnya. Nama Sasikirana berarti, “Bulan yang terang”

Sasikirana lahir bersamaan dengan lahirnya Parikesit. Ketika Bharatayudha berlangsung, Sasikirana tinggal bersama ibunya di istana Pringgondani bersama Suryakaca yang masih balita dan Jayasumpena yang masih bayi. Setelah ayahnya gugur di Bharatayudha, Sasikirana mulai memasuki masa pubertas dan diangkat menjadi putra mahkota Pringgondani. Pengangkatan Sasikirana mendapatkan tentangan dari Wesi Aji yang merasa lebih berhak atas takhta Pringgondani. Setelah penguburan ayahnya, Sasikirana dididik ilmu militer, pemerintahan dan agama oleh Patih Gagakbongkol. Selain itu, Sasikirana mewarisi kemampuan terbang secara genetik dari ayahnya dan dilatih terbang oleh Garudha Wildata. Sejak kecil, Sasikirana dekat dengan Parikesit karena hubungan keluarga yang dekat antara kedua ayah mereka.

Setelah Parikesit dilantik menjadi raja Astinapura oleh Resi Curiganata, Sasikirana diangkat menjadi adipati Pringgondani oleh Pancakusuma, raja Amartapura di era Madya. Selama menjabat sebagai adipati Pringgondani, Sasikirana sering mendapatkan gangguan keamanan dari militan pemberontak pimpinan Wesi Aji & Prabu Waskita yang bergabung dengan Kertiwindhu. Mengetahui Wesi Aji & Prabu Waskita sudah bergabung dengan Kertiwindhu, Parikesit meminta tolong Sasikirana untuk menangkap kedua orang tersebut untuk diadili di Yawastina. Setelah mendapatkan ijin dari Prabu Pancakusuma, Sasikirana mengerahkan pasukan elit AU Amartapura yang ber-markas di Pringgondani untuk mencari dan menangkap kedua orang tersebut. Setelah mengetahui markas Wesi Aji dan Prabu Waskita, Sasikirana kemudian menyergapnya, namun terjadi perlawanan oleh Wesi Aji dan akhirnya Sasikirana harus membunuhnya dengan gada warisan ayahnya.

Setelah meredam pemberontakan yang dipimpin oleh Kertiwindhu, Sasikirana membantu adiknya, Suryakaca untuk mendirikan AU Astinapura. Untuk menjaga keamanan Bharatawarsa, Sasikirana bekerjasama dengan kedua adiknya yaitu Suryakaca dan Jayasumpena, Danurwenda, putra Antareja dan Jayasena, putra Antasena. Sasikirana akhirnya wafat di usia tua dan memasuki masa Madya akhir. Tidak diketahui siapa istri dan anak Sasikirana.

Dalam budaya populer, nama Sasikirana sering digunakan untuk menamai bayi yang baru lahir dan dijadikan nama untuk sanggar kesenian.

NB'''Tokoh ini merupakan tokoh asli ciptaan Pujangga Jawa dan tidak ada di serial Mahabharata.


SURYAKACA/BAMBANG KACA


Suryakaca adalah putra Gatotkaca dengan Dewi Suryawati dan saudara se-ayah dari Sasikirana dan Jayasumpena. Suryakaca merupakan putra Gatotkaca paling pintar. Suryakaca tidak memakai prada karena dia bukanlah raja atau adipati. Nama Suryakaca berarti, "Ksatria Matahari".

Suryakaca lahir ketika memasuki Bharatayudha dan diasuh oleh ibunya di istana ksatrian Pringgondani, bersama dengan Sasikirana & Jayasumpena. Setelah Gatotkaca gugur, Suryakaca mendapatkan warisan berupa Kotang Antakusuma, Caping Basunanda, Kasutpada Wacakra dan Sumping Suket Kulanjana. Selain itu, Suryakaca juga mewarisi semua senjata yang melekat di tubuh ayahnya. Ketika menginjak masa remaja, Suryakaca dilatih militer, agama dan tata negara bersama dengan Sasikirana dan Jayasumpena. Ketika sudah cukup umur, Bathara Anggajali turun ke Arcapada untuk memasangkan semua senjata dan pusaka Gatotkaca ke tubuh Suryakaca. Setelah semua pusaka dan senjata terpasang, Suryakaca mulai belajar terbang bersama Sasikirana.

Setelah Parikesit ber-takhta di Yawastina, Suryakaca diangkat menjadi senapati AU Yawastina dan menampung semua Garudha yang mengungsi dari wilayah Trajutrisna yang tenggelam bersama Dwarawati. Untuk membantu melatih pasukan, Suryakaca meminta bantuan Sasikirana, saudaranya. Setelah pasukan AU Yawastina terbentuk, Suryakaca memimpin pasukan untuk mengejar dan menangkap Dursa Subala yang berkomplot dengan Kertiwindhu & Dahyang Suwela. Dalam penggerebekan tersebut, Dursa Subala tewas setelah terjatuh dari ketinggian ketika berusaha melepaskan genggaman tangan Suryakaca yang akan membawanya ke ibukota Yawastina.

Setelah berhasil meredam pemberontakan pimpinan Kertiwindhu, Suryakaca bekerjasama untuk menjaga Bharatawarsa dari ancaman, bersama dengan Sasikirana, Jayasumpena, Danurwenda dan Jayasena. Kisah akhir hidup Suryakaca tidak disebutkan dan kemungkinan besar wafat dalam usia tua ketika era Madya akhir. Tidak diketahui siapa istri dan anak Suryakaca.

Dalam Wayang Golek Madya, Suryakaca dikenal dengan nama Bambang Kaca.

Tokoh ini merupakan tokoh asli ciptaan Pujangga Jawa dan tidak ada di serial Mahabharata

JAYASUMPENA


Jayasumpena adalah putra bungsu Gatotkaca dengan Dewi Sumpenawati dan saudara se-ayah dari Sasikirana dan Suryakaca. Diantara saudaranya yang lain, Jayasumpena memiliki postur yang tinggi besar seperti kakeknya, Bima. Namun dibalik perawakannya yang seperti raksasa, Jayasumpena memiliki hati yang baik dan tahu tata krama

Sejak kecil, Jayasumpena dibesarkan di Pertapaan Pringcendani yang berada di pusat ibukota Pringgondani. Ketika Bharatayudha berlangsung, usia Jayasumpena masih belum pubertas sehingga dilarang ikut perang oleh ayahnya. Setelah Bharatayudha berakhir dan diiringi gugurnya sang ayah, Jayasumpena tidak mewarisi apapundari ayahnya tapi dia mendapatkan warisan dari kakeknya berupa ajian Bandung Bandawasa, Blabak Pangantol-ngantol dan Wungkal Bener. Selain itu, Jayasumpena diberikan ajian Chandrawirayang oleh para dewa. Selama tinggal di pertapaan Pringcendani, Jayasumpena belajar agama, ilmu militer, beladiri dan ilmu politik. Suatu saat, Jayasumpena pernah menguji ajian Chandrawirayang dengan menantang Suryakaca untuk berduel. Dalam duel tersebut, Jayasumpena berhasil menaklukan Suryakaca dan akhirnya dipisah oleh Sasikirana. Melihat hal tersebut, Parikesit kemudian mengangkat Jayasumpena sebagai senapati AD Yawastina.

Setelah diangkat menjadi senapati AD Yawastina, Jayasumpena ditugaskan oleh Parikesit untuk merebut kota-kota yang dikuasai militan pemberontak pimpinan Kertiwindhu. Dalam operasi gabungan beberapa kerajaan tersebut, Jayasumpena menugaskan pasukannya untuk melakukan serangan darat dibantu oleh serangan udara dari Suryakaca dan Sasikirana bersama pasukan Garudha masing-masing. Pemberontakan itu berhasil diredam dan dipecah, serta pemimpinnya berhasil dibunuh karena berusaha melawan saat akan ditangkap.

Setelah menghancurkan pemberontakan, Jayasumpena kemudian menjalin kerjasama dengan Danurwenda, putra Antareja dan senapati AD Amartapura. Mereka sering mengadakan latihan militer dan patroli perbatasan bersama. Jayasumpena akhirnya wafat di usia tua dan belum diketahui siapa anak & istrinya.

Tokoh ini merupakan tokoh asli ciptaan Pujangga Jawa dan tidak ada di serial Mahabharata.

JAYASENA





Jayasena adalah putra Antasena dengan Dewi Janakawati. Wajah Jayasena mirip dengan ayahnya, sedangkan postur badanya mirip dengan kakeknya. Dalam versi lain, Jayasena adalah salah putra Antareja karena Antasena dan Antareja adalah sosok yang sama.

Sejak kecil, Jayasena dibesarkan dan diasuh oleh ibunya di istana Sapta Baruna. Jayasena memiliki sisik udang yang membuatnya tahan terhadapp senjata apapun yang merupakan warisan genetik dari ayahnya. Ketika Bharatayudha berlangsung, Jayasena tidak ikut karena belum cukup umur. Setelah ayahnya moksa dan Bharatayudha berakhir, Jayasena ditunjuk oleh Prabu Puntadewa untuk menjadi adipati Magadha. Penunjukan itu dikarenakan Jayasena memiliki kebijaksanaan dan kecerdasan seperti ayahnya. Selain itu, Jayasena mewarisi Cupu Tirta Amerta dari ayahnya dan kemampuan menyelam di lautan.

Ketika memasuki era Madya, Jayasena kemudian dimutasi dan ditempatkan di Sapta Baruna sebagai senapati AL Amartapura oleh Prabu Pancakusuma. Dalam operasi melawan pemberontak pimpinan Kertiwindhu, Jayasena dan pasukan marinir Amartapura ditugaskan untuk merebut Pelabuhan Plasajenar di utara Yawastina yang dikuasai oleh militan pimpinan Antisura, anak Sengkuni. Dalam operasi tersebut, Antisura tewas tenggelam ketika berusaha melarikan diri dari sergapan Jayasena yang berusaha menangkapnya. Setelah kematian Antisura, perlahan-lahan Pemberontakan anti-Parikesit di pesisir utara Yawastina menghilang. Untuk menjaga pesisir utara Yawastina, Jayasena menempatkan Pangkalan AL di Plasajenar dan Liman Sembada, putra Udawa dengan Dewi Antiwati diangkat menjadi adipati Plasajenar. Untuk pengamanan wilayah laut, Jayasena juga mengerahkan kapal perang ke Plasajenar untuk menambah armada AL Astinapura pimpinan Raden Sanga-sanga.

Jayasena wafat di usia tua, ketika memasuki masa Madya akhir dan tidak diketahui siapa istri dan anak Jayasena. Tokoh ini merupakan tokoh asli ciptaan Pujangga Jawa

ARYA DANURWENDA



Arya Danurwenda adalah putra Antareja dengan Dewi Ganggi dan saudara se-ayah dari Puspadenta. Perawakan dan wajah Danurwenda mirip ayahnya dan bisa berbahasa sopan kepada orang yang lebih tua. 

Sejak kecil, Danurwenda diasuh dan dibesarkan oleh ibu dan kakek buyutnya di Kahyangan Saptapratala. Walau sering bergaul dengan bangsa Naga di Kahyangan Saptapratala tapi Danurwenda tidakmemiliki masalah untuk ber-sosialisasi dengan manusia normal. Setelah ayahnya moksa dan Bharatayudha berakhir, Danurwenda mewarisi ajian Ambles Bumi dan Cincin Mustikabumi dari ayahnya. Selain itu, Danurwenda memiliki kulit keras yang tahan dari serangan beragam senjata yang merupakan warisan genetik dari ayahnya.

Arya Danurwenda menikah dengan Dewi Kadriti, cucu Prabu Kurandageni dari negara Tirtakandasan. Dari perkawinan tersebut ia memperoleh seorang putra bernama Nagapratala. Danurwenda tidak bersedia menjadi adipati Jangkarbumi, tetapi ia memilih menjadi senapati Amartapura di bawah pemerintahan Prabu Pancakusuma. Ksatrian Jangkarbumi diserahkan kepada putranya, Nagapratala. Di versi lain, Danurwenda menjadi senapati Yawastina dibawah Parikesit

Setelah diangkat menjadi senapati AD Amartapura, tugas Danurwenda yang pertama adalah membantu Jayasumpena dan menangkap Kertiwindhu & Dahyang Suwela hidup-hidup. Operasi darat anti-teror gabungan itu berhasil memojokkan pasukan pemberontak dan mengepung markas Kertiwindhu & Dahyang Suwela. Dalam penyergapan itu, Kertiwindhu dan Dahyang Suwela tewas karena berusaha melawan. Setelah meredam pemberontakan, Danurwenda & Jayasumpena bersahabat dekat dan sama-sama ikut menjaga perdamaian di Bharatawarsa.

Danurwenda wafat di usia tua dan posisi-nya digantikan oleh Nagapratala. Pada saat itu, era Madya sudah memasuki masa akhir. Tokoh ini merupakan tokoh asli ciptaan Pujangga Jawa dan tidak ada di serial Mahabharata.
http://mahabarata121211212.blogspot.co.id/2014/10/mengenal-tokoh-wayangmahabarata-pandawa_13.html

Komentar

Wayang Kulit Gagrak Surakarta

Wayang Kulit Gagrak Surakarta
Jendela Dunianya Ilmu Seni Wayang

Jika Anda Membuang Wayang Kulit

Menerima Buangan Wayang Kulit bekas meski tidak utuh ataupun keriting, Jika anda dalam kota magelang dan kabupaten magelang silahkan mampir kerumah saya di jalan pahlawan no 8 masuk gang lalu gang turun, Jika anda luar kota magelang silahkan kirim jasa pos atau jasa gojek ke alamat sdr Lukman A. H. jalan pahlawan no 8 kampung boton balong rt 2 rw 8 kelurahan magelang kecamatan magelang tengah kota magelang dengan disertai konfirmasi sms dari bapak/ ibu/ sdr siapa dan asal mana serta penjelasan kategori wayang kulit bebas tanpa dibatasi gagrak suatu daerah boleh gaya baru, gaya lama, gaya surakarta, gaya yogyakarta, gaya banyumasan, gaya cirebonan, gaya kedu, gaya jawatimuran, gaya madura, gaya bali, maupun wayang kulit jenis lain seperti sadat, diponegaran, dobel, dakwah, demak, santri, songsong, klitik, krucil, madya dll

Postingan Populer