Kesultanan Banggai Sulawesi

Kerajaan Banggai
             Latar Belakang Lahirnya Kerajaan Banggai
Hasil gambar untuk istana kesultanan banggai
Sekitar abad ke-13, masa pada masa keemasan kerajaan Singosari yang berpusat di jawa Timur, ketika itu Singosari di bawah kekuasan terakhir dan terbesar yaitu Kertanegara ( 1268-1292 ), nama Banggai telah di kenal dan menjadi bagian kerajaan Singaosari. Berikutnya, sekitar abad 13-14 Masehi pada masa kerajaan Mojopahit yang juga berpusat di Jawa Timur, ketika tampuk pemerintahan di pegang raja terbesar Mojopahit bernama Hayam Wuruk ( 1351-1389 ) saat itu kerajaan Banggai sudah dikenal dengan sebutan "BENGGAWI" dan menjadi bagian kerajaan Mojopahit.
       Bukti bahwa kaerajaan Banggai sudah di kenal sejak zaman Mojopahit dengan nama Benggawi setidaknya dapat di lihat dari apa yang telah di tulis seorang pujangga Mojopahit yang bernama Mpu Prapanca dalam bukunya "Negara Kartagama" buku bertarikh caka 1478 atau tahun 1365 Masehi, yang dimuat dalam seuntai syair nomor 14 bait kelima sebagai berikut "Ikang Saka Nusa-Nusa Mangkasara, Buntun Benggawi, Kuni, Galiayo, Murang Ling.

       Wilayah Kerajaan Banggai pada tahun 1950-an hanya meliputi Pulau Banggai, kemudian diperluas sampai ke Banggai Darat, hingga ke Tanjung Api, Sungai Bangka dan Togung Sagu yang terletak di sebelah Selatan Kecamatan Batui. Perluasan wilayah Kerajaan Banggai dilakukan oleh Adi Cokro yang bergelar Mumbu Doi Jawa pada abad ke-16. Istilah " Mumbu Doi" berarti yang wafat atau mangkat, khusus dipakai untuk raja-raja Banggai yang tertinggi derajatnya.Adi Cokro adalah bangsawan dari Pulau Jawa yang mengabdikan diri kepada Sultan Baab-Ullah dari Ternate. Di tangan Adi Cokro kerajaan-kerajaan Banggai mampu dipersatukan hingga akhirnya ia dianggap sebagai pendiri Kerajaan Banggai.

       Proses Masuknya Islam di Kerajaan Banggai
       Awal mula kedatang Adi Saka ini untuk menyebarkan agama Islam ialah di kerajaan buko, sekitar awal abad ke VII. pada saat itu Kerajaan Buko dipimpin oleh basalo, dan basalo buko sendiri menyambut Adi Saka dengan baik karna beliau sendiri menikahkan putrinya denga Adi Saka. dari pernikahan ini Adi Saka di karuniai seorang putra yang namanya lebih dikenal oleh masyaraka buko dengan julukan Tomundo Daalu. untuk peninggalan basalo buko ialah berupa benteng yang didirakan dari batu karang letaknya di dekat laut seputar desa buko. berhubung kerajaan bulagi berdekatan dengan kerajaan buko maka kabar Adi Saka yang hadir membawa Agama baru tersebar sampai kepada basalo bulagi. setelah mempelajari agama baru tersebut akhirnya Basalo Bulagi pun mengikuti agama baru tersebut yaitu agama Islam, masuk islamnya basalo bulagi ini dapat dilihat dari julukan yang diberikan padanya yaitu "Basalo Salaup" (artinya: Basalo yang sering  sujud), dikemudian hari putri dari basalo salaup ini yang menjadi istri dari Fuadin putra pertama Adi Saka dari istri keduanya, hasil pernikahan dari anak basalo dikerajaan yg terletak pada pulau bollukan/banggai.

       Tinggal beberapa waktu di kerajaan buko akhirnya Adi Saka pun berangkat menyebarkan Islam ke pulau bollukan/ banggai yang cikal bakal jadi pusat kerajaan banggai, sesampai di pulau bollukon beliu pun disambut baik oleh basalo bollukon, serta Adi Saka sendiri pun dinikahkan dengan putri Yadamin yaitu putri dari basalo bollukan tersebut. dari pernikahan ini, beliau dikaruniai dua orang putra yaitu Fuadin dan Tomundo Sabol/ Adi Sabol, setelah itu Adi Saka juga menikah dengan Putri Basalo Bokan dan dan Putri Basalo Tompotika, untuk pernikahan dengan Putri Basalo Bokan Adi Saka Dikaruniai seorang Putri, namun untuk istri dari Putri Basalo Tompotika tidak dikaruniai keturunan. dengan alasan pernikahan inilah akhirnya kerajaan-kerajaan kecil itu dapat disatukan dibawah kekuasaan Adi Saka dan berpusat di pulau bollukan, yang oleh Adi Saka sendiri pulau bollukan diganti namanya menjadi Banggai. selanjutnya raja-raja dari keturunan Adi Saka menggunakan gelar ADI. namun situs makam untuk Adi Sakasendiri tidak terdapat di banggai karna beliau berangkat ke tanah Jawa dan menikah dengan putri seorang Raja Jawa dengan dikaruniai seorang Putri yang diberi nama Putri Endang.
       3.    Pengaruh Islam pada Masa Kerajaan Banggai
       Pengaruh agama dan juga budaya Islam pada kerajaan-kerajaan di Sulawesi sangat besar pengaruhnya terutama pada abad ke-16 dan seterunya. Perkembangan agama Islam di Sulawesi khususnya di Wilayah Sulawesi Tengah merupakan dampak dari perluasan yang dilakukan oleh kerajaan-kerajaan yang berada di wilayah Sulawesi Selatan. Pengaruh ini mula-mula mungkin berasal dari Kerajaan Bone dan Wajo daerah-daerah yang mendapat pengaruh Islam pertama kali besar kemungkinan adalah daerah-daerah di pesisir.
       Tome Pires dalam bukunya yang berjudul Suma Oriental mengatakan bahwa di zamannya itu sebagian besar raja-raja yang ada Nusantara sudah beragama Islam, akan tetapi masih tetap ada daerah-daerah atau negeri yang belum menganut agama Isalam di Nusantara. Penyebaran agama Islam di lakukan di daerah-daerah pesisir pantai para pedangang- pedangang muslim dari Gujarat (Persia) dan para pedangang tersebut menikah dengan masyarakat setempat dan terjadilah percampuran kepercayaan.
       Selanjutnya di Indonesia bagian timur agama Islam tiba dan berkembang di “kepulaun rempah-rempah” Maluku Indonesia Timur. Para pedangang muslim dari Jawa dan Melayu menetap di pesisir Banda, tetapi tidak ada seorang raja pun disana, dan daerah pedalaman masih di huni oleh penduduk nonmuslim. Ternate, Tidore, dan Bacan mempunyai raja-raja muslim. Penguasa-penguasa Tidore dan Bacan memekai gelar “Raja”, tetapi penguasa Ternate telah menggunakan gelar “Sultan”, dan raja Tidore bernama Arab, al-Mansur.
       Pengaruh kerajaan-kerajaan Sulawesi Selatan tidak hanya pada perubahan pada sistem kepercayaan, Islam bahkan mempengaruhi pada bentuk pemerintahan. Tata struktur pemerintahan kerajaan di Sulawesi Tengah kemudian terbagi mengikuti susuan pemerintahan Kerajaan Bone dan juga Kerajaan Wajo, yaitu bentuk Pitunggota danPatanggota.
Pitunggota merupakan sebuah lembaga yang terdiri dari 7 anggota yang dipimpin oleh seorang Baligau. Sedangkan Patanggota terdiri dari Baiya, Lambara, Mpanau, dan Mupabomba.
       Pangaruh lainnya datang dari Wilayah Mandar. Beberapa kerajaan yang berada di Teluk Tomini ditelusuri berasal dari daerah Mandar yang cukup mencolok adalah penggunaan istilah “raja”. Sebelumnya di Teluk Tomini gelar Raja ini lebih dikenal dengan istilah Olongian, sebutan untuk tuan-tuan tanah yang berkuasa di daerahnya masing-masing.
Kerajaan-kerajaan yang berada di Teluk Tomini juga mendapat pengaruh dari Kerajaan-kerajaan Gorontalo dan Ternate terutama struktur pemerintahannya meliputi pembagian dan wilayah kekuasaanya seperti Kepala Negara (Olongian), Perdana Mentri  (Jogugu), Mentri Pertahanan laut (Kapitan Laut), Mentri Keuangan (Walaapulu), Mentri Perhubungan (Ukum), dan Mentri Penerangan (Madinu).

 https://kerjaanislamdiindonesia.blogspot.co.id/kerajaan-islam-di-sulawesi-dan-gorontalo.html


Kerajaan Banggai

Kerajaan Banggai, awalnya hanya meliputi wilayah Banggai Kepulauan, namun kemudian oleh Adi Cokro yang bergelar Mumbu Doi Jawa disatukan dengan Wilayah Banggai Darat.

Sejarah Kerajaan Banggai

Bukti bahwa kerajaan Banggai sudah di kenal sejak zaman Mojopahit dengan nama Benggawi setidaknya dapat di lihat dari apa yang telah di tulis seorang pujangga Mojopahit yang bernama Mpu Prapanca dalam bukunya “Negara Kartagama” buku bertarikh caka 1478 atau tahun 1365 Masehi, yang dimuat dalam seuntai syair nomor 14 bait kelima sebagai berikut “Ikang Saka Nusa-Nusa Mangkasara, Buntun Benggawi, Kuni, Galiayo, Murang Ling.

Daftar Raja Banggai (tomundo)

  • 1648 - 1689 Benteng Paudagar
  • 1689 - 1705 Balantik Mbulang
  • 1795 - 1728 Kota Abdul Gani
  • 1728 - 1753 Bacan Abu Kasim
  • 1753 - 1768 Mondonu Kabudo
  • 1768 - 1773 Padongko Ansyara
  • 1773 - 1809 Dinadat Mandaria
  • 1809 - 1821 Galila Atondeng
  • 1821 - 1827 Sau Tadja
  • 1827 - 1847 Tenebak Laota
  • 1847 - 1852 Bugis Agama
  • 1852 - 1858 Jere Tatu Tonga
  • 1858 - 1870 Banggai Soak
  • 1870 - 1882 Raja Haji Labusana Nurdin
  • 1882 - 1900 Raja Haji Abdul Aziz
  • 1900 - 1922 Raja Haji Abdul Rahman
  • 1922 - 1925 maejlis perwalian Banggai
  • 1925 - 1939 Raja Haji Awaluddin (lahir. 1939)
  • 1939 - 1959 Raja Haji Sukuran Aminuddin Amir (lahir. 1902 - wafat. 1960
  • 1939 - 1941 Raja Nurdin Daud -pemangku tomundu
  • 1959 - 14 Aug 2005 perantaraan
  • 14 Aug 2005 - 27 Jan 2010 Iskandar Zaman Awaluddin (lahir. 1960 - wafat. 2010)
  • 27 Jan 2010 - 28 Jan 2010 Raja Muda Irawan Zaman Awaluddin - Pemangku(pertama kali)
  • 27 Jan 2010 - 28 Jan 2010 Muhammad Fikran Ramadhan Iskandar Zaman (lahir. 1993 - wafat. 2010)
  • 28 Jan 2010 - Raja Muda Irawan Zaman Awaluddin -pemangku (kedua kali)
https://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Banggai

“Wilayah Kerajaan Banggai” Gambar oleh Wacana Nusantara
Gambar Wilayah Ksl.Banggai 1525 
Jika merujuk kepada Nagarakretagama, kitab yang ditulis oleh Mpu Prapanca bertarikh 1278 Saka (1365 Masehi), Prapanca menyebut sebuah tempat bernama Banggawi.
Ikang Saka Nusa-Nusa Mangkasara, Buntun Benggawi, Kuni, Galiayo, Murang Ling Salayah, Sumba, Solor, Munar, Muah, Tikang, I Wandleha, Athawa Maloko, Wiwawunri Serani Timur Mukadi Ningagaku Nusantara”.
Untuk saat ini, masih cukup sulit menulisan sejarah Kerajaan Banggai sebelum abad ke-14. Apakah Banggawi yang dibicarakan Prapanca itu Banggai, atau lebih jauh lagi apakah Prapanca itu menyebut Banggawi sebagai sebuah kerajaan atau hanya nama tempat?
Banggai dipercaya telah menjadi kerajaan sebelum abad ke-14, informasi tersebut oleh beberapa pihak —selain dihubungkan dengan pernyataan Prapanca dalam Nagarakrtagama—  juga kerap dihubungkan dengan kronik Cina tahun 1178 Masehi karya Chu Ku fei, yang dalam bukunya berjudul  Ling-wai,.
Chu Ku fei menulis bahwa Banggai adalah kerajaan kecil yang termasuk kedalam sebelas wilayah dari Kerajaan Kediri, Panjalu (1041 Masehi), yang meliputi Ping ye(Banggai), Pai Hua yuan (Pacitan), Me tung (Medang), Ta pen (Tumapel), Jung ya lu (Hujung Galu), Ta kang (Sumba), Huang ma chu (Papua Barat daya), Ma li(Bali), Khu lun (Gurun Lombok), Ti wu (Timor), Ping ye (Banggai) dan Wa nu ku(Maluku).
Dalam khasanah masyarakat Banggai sendiri, sumber untuk mengungkap cerita ini bisa ditemukan dari tradisi lisan mereka atau dari balelee, cerita yang disampaikan oleh seseorang yang “kemasukan” roh halus dengan cara dinyanyikan.
Bagaimanapun hasil temuan kita sekarang, penulisan sejarah untuk kerajaan Banggai —dan umumnya untuk penulisan sejarah kuna Indonesia— seharusnya tidak  berada dalam posisi final, masih banyak data dan fakta yang bisa berkembang seiring bukti baru yang kelak ditemukan.

Sejarah Kerajaan Banggai

Konon, nama Banggai dahulu bernama “Tano Bolukan”. Tano Bolukan merupakan suatu kerajaan tertua di daerah Banggai Kepulauan yang merupakan hasil penggabungan kerajaan-kerajaan kecil. Syarif (2008) yang menulis tentang sejarah kerajaan Banggai dalam bukunya “Sekilas Tentang Kerajaan Banggai” memberi gambaran tentang empat kerajaan ini.
Bahwa di wilayah kekuasaan kerajaan Banggai berdiri empat kerajaan yang memiliki wilayah yang berdaulat atas wilayahnya; Babulau + 5 km dari desa Tolise Tubuno, Kokini berkedudukan di desa Lambako, Katapean berkedudukan di desa Sasaba + 5 km. Monsongan dan Singgolok berkedudukan di Bungkuko Tatandak+ 7 km dari desa Gonggong.
Keempat kerajaan tersebut dipimpin oleh sekumpulan pemimpin yang di sebut dengan “Basalo Sangkap” (Empat Besar) yang pada masa Kerajaan Banggai mereka selanjutnya berfungsi sebagai Dewan Kerajaan. Basalo Sangkap inilah orang-orang Tano Bolukan, atau orang-orang Banggai menamakan dan menganggap mereka itu “Tano Bukuno” atau “Tano Tumbuno” artinya yang mempunyai tanah atau orang Banggai asli.
Sementara itu Setyo Utomo-Jaya Marhum (1995:25) dalam bukunya “Selayang Pandang Kabupaten Banggai” menyatakan pada awalnya daerah yang sekarang dikenal sebagai kabupaten daerah tingkat II tingkat Banggai banyak berdiri kerajaan.
Satu dari sekian kerajaan itu, yang tertua bernama kerajaan bersaudara Buko-Bulagi. Letak kerajaan itu di Pulau Peling (Peleng) belahan barat. Belakangan muncul pula kerajaan-kerajaan baru seperti, kerajaan Sisipan, kerajaan Liputomundo, Kadupang. Kesemuanya ada di pulau Peling tengah.
Masa itupun telah berdiri kerajaan yang cukup besar yakni Bongganan di sebelah timur Peling. Upaya memekarkan kerajaan Bongganan dilakukan salah seorang pangeran dan beberapa bangsawan kerajaan Banggai. Kala itu kerajaan Banggai wilayahnya hanya meliputi pulau Banggai.
Di Banggai Darat pada masa itu berdiri pula kerajaan Bualemo di sebelah utara. Di bagian selatan, ada kerajaan tiga bersaudara Motiandok, Balalowa, di tambah satu kerajaan lagi bernama Gori-Gori di bagian paling selatan.
Perkembangan kerajaan Banggai yang terpusat di pulau Banggai, mulai pesat dan menjadi Primus Inter Peres atau yang utama dari beberapa kerajaan yang ada. Ketika pemerintahan kerajaan Banggai masih berada di bawah pimpinan kesultanan Ternate akhir abad 16.
H. S. Padeatu (2005:28) dalam bukunya “Sepintas Kilas Sejarah Banggai” juga mengatakan di Banggai kepulauan terdapat beberapa kerajaan kecil yaitu kerajaan Buko (di kecamatan Buko sekarang), Bulagi, Peling, dan Saluap (di kecamatan Bulagi sekrang), Lipotomundo, Kadupang dan Sisipan (di kecamatan Liang sekarang), Bonggananan (di kecamtan Tinakung dan kecamatan Totikum sekarang) dan Banggai (kecamatan Banggai, kecamatan Bangkurung dan kecamatan Labobo sekarang).
Semua yang berada di kerajaan-kerajaan tersebut adalah penduduk asli yang mengunakan bahasa Aki (bahasa Banggai, artinya: Tidak). Kerajaan yang terkenal dari semua kerajaan itu, termasuk kerajaan Tompotikka di Banggai Darat dan kerajaan Bongganan di Banggai kepulauan, ialah kerajaan Banggai di Banggai kepulauan. Bahkan, sampai saat ini nama “Banggai“ masih tetap di pakai sebagai nama dan kabupaten yaitu kabupaten Banggai dan kabupaten kepulauan.

Sistem Pemerintahan Kerajaan Banggai

Pengaruh agama dan juga budaya Islam pada kerajaan-kerajaan di Sulawesi sangat besar pengaruhnya terutama pada abad ke-16 dan seterunya. Perkembangan agama Islam di Sulawesi khususnya di Wilayah Sulawesi Tengah merupakan dampak dari perluasan yang dilakukan oleh kerajaan-kerajaan yang berada di wilayah Sulawesi Selatan. Pengaruh ini mula-mula mungkin berasal dari Kerajaan Bone dan Wajo daerah-daerah yang mendapat pengaruh Islam pertama kali besar kemungkinan adalah daerah-daerah di pesisir.
Tome Pires dalam bukunya yang berjudul Suma Oriental mengatakan bahwa di zamannya itu sebagian besar raja-raja yang ada Nusantara sudah beragama Islam, akan tetapi masih tetap ada daerah-daerah atau negeri yang belum menganut agama Isalam di Nusantara. Penyebaran agama Islam di lakukan di daerah-daerah pesisir pantai para pedangang- pedangang muslim dari Gujarat (Persia) dan para pedangang tersebut menikah dengan masyarakat setempat dan terjadilah percampuran kepercayaan.
Selanjutnya di Indonesia bagian timur agama Islam tiba dan berkembang di “kepulaun rempah-rempah” Maluku Indonesia Timur. Para pedangang muslim dari Jawa dan Melayu menetap di pesisir Banda, tetapi tidak ada seorang raja pun disana, dan daerah pedalaman masih di huni oleh penduduk non-muslim.
Ternate, Tidore, dan Bacan mempunyai raja-raja muslim. Penguasa-penguasa Tidore dan Bacan memekai gelar “Raja”, tetapi penguasa Ternate telah menggunakan gelar “Sultan”, dan raja Tidore bernama Arab, al-Mansur.
Pengaruh kerajaan-kerajaan Sulawesi Selatan tidak hanya pada perubahan pada sistem kepercayaan, Islam bahkan mempengaruhi pada bentuk pemerintahan. Tata struktur pemerintahan kerajaan di Sulawesi Tengah kemudian terbagi mengikuti susuan pemerintahan Kerajaan Bone dan juga Kerajaan Wajo, yaitu bentuk Pitunggota dan Patanggota.
Pitunggota merupakan sebuah lembaga yang terdiri dari 7 anggota yang dipimpin oleh seorang Baligau. Sedangkan Patanggota terdiri dari Baiya, Lambara, Mpanau, dan Mupabomba.
Pangaruh lainnya datang dari Wilayah Mandar. Beberapa kerajaan yang berada di Teluk Tomini ditelusuri berasal dari daerah Mandar yang cukup mencolok adalah penggunaan istilah “raja”. Sebelumnya di Teluk Tomini gelar Raja ini lebih dikenal dengan istilah Olongian, sebutan untuk tuan-tuan tanah yang berkuasa di daerahnya masing-masing.
Kerajaan-kerajaan yang berada di Teluk Tomini juga mendapat pengaruh dari Kerajaan-kerajaan Gorontalo dan Ternate terutama struktur pemerintahannya meliputi pembagian dan wilayah kekuasaanya seperti Kepala Negara (Olongian),Perdana Mentri  (Jogugu), Mentri Pertahanan laut (Kapitan Laut), Mentri Keuangan (Walaapulu), Mentri Perhubungan (Ukum), dan Mentri Penerangan (Madinu).
Untuk urusan pemerintahan di Kerajaan Banggai, di pegang langsung oleh seorang Raja atau Tomundo atau Tuutuu. Raja di pilih dan di angkat oleh Basalo Sangkap(Dewan Kerajaan) langsung dari keturunan atau sekurang-kurangnya ada ikatan hubungan keluarga dengan raja.
Selain itu, Basalo Sangkap juga memperhatikan kesanggupan dan kecakapan untuk memimpin. Basalo Sangkap menjadi seperti lembaga legislatif yang kemudian bertugas dalam memilih serta melantik, dan juga memberhentikan raja Banggai. Basalo Sangkap dengan kedudukannya sebagai lembaga tinggi yang sejajar dengan Raja (Tomundo). Basalo Sangkap mengurusi urusan Legislatif dan juga penasihat Tomundo. Sedangkan Tomundo membidangi urusan Eksekutif (pemerintahan kerajaan).
Adapun Dewan Kerajaan (Basalo Sangkap) yaitu terdiri dari:
Raja Singgolok atau Basalo Gong-gong.
Raja Katapean atau Basalo Monsongan.
Raja Boobulau atau Raja Dodung.
Raja Kokini atau Basalo Tano Bonunungan.
Ketika keempat raja yang men­jadi Basalo Sangkap itu meninggal, posisi mereka kemudian digantikan keturunannya atau mereka yang memi­liki hubungan keluarga. Hingga kini, ketu­runan dari Basalo Sangkap kabarnya masih ada.
Selain Basalo Sangkep, Raja juga dibantu oleh “komisi empat” yang diangkat secara langsung oleh raja yang sedang berkuasa dengan persetujuan Basalo Sangkap, yang terdiri dari:
Mayor Ngopa (Raja Muda)
Kapitan Laut (Kepala Angkatan Perang)
Jogugu (Mentri Dalam Negeri)
Hukum Tua (Pengadilan)
Basalo Sangkap juga mempunyai wilayah kekuasaan yang dipegang mereka dan masing-masing mempunyai staf inti yang dipilih serta diangkat langsung oleh raja de­ngan mendapat persetujuan Basalo Sang­kap seperti: Jogugu yang memegang kekuasaan di Banggai dan Labobo Bangkurung dan sekitarnya, mempunyai staf Kapitan, Kapitan Lonas, Kapitan Kota. Mayor Ngopa yang berwenang di Teluk Tomini memiliki staf seperti Letnan Ngofa, Kaputan Prang, dan Letnan Dua.
Kapitan laut mempunyai wilayah kekuasaan Dari Batui sampai ke Balantak mempunyai Staf Syah Bandar, Bea Cukai. Hukum Tua yang memiliki cakupan kekuasaan di Seluruh Peling mempunyai Staf Mahkamah dan Pengadilan.
Selain dari komisi empat tersebut, raja juga mempunyai staf pribadi untuk urusan pemerintah­an dan rumah tangga istana, seperti untuk bagian pemerintahan raja dibantu oleh Gimlaha Sadeha-Saseba, Panebela Bayu, Mian Tu Liang, Mian Tu Baasaan, Panebela Tololak, Mian Tu Palabatu. Untuk urusan Rumah Tangga dibantu oleh Genti dan Jeufana.
Agama Islam pun semakin giat dipelajari dan disebarluaskan. Pada masa Maulana Prins Mandapar yang mengepalai urusan agama Islam disebut “kale” atau “gadhi”. kale atau Gandi ini dibantu oleh beberapa iman diantaranya: Iman Sohi, Iman Tano Bonunungan, Iman Dodung, Iman Gong-gong dan Imam Monsongan. Iman dibantu oleh beberapa Hatibi atau Khatib. Dan Khatib-khatib ini juga dibantu oleh bebrapa Mojim Muazzim.

 Silsilah Raja Raja Banggai

Pada awal abad ke-16 Masehi, empat kerajaan (Babolau, Katapean, Kookini, dan Singgolok) diku­asai Kesultanan Ternate. Adi Cokro (Mbumbu Doi Jawa), seorang Pangeran dari kerajaan Demak yang juga merupakan panglima Perang Kesultanan Ternate, pada tahun 1530 Masehi kemu­dian berhasil menyatukan empat kerajaan menjadi Kerajaan Banggai yang memiliki ibu kota di Pu­lau Banggai.
Adi Cokro inilah yang kemudian dianggap pendiri Kerajaan Banggai dan juga tokokh yang telah menyebarkan Islam di wilayah tersebut. Masyarakat Banggai juga mengenal seorang tokoh bernama Adi Soko, apakah tokoh ini sama dengan Adi Cokro? Dari fonologi dan atau juga fonetik memang cukup mirip.
Moh. Yamin (1972) dalam “Gajah Mada” menyebut tokoh Adi Cokro ini sebagai Raden Cokro yang merupakan keponakan Dipati Unus. Raden Cokro mendapat perintah ke Ternate untuk tujuan membantu Sultan ternate mengembangkan Islam serta memperkuat pasukan armada Ternate dari serangan Portugis.
Sedangkan Albert C. Kruyt yang menulis buku “De Vorsten Van Banggai” (Raja-raja Banggai) secara terang-terangan mengatakan bahwa Adi Cokro adalah orang yang menaklukan Pulau Banggai, Peling dan Daratan Timur Sulawesi. Adi Cokro kemudian menikahi seorang wanita Ternate yang memiliki darah Portugis bernama Kastellia. Dari hasil perkawinan ini lahir seorang putra yang bernama Mandapar yang kelak menjadi Raja di Banggai.
Istilah atau gelar ”Adi” merupakan gelar bagi raja-raja atau bangsawan Banggai, hal yang sama mungkin dengan penggunaan gelar Raden Mas untuk bangsawan Jawa atau Andi dikalangan masyarakat bugis.
Sebe­lum Kerajaan Banggai berdiri, keempat kerajaan diberitakan selalu ber­selisih. Masing-masing pihak ingin menguasai wilayah yang lain. Konon persaingan itu tidak sampai mengakibatkan terjadinya peperangan, hanya saling mengadu kesaktian di antara para rajanya. Mungkin karena selalu ber­selisih ini, empat kerajaan ter­sebut dengan mudah jatuh dalam kekuasaan Kesultanan Ternate, seki­tar abad ke-16 Masehi.
Setelah Adi Cokro berhasil menyatu­kan keempat kerajaan, ia kemudian kembali ke Pulau Jawa. Basalo Sangkap kemudian memilih Abu Ka­sim, putra Adi Cokro dari per­kawinannya dengan Nurussa­pa, putri Raja Singgolok, sebagai Raja Banggai. Se­belum dilantik, Abu Kasim berhasil dibunuh oleh bajak laut ketika melakukan pelayaran. Basalo Sangkap pun memilih Maulana Prins Manda­par dan melantiknya menjadi raja.
Maulana Prins Manda­par, anak Adi Cokro dari perkawinannya dengan putri Portugis-Ternate. Mandapar menjadi raja pertama kerajaan Banggai, berkuasa dari ta­hun 1600 Masehi sampai 1625 Masehi ada juga yang menyatakan Mandapar berkuasa sejak tahun 1571 -1601 Masehi.
Setelah berakhirnya kekuasaan Raja Mandapar, raja-raja Banggai yang menggantikan berikutnya terus berusaha melepaskan kerajaan Banggai dari Kesultanan Ternate. Konon Raja-raja itu juga menolak untuk bekerja sama dengan pihak Belanda yang pada tahun 1602 Masehi sudah berada di Bang­gai.
Upaya agar bisa melepaskan diri dari pengaruh kekuasaan Ternate ini bahkan mengakibatkan sejumlah ra­ja Banggai harus mengahadapi hukuman buang. Perlawan­an Banggai yang paling gigih terjadi pada masa pemerintahan raja Mumbu Doi Bugis dengan meletusnya Perang Tobelo.
Berikut para Raja yang telah memerintah di Kerajaan Banggai:
Maulana Prins Mandapar/Mumbu doi Godong (1571-1601)
Mumbu doi Kintom (1602-1630)
Mumbu doi Benteng (1630-1650)
Mumbu doi Balantak Mulang (1650-1689)
Mumbu doi Kota (1690-1705)
Mumbu doi Bacan / Abu Kasim (1705-1749)
Mumbu doi Mendono (1749-1753)
Mumbu doi Pedongko (1754-1763)
Mumbu doi Dinadat Raja Mandaria (1763-1808)
Mumbu doi Galela Raja Atondeng (1808-1815)
Mumbu Tenebak Raja Laota (1815-1831)
Mumbu doi Pawu Raja Taja (1831-1847)
Mumbu doi Bugis Raja Agama (1847-1852)
Mumbu doi Jere Raja Tatu Tanga (1852-1858)
Raja Saok (1858-1870)
Raja Nurdin (1872-1880)
Raja H. Abdul Azis (1880-1900)
Raja H. Abdurracman (1901-1922)
Haji Awaludin (1925-1940)
Raja Nurdin Daud (1940-1949)
Raja H. Syukuran Aminuddin Amir (1941-1957)
Sampai pada tahun 1957 raja-raja Banggai ini terhitung berjumlah 21 orang. Saat Raja Awaludin meinggal, tahun 1940, Basalo Sangkap kabarnya telah mengangkat Nuridun Daud yang waktu itu masih anak-anak dan masih berumur 10 tahun. Hal ini dilakukan untuk memenuhi aturan yang menyatakan bahwa sebelum raja di makamkan terlebih dahulu harus ada Raja yang telah ditunjuk sebagai penggantinya.
Pengangkatan dan pelantikan tersebut disaksikan oleh tuan Asisten Residen Posso yang kebetulan ada di Banggai untuk menghadiri rapat kerja kerajaan Banggai. Pada tanggal 1 Maret 1941 ditunjuklah  Syukuran Aminuddin Amir  yang saat itu menjadi Mayor Ngopa menjadi “Raja”.
Abdul Bary dalam artikelnya yang berjudul “Meluruskan Sejarah Banggai”mengulas  mengenai status dan posisi Syukuran Aminudin Amir dalam sejarah Kerajaan Banggai yang menurutnya bukanlah Tomundo yang “terlegitimasi” secara sah oleh tata aturan hukum kerajaan Banggai, melainkan hanya sekedar sebagai pelaksana tugas harian dari Tomundo Banggai Nurdin Daud yang masih muda.
Syukuran Aminudin Amir ini tercatat sebagai Tomundo karena ia kemudian mengukuhkan diri sebagai Tomundo meskipun tanpa restu dan tidak melalui pengukuhan oleh Basalo Sangkap sebagaimana “ketentuan adat” kerajaan Banggai.

Berakhirnya Kerajaan Banggai

Kerajaan Banggai berada di bawah pengaruh dan kekuasaan Bangsa Portugis setelah Ternate jatuh ke tangan Portugis. Sebelumnya, pengaruh Portugis juga telah “ditularkan” dari Kesultanan Ternate yang selama ini cukup kental di Kerajaan Banggai.
Kekuasan Portugis sepertinya mendapat penantang yang seimbang pada saat itu karena perlahan namun pasti kekuasaan Portugis mulai melemah seiring pengaruh Belanda yang kian kuat. David Niddeleton, seorang pelaut berkebangsaan Inggris yang pernah datang ke Banggai mengatakan jika pengaruh VOC di Banggai justru ada semenjak pemerintahan Maulana Prins Mandapar.
Bangsa Belanda datang ke Banggai pada tahun 1630 Masehi. Saat itu Raja yang berkuasa di kerajaan Banggai adalah raja Doi Benteng. Kedatangan Belanda disambut baik oleh rakyat Banggai karena mereka mengira Belanda akan membantu Kerajaan Banggai dari kesultanan Ternate.
Akan tetapi yang terjadi justru sebaliknya. Belanda justru berpihak pada kerajaan Ternate dan memonopoli perdagangan di wilayah Banggai. Pihak Belanda menjadi “penguasa” di kerajaan Banggai yang bahkan dengan leluasa telah membagi kerajaan Banggai menjadi Banggai Kepulauan dan Banggai Darat.
Setelah Kerajaan Ternate dapat ditaklukan oleh Sultan Alaudin (Mangari Daeng Manrabbia) dari Kerajaan Gowa (Sulawesi Selatan) Kerajaan Banggai kemudian menjadi bagian dari kekuasaan Kerajaan Gowa. Dalam sejarah Nusantara, Gowa pernah tercatat sebagai kerajaan yang cukup berpengaruh di Indonesia Timur.
Kerajaan Banggai di bawah kekuasaan Kerajaan Gowa berlangsung selama kurang lebih 42 tahun dari tahun 1625 hingga tahun 1667 hal ini disebabkan karena pada tahun 1667 berlangsung perjanjian Bongaya Antara Laksamana Speelman (Belanda) dengan Sultan Hasanuddin (Kerajaan Gowa) salah satu isi perjanjian itu adalah membebaskan semua wilayah yang dahulunya dikuasai Ternate seperti Wilayah Balaesang, Banggai, Buol Toli-Toli, Dampelas, Gapi atau Pulau Peling, Kaidipan, kaili, Manado, Muna, Selayar, dan Silensak.
Raja Banggai ke-4, yaitu Raja Mbulang bergelar Mumbu Doi Balantak yang memerintah dari tahun 1681 hingga 1689 Masehi, tercatat telah melakukan pemberontakan terhadap kekuasaan Belanda. Mbulang Doi Balantak dianggap telah menolak berkongsi dengan VOC.
Monopoli dagang yang diterapkan dinilai hanya menguntungkan Belanda dan menyengsarakan rakyat. Tapi pemberontakan itu tidak berlangsung lama karena Kerajaan Banggai berada di bawah kekuasaan Sultan Ternate yang waktu itu memiliki hubungan khusus dengan pihak Belanda.
9 November 1741 Masehi perjanjian VOC dengan Kerajaan Banggai “diperbaharui” oleh Raja Abu Kasim (Mumbu Doi Bacan). Meskipun perjanjian itu dilakukan, Abu Kasim secara sembunyi-sembunyi telah bekerjasama dengan Raja Bungku.
Keputusan itu dilakukan Abu Kasim agar bisa melepaskan diri dari kekuasaan Kerajaan Ternate. Akan tetapi, langkah yang ditempuh Raja Abu Kasim ini tidak bisa terlaksana karena ia kemudian ditangkap dan harus menerima hukuman buang ke Pulau Bacan (Maluku Utara), Ia pun akhirnya meninggal di tempat pembuangan.
Usaha yang dilakukan Raja-raja Banggai agar bisa melepaskan diri dari Kerajaan Ternate kemudian diteruskan oleh Raja Banggai ke-9, Antondeng bergelar Mumbu Doi Galela yang memerintah dari tahuan 1808 hingga tahuan 1829. Perlawanan Anondeng sebetulnya ditujukan kepada pihak VOC (Belanda).
Raja Antondeng menilai bahwa perjanjian yang ada selama ini hanya menguntungkan pihak Belanda dan merugikan rakyatnya. Oleh sebab itu Antondeng kemudian melakukan “pemberontakan”. Raja inipun kembali ditangkap dan menerima hukuman buang ke Galela, Pulau Halmahera.
Sepeninggal Raja Antondeng, tampuk kekuasaan Banggai berada di bawah kekuasaan pemerintahan Raja Agama (Mumbu Doi Bugis) yang memerintah dari tahun 1829 hingga 1847 Masehi. Raja Agama ini sempat melakukan perlawanan dalam sebuah perang yang dikenal dengan nama peranga Tobelo.
Perlawanan ini berhasil dipatahkan karena Ternate waktu itu telah didukung oleh armada laut yang cukup modern. Raja Agama berhasil lolos dan mengungsi ke wilayah Bone (Sulawesi Selatan), sampai wafatnya tahun 1874 ia masih berada di tempat pengungsian. Pusat dari perlawanan yang dilakukan oleh Raja Agama berlangsung di wilayah Kota Tua, di daerah Lolongo.
Selama abad ke-17 Masehi, wilayah-wilayah di Sulawesi Tengah juga mulai berada di bawah kekuasaan kolonial Belanda. VOC membangun benteng di Lambunu dan Parigi Dengan dalih agar bisa mengamankan kapal-kapalnya dari serangan bajak laut. Memasuki abad ke-18, perlawanan dari raja-raja Sulawesi Tengah mulai meningkat, akan tetapi perlawanan itu bisa dipadamkan. VOC bahkan meminta pada raja-raja itu agar bersumpah setia kepada mereka.
Belanda dengan VOC-nya telah menguasai kerajaan-kerajaan di Sulawesi Tengah dan dengan mudah mengontrol perdagangan di wilayah tersebut. Perjanjian “lang contract” dan “korte verklaring”, semakin menegaskan kekuasaan Kolonial belanda di tanah Sulawesi. Bagi wilayah yang membangkang Belanda tidak segan-segan menumpasnya dengan kekuatan senjata mereka. Kendati demikian, perlawanan demi perlawanan tetap berkobar di beberapa wilayah.
Perlawanan dari rakyat mencapai puncaknya pada tahuan 1942. Dipimpin I.D Awuy, akhirnya wilayah Sulawesi Tengah kemudian bisa terbebas dari kekuasaan VOC.
Pada tanggal 15 Mei 1942, Jepang berhasil mendarat di Luwuk, dalam waktu singkat wilayah Sulawesi Tengah itupun berhasil dikuasai. Kekuasaan Jepang di Sulawesi tidak berlangsung lama. Jepang menyerah kepada Sekutu  kemudian disusul dengan proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia.
Secara De Jure kekuasaan dari kerajaan Banggai telah berakhir di tahun 1952 karena adannya Peraturan pemerintah Indonesia tanggal 12 Agustus 1952 ( PP No. 33 tahun 1952) Tentang Penghapusan Daerah Otonom Federasi Kerajaan Banggai. Pada tanggal 4 Juli 1959 (Undang-Undang No 29 Tahun 1959) wilayah kekuasaan Ke­rajaan Banggai ini secara resmi telah menjadi Daerah Swantara (setingkat ka­bupaten) dengan nama “Daerah Tingkat II Banggai” dengan pemerintahannya berada di Luwuk.
http://www.wacana.co/kerajaan-banggai/
Wilayah Kerajaan Banggai
wilayah kerajaan banggai sampai sekarang meliputi Kab. Banggai, Kab. Banggai Kepulauan dan Kab. Banggai Laut. pusat kerajaan/ keraton banggai berada di kab. banggai laut sekarang.            
Kerajaan Banggai Lama
Kedatangan Adi Saka
              Awal mula kedatang Adi Saka ini untuk menyebarkan agama Islam ialah di kerajaan buko, sekitar awal abad ke VII. pada saat itu Kerajaan Buko dipimpin oleh basalo, dan basalo buko sendiri menyambut Adi Saka dengan baik karna beliau sendiri menikahkan putrinya denga Adi Saka. dari pernikahan ini Adi Saka di karuniai seorang putra yang namanya lebih dikenal oleh masyaraka buko dengan julukan Tomundo Daalu. untuk peninggalan basalo buko ialah berupa benteng yang didirakan dari batu karang letaknya di dekat laut seputar desa buko. berhubung kerajaan bulagi berdekatan dengan kerajaan buko maka kabar Adi Saka yang hadir membawa Agama baru tersebar sampai kepada basalo bulagi. setelah mempelajari agama baru tersebut akhirnya Basalo Bulagi pun mengikuti agama baru tersebut yaitu agama Islam, masuk islamnya basalo bulagi ini dapat dilihat dari julukan yang diberikan padanya yaitu "Basalo Salaup" (artinya: Basalo yang sering  sujud), dikemudian hari putri dari basalo salaup ini yang menjadi istri dari Fuadin putra pertama Adi Saka dari istri keduanya, hasil pernikahan dari anak basalo dikerajaan yg terletak pada pulau bollukan/banggai. 

tinggal beberapa waktu di kerajaan buko akhirnya Adi Saka pun berangkat menyebarkan Islam ke pulau bollukan/ banggai yang cikal bakal jadi pusat kerajaan banggai, sesampai di pulau bollukon beliu pun disambut baik oleh basalo bollukon, serta Adi Saka sendiri pun dinikahkan dengan putri Yadamin yaitu putri dari basalo bollukan tersebut. dari pernikahan ini, beliau dikaruniai dua orang putra yaitu Fuadin dan Tomundo Sabol/ Adi Sabol, setelah itu Adi Saka juga menikah dengan Putri Basalo Bokan dan dan Putri Basalo Tompotika, untuk pernikahan dengan Putri Basalo Bokan Adi Saka Dikaruniai seorang Putri, namun untuk istri dari Putri Basalo Tompotika tidak dikaruniai keturunan. dengan alasan pernikahan inilah akhirnya kerajaan-kerajaan kecil itu dapat disatukan dibawah kekuasaan Adi Saka dan berpusat di pulau bollukan, yang oleh Adi Saka sendiri pulau bollukan diganti namanya menjadi Banggai. selanjutnya raja-raja dari keturunan Adi Saka menggunakan gelar ADI. namun situs makam untuk Adi Saka
tinggal beberapa waktu di kerajaan buko akhirnya Adi Saka pun berangkat menyebarkan Islam ke pulau bollukan/ banggai yang cikal bakal jadi pusat kerajaan banggai, sesampai di pulau bollukon beliu pun disambut baik oleh basalo bollukon, serta Adi Saka sendiri pun dinikahkan dengan putri Yadamin yaitu putri dari basalo bollukan tersebut. dari pernikahan ini, beliau dikaruniai dua orang putra yaitu Fuadin dan Tomundo Sabol/ Adi Sabol, setelah itu Adi Saka juga menikah dengan Putri Basalo Bokan dan dan Putri Basalo Tompotika, untuk pernikahan dengan Putri Basalo Bokan Adi Saka Dikaruniai seorang Putri, namun untuk istri dari Putri Basalo Tompotika tidak dikaruniai keturunan. dengan alasan pernikahan inilah akhirnya kerajaan-kerajaan kecil itu dapat disatukan dibawah kekuasaan Adi Saka dan berpusat di pulau bollukan, yang oleh Adi Saka sendiri pulau bollukan diganti namanya menjadi Banggai. selanjutnya raja-raja dari keturunan Adi Saka menggunakan gelar ADI. namun situs makam untuk Adi Saka sendiri tidak terdapat di banggai karna beliau berangkat ke tanah Jawa dan menikah dengan putri seorang Raja Jawa dengan dikaruniai seorang Putri yang diberi nama Putri Endang. dari penuturan seorang budayawan Jogja yaitu Mas Herman Sinung Janutama, ia  mengatakan bahwa ibu dari Putri Endang atau istri dari Adi Saka ini adalah Putri Raja Pajajaran Jawa Barat.
             Setelah menyatukan kerajaan-kerajaan kecil di kerajaan banggai akhirnya Adi Saka pun berangkat ke jawa untuk menyebarkan agama Islam. sesuai cerita sebelumnya bahwa sesampainya di jawa beliau Adi Saka, menikah pula dengan seorang putri raja Pajajaran dan dikaruniai seorang putri yaitu putri Endang, namun saat keberangkatan Adi Saka meninggalkan kerajaan banggai dengan tanpa menunjuk penggantinya, maka kerajaan banggai menjadi kekosongan seorang raja. sedangkan kedua putranya yaitu Fuadin dan Adi Sabol belum dewasa untuk dapat memimpin kerajaan banggai. selain itu pula, saat Adi Saka berangkat meninggalkan Kerajaan Banggai, Putri Yadamin istrinya bersama kedua putranya juga berangkat meninggalkan kerajaan banggai untuk mengasingkan diri disalah satu tempat di pulau banggai. setelah berlansung beberapa waktu kekosongan kepemimpinan akhirnya kekisruhan pun terjadi dikerajaan banggai. dengan demikian maka kekosongan raja ini tidak dapat dibiarkan berlarut-larut, dan akhirnya para basalo kerajaan banggai yang telah bersatu tersebut memutuskan untuk meminta kepada putri yadamin agar berkenan memberikan putra tertuanya yaitu Fuadin untuk menjadi pemimpin kerajaan banggai. Putri Yadamin akhirnya berkenan memberikan agar putranya Fuadin memimpin kerajaan banggai, namun dari Fuadin sendiri mengatakan bahwa sebelum ia diangkat menjadi raja beliau harus memohon restu pada ayahnya yang berada di tanah jawa, setelah direstui permintaannya untuk berangkat ke jawa maka beliau meminta agar disiapkan kapal dan empat puluh orang untuk mendayung kapal. saat diperjalanan Fuadin singgah sebentar pada adik perempuannya yang berada di bokan untuk mengajak saudaranya tersebut, namun saudaranya tidak berkenan ikut tetatpi hanya meminta hadiah emas dari bapaknya kalau Fuadin kembali nantinya.
sesampainya fuadin dan adiknya Adi Sabol di tanah jawa mereka lansung bertemu dengan Adi Saka bapak mereka dan menceritakan perihal yang terjadi di kerajaan banggai, Adi Saka sangat memahami keadaan tersebut dan bertitah kepada Fuadin agar memimpin kerajaan banggai, namun sebelum kembali ke kerajaan banggai mereka harus menimbah ilmu kepada ayah mereka untuk bekal menjadi seorang pemimpin. 
Kembalinya Fuadin 
               setelah tinggal beberapa lama di tanah jawa untuk belajar, akhirnya Adi Saka memerintahkan Fuadin dan Adi Sabol agar mereka segera kembali untuk memimpin kerajaan banggai, karna ilmu yang mereka dapati sudah cukup. namun kepulangan mereka ini tidak bersamaan tetapi Adi Sabol sebagai adik yang diperintahkan terlebih dahulu untuk balik mempersiapkan penyambutan terhadap Fuadin untuk dilantik menjadi Raja. permasalahannya disini ialah saat keberangkatan Fuadin dan Adi Sabol ke tanah jawa mereka masih dalam usia kanak-kanak sehingga saat mereka kembali dalam usia yang telah dewasa, para basalo banggai tidak lagi mengenali dengan jelas rupa para pangeran tersebut sehingga saat  Adi Sabol tiba di kerajaan banggai dengan membawa beberapa pengawal dan menggunakan bendera merah putih sembilan susun maka para basalo dan masyarakat kerajaan banggai menyambutnya dan lansung melantik Adi Sabol sebagai raja yang dilakukan oleh para basalo. sedangkan seharusnya Adi Sabol balik terlebih dahulu ke kerajaan banggai bukan untuk menjadi raja tetapi tidak lain hanya untuk mempersiapkan penyambutan kedatangan kakaknya Fuadin untuk dilantik menjadi raja. namun melihat kejadian penyambutan dirinya dan pelantikan dirinya sebagai raja Adi Sabol hanya diam saja dan membiarkan pelantikan dirinya tetap berlansung sampai selesai.
setelah beberapa lama tinggal dijawa dan diperkirakan sudah selesai mengenai persiapan penyambutan dirinya yang dilakukan oleh Adi Sabol maka Fuadin berangkat ke banggai dengan membawakan hadiah emas kepada adik perempuannya yang di bokan, selain itu fuadin membawa burung mamua/ maleo. keberangkatan Fuadin ke banggai beliau dikawal beberapa pengawal dan menggunakan bendera merah putih duabelas susun, namun setelah tiba di kerajaan banggai Fuadin sangat terkejut melihat tidak ada penyambutan dirinya melainkan masyarakat sudah dalam keadaan berbahagia karna mereka telah memiliki raja yang belum lama dilantik oleh para basalo. mengetahui kejadian ini Fuadin sangat geram dan lansung ke keraton bertemu Adi Sabol kemudian memarahinya, namun Fuadin sendiri tidak lagi menuntut untuk menggantikan adiknya yang telah dilantik menjadi raja melainkan dia melanjutkan pelayarannya menuju batui untuk menitipkan burung maleo agar bisa berkembang biak disana sebab di daerah pulau peling dan banggai tidak ada tempat yang cocok untuk burung maleo ini berkembang biak. lepas dari batui Fuadin melanjutkan perjalanannya menuju bulagi, sesampainya di bulagi tepatnya di daerah lolantang mereka lansung berlabuh dan turun kedaratan, saat mereka sedang istrahat tiba-tiba turun seekor kambing dengan berlari dari perbukitan kemudian pengawal Adi Saka lansung menangkapnya, setelah beberapa saat datanglah beberapa orang yang mencari kambing tersebut namun karna dilihat kambing tersebut telah ditangkap oleh pengawal Fuadin maka mereka lansung memintanya, tetapi dari Fuadin sendiri tidak lansung memberikannya karna hawatir jangan sampai mereka berbohong, dengan demikian pertengkaran tak dapat dielakan yang akhirnya Fuadin meminta penjelasan yang pasti kalau memang kambing itu milik mereka, dan mereka menjelaskan bahwa bahwa kambing tersebut ialah untuk syukuran Putri Basalo Salaup karna telah menstruasi untuk pertamakali. namun karna Fuadin belum puas dengan penjelasan tersebut akhirnya mereka diperintahkan kembali dan menceritakan perihal tersebut kepada Basalo Salaup, dan mereka pun kembali ke palabatu yaitu tempat kedudukan basalo salaup kemudian menceritakan apa yang mereka alami, karena penasaran mengenai siapa yang berani menahan kambing untuk sukuran putrinya tersebut maka Basalo Salaup memerintahkan agar Fuadin dipanggil untuk menghadap dirinya, setelah itu berangkatlah pengawal Basalo Salaup untuk memanggil Fuadin. setelah memberitahukan pesan dari Basalo Salaup maka Fuadin bersama anggotanya berangkat ke negri palabatu untuk menghadap Basalo Salaup sekaligus mengembalikan kambingnya, namun setelah melihat Fuadin bukannya Basalo Salaup memberikan hukuman tetapi basalo salaup meminta agar Fuadin bersedia menikah dengan putrinya yang baru beranjak dewasa dan Fuadin dengan senang hati bersedia memenuhi permintaan Basalo Salaup tersebut. setelah menikah dengan putri Basalo Salaup, Fuadin tidak kembali lagi ke banggai tetapi beliau tinggal menetap di wilayah Basalo Salaup sekaligus mengajarkan ilmu-ilmu Islam sampai akhir hayatnya. Fuadin sendiri mendapatkan julukan yaitu MIAN TUU/ Manusia Sempurna dan beliau dimakamkan di satu tempat yang dinamai Kota letaknya di daerah Lolantang Bulagi Selatan.


Makam FUADIN/ LIPUADINO
Kalau Tidak Diperhatikan Pemerintah Maka Makam Ini Akan Hancur
Wafat 68 H

 


Tulisan Arab Melayu Samping Makam FUADIN

Bacaan Bagian Tengah Dari Bawah Keatas Adalah: 
FUADIN
INI TUWAN
MAYYIT
Bacaan Bagian Samping Dari Kanan Bawah Keatas Adalah:
68
NAMANYA
SAOLI
AKU
Angka 68 ini yang ditandai sebagai tahun meninggalnya Fuadin

Kecapi Bugis Alat Musik 
Bentuk Perahu Peninggalan IMAM SYA'BAN
Makam IMAM SYA'BAN
Wafat 168 H/ 778 M
Seperti Makam Fuadin, Keadaannya Kurang Mendapat Perhatian Pemerintah 

Batu Nisan IMAM SYA'BAN Bagian Depan

                   Bagian depan nisan bertuliskan :                                       
Tulisan Pada Nisan Bagian Belakang                           Bagian belakang nisan bertuliskan :
Kepemimpina Adi Sabol
di atas telah dijelaskan bahwa Adi Sabol ini/ Tomundo Sabol adalah putra kedua Adi Saka dari istri keduanya yaitu putri Yadamin anak basalo bollukan/ banggai. Adi Sabol ini seharusnya diperintahkan berangkat dari jawa kebanggai untuk mempersiapkan kedatangan Fuadin agar dilantik menjadi raja, tetapi karena para basalo kerajaan banggai pada saat itu sudah tidak terlalu mengenali wajah mereka maka oleh para basalo lansung melantik Adi Sabol sebagai raja dan malangnya Adi Sabol hanya diam saja membiarkan hal itu berlansung tanpa mengatakan yang sebenarnya siapa dirinya. setelah dibelakang hari barulah ketahuan kalau dia bukanlah Fuadin, yang seharusnya dilantik menjadi. sehingga nama Tomundo Sabol/ Adi sabol ini hanya merupakan julukan yang artinya (Raja pinjaman) nama sebenarnya belum diketahui.
Perlawanan Tomundo Daalu
karna Tomundo Daalu ialah anak pertama dari istri pertama Adi Saka yaitu putri basalo buko, maka dia merasa bahwa seharusnya dialah yang menjadi seorang Tomundo menggantikan ayahnya Adi Saka. namun karena pusat kerajan banggai tidak ditempatkan di buko maka keinginan Tomundo Daalu untuk menjadi raja tidak dapat dikabulkan, sebab dari Adi Saka sendiri menjadikan banggai sebagai pusat kerajaan, selain itu beliau juga memiliki dua orang putra di kerajaan bollukan/ banggai hasil pernikahan dengan putri Yadamin, putri seorang basalo bollukan/ banggai. melihat keadaan ini akhirnya Tomundo Daalu yang sebagai pemimpin kerajaan buko tidak lagi menginginkan bergabung dengan kerajaan banggai, dengan demikian maka penyerangan kerajaan banggai terhadap Tomundo Daalu tidak dapat dielakan. dari sejarah tutur yang kami dapatkan penyerangan ini melibatkan ternate dan mindanao, bantuan ternate dan mindanao dalam menaklukan Tomundo Daalu sebagai pemimpin kerajaan buko ini dilakukan apakah hanya sebagai kerajaan sahabat ataukah ternate dan mindanao berada di bawah kekuasaan kerajaan banggai (butuh Penelitian lebih lanjut). karena penyerangan yang begitu dasyat akhirnya Tomundo Daalu menyatakan diri menyerah dan siapa bergabung kembali dengan kerajaan banggai. walaupu sudah bergabung, namun hingga sekarang keturunan dari Tomundo Daalu masih tetap myakini dan menyatakan bahwa raja yang seharusnya ialah Tomundo Daalu.
perlu diketahui Tomundo Daalu memiliki seorang putra dan putri yang lahir kembar (namanya belum kami ketahui karna lupa menanyakannya). untuk yang putra beliau berangkat ketanah jawa dan terakhir diketahui beliau menjadi seorang raja di tanah jawa. kemungkinan kelanjutan dari kerajaan yang didirikannya ini ialah kerajaan kediri, sebab kerajaan kediri sendiri oleh kerajaa banggai dianggap sebagai saudara dari kerajaan banggai, dan sampai dengan sekarang jawa itu dianggap bersaudara dengan banggai baik itu jawa timur, jawa tengah dan jawa barat.
Kepercayaan Orang Banggai
           sebelum kedatangan Adi Saka menyebarkan agama islam sebenarnya orang banggai sudah memiliki agama cuma lebih diketahui sebagai agama adat dan kepercayaan ini sudah berlansung jauh sebelum masehi. apakah agama adat orang banggai ini animisme murni ataukah ada campuran yahudi atau nasrani, kita belum bisa menyimpulkan. tetapi untuk kepercayaan mengenai ketuhanan, orang banggai tidak mengenal yang namanya dewa-dewa hanya mengenal Tuhan yang Maha Tunggal dan biasa orang banggai menyebut Tuhannya dengan sebutan "TEMENENO". ini kemungkinan penyebab orang banggai mudah menerima agama islam karna sama-sama mengajarkan Tuhan yang Tunggal tanpa unek-unek dewa-dewa.
Temeneno sebagai Tuhan yang tunggal ini, dari apa yang kami dapat pelajari kemungkinan besar merupakan kepercayaan agama yang diajarkan oleh Nabi Nuh sebab untuk orang banggai sendiri khususnya daerah kerajaan buko sangat meyakini bahwa Nabi Nuh yang pada saat berlayar mencari daratan, ia menemukan di pegunungan to'olong tepatnya di atas pulau peling kab. banggai kepulauan air sudah mulai surut, dan diapun singgah berlabuh ditempat itu. saat Nabi Nuh dan pengikutnya turun mereka melihat ada seorang wanita yang keluar dari bambu dan nama bambu itu ialah bambu peling itulah sebabnya cikal bakal kenapa pulau peling itu dinamakan pulau peling. Nabi Nuh sendiri menikahi wanita tersebut dan dari pernikahan ini mereka dikaruniai sembilan orang anak delapan putra dan satu putri, sehingga untuk orang banggai mereka meyakini bahwa mereka merupakan keturunan dari Nabi Nuh (catatan: kedatangan Nabi Nuh di pegunungan to'olong belum dapat dibuktikan secara empiris, namun disini kami tuliskan karena ini juga adalah sejarah tutur yg berkembng dalam masyarakat). 
Selayang pandang Kerajaan Sea-Sea
klaim dari kerajaan Sea-sea bahwa sebelum kerajaan banggai disatukan Adi Saka awalnya memang kerajaan-kerajaan kecil di wilayah kerajaan banggai ini sudah bersatu di bawah naungan kerajaan SEA-SEA yang berpusat di Bulagi, wilayahnya berada di bawah pegunungan to'olong  dan sudah eksis sejak zaman sebelum masehi. namun tidak bertahan lama karena para raja-raja bawahannya selalu memberontak ingin berdiri sendiri dan ingin menguasai satu sama lain. hingga saat kedatangan Adi Saka kerajaan SEA-SEA sudah tidak lagi menjadi pusat kerajan melaikan kerajaan sea-sea sudah terpecah menjadi kerajaan kecil-kecil. kerajaan-kerajaan kecil yang sangat makmur ialah kerajaan bollukan/ banggai, karna awalnya bollukan memang sebagai pusat perekonomian kerajaan Sea-sea. sebab letaknya yang sangat strategis untuk dilewati para pedagang antara kerajaan, dan merupakan jalur perdagangan kuno. 
              keeksisan kerajaan yang ada di wilayah banggai dan sekitarnya dapat dilihat dari peninggalan yang tersimpan di keraton banggai. dari hasil penelitian dan pengamatan LP2K (Lembaga Penelitian dan Pengamatan Keraton) yang berpusat di Solo Jawa Tengah, menemukan benda - benda purbakala yang berbentuk tombak di buat pada 300 tahun sebelum Kerajaan Kediri berdiri (1000-1049), Kemudian penemuan benda-benda purbakala lainnya yang berbentuk keramik, emas dan koin yang digunakan sebagai alat pembayaran di masa itu, benda - benda purbakala tersebut berasal dari Dinasti China di mulai dari :
1. Dinasti SHANG - (1523 SM-1028 SM)
2. Dinasti CHOU (ZHOU) - (1027 SM-256 SM)
3. Dinasti CHIN (QIN) - (221 SM-206 SM)
4. Dinasti HAN - (206 SM-220 M)
5. Dinasti SUI - (581 M-618 M)
6. Dinasti TANG - (618 M-906 M)
7. Dinasti LIAO - (907 M-1125 M)
8. Dinasti SUNG (SONG) - (1128 M-1279 M)
9. Dinasti YUAN - (1279 M-1368 M)
10. Dinasti MING - (1368 M-1644 M)
Diawah ini merupakan contoh penemuan benda - benda purbakala tersebut :



alat pembayaran Dinasti China

                              mata uang dinasi Syailendra                        
Kerajaan Banggai Baru
           sejatinya kerajaan banggai yang beribukotakan di pulau bollukan/ banggai terdiri dari dua fase. fase pertam dimulai dari Adi Saka kurang lebih pada awal abad ke VII M dan berakhir pada akhir abad ke XVI M dengan raja terakhir Adi Lambal Polambal. kerajaan yang berlansung kurang lebih hampir seribu tahun ini dipimpin lansung oleh keturunan Tomundo Adi Saka, dan raja-raja dari keturunannya menggunakan gelar ADI, ini merupakan fase kerajaan banggai klasik. kemudian dari kepemimpinan prins mandapar sampai sekarang dikatakan sebagai fase kerajaan banggai moderen.

penyebab jatuhnya kerajaan banggai lama ini ialah adanya penyerangan yang dilakukan oleh kesultanan ternate yang dipimpin oleh sultan babullah dan ditunggangi oleh belanda. saat penyerangan ternate bersama kerajaan belanda berlansung, kerajaan banggai pada saat itu dalam keadaan kekosongan raja dan para pembesar-pembesar kerajan lainnya. 

saat penyerangan terjadi raja beserta para basalo (basalo:seperti parlemen sekarang) dan para talenganya (talenga: panglima perang) sebagia besar ikut serta dalam rencana pelamaran terhadap seorang putri Bugis. naas memang pada waktu itu untuk raja dan rakyat kerajaan banggai, karna tidak menyadari kalau kerajaan mereka telah diincar untuk diserang oleh ternate dengan ditunggangi belanda. karna memang pada saat penyerangan terjadi, raja dan para panglima perangnya tidak berada ditempat, maka dengan mudahnya kerajaan banggai dihancur leburkan hingga ratah dengan tanah oleh kerajaan belanda dengan menjadikan kerajaan ternate sebagai tunggangannya. penyerangan ini tidak hanya dilakukan dipusat kerajaan saja tetapi sampai pada wilayah Fuadin yaitu lolantang, sangat diuntungkan pasukan ternate yaitu tobelo tidak menemukan makam Fuadin dan Imam Sya'ban, sebab jika mereka menemukannya sudah pasti makam tersebut akan dihancurkan dan jika dihancurkan maka lenyaplah sudah jejak-jejak kebesaran kerajaan banggai. saat penyerangan di lolantang yang dilakukan oleh tobelo, mereka melakukan pembakaran sebuah masjid dan tinggal hanya tersisa sebuah bedug masjid yang masih dipakai sampai sekarang di masjid lolantang.
penyebab jatuhnya kerajaan banggai lama ini ialah adanya penyerangan yang dilakukan oleh kesultanan ternate yang dipimpin oleh sultan babullah dan ditunggangi oleh belanda. saat penyerangan ternate bersama kerajaan belanda berlansung, kerajaan banggai pada saat itu dalam keadaan kekosongan raja dan para pembesar-pembesar kerajan lainnya. 
saat penyerangan terjadi raja beserta para basalo (basalo:seperti parlemen sekarang) dan para talenganya (talenga: panglima perang) sebagia besar ikut serta dalam rencana pelamaran terhadap seorang putri Bugis. naas memang pada waktu itu untuk raja dan rakyat kerajaan banggai, karna tidak menyadari kalau kerajaan mereka telah diincar untuk diserang oleh ternate dengan ditunggangi belanda. karna memang pada saat penyerangan terjadi, raja dan para panglima perangnya tidak berada ditempat, maka dengan mudahnya kerajaan banggai dihancur leburkan hingga ratah dengan tanah oleh kerajaan belanda dengan menjadikan kerajaan ternate sebagai tunggangannya. penyerangan ini tidak hanya dilakukan dipusat kerajaan saja tetapi sampai pada wilayah Fuadin yaitu lolantang, sangat diuntungkan pasukan ternate yaitu tobelo tidak menemukan makam Fuadin dan Imam Sya'ban, sebab jika mereka menemukannya sudah pasti makam tersebut akan dihancurkan dan jika dihancurkan maka lenyaplah sudah jejak-jejak kebesaran kerajaan banggai. saat penyerangan di lolantang yang dilakukan oleh tobelo, mereka melakukan pembakaran sebuah masjid dan tinggal hanya tersisa sebuah bedug masjid yang masih dipakai sampai sekarang di masjid lolantang.

Bedug Peninggalan Masjid Yg dibakar Oleh tobelo


           penyerangan sultan babullah ini kemungkinan disebabkan termakan hasutan belanda yang melihat sepertinya sultan babullah mempunyai nafsu untuk memperluas kerajaannya, dengan demikian karna sultan babullah sendiri sudah memiliki hasrat untuk memperluas wilayanya maka dengan sangat mudah untuk belanda mengiming-imingi memberikan bantuan kepada sultan babullah untuk memperluas kekuasaannya. namun sayang sultan babullah sendiri tidak menyadari kalau dia hanya diperalat oleh belanda agar belanda dapat menguasai daratan sulawesi dengan menghancurkan kerajaan banggai terlebih dulu. karna jelas setelah banggai berada di bawah kekuasaan ternate maka otomatis panglima-panglima perang kerajan banggai yang sangat tangguh dalam peperangan, akan ikut serta dalam pertempuran-pertempuran yang dilakukan ternate. 
setelah mendengar kabar bahwa kerajaannya telah hancur lebur akhirnya raja banggai kembali ke kerajaan banggai bersama dengan para panglimanya, sesampai di banggai raja sangat terpukul melihat kerajaannya yang sudah hancur lebur dan telah banyak korban jiwa yang berjatuhan diantara kedua belah pihak. melihat kenyataan yang terjadi para basalo dan para talenga yang bersama raja dari tanah bugis, meminta kepada raja untuk melakukan perlawanan kembali namun dari raja sendiri ia telah menyatakan diri untuk mengalah, maka dari situlah kemudian kerajaan banggai diambil alih oleh kerajaan ternate dengan menjadikan prins mandapar sebagai gubernur pertama, dan menawan Adi Lambal Polambal. kemudian, beliau Adi Lambal Polambal dibawa ke ternate untuk menjadi tawanan, namun saat perjalanan menuju ternate raja Adi Lambal Polambal hilang entah kemana dari dalam kapal, setelah datang badai besar yag menimpa kapal tumpangan Raja Adi Lambal Polambal tersebut. 
setelah menjadi gubernur pertama, prins mandafar merubah sebagian bentuk tata kerajaa banggai serta mengganti para basalo yang bukan lagi dari basalo saat Adi Lambal Polambal. dengan demikian maka bisa terjawab suda mengapa raja banggai bukan dipilih lansung dari keturunan raja sebelumnya, sebab alasan pertamanya ialah banggai bukan lagi sebagai kerajaan yang mandiri namun tinggal menjadi salah satu propinsi dari kesultanan ternate, sehinnga gubernur yang dipilih untuk menjadi perpanjangan sultan ternate di banggai sudah pasti harus mendapat persetujuan dari sultan ternate terlebih dulu kemudian baru dilantik oleh para basalo, tujuan ini dilakukan agar supaya gubernur banggai tidak memberontak terhadap kerajaan pusat yaitu ternate.
jadi sangat salah apabila prins mandafar yang jabatannya sebagai gubernur pertama propinsi banggai dikatakan sebagai anak Adi Saka, karna kalau prins mandafar memang merupakan keturunan Adi Saka maka otomatis prins mandafar akan menggunakan gelar ADI seperti leluhurnya. namun kita sudah dapat melihat dengan jelas bahwa beliau tidak menggunakan gelar ADI malah menggunakan gelar "prins". berarti sudah sangat jelas kalau dia bukanlah keturunan Adi Saka tapi memang hanya seorang gubernur yang ditempatkan disalah satu daerah taklukan kerajaan ternate yaitu kerajaan banggai.
Sil-silah Kerajaan To'olong/ Sea-Sea:
  1. Basalo Basal (berkuasa saat daratan dunia masih satu) kemungkinan Nabi Adam, sesuai namanya basalo basal artinya: basalo yang kekuasaannya meliputi daratan bumi yang masih satu
  2. Basalo Baboli (berkuasa saat daratan bumi telah terpisa-pisa) Kemungkinan Nabi Nuh, karna sesuai namanya basalo baboli artinya: basalo yang membawa perubahan, karna saat beliau menjadi basalo daratan bumi telah terpisah-pisah, mungkin disebabkan banjir besar yang menenggelamkan seluruh daratan bumi.
  3. terakhir Basalo Salaup telah memeluk islam, dari basalo salaup ke basalo baboli terdapat banyak basalo namun tidak lagi diketahui. begitu juga dari basalo baboli ke basalo basal terdapat beberap basalo namun tidak agi diketahui.
Sil-silah Kerajaan Banggai Lama
  1. Adi saka memimpin sekitar awal abad ke VII
  2. Adi Sabol memimpin sekitar akhir abad ke VII
dan raja terakhir Adi Lambal Polambal memipin sekitar akhir abad ke XVI, dari Adi Lambal Polambal ke Adi Sabol terdapat beberapa raja namun tidak diketahui lagi, kemungkinan sejarahnya dimusnahkan oleh penjajah. 
Sil-Silah kerajaan Banggai Baru
mulai dari gubernur pertama
  1. Maulana Prins Mandapar Mbumbu doi Godong (1600-1630)
  2. Molen Mbumbu doi Kintom  (1630-1648)
  3. Paudagar Mbumbu doi Benteng (1648-1689)
  4. Mbulang Mbumbu doi Balantak (1689-1705)
  5. Abdul Gani Mbumbu doi Kota (1705-1728)
  6. Abu Kasim Mbumbu doi Bacan (1728-1753)
  7. Kabudo Mbumbu doi Mendono (1753-1768)
  8. Ansyara Mbumbu doi Padongko (1768-1773)
  9. Manduis Mbumbu doi Dinaadat (1773-1809)
  10.  Agama Mbumbu doi Bugis (1809-1821)
  11. Atondeng Mbumbu doi Galela (1821-1827)
  12. Lauta Mbumbu doi Tenebak (1827-1847)
  13. Taja Mbumbu doi Sau (1847-1852); 14. 
  14. Tatu Tanga Mbumbu doi Jere (1852-1858)
  15. Soak Mbumbu doi Banggai (1858-1870)
  16. Nurdin Mbumbu doi Labasuma (1870-1882)
  17. Tomundo Hi. Abdul azis (1882-1900)
  18. Tomundo Hi. Abdul Rahman (1901-1922)
  19. Tomundo Hi.Awaludin (1925-1940)
  20. Tomundo Nurdin Daud (1940-1959)
             kemungkinan setelah terjadi perdamaian banggai dan ternate di akhir abad ke XIX barulah banggai mulai membenahi diri dengan kembali menggunaka nama Tomundo untuk seorang raja, tetaapi tidak lagi menggunaka gelar ADI karna memang yang sharusnya raja pengguna gelar ADI sudah tidak diketahui lagi dimana keberadaan keturunannya.
perlu diketahui bahwa orang banggai bukanlah bangsa yang bodoh buta huruf dan tidak punya peradaban, tetapi bangsa baggai ialah bangsa yang jauh sebelum masehi sudah punya peradaban yang agung dan masih disekitar abad ke VII sudah mengenal tulis menulis yaitu dengan adanya bukti tulisan arab melayu pada makam Fuadin/ Lipuadino dengan pada batu nisan Imam Sya'ban, dan kalau bangsa banggai kelihatannya sekarang sudah seperti bangsa yang ketinggalan jaman dan seperti tidak punya peradaban maka itu patut disalahkan pada penjajah karna kemungkinan besar para penjajalah yang menghancurkan situs-situs peninggalan yang ada dikerajaan banggai dan menjadikan orang bangga bodoh agar tidak lagi mengetahui sejarah agung leluhur mereka.

Dalam  perkembangan sejara masuknya islam di Indonesia telah kita ketahui bersama bahwa islam telah hadir di Indonesia sekitar abad ke VII, yang diperkirakan Nabi Muhammad msih hidup, yaitu dengan keberadaan beberapa kesultanan islam di sumatra seperti Kesultanan Perlak, Kesultanan Samudra Pasai serta adanya situs makam di daerah barus sumatara.
Namun selain di daerah Sumatra islam pun di  awal abad ke VII telah hadir di daerah Sulawesi, tepatnya Sulawesi Tengah Kabupaten Banggai Kepulauan. Dalam sejarah tutur yang berkembang di masyarakat, kemudian dihubungkan pada keberadaan situs berupa makam, maka Kerajaan Banggai bisa disimpulkan sebagai atau salah satu kerajaan Islam tertua di Indonesia yang telah berdiri sejak + awal abad ke VIdengan bukti adanya situs makam seorang Bangsawan Kerajaan Banggai yang bernama FUADIN/ LIPUADINO meninggal tahun 68 H/678 M dengan bertuliskan arab melayu dan juga dekat makam Fuadin ada makam seorang guru besar IMAM SYA'BAN yang pada batu nisannya juga bertuliskan arab melayu meninggal 168 H/778 M, namun sayang situs ini kurang mendapat perhatian serius dari pemerintah daerah maupun pusat sehingga keberadaannya tidak lagi terawat dengan baik, mirisnya situs ini mulai mendekati kehancuran.
Dari sejarah tutur yang berkembang pada masyarakat Banggai Kepulauan khususnya daerah Kec. Bulagi Selatan dan sekitarnya, FUADIN adalah seorang putra dari istiri kedua Raja Banggai pertama yang Bergelar ADI SAKA. Untuk Adi Saka sendiri belum diketahui secara pasti asal-usulnya namun dari sejarah tutur yang berkembang, beliau adalah penyebar agama Islam, pemersatu kerajaan banggai dan juga sebagai  pemimpin pertama kerajaan banggai yang disatukannya + awal abad ke VII. perlu diketahui sebelumnya bahwa, kerajaan banggai sebelum kedatangan Adi Saka hanyalah merupakan kerajaan-kerajaan kecil yang berkedudukan di pulau-pulau kecil dan belum bernama kerajaan banggai. untuk pulau yang besar ialah pulau peling dengan terdapat beberapa basalo seperti basalo buko, basalo bulagi, dan beberapa kerajaan kecil lainnya yang masing-masing dipimpin oleh seorang basalo. kemudian pulau bollukan/banggai, pulau labobo, pulau bangkurung, kepulauan bokan dan sebagian timur pulau sulawesi juga masing-masing memiliki seorang basalo dan para basalo ini saling bertikai satu sama lain untuk memperluas wilayahnya.
Keberangkatan Adi Saka Ke Jawa

       Selain makam FUADIN, dibawahnya terdapat makam Imam SYA’BAN. pada batu nisannya bertuliskan arab melayu dan meninggal tahun 168 H/789 M, dan diperkirakan sekitar tiga puluh (30) tahun kemudian meninggalnya Fuadin baru Imam Sya'ban hadir di kerajaan banggai. dari sejarah yang kami dapatkan, Imam Sya'ban ialah penyebar agama Islam yang bertujuan datang ke kerajaan banggai melalui jalur sutra di cina, namun pada saat perjalanannya menuju Kerajaan Banggai kapalnya karam di Tidore. beliaupun akhirnya harus tinggal sebentar di tidore untuk memperbaiki kapalnya, setelah kapalnya selesai diperbaiki maka beliapun lansung berlayar menuju banggai sebab memang tujuannya ialah ke kerajaan banggai, dan untuk mengenang kapalnya yang sempat rusak tersebut maka Imam Sya'ban menciptakan satu jenis alat musik yang seperti perahu. alat musik ini sekarang lebih banyak digunakan di daerah bugis sulawesi dan alat musik ini lebih dikenal dengan kecapi bugis.
 
Namun sesuai penulisan di atas sebelum kedatangan Imam Sya'ban di Banggai, islam sendiri telah masuk dan berkembang di kerajaan banggai melalui Adi Saka dan dilanjutkan oleh keturunannya. jadi kedatangan Imam Sya'ban di kerajaan banggai ialah hanya untuk mengajarkan ilmu-ilmu islam yang lebih dalam lagi karna mungkin islam yang diajarkan oleh Adi Saka dan Fuadin masih belum terlalu dalam. tetapi perlu digaris bawahi bahwa, beliau bukanlah  sebagai orang yang pertama menyebarkan islam di kerajaan banggai. penyebaran agama islam yang dilakukan oleh Imam Sya'ban diperkirakan bukan hanya dikerajaan banggai saja tetapi sampai pada daratan sulawesi dan kerajaan banggai sebagai basis penyebarannya, ini dapat kita lihat dari bukti peninggalannya berupa alat musik berbentuk seperti perahu  yang banyak digunakan di daratan sulawesi khususnya daerah bugis, dan bukti ini bisa dijadikan alasan bahwa memang Imam Sya'ban menyebarkan islam sampai kedaratan sulawesi khususnya daerah bugis.
seperti Fuadin, Imam Sya'ban juga menjadikan daerah Basalo Salaup tepatnya di daerah lolantang bulagi selatan sekarang, sebagai tempat mengajarkan ilmu-ilmu islam dan ilmu-ilmu islam yang diajarkan oleh mereka masih berlanjut sampai sekarang.
-         Nisan ini mengigatkan bagi siapa saja
-         Pesan kepada handai Tolan dan kepada sesama manusia
-         Manakala hendak bertahlil di kuburnya harus kerena Allah dan Rasulnya.
-         Tahun 168 Hijriah Imam SYA’BAN meninggal  dalam kubur. 
     -        Waktu meninggalnya IMAM SYA’BAN hari rabu jam 4 sore 168 H
     -         Berangkat meninggalkan dunia fana menuju alam baka.
     -         Inna Lillahi Wainna Ilaihi Rojiun
     untuk sementara seperti itu yang bisa kami baca

Dengan ini dapat disimpulkan bahwa basis penyebaran islam pertama di wilayah indonesia timur atau mungkin sampai pada indonesia bagian barat dimulai dari kerajaan banggai. Selain itu, jika kita melihat dari situs yang ada maka ini bisa disimpulkan sebagai salah satu situs islam tertua di Indonesia. Sebab pada penulisannya menggunakan Arab Melayu dan sepertinya bisa dikatakan sebagai peninggalan tulisan arab melayu yang tertua di nusantara, sedangkan dari sekian banyak situs yang ada termasuk situs yang berada di daerah Sumatra lebih banyak menggunaka  tulisan Arab dengan motif Persia. Jika kita mempelajari sejarah, Persia/iran sendiri baru masuk sebagai wilayah kekhalifaan muslim pada zaman khalifah Umar Bin Afan yaitu sekitar + 16 H, dan kerajaan kecil islam dipersia baru mulai berkembang saat kekhalifaan di baghdad mulai melemah yaitu sekita abad ke-3 H atau abad ke IX M, sedangkan untuk peradaban islam persia yang mempunyai pengaruh besar di dunia islam baru dimulai sekitar abad ke-XIII M yaitu sejak berdirinya kerajaan safawi. jika demikian maka, kerajaan islam Persia/iran masih sangat muda jika  kita harus menyimpulkan sebagai penyebar islam di nusantara. sedangkan kalau kita lihat tahun meninggalanya Fuadin yaitu 68 H/ 678 M, maka sangat dimungkinkan banggai telah menjadi kerajaan islam sejaman dengan kekhalifaan umayyah dan persia pada saat itu belum memiliki kerajaan islam karna masih di bawah kekuasaan kerajaan bani umayyah.
https://sites.google.com/site/sejarahkerajaanbanggai/


Komentar

Wayang Kulit Gagrak Surakarta

Wayang Kulit Gagrak Surakarta
Jendela Dunianya Ilmu Seni Wayang

Jika Anda Membuang Wayang Kulit

Menerima Buangan Wayang Kulit bekas meski tidak utuh ataupun keriting, Jika anda dalam kota magelang dan kabupaten magelang silahkan mampir kerumah saya di jalan pahlawan no 8 masuk gang lalu gang turun, Jika anda luar kota magelang silahkan kirim jasa pos atau jasa gojek ke alamat sdr Lukman A. H. jalan pahlawan no 8 kampung boton balong rt 2 rw 8 kelurahan magelang kecamatan magelang tengah kota magelang dengan disertai konfirmasi sms dari bapak/ ibu/ sdr siapa dan asal mana serta penjelasan kategori wayang kulit bebas tanpa dibatasi gagrak suatu daerah boleh gaya baru, gaya lama, gaya surakarta, gaya yogyakarta, gaya banyumasan, gaya cirebonan, gaya kedu, gaya jawatimuran, gaya madura, gaya bali, maupun wayang kulit jenis lain seperti sadat, diponegaran, dobel, dakwah, demak, santri, songsong, klitik, krucil, madya dll

Postingan Populer