Lakon Gendrayana Lair Madya Purwa

Kelahiran Gendrayana

Di negara Astina Prabu Yudayana duduk di istana di atas singgasana dihadap patih Dwara, Harya Sanja, Harya Karsula. Percakapan sekitar muksanya ramandaraja Prabu Parikesit yang digigit ular naga raja Taksacila. Raja akan membalas dendam dengan menghancurkan semua tempat-tempat ular tanpa perhitungan mana yang salah dan tidak. Patih menerangkan bahwa di Gadamadana dan Tikbrasara adalah tempat bekas untuk bersemedi eyangnya buyut Raden Arjuna ketika sehabis kematian Dewi Banowati, yaitu yang terletak dibarat daya gunung Candramuka atau Candrageni dimana banyak ular besar-besar. Raja lalu memerintahkan untuk segera ketempat tersebut. Beliau sendiri akan melaksanakan penumpasan ular deserta para prajurit sakti. Patih dan empat orang saudara raja diperintahkan menunggu kerajaan. Patih Danurweda dan para harya panekarnya yang diperkenankan turut serta. Pertemuan selesai.
Sementara itu di Datulaya, Prameswari Dewi Gendrawati yang sedang hamil muda dihadap para ceti menanti kembali raja dari singgasana. Kemudian raja kembali dan dijemputnya bersama dayang-dayang, setelah duduk membicarakan maksud raja akan Gadamadana. Permaisuri bersama-sama para dayang mengadakan persiapan untuk raja.
Di luar istana Patih Dwara, diiringi harya Sanjata Turun dari sitinggil bertemu dengan patih Danurweda deserta senapati para saudara raja yaitu Prabu ramayana, Harya Prabu Ramaprawa, harya Prabu Prawasata. Setelah mengadakan pembagian kerja, lalu budalan.
Raja negeri Jongparang, Prabu Kalaprahara duduk dipendapa agung dihadap yaksi Niken Putagmi, Patih Kala Barada. Yang dibicarakan raja sekitar kematian Dahyang Suwela oleh Prabu Yudayana. Raja bermaksud membalas akan membunuh prabu Yudayana. Diberitahukan oleh Putagsi bahwa Yudayana baru pergi ke Gadamadana. Raja memanggil raksasa senapati dan memerintahkan mencari dan membunuh Yudayana. Prajurit berangkat, pertemuan bubaran. Jalannya prajurit dari Jongparang ternyata berjumpa dengan prajurit Hastina, maka terjadilah perang gagal. Akhirnya bersimpangan jalan.
Di Banyutinalang prabu Ramayana dengan permaisuri dewi Suhsetya, beserta abdi kinasih Jumput dan Cleput. Pembicaraan tentang rakanda raja Yudayana yang pergi ke Gadamadana akan menghancurkan ular besar tanda pembalasan kematian ayahanda. Sang Ramayana tidak enak hatinya, lalu menyusul ke Gadamadana disertai dengan kedua abdi kinasih.
Ditengah hutan berpapasan dengan prajurit raksasa dari Jongparang, terjadilah peperangan (perang kembang) dengan berakhir kematian seluruh raksasa. Pujamantri
dan Jamamantri lari akan lapor peristiwa tersebut kepada rajanya. Prabu Ramayana dengan Jumput dan Celeput terus ke Gadamadana.
Prabu Yudayana ditengah hutan Gadamadana dihadap patih Danurweda, harya Sanjaya, Harya Sudrasta, harya Karsula pepak para harya. Raja mulai memerintahkan untuk menebas hutan Tikbrasara dan Gadamadana.
Para harya segera melaksanakan perintah raja, dan ternyata banyak ular-ular besar, sehingga para harya berkelahi dengan ular. Raja melihat hal tersebut lalu melepaskan jemparing untuk membunuh ular-ular tersebut, sehingga semua ular disitu mati semua.
Tempat bekas untuk semedi eyangnda buyut Raden Arjuna diperintahkan raja untuk diperbaiki. Kemudian raja menanyakan lagi dimana tempat atau pusat ular yang besar-besar itu. Patih Danurweda menerangkan bahwa dikaki gunung Mahendra banyak sekali ular hingga sebagai siluman, rajanya terkenal bernama naga raja Taksakasarana. Raja Yudayana lalu memerintahkan berangkat ke gunung Mahendra. Dalam hati amatlah termangu-mangu dan gelap rasanya, tetapi karena beliau mengingat sebagai raja besar (binatara), maka harus tidak mundur kemauannya karena sesuatu hal. Para harya sesampainya di tempat diperintahkan oleh raja menebas hutan den setelah hutan ditebas ularpun nampak banyak sekali. Para harya segera serang-menyerang dengan ular dan raja memanahi satu persatu. Kemudian prabu Yudayana melihat ular berbadan sebagai emas yang lari, dan dikerjakanlah ular itu, hingga beliau pisah dengan para harya. Para santana Ngastina setelah kehilangan rajanya menjadi kacau, dan datanglah Prabu Ramayana yang segera mengajak bersama-sama mencari prabu Yudayana didalam jurang, disemak-semak dsb. Tetapi ternyata tidak ketemu. Diceritakan raja Prabu Yudayana yang mengejar ular kencana tadi ternyata ular hilang, dan nampaklah seorang gadis yang berparas cantik. Raja menanyakan namanya, tetapi tidak dijawab dan tampaklah ada istana yang indah pula, dan putri tersebut masuk istana yang indah pula. Putri tersebut masuk istana, sang raja dengan ragu-ragu tertingal. Kemudian datanglah raja Pandita Sarana. Dalam percakapan raja menanyakan wanita cantil tadi, sang pendeta menjawab bahwa ia anaknya bernama Dewi Sarani. Akhirnya terlaksana raja Yudayana dikawinkan dengan Dewi Sarani. Setelah beberapa waktu disitu, raja ingat pada wadya yang ditinggalkan, maka beliau minta diri kembali berkumpul dengan para wadya. Sang raja sebelumnya diberi ilmu kesaktian, dan sang pendeta mengaku raja para naga bernama Nagaraja Sarana, dan isterinya sang raja Yudayana yang baru dikawinkan itu juga ular bernama naga Sarani. Sang Naga Raja lalu tiwikrama jadi ular besar sekali, kepala sampai dilangit dan ekor masuk kedalam bumi. Raja Yudayana sangat takut dan menyerahkan diri. Raja Yudayana sanggup dan berjanji menepati. Naga Sarana lalu jadi pendeta lagi dan memberikan pelajaran jayakawijayan dan kesantikan. Selesai pelajaran raja diperkenankan kembali.
Ramayana, patih Danurweda dan para harya Ngastina yang telah lelah mencari raja tidak ketemu. Kemudian prabu Yudayana datang kembali, semua bersuka ria. Raja menceriterakan apa-apa yang dialami, lalu budalan kembali ke Hastina.
Di negeri Gendara Prabu Gendraprawa, cucu patih Sangkuni, dihadap patih Gendraruci, adik raja sendiri. Pembicaraan sekitar adinda Dewi Gendrawati yang telah hamil tua ditinggalkan raja Yudayana yang pergi kehutan Tikbrasara belum kembali. Raja memerintahkan para wadya untuk bersiap-siap berangkat ke negeri Hastina Sekarang juga. Raja dan para wadya berangkat ke Hastina.
Di Ngastina patih Dwara menemui tamu prabu Gendraprawa. Kemudian prabu Yudayana bersama prajurit pulang kembali. Setelah bercakap-cakap sebentar, parekan lapor bahwa permaisuri raja akan melahirkan putera. Raja Yudayana dan Prabu Gendraprawara masuk istana.
dengan di keputrian Dewi Gendrawati, ditunggui Prabu Yudayana dan ramanda permaisuri Dewi Gendrawati, Prabu Gendraprawa. Akhirnya permaisuri raja melahirkan seorang putra diberi nama Rd. Gendrayana. Negeri Hastina mengadakan pesta besar.
Di Jongparang Prabu Kala Prahara, dihadap para wadya lengkap. Raja menerima laporan dari Pujamantri dan Jamamantri hal raksasa utusan semua mati hutan oleh prajurit Hastina yang bernama Prabu Ramayana. Raja lalu berangkat dengan para wadya menyerang negeri Hastina.
Adegan Ngastina, Prabu Yudayana, Prabu Gendraprawa, patih Dwara dan para harya lengkap, raja mengumumkan bahwa putranda diberi nama Rd. Gendrayana. Kemudian musuh datang menyerang. Para wadya tanding dengan raksasa kalah. Prabu Kala Prahara akhirnya bertanding dengan raja Yudayana sendiri, berakhir dengan kematian raja raksasa karena kena jemparing Yudayana. Raksasa prajurit semua mati oleh para harya di Hastina terutama
patih Danurweda. Peperangan berhenti, raja dan para sentana berkumpul berandrawina. Tancep kayon.
Sumber dari R.M. Suwito dan Ki Pramugari
https://wayang.wordpress.com/kelahiran-gendrayana/



Komentar

Wayang Kulit Gagrak Surakarta

Wayang Kulit Gagrak Surakarta
Jendela Dunianya Ilmu Seni Wayang

Jika Anda Membuang Wayang Kulit

Menerima Buangan Wayang Kulit bekas meski tidak utuh ataupun keriting, Jika anda dalam kota magelang dan kabupaten magelang silahkan mampir kerumah saya di jalan pahlawan no 8 masuk gang lalu gang turun, Jika anda luar kota magelang silahkan kirim jasa pos atau jasa gojek ke alamat sdr Lukman A. H. jalan pahlawan no 8 kampung boton balong rt 2 rw 8 kelurahan magelang kecamatan magelang tengah kota magelang dengan disertai konfirmasi sms dari bapak/ ibu/ sdr siapa dan asal mana serta penjelasan kategori wayang kulit bebas tanpa dibatasi gagrak suatu daerah boleh gaya baru, gaya lama, gaya surakarta, gaya yogyakarta, gaya banyumasan, gaya cirebonan, gaya kedu, gaya jawatimuran, gaya madura, gaya bali, maupun wayang kulit jenis lain seperti sadat, diponegaran, dobel, dakwah, demak, santri, songsong, klitik, krucil, madya dll

Postingan Populer