Damarwulan berbagai sumber

Damar Wulan

Damar Wulan (sering juga ditulis Damarwulan) adalah seorang tokoh legenda cerita rakyat Jawa. Kisah Damar Wulan ini cukup populer di tengah masyarakat dan banyak terdapat versi lakon, sendratari ataupun cerita tertulis yang telah dibuat mengenainya.Umumnya, kisah-kisah tersebut adalah berdasarkan Serat Damarwulan, yang diperkirakan mulai ditulis pada masa akhir keruntuhan Majapahit.

Ringkasan isi

Diceritakan awalnya Damar Wulan mengabdi sebagai tukang rumput kepada Patih Loh Gender dari Majapahit. Karena kepandaiannya, Damar Wulan dapat menjadi abdi andalan Patih Loh Gender, dan Anjasmara putri sang patih terpikat dan jatuh cinta kepadanya. Damar Wulan kemudian mendapat tugas dari raja putri Majapahit, yaitu Ratu Kencana Wungu, untuk menyamar dengan tujuan membantu mengalahkan Menak Jinggo penguasa Blambangan yang bermaksud memberontak kepada Majapahit. Damar Wulan yang tampan dapat menarik perhatian selir-selir Menak Jinggo, yaitu Waeta dan Puyengan. Dengan bantuan mereka, Damar Wulan berhasil memperoleh senjata sakti gada Wesi Kuning milik Menak Jinggo. Menak Jinggo kemudian berhasil dikalahkan dan Damar Wulan menjadi pahlawan. Ia memboyong kedua selir tersebut, serta pada akhirnya juga mempersunting sang raja putri Majapahit.

Cerita alternatif


  • Dalam kesenian wayang Banyuwangi dan Janger, penggambaran Menak Jinggo berlawanan dengan penggambaran dalam Serat Damarwulan. Menak Jinggo digambarkan berwajah rupawan, disukai banyak wanita, arif bijaksana, dan pengayom rakyatnya. Menak Jinggo memberontak karena Kencana Wungu tidak memenuhi janji menjadikannya suami, setelah Menak Jinggo mampu menaklukkan pengacau Kebo Marcuet yang mengamuk di Majapahit. Meskipun akhirnya ia dikalahkan Damar Wulan, Menak Jinggo tetaplah dianggap terhormat.
  • Sanusi Pane, salah seorang sastrawan Pujangga Baru pernah menulis naskah drama Damar Wulan, yang diberinya judul Sandyakala Ning Majapahit. Meskipun demikian, akhir ceritanya sama sekali berbeda dengan Serat Damarwulan yang dijadikan dasar pembuatannya. Dalam versi Sanusi Pane, nasib Damar Wulan berakhir menyedihkan. Damar Wulan dituduh berkhianat dan tidak dinikahkan dengan sang raja putri. Ia pun akhirnya dihukum mati, dan setelahnya Majapahit ditumbangkan oleh pasukan dari Kerajaan Demak Bintara.
Cerita Damar Wulan

diambil dari Blog saya: www.sejarahindonesia75.blogspot.com Fakta atau legenda oleh: Moch Rif'an Cerita Damarwulan, Menakjinggo dan Puti Kencana Wungu 

Cerita Versi  juru kunci

Makam Puteri Campa  ternyata letaknya memasuki pemukiman penduduk. Bangunannya masih terawat. Di sana ada tempat tetirahan, makam keluarga Puteri Campa dan abdi kinasih. Sedangkan makam Puteri Campa ada di belakang bersama suaminya, Damarwulan. Ketika jurukunci menyebut nama Damarwulan saya merasa heranan. Rupanya Puteri Campa sebelum menjadi istri Damarwulan telah berdiam di Medan sebagai istri salah seorang pembesar kerajaan. Setelah kerajaan tersebut ditaklukan oleh Majapahit, maka Puteri Campa tersebut menjadi istri Raja Majapahit yang bergelar Brawijaya. Puteri Campa yang merupakan selir raja inilah yang mengandung Raden Patah, raja pertama Kerajaan Demak. Dikisahkan Damarwulan yang telah beristrikan Anjasmara berhasil mengalahkan Menakjinggo sehingga dinobatkan menjadi Raja Majapahit dan menikah dengan Ratu Kenconowungu. Kekalahan Menakjinggo ini berkat petunjuk dua istri Menakjinggo yang kemudian juga menjadi istri Damarwulan. Saya masih beranggapan kisah Damarwulan adalah kisah dongeng sehingga masih terheran-heran ketika mendengar dari kisah juru kunci bahwa Damarwulan adalah Brawijaya terakhir yang ditundukkan oleh anaknya sendiri, Raden Patah. Dari kisah sejarah yang masih saya ingat, Prabu Brawijaya kecewa oleh penaklukan anaknya, dan menyatakan bahwa tidak akan ada lagi kerajaan sebesar Majapahit dan Beliau bertitah pada anaknya untuk membiarkannya tetap memeluk agama Hindu. Menurut juru kunci, Puteri Campa dan suaminya beragama Islam. Menurut pak Koes suaminya masih beragama Hindu, karena saking cintanya dia di makamkan bersama istrinya dan tidak di bakar. Karena pikiran telah bercampur aduk antara khayalan dan realita, saya meragukan kebenaran cerita si juru kunci.

Cerita Versi  Sri Adi Oetomo (Budayawan & Pemerhati Sejarah Blambangan)

Menurut ceritera, Prabu Menakjinggo yang dianggap sebagai raja Blambangan yang telah berani meminang Sri Ratu Kencanawungu atau (Prabu Kenya) dianggap kekuasaan serta telah melakukan kejahatan yang berlebih- lebihan, karena maharani Majapahit itu seharusnya dihormati dan dimuliakannya sebagai Ratunya. Sedang kedua permaisurinya, yakni Dewi Waita dan Dewi Puyengan juga dilukiskan sebagai wanita pengkhianat yang tidak memiliki kesetiaan terhadap suami dan negara. Itulah sebabnya kerajaan yang diperintah oleh Prabu Menakjinggo dianggap sebagai lambang kejahatan yang disebut “Kerajaan Blambangan”. Sementara itu ceritera Menakjinggo Damarwulan yang bersumber dari luar daerah Blambangan, maksudnya baik bersumber dari Serat Damarwulan dan Serat Kandha maupun dari Kesenian Langendriyan, lukisan ceriteranya selalu memburuk-burukkan pihak Blambangan, terutama tindakan Prabu Menakjinggo dan perilaku kedua perilmaisurinya, yakni Dewi Waita dan Dewi Puyengan beserta para narapraja dari kerajaan ini. Dalam hal ini jelas bertentangan dengan fakta sejarah, khususnya berbagai peristiwa sejarah yang pernah mewarnai jalannya sejarah Blambangan. Sebagaimana tersebut di atas bahwa karena perilaku jahat yang berlebih-lebihan yang dilakukan oleh Prabu Menakjinggo beserta kedua permaisuri dan para naraprajanya, sehingga menimbulkan tafsiran bahwa kerajaan yang diperintah oleh Prabu Menakjinggo hanya sebagai perlambang tempat kejahatan yang disebut kerajaan Blambangan, ternyata mengandung makna dan mencakup berbagai hal yang jahat jahat saja. Padahal tafsiran semacam itu juga sangat bertentangan dengan keadaan Blambangan yang sebenarnya, bahkan seharusnya “Blambangan” itu sebagai perlambang kebaikan. Sampai saat ini masyarakat di tanah air, khususnya masyarakat Banyuwangi ternyata banyak yang masih awam dan berpola pikir tradisional yang lebih cenderung menonjolkan nilai-nilai mithologi dari pada nilai sejarah ini. Itulah sebabnya berkat kepopuleran Legenda Menakjinggo atau ceritera Menakjinggo Damarwulan, rakyat Blambangan ternyata tidak sedikit yang beranggapan bahwa sebagian lukisan ceriteranya, terutama keberadaan dan peran Menakjinggo diyakini sebagai peristiwa sejarah yang benar-benar pernah terjadi di bumi Blambangan di masa silam. Lebih dari itu sebagaimana telah Menakjinggo ditokohkan sebagai raja Blambangan, bahkan dianggapnya sebagai leluhur dan pahlawan Blambangan. Anggapan dan kepercayaan semacam itu ternyata telah berakar kuat di hati masyarakat, khususnya di hati masyarakat di kawasan ujung paling Timur pulau Jawa ini. Untuk menjawab pertanyaan tersebut secara tepat atau paling tidak sudah mendekati kebenaran faktanya, perlu dibuktikan dengan mempelajari secara seksama berbagai buku sejarah, terutama sejarah Blambangan dan khususnya berbagai buku Babad Blambangan. Padahal dalam berbagai buku sejarah, khususnya sejarah Blambangan ternyata tidak pernah diketemukan nama atau sebutan Menakjinggo yang dimaksud. Memang, sebagaimana yang pernah diketengahkan bahwa sebutan Menakjinggo, terutama asal-usulnya dapat ditelusuri dan diketemukan dalam dua buah “Dongeng Rakyat” (Folklore), akan tetapi diantara satu sumber itu dengan yang sumber terdapat perbedaan yang cukup mendasar mengenai riwayat hidup dan peran Menakjinggo dalam uraian ceriteranya. Dongeng rakyat yang disebut “Bambang Menak”, mengisahkan asal usul Menakjinggo, yakni merupakan (keturunan) dari Adipati Macuet atau (Adipati Jinggo) dari Gua Siluman hasil perkawinannya dengan Putri Tunjungsari dari pedepokan Wendit. Putra Sang Adipati ini ketika masih bocah diberi nama “Bambang Menak” yang ternyata diasuh oleh Ki Hajar Pamengger di pedepokan Gunung Pipit. Setelah menduduki jabatan Adipati Gua Siluman, Bambang Menak bergelar Adipati Menakjinggo. Gelarnya itu ternyata merupakan perpaduan dari dua nama yang diambil dari namanya sendiri, yakni Bambang Menak dan nama ayah kandungnya yang pada waktu itu menjadi musuh dan dapat dibunuhnya, yakni Adipati Jinggo atau Adipati Macuet dari Gua Siluman. Dari satu sumber lain, yakni ceritera Kebomarcuet dengan Dongeng Jaka Umbaran mengisahkan antara lain bahwa Menak Subali Patih Majapahit yang mengadakan pemberontakan terhadap Prabu Bhrawijaya ternyata dapat ditundukkan dan dibunuh oleh Kebomarcuet utusan Majapahit yang berasal dari Alas Purwa. Ki Patih Menak Subali yang tewas di medan laga dengan meninggalkan seorang isteri yang bernama Jinggowati sedang mengandung tua. Setelah melahirkan, putra mendiang Ki Patih itu diberi nama Jaka Umbaran yang selanjutnya diasuh oleh Ki Ajar Pamengger. Setelah dewasa, Jaka Umbaran menuntut balas atas kematian mendiang ayahnya dan berhasil membunuh Kebomarcuet, yang selanjutnya juga meneruskan perlawanan terhadap Majapahit dengan maksud untuk menuntut balas atas kematian ayahnya pula kepada Prabu Bhrawijaya. Sebelum mengadakan perlawanan terhadap Majapahit, untuk menyeimbangkan kedudukannya, Jaka Umbaran mengangkat dirinya sebagai raja Blambangan dengan gelar Prabu Menakjinggo yang juga dikenal dengan sebutan Prabu Urubisma. Sedang gelarnya Prabu Menakjinggo itu juga ternyata merupakan perpaduan dari dua nama yang diambil dari nama mendiang ayahnya, yaitu Patih Menak Subali dan nama ibunya Jinggowati Sebagaimana yang pernah diketengahkan bahwa asal-usul Menakjinggo yang bersumber dari buku “Babad Mas Sepuh” suntingan Winarsih Partaningrat Arifin dari Babad Blambangan, Edisi : Ecole Prancaise de ‘Extreme-Orient, YBB. 024.95 Jogyakarta, Desember 1995, dalam “Ringkasan Babad Mas Sepuh”, halaman 127 ternyata mengungkapkan antara lain bahwa Pangeran Danureja yang telah menjadi raja Blambangan, setelah lama bertapa mempunyai anak yang diberi nama “Pangeran Menakjinggo” yang juga disebut “Pangeran Mas Sepuh.” Pada halaman tersebut ternyata terdapat “Footnote” yang pada No. I menerangkan antaralain “Jadi nama resmi anak Pangeran Danureja memang Pangeran Menakjinggo” (dalam Babad Wilis disebut Pangeran Jinggo). Sedang sebutan Pangeran Mas Sepuh sebenarnya hanya dipakai orang-orang Bali saja. Di samping itu ternyata masih terdapat buku Babad Natadiningrat (KBG. 607) juga suntingan Winarsih Partaningrat Arifin yang serupa dengan tersebut di atas, pada halaman 247 dan seterusnya dalam mengungkap tentang asal-usul Menakjinggo ternyata mirip sekali dengan uraian mengenai asal-usul Menakjinggo yang bersumber dari Serat Kandha yang Serat Kandhaning Ringgit Purwa. Serat Kandha yang sebutan lengkapnya “Serat Kandhaning Ringgit Purwa” Asmaradana pupuh CCCLXXXV, 38 pada gatra (bait) 25 sampai dengan 33 (sembilan bait) yang mengungkapkan tentang asal usul Menakjinggo pada intinya jika disimpulkan antara lain bahwa Adipati pamengger dari Blambangan merasa masygul hatinya setelah diundang dan menghadiri upacara wisuda Dewi Kencanawungu menjadi maharani Majapahit dengan gelar Prabu Kenya. Sang Adipati merasa sangat kecewa megapa selama itu tidak dianugerahi anak seorang pun. Padahal Dewi Kencanawungu anak perempuan saja ternyata dapat diwisuda oleh ayahnya Prabu Bhrawijaya sebagai raja Majapahit. Dalam merupakan masalah tersebut, Adipati Pamengger tidak didampingi seorang pun baik dari keluarga Kadipaten Blambangan maupun narapraja yang lain, kecuali seekor anjing berwarna merah yang sangat setia mendampingi Ratu Gustinya. Anjing merah milik Adipati Blambangan itu di samping sangat setia ternyata memiliki pengertian layaknya manusia, terutama terhadap Sang Adipati. Dalam hal ini menyebabkan Adipati Pamengger mohon kepada Yang Maha Agung, seandainya anjingnya yang merah itu dapat berubah menjadi manusia pasti akan diambil sebagai putra angkat dan kelak pasti akan diwisuda sebagai Adipati Blambangan untuk menggantikan kedudukannya. Dalam kisah tersebut, permohonan Adipati pamengger ternyata terkabul dan anjingnya yang sangat setia itu berubah menjadi manusia yang langsung bersembah kepada Sang Adipati. Sayang sekali, manusia yang berasal dari anjing itu tetap bertampang buruk dan wajahnya tetap bermoncong seperti anjing. Sebenarnya Adipati Pamengger sangat menyesal permohonannya itu, akan tetapi setelah berpikir secara mendalam bahwa segala sesuatu yang terjadi di dunia ini adalah kehendak dan kekuasaan dari Yang Maha Pencipta, Sang Adipati segera memeluk serta memandikan bocah itu dengan memberikan tuah dari pusakanya “Besi Kuning” kemudian memberi nama kepada putra angkatnya itu dengan sebutan “Pangeran Menakjinggo,” yang juga dijanjikan kelak akan diwisuda sebagai Adipati Blambangan untuk menggantikan kedudukan Sang Adipati. Sedang anak angkatnya Pangeran Menakjinggo akan mentaati segala perintah dan petunjuk ayah angkatnya. Setelah diwisuda menjadi Adipati Blambangan, Sang Adipati ternyata mempersunting kedua wanita rupawan dari Baliga dan Bangkalan, yakni Dewi Waita dan Dewi Puyengan sebagai permaisurinya. Kendati demikian Adipati Menakjinggo masih bermaksud untuk meminang Sri Ratu Kencanawungu Maharani Majapahit untuk dijadikan pendampingnya. Untuk menyeimbangkan kedudukannya, Sang Adipati mengangkat dirinya sebagai raja Blambangan dengan gelar Prabu Menakjinggo yang juga terkenal dengan gelar Prabu Urubismo. Dalam hal ini ayah angkatnya tidak merestuinya, bahkan mencegah maksud Prabu Menakjinggo untuk mempersunting Maharani Majapahit, namun raja Blambangan itu tidak mempedulikan nasihat ayah angkatnya. Itulah sebabnya Ki Pamengger ternyata meninggalkan istana Blambangan untuk bertapa di suatu pegunungan yang akhirnya menjadi pertapa sakti dengan sebutan Ki Ajar Pamengger. Semua uraian di atas, terutama tentang asal usul Menakjinggo jika disimak secara seksama, telah menunjukkan dengan jelas bahwa keberadaan Menakjinggo saja sudah tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Mana mungkin seorang manusia dari beberapa pasangan suami-isteri, bahkan juga dikisahkan bahwa Menakjinggo itu dicipta dan berasal dari seekor anjing merah. Sedang Pangeran Menakjinggo yang asal-usulnya bersumber dari Babad Blambangan (Babad Mas Sepuh) Yakni sebagai putra Pangeran Danurejo raja Blambangan, riwayat hidup dan perannya dalam perjalanan sejarah Blambangan masih perlu dipertanyakan. Benarkah Pangeran Menakjinggo itu idektik dengan Pangeran Mas sepuh yang dalam Babad Wilis disebut Pangeran Jinggo dan dalam Babad Blambangan dikenal dengan sebutan Pangeran Prabu atau Pangeran Pati II, sedangkan dalam Babad Tawang Alun banyak disebut-sebut sebagai Panger·an Danuningran atau Pangeran Mangkuningrat? Dalam hal ini mengingat bahwa Pangeran Jinggo (Pangeran Mas Sepuh = Pangeran Pati II = Pangeran Danuningrat = Pangeran Mangkuningrat) merupakan raja Blambangan terakhir (putra PrabuDanurejo) yang memerintah pada tahun 1736 -1764 itu pernah menodai perjalanan sejarah Blambangan, karena Sang prabu satu-satunya raja Blambangan yang pernah bekerjasama dengan Kompeni Belanda, sehingga Prabu Danuningrat terpaksa ditangkap dan dijatuhi hukuman mati dan pada tahun 1766 dibunuh di pantai Seseh/Bali. Para Menakjinggo tersebut di atas kecuali yang dibunuh di pantai Seseh tersebul, memiliki tindakan dan peran yang serupa, walaupun asal usul masing-masing Menakjinggo itu terdapat perbedaan cukup mendasar. Semua Menakjinggo itu ternyata terlibat peperangan dengan Majapahit yang berakhir bahwa masing-masing Menakjinggo dapat dibunuh dan dipenggal kepalanya oleh Raden Damarwulan utusan Majapahit. Berkat keberhasilannya dalam menumpas pemberontakan di Blambangan Raden Damarwulan dijodohkan dengan Sri Ratu Kencanawunggu dan menggantikan ke dudukannya sebagai raja Majapahit dengan gelar Prabu Bhrawijaya VI (Prabu Mertawijaya). Kendati demikian yang sangat menarik perhatian dalam peperangan antara Blambangan clan Majapahit itu, masing-masing Menakjinggo yang melawan Majapahit itu memiliki motif (sebab-musababnya) berbeda-beda pula. Dengan demikian cukup jelas bahwa keberadaan dan peran Menakjinggo dalam perjalanan sejarah nasional tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya, tegasnya Menakjinggo hanya sebagai tokoh fiktif dalam perjalanan sejarah Blambangan. 
3. Tokoh Kencana Wungu dalam kisah Damarwulan Fakta Ratu Majapahit dalam cerita Damar Wulan, Prabu Kenya-dalam cerita biasanya disebut Kencana Wungu-dikaitkan dengan Suhita. Karena itu, Brandes mengaitkan peperangan antara Majapahit dengan Menakjinggo ini dengan Perang Puregreg. Sedangkan ilmuwan lain mengaitkan sosok Ratu Majapahit itu dengan Tribhuwanotunggawijayaawisynuwardhani, dan cerita tentang Perang Blambangan dikaitkan dengan peristiwa Perang Sadeng (lebih lengkapnya lihat CC Berg, Penulisan Sejarah Jawa, Bhratara Karya Aksara, Jakarta, 1985, halaman 90-92). komparasi dan kontras itu dimulai dari fakta Patih Udara mundur, melepaskan diri dari fatamorgana kekuasaan dunia dan masih tetap memegang wibawa pemimpin dan pamor kekuasaan. Setidaknya, kalau dibandingkan dengan Patih Logender, tokoh yang ketiban pulung memegang kekuasaan, tetapi tidak memiliki wibawa pemimpin dan pamor kekuasaan, sehingga kraton dipenuhi pamong yang pandai menjilat dan cuma memperjuangkan kepentingan golongan dan pribadi. Puncaknya, terutama ketika ada ancaman aneksasi oleh Blambangan dengan kedok lamaran Menakjinggo. Jalan keluar dari krisis itu menggelikan, yaitu menyelenggarakan sayembara. Dengan kata lain, memberikan kerajaan dan dirinya kepada sembarang lelaki yang mampu mengalahkan Menakinggo. Jalan keluar yang mengelucak harga diri. Oleh karena itu, fakta sayembara berhadiah "takhta dan wanodya" ini menunjukkan adanya sebuah fenomena besar di belakang layar. Bahwa Kencana Wungu tak bisa lagi mempercayai pamong dan prajuritnya, sekaligus menggarisbawahi sosok Kencana Wungu yang subordinan meski secara politik dia pemegang kekuasaan tertinggi. Raja perempuan yang lain adalah Dewi Suhita, yang naik tahta seabad sesudahnya yaitu pada tahun 1429. Ia menggantikan ayahnya Wikramawardana yang konon sempat memilih hidup sebagai seorang brahmana. Jika yang dimaksud dengan Kencanawungu adalah Suhita atau Tribuanatunggadewi maka jelas bahwa Ranggalawe yang diceritakan dalam Serat Damarwulan ini bukanlah Ranggalawe dalam pemberontakan melawan Majapahit, karena meraka hidup di jaman yang berbeda. Ranggalawe gugur pada tahun 1309 sedangkan Tribuanatunggadewi baru memerintah pada tahun 1328 dan Dewi Suhita baru memerintah pada tahun 1429. Bagaimana dengan tokoh Menakjingga, Adipati Blambangan yang dalam Serat Damarwulan diceritakan diperangi oleh Majapahit karena memberontak dan ingin meminang Kencanawungu. Benarkah Menakjingga tak lain adalah Bhre Wirabumi seperti yang diduga oleh Pigeaud dan Brandes? Jadi jelas bahwa motif pemberontakan Bhre Wirabumi adalah perebutan tahta, sedangkan dalam Serat Damarwulan diceritakan bahwa motif pemberontakan Menakjingga adalah karena Kencanawungu menolak lamarannya. Jika Bhre Wirabumi adalah Menakjingga, tampaknya agak aneh karena dengan demikian ia bermaksud mempersunting cucunya sendiri. Kejanggalan lain adalah masalah temporal. Seperti disebut di atas bahwa Dewi Suhita baru memerintah pada tahun 1429 setelah ayahnya Wikramawardana mangkat. Kemungkinan besar bahwa niat Wikramawardana untuk mengangkat Dewi Suhita menggantikan dirinya pada tahun 1400 itu diurungkan setelah terjadi pemberontakan itu, dan putrinya baru benar-benar menjadi raja setelah ia meninggal. Dengan demikian sulit dipahami jika Bhre Wirabumi adalah sama dengan Menak Jingga karena Bhre Wirabumi yang gugur pada saat Perang Paregreg (1404-1406) terjadi pada masa pemerintahan Wikramawardana, sedangkan dalam Serat Damarwulan disebutkan bahwa Menakjingga tewas pada masa pemerintahan Kencanawungu atau Dewi Suhita. Hal ini sekaligus untuk memperjelas lagi bahwa Kencana Wungu dan Suhita sulit untuk diasosiasikan.
 4. Tokoh damar wulan  Bagaimana dengan tokoh Damarwulan? Benarkan ia sebenarnya adalah Raden Gadjah seperti yang dikemukan oleh beberapa peneliti sebelumnya. Dalam sejarah Perang Paregrek diceritakan bahwa pada awalnya pasukan Majapahit mengalami kekalahan. Kemudian diutuslah Raden Gadjah sebagai panglima perang. Raden Gadjah berhasil mengusir pasukan Blambangan dan membunuh Brhe Wirabumi pada saat ia ingin melarikan diri dengan menumpang sebuah perahu. Raden Gadjah kemudian memenggal kepala Bhre Wirabumi dan dibawa ke Majapahit. Seperti dijelaskan sebelumnya peristiwa ini terjadi pada masa pemerintahan Wikramawardana. Hal yang menarik adalah bahwa pada tahun 1433, pada masa pemerintahan Dewi Suhita (1429-1447), Raden Gadjah dihukum mati sebagai pembalasan atas kematian Bhre Wirabumi. Berdasarkan fakta-fakta di atas maka sulit dipahami jika Raden Gadjah ini disamakan dengan Damarwulan. Karena dalam Serat Damarwulan diceritakan bahwa setelah berhasil membunuh Menak Jingga ia dinobatkan menjadi Raja Majapahit dan mempersunting Kencanawungu sebagai permaisurinya. Hal ini tidak terjadi pada fakta-fakta yang ada tentang riwayat Raden Gadjah. Fakta lain yang dapat membantah asosiasi Raden Dadjah-Damarwulan ini disebutkan bahwa suami Dewi Suhita bukanlah Raden Gadjah tetapi Bhre Prameswara. Apakah Brhe Prameswara ini adalah nama lain dari Raden Gadjah? Tampaknya juga bukan, karena disebutkan bahwa Raden Gadjah dihukum mati pada tahun 1433, sedangkan Bhre Prameswara baru mangkat 13 tahun kemudian, yaitu pada tahun 1446. Stutterheim memiliki pandangan lain, bahwa Damarwulan adalah Kertawardana, suami Tribuanatunggadewi yang diasosiasikan dengan Kencanawungu, sedangkan Menakjingga adalah adipati Sadeng. Pendapat Stutterheim ini didasarkan pada Serat Pararaton, dimana didalamnya menyebut Anjasmara sebagai selir Kertawardana. Dalam serat Damarwulan Anjasmara adalah selir Damarwulan, putri Patih Majapahit, Logender, dan memiliki saudara kembar bernama Layangseta dan Layangkumitir. Pendapat Sutterheim ini mengandung beberapa permasalahan. Memang pada masa pemerintahan Tribuanatunggadewi, Majapahit pernah menghadapi pemberontakan dari Sadeng yang terletak di Besuki yang juga wilayah kekuasaan Blambangan. Namun pemberontakan ini dapat segera dipadamkan karena kecakapan Patih Gadjah Mada. Dalam menumpas pemberontakan Sadeng ini ada persaingan antara Patih Gadjah Mada dengan seorang tokoh yang bernama Ra Kembar. Ra kembar sangat iri kepada Gadjah Mada yang diberi kepercayaan Ratu untuk menumpas pemberontakan ini. Oleh karena itu iapun melakukan upaya-upaya untuk mendapatkan perhatian ratu dengan ikut terlibat dalam penumpasan pemberontakan Sadeng ini. Di akhir pemberontakan Sadeng terjadi duel antara Gadjah Mada dan Ra Kembar yang kemudian ditandai sebagai sebuah episode terpenting dari sejarah Majapahit, karena dalam peristiwa itulah sumpah Gadjah Mada yang terkenal, “Sumpah Palapa” diucapkan. Dalam duel ini Gadjah Mada berhasil mengalahkan Ra Kembar, dan atas jasa-jasanya ia diangkat sebagai Patih Majapahit. 
5. KESIMPULAN. Berdasarkan keterangan di atas cerita Damarwulan, Menakjinggo dan Kencana Wungu kemungkinan memang benar-benar terjadi tapi cerita itu mengalami perubahan, dalam cerita tersebut banyak bagian yang tidak bisa di terima oleh akal, dalam cerita tersebut juga banyak sekali perbedaan antara cerita versi Majapahit dan Blambangan, kemungkinan cerita itu dibuat oleh para pujangga istana untuk menjaga nama penguasanya hal ini biasanya dinamakan Pujosastro. Cerita-cerita sejarah di Jawa kebanyakan tidak di jelaskan bersama tahunya, jadi sejarah tersebut sangat sulit sekali untuk di lacak kebenarannya. tapi dari upaya-upaya perbandingan di atas maka dapat disimpulkan bahwa rupanya akan sia-sia untuk memaksakan bahwa tokoh-tokoh yang disebutkan dalam Serat Damarwulan, termasuk Adipati Ranggalawe dalam cerita itu, adalah tokoh-tokoh yang tak pernah ada dalam sejarah. Dengan kata lain Serat Damarwulan adalah cerita rekaan saja yang diasosiasikan dengan peristiwa-peristiwa sejarah yang terjadi selama periode kejayaan Majapahit. 
http://www.forumbebas.com/
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/rifan75/cerita-damar-wulan_550e751ea33311b42dba8177 


Cerita Rakyat Tentang Kisah Damar Wulan

Damar Wulan merupakan keponakan dari Perdana menteri Patih Logender namun ia di besarkan oleh kakeknya.ia lahir berdarah pangeran, menurut kakeknya ia harus pergi ke istana Majapahit dalam rangka untuk mencari pekerjaan. Sesampainya Damar Wulan di Istana, Layang Kumitir dan Layang Seta menganiayanya.
Karena Patih Logender tidak mau Damar Wulan bersaing dengan anak-anaknya, maka ia menetapkan Damar Wulan sebagai penjaga kuda istana dan pemotong rumput. Meskipun ia tidak memakai baju yang bagis, namun ia tetap terlihat sangat tampan. Ketampanannya itu terdengar oleh Putri Anjasmara putri dari Patih Logender. Sang putripun secara diam-diam menemui Damar Wulan hingga akhirnya mereka saling jatuh cinta.
Suatu malam, Layang Kumitir dan Layang Seta mendengar suara di kamar saudarinya itu dan secara langsung mereka mendobrak pintunya dan mereka langsung berkelahi disana, karena ketangguhanDamar Wulan, merekapun kalah hingga akhirnya mereka lari dan menceritakannya kepada ayahnya. Setelah itu Patih Logenderpun akan menghukum mati Damar Wulan, namun karena Putri Anjasmara memohon belas kasihan untuk kekasihnya itu maka Patih Logenderpun memutuskan untuk memenjarakan pasangan itu.
Sementara itu, Menak Jingga menulis surat untuk Ratu Kencana Wungu karena ingin meminangnya. Namun Ratu Kencana Wungu menolaknya. Dengan itu Menak Jingga Sangat marah dan dia menyatakan ingin perang dengan Majapahit. Iapun berhasil dan kerajaan Majapahit ia serang hingga akhirnya istana Majapahit terancam.
Ratu Kencana Wungupun akhirnya mengumumkan siapa orang yang dapat membunuh Menak Jingga maka ia akan menjadikanya sebagai suaminya. Namun seketika ia mendapatkan wahyu kalau kesatria yang bernama Damar Wulan dapat mengalahkan Menak Jingga. Ketika ia mendengar itu iapun langsung memerintahkan kepada Patih Logender untuk membebaskan Damar Wulan dan mengirimkannya untuk melawan Menak jingga.
Patih Logender dan juga Damar Wulan beserta pengikutnya berangkat ke Blambangan. ketika mereka sampai disana, Damar Wulan mengintip ke belakang paviliun mendengarkan dua selir Menak Jingga yang bernama Dewi Wahita dan Dewi Puyengan. Ketika itu Damar Wulan pun langsung datang ke paviliun dan berkenalan dengan selir-selirnya itu. Selirpun sangat terpesona hingga akhirnya mereka memutuskan untuk mengabdi kepada Damar Wulan. Ketika itu Menak Jingga datang ke paviliun dan melihat Damar Wulan sudah bersama selir-selirnya, hingga akhirnya Menak Jinggapun marah dan merekapun berkelahi. Karenaz kekuatan Menak Jingga yang begitu kuat akhirnya Damar Wulanpun kalah hingga ia pingsn seakan dia mati.
Akhirnya Menak Jingga meninggalkannya dan memerintahkan kepada prajuritnya untk menjagaDamar Wulan, namun mereka tertidur dan selir-selir itu membawa Damar Wulan ke tempat yang bersembunyi. Disana ia sadar dan diberitahukan rahasia kekebalan Menak Jingga. Rahasianya yaitu Senjata Sakti Gada Wesi Kuning yang ia sembunyikan di balik bantal, jika Menak Jingga dipukul oleh Gada itu disebelah kiri maka ia akan langsung mati. Para selir itu berhasil mencuri Gada Wesi Kuning itu ketika Menak Jingga tertidur.
Esok harinya, Damar Wulan dan Menak Jingga berkelahi hingga akhirnya Menak Jingga di penggal kepalanya oleh Damar Wulan dan kepalanya di bawa ke Majapahit. Namun di depan istana Layang Seta dan Layang Kumitir menyergap Damar Wulan dan membunuhnya. Merekapun membawa kepala Menak Jingga ke ratu Kencana Wungu. Namun seorang petapa menghidupkan Damar Wulan kembali dan sang ratupun mendengar cerita yang sesungguhnya. Tak lama setelah itu Damar Wulanpun bertempur dengan kedua saudara itu dan berhasil mengalahkan mereka. Dengan itu Damar Wulan mnejadi Raja Majapahit dan Ratu kencana Wungu membolehkan Anjasmara dan kedua selir Menak Jingga itu menjadi istrinya.
http://tilulas.com/2014/11/27/cerita-rakyat-tentang-kisah-damar-wulan/

Legenda Damar Wulan

Damar Wulan adalah pahlawan dalam cerita Jawa yang muncul dalam seputar cerita yang digunakan dalam wayang KRUCIL , serta Langendriya (sendratari perempuan) danketoprak. Cerita ini menceritakan pertikaian antara kerajaan Majapahit dan Blambangan, di mana Damar Wulan memperoleh kemenangan. Kisah ini yang sangat populer terutama di Jawa Timur. 

Damar Wulan legenda yang dikaitkan dengan kerajaan Majapahit di era Ratu Suhita, yang pada saat itu sedang berperang dengan Blambangan. Namun, nama-nama karakter Damar Wulan ("sinar bulan") dan Menak Jingga ("kesatria merah ") menyatakan bahwa mungkin memasukkan unsur-unsur mitos matahari-bulan yang lebih tua . Sulit dipastikan kapan cerita ini pertamakali dituturkan dan oleh siapa. 

Cerita Singkat


Damar WulanDamar WulanDamar Wulan lahir berdarah pangeran, keponakan dari perdana menteri, Patih Logender, tetapi dibesarkan di pertapaan kakeknya. Menuruti nasihat kakeknya, ia pergi ke istana Majapahit mencari pekerjaan. Sepupu-sepupunya, Layang Seta dan Layang Kumitir, menganiayanya sesampainya Damar Wulan di sana. 

Patih Logender, yang tidak menginginkan Damar Wulan bersaing dengan anak-anaknya sendiri, menetapkan dia sebagai pemotong rumput dan penjaga kuda istana. Meskipun tidak mengenakan pakaian indah, wajahnya masih terlihat sangat tampan. Desas-desus tentang ketampanannya ini akhirnya sampai pada pendengaran Putri Anjasmara, anak Patih Logender. Putri Anjasmara menemui Damar Wulan dengan diam-diam dan mereka jatuh cinta dan mereka berhubungan secara sembunyi-sembunyi. Suatu malam, Layang Seta dan Layang Kumitir mendengar suara dari dalam kamar saudarinya. Mereka mendobrak masuk dan mencoba untuk membunuh Damar Wulan, tapi Damar Wulan mampu mengalahkan mereka. Layang Seta dan Layang Kumitir melarikan diri dan mengadu pada ayah mereka, yang kemudian memerintahkan Damar Wulan untuk dihukum mati. Puteri Anjasmara memohon belas kasihan untuk kekasihnya. Akhirnya Patih Logender memutuskan tidak jadi menghukum mati Damar Wulan, melainkan dia memenjarakan pasangan itu.

Sementara itu, Menak Jingga telah menulis surat kepada Ratu Kencana Wungu untuk meminangnya. Ketika Ratu Kencana Wungu menolak pinangannya, Menak Jingga marah dan menyatakan perang terhadap kerajaan Majapahit. Dia berhasil dalam menyerang daerah sekeliling kerajaan Majapahit, dan akhirnya kerajaan Majapahit merasa terancam oleh pasukan Menak Jingga secara langsung. 

Dalam keadaan tertekan, Ratu Kencana Wungu mengumumkan bahwa siapa pun yang membunuh Menak Jingga dan berhasil memenggal kepalanya akan menjadi suaminya. Khawatir bahwa tidak ada penyelamat yang muncul, ia menerima wahyu bahwa seorang ksatria muda bernama Damar Wulan dapat mengalahkan Menak Jingga. Dia memerintahkan Patih Logender membebaskan Damar Wulan dari penjara dan mengirimnya untuk melawan Menak Jingga. 

Patih LogenderPatih LogenderDamar Wulan, disertai oleh para pengikutnya Sabdapalon dan Nayagenggong, berangkat menuju ke Blambangan. Hari sudah malam saat mereka tiba di sana, Damar Wulan menyelinap masuk ke dalam taman dan berhasil menguping percakapan di paviliun antara dua selir Menak Jingga yang bernama Dewi Wahita dan Dewi Puyengan. Setelah cukup menguping, Damar Wulan masuk ke paviliun dan memperkenalkan dirinya. Dewi Wahita dan Dewi Puyengan terpesona melihat ketampanannya dan mereka memutuskan untuk mengabdi kepadanya. Pada saat yang sama, Menak Jingga memutuskan untuk mengunjungi selir-selir tersebut, dan menemukan Damar Wulan sedang ada di sana dengan mereka. Tanpa dapat dihindari lagi Menak Jingga dan Damar Wulan berkelahi, tapi Damar Wulan tidak mampu mengalahkan Menak Jingga. Damar Wulan terluka parah dan pingsan seakan sudah mati.

Menak Jingga meninggalkannya dan memerintahkan prajurit-prajuritnya untuk menjaga tubuh Damar Wulan. Namun, prajurit-prajurit jatuh tertidur, dan kedua selir menyeret tubuh Damar Wulan ke tempat tersembunyi, dan berhasil menyadarkannya dari pingsan. Lalu mereka mengungkapkan rahasia kekebalan Menak Jingga kepada Damar Wulan, yaitu senjata sakti gada Wesi Kuning milik Menak Jinggo yang disembunyikan di balik bantalnya. Jika Menak Jingga dipukul di sebelah kiri dahinya dengan gada ini, ia akan mati. Mempertaruhkan hidup mereka demi kekasih mereka, para selir ini berhasil mencuri gada Wesi Kuning saat Menak Jingga sedang tidur.

Keesokan harinya pertempuran kedua antara Menak Jingga dan Damar Wulan terjadi, di mana Damar Wulan berhasil memenggal kepala raja. Berhasil membawa kemenangan, ia kembali ke Majapahit, tapi Layang Seta dan Layang Kumitir menyergapnya di luar istana, membunuhnya dan membawa kepala Menak Jingga ke hadapan Ratu Kencana Wungu. 

Namun, seorang pertapa menghidupkan kembali Damar Wulan, dan sang ratu mendengar cerita sesungguhnya. Dalam pertempuran terakhir, Damar Wulan mengalahkan Layang Seta dan Layang Kumitir , lalu dinobatkan menjadi Raja Majapahit. Ratu Kencana Wungu mengijinkannya untuk tetap memiliki Puteri Anjasmara, Dewi Wahita dan Dewi Puyengan sebagai istri-istrinya.

Cerita alternatif

  • Dalam kesenian wayang Banyuwangi dan Janger, penggambaran Menak Jinggoberlawanan dengan penggambarannya dalam Serat Damarwulan. Menak Jinggo digambarkan berwajah rupawan, disukai banyak wanita, arif bijaksana, dan pengayom rakyatnya. Menak Jinggo memberontak karena Ratu Kencana Wungu tidak memenuhi janjinya untuk menjadikannya sebagai suami, setelah Menak Jinggo mampu menaklukkan pengacau Kebo Markuet yang mengamuk di Majapahit. Meskipun akhirnya ia dikalahkan Damar Wulan, Menak Jinggo tetaplah dianggap sebagai tokoh yang dihormati.

  • Sanusi Pane, salah seorang sastrawan Pujangga Baru pernah menulis naskah drama Damar Wulan, yang diberinya judul Sandyakala Ning Majapahit (Penerbit Balai Poestaka, Batavia, 1933.). Meskipun demikian, akhir ceritanya sama sekali berbeda dengan Serat Damarwulan yang dijadikan dasar pembuatannya. Dalam versi Sanusi Pane, nasib Damar Wulan berakhir menyedihkan. Damar Wulan dituduh berkhianat dan tidak dinikahkan dengan Ratu Kencana Wungu. Ia pun akhirnya dihukum mati, dan setelahnya Majapahit ditumbangkan oleh pasukan dari Kerajaan Demak Bintara.
Karakter
  • Ratu Kencana Wungu, ratu Majapahit yang masih gadis

  • Patih Logender, Perdana Menteri majapahit

  • Layang Seta dan Layang Kumitir, anak-anak Patih Logender

  • Dewi Anjasmara, putri Patih Logender

  • Damar Wulan, keponakan Patih Logender , yang dibesarkan oleh kakeknya jauh dari istana

  • Menak Jingga, Raja Blambangan, tunduk pada Majapahit

  • Dewi Wahita dan Dewi Puyengan,selir-selir Menak Jingga

  • Sabdapalon dan Nayagenggong, Pengikut Damar Wulan


Cerita adalah rangkuman dari berbagai sumber 
RH - 11 Nop 2009
https://www.facebook.com/notes/wayang-nusantara-indonesian-shadow-puppets/legenda-damar-wulan/209881556109/


Sejarah Lahirnya Damarwulan
Sejarah, babad, hikayat, riwayat, atau tambo dalam bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau atau asal-usul (keturunan) silsilah, terutama bagi raja-raja yang memerintah. Adapun ilmu sejarah adalah ilmu yang digunakan untuk mempelajari peristiwa penting masa lalu manusia. Pengetahuan sejarah meliputi pengetahuan akan kejadian-kejadian yang sudah lampau serta pengetahuan akan cara berpikir secara histories. Dalam menulusuri lahirnya Damarwulan memang banyak yang sumber-sumber yang berbeda mengenai tulisan-tulisanya. Pada cerita ini saya mencoba menulis lahirnya damarwulan dalam versi yang berbeda. Karena hipotesa yang berkembang tidak sependapat dengan apa yang telah saya dapatkan.
Dalam kisah ini saya akan mengawali lahirnya Damarwulan, seseorang yang pernah menjadi abdi Raja di Kerajaan Majapahit . Memang banyak versi tentang lahirnya damarwulan namun disisi lain saya juga meyakini hal ini, tentunnya beberapa penulispun lainya juga mempunyai banyak referensi tentang seseorang yang pernah mengalahkan Menak Jinggo yang pada waktu itu menguasai Blambangan. Cerita ini saya dapatkan dari seorang kakek yang menjadi juru Kunci sebuah {Sumur Gede} yang ada di desa Puri Kecamatan Plandaan Kabupaten Jombang, beliau bercerita tentang lahirnya Damarwulan di Mojogulung yang sekarang menjadi Desa Karangmojo Kecamatan Plandaan Kabupaten Jombang....Beliau {kakek} adalah juga seorang dalang ruwat, dan sekaligus dalang wayang krucil...
Kisah sumur Gede yang ada didesa puri mengawali semua sejarah lahirnya damarwulan, Nama sumur gede diambil dari salah seorang perangkat/pejabat majapahit yang dituduh oleh para rekanya pada waktu itu, beliau {ki Ageng} yang memilih menyendiri dan menjauh dari kehidupan politik di majapahit, Ki Ageng mengatakan kepada rekanya bahwa ki Ageng mengabdi di kerajaan majapahit adalah benar-benar dengan rasa tulus, { aku iki wong wis ora duwe ko malah di arani pek pinek barang pinek, atau korupsi kalo istilah sekarang } akhirnya dia memilih menyendiri dan meninggalkan kerajaan, dia pergi ke sebuah tempat dan hidup bersama keluarganya. dan pada akhirnya di kunjungi oleh patih maudoro berserta istrinya yang memang sedang hamil, sepulang dari kunjungan tersebut istri dari patih maudoro di tengah perjalanan mersakan sakit diperutnya dan memutuskan untuk istirahat, dan ternyata saat itu telah lahir si jabang bayi yang dibarengi dengan munculnya bulan... dan akhrnya lahirlah DAMARWULAN orang yang sakti mandraguna....
Cerita singkat tentang lahirnya Damarwulan
http://syafiulan.blogspot.co.id/
Bujang Ganong (Ganongan) atau Patih Pujangga Anom adalah salah satu tokoh yang energik dalam Seni Reyog Ponorogo. Serat Damarwulan (ditulis pada 1815), dan Serat Raja Blambangan (ditulis pada 1774)......  Damar Wulan adalah pahlawan dalam cerita Jawa yang muncul dalam .......

Bujang Ganong (Ganongan)

Bujang Ganong (Ganongan) atau Patih Pujangga Anom adalah salah satu tokoh yang enerjik, kocak sekaligus mempunyai keahlian dalam seni bela diri sehingga disetiap penampilannya senantiasa di tunggu - tunggu oleh penonton khususnya anak-anak. Bujang Ganong menggambarkan sosok seorang Patih Muda yang cekatan, berkemauan keras, cerdik, jenaka dan sakti.
Adalah penari yang biasanya dilakukan oleh laki-laki dewasa maupun anak-anak.Yang menggunakan topeng, berhidung panjang bermuka merah menyala, biasa disebut Ganongan.Yaitu dalam pertunjukkan kesenian Reyog Ponorogo Jawa Timur. Ciri-ciri lainnya bergigi putih, bermata melotot serta berambut lebat gondrong. Bertingkah tangkas trengginas dan utamanya bergerak akrobatik tapi juga lucu.Dan ini memang membuat pertunjukan Reog menjadi lebih seru dan mendebarkan.Penokohan dari penari ini adalah seorang patih, dari versi alur cerita tentang Raja Ponorogo Klonosewandono yangberniat melamar putri Kediri, yaitu Dewi Ragil Kuning atau disebut Dewi Songgolangit.Patih Pujangga Anom. Patih yang sangat setia dan patuh ini diutus oleh sang raja menuju Kediri,beserta rombongannya para prajurit berkuda, yang akhirnya digambarkan dalam kesenian Reog adalah Para penari Jathilan. Namun di tengah perjalanan pasukannya dihadang dan diserang oleh gerombolan Raja Singabarong penguasa hutan,yang anggota pasukannya terdiri dari merak dan singa, maka karena kesaktian Raja Singobarong ini,Bujangganong kalah dan mundur kembali ke Ponorogo.Raja Kelono Sewandono kembali menyuruh untuk menyerang lagi, kali ini sang Raja sendiri yang memimpinpasukan. Dengan  menggunakan pecut pusaka Samandiman dan dikawal juga oleh kekuatan inti,yaitu para Warok. Maka Klono Sewandono dan para brayatnya memenangkan pertempuran itu.Hingga melanjutkan perjalanannya untuk melamar Putri Songgolangit.Esensi dari proses perjalanan dan pertempuran inilah yang menjadiacuan dasar model tarian pertunjukan kesenian Reog yang bisa kita saksikan masa kini.Cerita tersebut adalah cerita fiksi yang tersusun paska Bedahnya wilayah Ponorogo oleh Raden Bethoro Katong.Sedang versi menurut sejarah dan mungkin yang mendekati keaslian adalah versi tentangpemberontakan Ki Ageng Kutu atau Demang Suryongalam,seorang demang di wilayah Wengker yang masa itu adalah wilayah kekuasaan Kerajaan Majapahit.Yang penguasanya Raden Bhre Kertabhumi, beliau adalah Raja Majapahit terakhir, yang berkuasapada abad ke-15. Ki Ageng Kutu marah dan murka kepada rajanya yang dikiranya terlalu dipengaruhi olehistrinya yang dari manca negara.Ia pun melihat bahwa kekuasaan Kerajaan Majapahit sebentar lagi akan berakhir.Ia lalu berusaha untuk mencari dukungan dan berkeinginan untuk memberontah, atau paling tidak membelot.Dengan awalnya tidak mau tunduk dan tidak mau menyetor upeti pada Kerajaan.Hingga mendirikan perguruan kanuragan, di mana ia mengajar seni bela diri kepada para muda,ilmu kekebalan diri dan ilmu kesempurnaan. Dengan harapan bahwa anak-anak muda ininantinya akan menjadi bibit dari kebangkitan kerajaan Majapahit kembali.Sadar bahwa pasukannya terlalu kecil untuk melawan pasukan kerajaan, maka pesan politis Ki Kutudisampaikan melalui pertunjukan Reog. Yang obyek utamanya adalah berupa topeng besar berbentukkepala macan loreng yang pada mahkotanya atau jamangnya di tatakan bulu-bulu merak yang melebar.Yaitu merupakan sindiran kepada Raja Kertabhumi yang terpengaruh oleh kecantikan sang istri.Pagelaran arak-arakan Reog menjadi cara Ki Ageng Kutu sekaligus membangun perlawanan masyarakat lokaldengan menggunakan kepopuleran Reog.Keadaan yang demikian  tidak berlangsung lama, hingga dikirimkannya utusan ke Wengker.Yang kebetulan pada waktu itu Kepala utusannya adalah putra Bhre Kertabumi sendiri,yaitu Raden Lembu Kanigoro atau lebih dikenal dengan Bethoro Katong atau Raden Katong.Kejadian perang atas pembrontakan ini juga menjadi beberapa versi cerita.Yang akhirnya pemberontakan ini bisa diredam, dan Raden Katong menjadi penguasa baru di wilayah ini.Hingga terlahirlah Kadipaten Ponorogo dengan Adipati pertamanya adalah Bethoro Katong ingkang mengku.Pasukan Warok yang dulunya adalah para murid dan kekuatan Kiageng Kutu, kini dijadikan menggala negeri,yang mengawal perjalanan Ponorogo hingga kini.Penggambaran dan penampilan Warok pada pertunjukan Reog, tidaklah bisa diartikulasi segaris denganproses sejarah tersebut. Itu hanya sebatas penggambaran atau ilustrasi saja.Lha Bujangganong tadi jadi apanya… 
http://www.kirangan.com/bujangganong-b


Komentar

Wayang Kulit Gagrak Surakarta

Wayang Kulit Gagrak Surakarta
Jendela Dunianya Ilmu Seni Wayang

Jika Anda Membuang Wayang Kulit

Menerima Buangan Wayang Kulit bekas meski tidak utuh ataupun keriting, Jika anda dalam kota magelang dan kabupaten magelang silahkan mampir kerumah saya di jalan pahlawan no 8 masuk gang lalu gang turun, Jika anda luar kota magelang silahkan kirim jasa pos atau jasa gojek ke alamat sdr Lukman A. H. jalan pahlawan no 8 kampung boton balong rt 2 rw 8 kelurahan magelang kecamatan magelang tengah kota magelang dengan disertai konfirmasi sms dari bapak/ ibu/ sdr siapa dan asal mana serta penjelasan kategori wayang kulit bebas tanpa dibatasi gagrak suatu daerah boleh gaya baru, gaya lama, gaya surakarta, gaya yogyakarta, gaya banyumasan, gaya cirebonan, gaya kedu, gaya jawatimuran, gaya madura, gaya bali, maupun wayang kulit jenis lain seperti sadat, diponegaran, dobel, dakwah, demak, santri, songsong, klitik, krucil, madya dll

Postingan Populer