Kesultanan Gowa Tallo Sulawesi Selatan (Wangsa Rajuna/ Arjuna)

Kerajaan-Kerajaan Islam di Sulawesi
A.       Kerajaan Gowa-Tallo
Pada awalnya, Kerajaan Gowa-Tallo yang lebih dikenal sebagai Kerajaan Makassar terdiri dari beberapa kerajaan yang bercorak Hindu, antara lain, Gowa, Tallo, Wajo, Bone, Soppeng, dan Luwu. Dengan adanya dakwah dari Dato' ri Bandang dan Dato' Sulaiman, Sultan Alauddin (Raja Gowa) masuk Islam. Setelah raja memeluk Islam, rakyat pun segera ikut memeluk Islam.
Kerajaan Gowa dan Tallo kemudian menjadi satu dan lebih dikenal dengan nama Kerajaan Makassar dengan pemerintahannya yang terkenal adalah Sultan Hasanuddin (1653-1669). Ia berhasil memperluas pengaruh Kerajaan Makassar sampai ke Matos, Bulukamba, Mondar, Sulawesi Utara, Luwu, Butan, Selayar, Sumbawa, dan Lombok. 
Hasanuddin juga berhasil mengembangkan pelabuhannya dan menjadi bandar transit di Indonesia bagian timur pada waktu itu. Hasanuddin mendapat julukan “Ayam Jantan dari Timur”. Karena keberaniannya dan semangat perjuangannya, Makassar menjadi kerajaan besar dan berpengaruh terhadap kerajaan di sekitarnya.
Faktor-faktor penyebab Kerajaan Makassar menjadi besar:
 A.Letaknya strategis, baik sekali untuk pelabuhan
 B.Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis yang menyebabkan pedagang Islam pindah ke Makassar.
Perkembangan Makassar menyebabkan VOC merasa tersaingi. Makassar tidak tunduk kepada VOC, bahkan Makassar membantu rakyat Maluku melawan VOC. Kondisi ini mendorong VOC untuk berkuasa di Makassar dengan menjalin kerjasama dengan Makassar, tetapi ditolak oleh Hasanuddin. Oleh karena itu, VOC menyerang Makassar dengan membantu Aru Palaka yang telah bermusuhan dengan Makassar. Akibatnya, banteng Borombong dan ibu kota Sombaopu jatuh ke tangan musuh, Hasanuddin ditangkap dan  dipaksa menandatangani Perjanjian Bongaya (1667).
Isi Perjanjian Bongaya:
1.        VOC memperolehhakmonopoli di Makassar
2.        VOC diizinkan mendirikan benteng di Makassar
3.        Makassar harus melepaskan jajahan seperti Bone
4.        Semua bangsa asing diusir dari Makassar, kecuali VOC
5.        Kerajaan Makassar diperkecil hanya tinggal Gowa saja
6.        Makassar membayar semua utang perang
7.        Aru Palaka diakui sebagai Raja Bone.
Akibat kekalahannya, peranan Makassar sebagai penguasa pelayaran dan perdagangan berakhir. Sebaliknya, VOC memperoleh tempat yang strategis di Indonesia bagian timur. Rakyat Makassar yang tidak mau menerima Perjanjian Bongaya, seperti Kraeng Galesung dan Monte Merano, melarikan diri ke Mataram. Selanjutnya, untuk memperlemah Makassar, banteng Sombaopu dihancurkan oleh Speelman dan benteng Ujung Pandang dikuasai VOC diganti nama menjadi benteng Ford Roterdam.
Dalam bidang kebudayaan, Makassar sebagai kerajaan yang bersifat maritim sedikit meninggalkan hasil-hasil budaya. Peninggalan budaya Makassar yang menonjol adalah perahu pinisi, lambo, dan bercadik. Dalam bidang sastra, diperkirakan sudah lahir beberapa karya sastra. Hanya saja, karya-karya tersebut tidak sampai ke kita. Tetapi pada saat itu sudah ada sebuah buku tentang hukum laut dan perniagaan, yaitu Ade' Allopiloping Bicaranna Pabbalu'e dan naskah lontar karya Amanna Gappa.
Birokrasi Pemerintahan Makassar Di Sulawesi, ditemukan buku kronik, antara lain, Lontara (himpunan cerita yang memuat silsilah raja-raja Gowa, Bone, Wajo, Luwu, dan sebagainya), Sanggala (himpunan cerita yang memuat silsilah raja-raja Toraja), dan I La Galigo (himpunan cerita yang memuat silsilah raja-raja Bugis).
Berkuasa mula itahun 1593 – wafat tanggal 15 Juni 1639. Merupakan penguasa Gowa pertama yang memeluk agama Islam.
Lahir 31 Maret 1656, berkuasa mulai tahun 1669 hingga 1674, dan wafat 7 Mei 1681
Lahir 29 November 1654, berkuasa mulai 1674 sampai 1677, dan wafat 15 Agustus1681
Dari sekian banyak kerajaan di Sulawesi Selatan, ada tiga kerajaan besar, yaitu:
1.        Kerajaan Gowa, rajanya disebut Sombaya ri Gowa (yang disembah di Gowa)
2.        Kerajaan Luwu, rajanya disebut Pajunge ri Luwu atau Mapajunge ri Luwu
3.        Kerajaan Bone, rajanya disebut Mangkau'E ri Bone (yang bertakhta di Bone).
Setelah raja-raja Makassar masuk Islam, mereka bergelar sultan. Dalam menjalankan pemerintahannya, raja dibantu oleh suatu dewan yang disebut Kasuwiyang Salapanga (pangabdi sembilan), kemudian diubah menjadi Bate Salapanga (bendera sembilan). Sebagai pembantu raja yang menjalankan undang-undang pemerintahan, majelis diawasi oleh seorang pemimpin yang disebut Paccalaya (hakim).
Setelah raja, jabatan tertinggi di bawahnya adalah Pabbicarabutta yang dibantu oleh Tumailalang Matowa dan Tumailalang Malolo. Tumailalang Matowa bertugas sebagai pegawai tinggi yang menyampaikan perintah raja kepada majelis Bate Salapanga. Adapun Tumailalang Malolo adalah pegawai tinggi urusan istana. Panglima yang memimpin tentara dalam perang disebut Anrong Guru Lompona Tumakjannangang. Mereka bergelar Karaeng atau Gallareng.
Ada lagi jabatan yang disebut Opu Bali Ranten, yaitu bendahara kerajaan. Selain sebagai bendahara, ia juga mengurus masalah perdagangan dan hubungan ke luar. Bidang agama diurus oleh seorang kadhi yang dibantu oleh imam, khatib, dan bilal.
Raja-raja KerajaanGowaTallo :
1.        Tumanurunga (+ 1300)
2.        Tumassalangga Baraya
3.        Puang Loe Lembang
4.        I Tuniatabanri
5.        Karampang ri Gowa
6.        Tunatangka Lopi (+ 1400)
7.        Batara Gowa Tuminanga ri Paralakkenna
8.        Pakere Tau Tunijallo ri Passukki
9.        Daeng Matanre Karaeng Tumapa' ri si' Kallonna (awalabad ke-16)
10.    I Manriwagau Daeng Bonto Karaeng Lakiyung Tunipallangga Ulaweng (1546-1565)
11.    I Tajibarani Daeng Marompa Karaeng Data Tunibatte
12.    I Manggorai Daeng Mameta Karaeng Bontolangkasa Tunijallo (1565-1590).
13.    I Tepukaraeng Daeng Parabbung Tuni Pasulu (1593).
14.    I Mangari Daeng Manrabbia Sultan Alauddin Tuminangari Gaukanna
15.    I Mannuntungi Daeng Mattola Karaeng Lakiyung Sultan Malikussaid Tuminangari Papang Batuna. Lahir11 Desember1605, berkuasa mulai tahun 1639 hingga wafatnya 6 November 1653
16.    I Mallombassi Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangape Sultan Hasanuddin Tuminangari Balla'pangkana. Lahir tanggal 12 Juni 1631, berkuasa mulai tahun 1653 sampai 1669, dan wafat pada 12 Juni1670
17.    I Mappasomba Daeng Nguraga Sultan Amir Hamzah Tuminangari Allu'
18.    I Mallawakkang Daeng Mattinri Karaeng Kanjilo Tuminangari Passiringanna
19.    Sultan Mohammad Ali (Karaeng Bisei) Tumenangari Jakattara
20.    I Mappadulu Daeng Mattimung Karaeng Sanrobone Sultan Abdul Jalil Tuminangari Lakiyung. (1677-1709)
21.    La Pareppa Tosappe Wali Sultan Ismail Tuminangari Somba Opu (1709-1711)
22.    I Mappaurangi Sultan Sirajuddin Tuminangri Pasi
23.    I Manrabbia Sultan Najamuddin
24.    I Mappaurangi Sultan Sirajuddin Tuminangri Pasi. (Menjabat untuk kedua kalinya pada tahun1735)
25.    I Mallawagau Sultan Abdul Chair (1735-1742)
26.    I Mappibabasa Sultan Abdul Kudus (1742-1753)
27.    Amas Madina Batara Gowa (diasingkan oleh Belanda ke Sri Lanka) (1747-1795)
28.    I Mallisujawa Daeng Riboko Arungmampu Tuminangari Tompobalang (1767-1769)
29.    I Temmassongeng Karaeng Katanka Sultan Zainuddin Tuminangari Mattanging (1770-1778)
30.    I Manawari Karaeng Bontolangkasa (1778-1810)
31.    I Mappatunru / I Mangijarang Karaeng Lembang Parang Tuminangri Katangka (1816-1825)
32.    La Oddanriu Karaeng Katangka Tuminangari Suangga (1825-1826)
33.    I Kumala Karaeng Lembang Parang Sultan Abdul Kadir Moh Aidid Tuminangari Kakuasanna (1826 - wafat30 Januari1893)
34.    I Malingkaan Daeng Nyonri Karaeng Katangka Sultan Idris Tuminangari Kalabbiranna (1893- wafat18 Mei1895)
35.    I Makkulau Daeng Serang Karaeng Lembangparang Sultan Husain Tuminangri Bundu'na. Memerintah sejak tanggal 18 Mei 1895, dimahkotai di Makassar pada tanggal 5 Desember 1895. Ia melakukan perlawanan terhadap Hindia Belanda pada tanggal 19 Oktober 1905 dan diberhentikan dengan paksa oleh Hindia Belandapada 13 April 1906. Ia meninggal akibat jatuh di Bundukma, dekat Enrekang pada tanggal 25 Desember 1906.
36.    I Mangimangi Daeng Matutu Karaeng Bonto Nompo Sultan Muhammad Tahur Muhibuddin Tuminangari Sungguminasa (1936-1946)
37.    Andi Ijo Daeng Mattawang Karaeng Lalolang Sultan Muhammad Abdul Kadir Aidudin (1946-1960) merupakan Raja Gowa terakhir, meninggal di Jongaya pada tahun 1978.
Peninggalan Sejarah Islam di Sulawesi
1.         Batu Pelantikan Raja (Batu Pallantikang)
Hasil gambar untuk Batu Pelantikan Raja (Batu Pallantikang) 
Batu pelantikan raja (hatu pallantikang) terletak di sebelah tenggara kompleks makam Tamalate. Dahulu, setiap penguasa baru Gowa-Tallo di sumpah di atas batu ini (Wolhof dan Abdurrahim, tt : 67). Batu pallantikang sesungguhnya merupakan batu alami tanpa pembentukan, terdiri dari satu batu andesit yang diapit 2 batu kapur. Batu andesit merupakan pusat pemujaan yang tetap disakralkan masyarakat sampai sekarang.
Hasil gambar untuk Batu Pelantikan Raja (Batu Pallantikang)
 Pemujaan penduduk terhadap batu ini ditandai dengan banyaknya sajian di atas batu ini. Mereka meyakini bahwa batu tersebut adalah batu dewa dari kayangan yang bertuah.
Hasil gambar untuk Batu Pelantikan Raja (Batu Pallantikang)
2.         Mesjid Katangka
Mesjid Katangka didirikan pada tahun 1605 M. Sejak berdirinya telah mengalami beberapa kali pemugaran. Pemugaran itu berturut-turut dilakukan oleh: [a] Sultan Mahmud (1818); [b] Kadi Ibrahim (1921); [c] Haji Mansur Daeng Limpo, Kadi Gowa (1948); dan [d] Andi Baso, Pabbicarabutta GoWa (1962). Sangat sulit mengidentifikasi bagian paling awal (asli) bangunan mesjid tertua Kerajaan Gowa ini.
Yang masih menarik adalah ukuran tebal tembok kurang lebih 90 cm, hiasan sulur-suluran dan bentuk mimbar yang terbuat dari kayu menyerupai singgasana dengan sandaran tangan. Hiasan makhuk di samarkan agar tidak tampak realistik. Pada ruang tengah terdapat empat tiang soko guru yang mendukung konstruksi bertingkat di atasnya. Mimbar dipasang permanen dan diplaster. Pada pintu masuk dan mihrab terdapat tulisan Arab dalam babasa Makassar yang menyebutkan pemugaran yang dilakukan Karaeng Katangka pada tahun 1300 Hijriah.
3.         Makam Syekh Yusuf
Hasil gambar untuk Makam Syekh Yusuf makassar
Kompleks makam ini terletak pada dataran rendah Lakiung di sebelah barat Mésjid Katangka. Di dalam kompleks ini terdapat 4 buah cungkup dan sejumlah makam biasa. Makam Syekh Yusuf terdapat di dalam cungkup terbesar, berbentuk bujur sangkar Pintu masuk terletak di sisi Selatan. Puncak cungkup berhias keramik. Makam ini merupakan makam kedua. Ketika wafat di pengasingan, Kaap, tanggal 23 Mei 1699, beliau dimakamkan untuk pertama kalinya di Faure, Afrika Selatan. Raja Gowa meminta kepada pemerintah Belanda agar jasad Syekh Yusuf dipulangkan dan dimakamkan di Gowa. Lima tahun sesudah wafat (1704) baru permintaan tersebut dikabulkan. Jasadnya dibawa pulang bersama keluarga dengan kapal de Spiegel yang berlayar langsung dan Kaap ke Gowa. Pada tanggal 6 April 1705, tulang kerangka Syekh Yusuf dimakamkan dengan upacara adat pemakaman bangsawan di Lakiung. Di atas makamnya dibangun kubah yang disebut kobbanga oleh orang Makassar.
Hasil gambar untuk Makam Syekh Yusuf makassar
Makam Syekh Yusuf mempunyai dua nisan tipe Makassar, terbuat dari batu alam yang permukaannya sangat mengkilap. Hal ini dapat terjadi karena para peziarah selalu menyiramnya dengan minyak kelapa atau semacamnya. Sampai sekarang peziarah masih sangat ramai mengunjungi tokoh ulama (panrita) dan intelektual (tulnangngasseng) yang banyak berperan dalam perkembangan dan kejayaan kerajaan Gowa-Tallo abad pertengahan.
Hasil gambar untuk Makam Syekh Yusuf makassar
Dalam lontarak "Riwayakna Tuanta Salamaka ri Gowa 7, Syekh Yusuf dianggap Nabi Kaidir (Abu Hamid, 1994: 85). la tokoh yang memiliki keistimewaan, seperti berjalan tanpa berpijak di tanah. Dalam usia belia ia sudah tamat mempelajari kitab fiqih dan tauhid. Guru tarekat Naqsabandiayah, Syattariyah, Ba'alaniiyah, dan Qadriyah. Wawasan sufistiknya tidak pernah menyinggung pertentangan antara Hamzah Fanzuri yang mengembangkan ajaran Wujudiyah dan Syekh Nuruddin ar-Raniri.
4.         Benteng Tallo(Somba Opu) 
Hasil gambar untuk Benteng Tallo somba opu
Benteng Tallo terletak di muara sungai Tallo. Benteng dibangun dengan menggunakan bahan batu bata, batu padas/batu pasir, dan batu kurang. Luas benteng diperkirakan 2 kilometer. Berdasarkan temuan fondasi dan susunan benteng yang masih tersisa, tebal dinding banteng diperkirakan mencapai 260 cm.
Akibat perjanjian Bongaya (1667) benteng dihancurkan. Sekarang, sisa-sisa benteng dan bekas aktivitas berserakan. Beberapa bekas fondasi, sudut benteng (bastion) dan batu merah yang tersisa sering dimanfaatkan penduduk untuk berbagai keperluan darurat, sehingga tidak tampak lagi bentuk aslinya. Fondasi itu mengelilingi pemukiman dan makam raja-raja Tallo.

BUKTI-BUKTI PENINGGALAN SEJARAH ISLAM
Banyak terdapat bukti-bukti peninggalan sejarah Islam di Sulawesi, dan berikut di antrara bukti-bukti tersebut:
1.         Dalam catatan Lontara Bilang Duappulo tertulis bahwa raja pertama  yang memeluk agama Islam tahun 1603 adalah Kanjeng Matoaya, Raja ke-4 dari Kerajaan Tallo. Penyiar agama Islam di daerah ini berasal dari Demak, Tuban, dan Gresik. Oleh karena itu Islam masuk melalui Raja dan masyarakat Gowa Tallo.
Hasil gambar untuk catatan Lontara Bilang
2.         Masjid Hila yaitu masjid pertama Datuk Tiro di Kabupaten Bulukumba yang didirikan oleh Al-Maulana Khotib Bungsu atau Datuk Tiro. Setelah Luru Daeng Biasa masuk Islam, maka Datuk Tiro membuat masjid Hila.
3.         Batu karang berbentuk bukit karang kecil di tengah pantai Semboang dengan tinggi 15 meter, adalah makam Karaeng Sapo Batu, karena Raja Tiro pertama bernama Karaeng Raja Daeng Malaja.
4.         Obyek tinggalan arkeologi Islam yang berada di kota Manado berupamakam tua yang terdapat di kmpleks pekuburan Islam Tuminting. Secara umum bangunan makam memiliki tiga unsur yang menjadi kelengkapan satu dengan lainnya, yaitu:
A. Kijing  (jirat), dasar yang berbentuk persegi panjang  dengan berbagai bentuk variasi.
B. Nisan, berupa tanda yang terbuat dari kayu, batu atau logam yang diletakkan di atas kijing. Nisan ada yang dipasang  pada bagian kepala saja, atau kepala dan kaki.
C. Cungkup, berupa bangunan pelindung beratap untuk melindungi makam dari hujan.
5.         Benda bersejarah yang berkaitan dengan masuknya agama Islam di Lembah Palu, Sulawesi Tengah, tidak hanya berupa Al-Qur’an kuno saja. Ada sejumlah naskah yang hadir di tengah masyarakat lembah Palu bersamaan dengan masuknya Islam. Naskah tersebut di antaranya berupa naskah Kutika dan Naskah Lontara.
6.         Masjid di Mangallekana Kabupaten Gowa dan pelaksanaan Islam sebelum abad 16.



LATAR BELAKANG, PROSES MASUKNYA ISLAM DAN PENGARUH ISLAM PADA KERAJAAN-KERAJAAN ISLAM DI SULAWESI

Kapal Pinisi 
A.   Kerajaan Gowa
       1.    Latar Belakang Lahirnya Kerajaan Gowa
Pada awalnya di daerah Gowa terdapat sembilan komunitas, yang dikenal dengan nama Bate Salapang (Sembilan Bendera), yang kemudian menjadi pusat Kerajaan Gowa: Tombolo, Lakiung, Parang-Parang, Data, Agangjene, Saumata, Bissei, Sero dan Kalili. Melalui berbagai cara, baik damai maupun paksaan, komunitas lainnya bergabung untuk membentuk Kerajaan Gowa. Cerita dari para pendahulu di Gowa mengatakan bahwa Tumanurung merupakan pendiri Kerajaan Gowa pada awal abad ke-14.
       Kesultanan Gowa atau kadang ditulis Goa, adalah salah satu kerajaan besar dan paling sukses yang terdapat di daerah Sulawesi Selatan. Rakyat dari kerajaan ini berasal dari Suku Makassar yang berdiam di ujung selatan dan pesisir barat Sulawesi bagian selatan. Wilayah kerajaan ini sekarang berada di bawah Kabupaten Gowa dan beberapa bagian daerah sekitarnya. Kerajaan ini memiliki raja yang paling terkenal bergelar Sultan Hasanuddin, yang saat itu melakukan peperangan yang dikenal dengan Perang Makassar (1666-1669) terhadap VOC yang dibantu olehKesultanan Bone yang dikuasai oleh satu wangsa (dinasti) Suku Bugis dengan rajanya, Arung Palakka. Perang Makassar bukanlah perang antarsuku karena pihak Gowa memiliki sekutu dari kalangan Bugis; demikian pula pihak Belanda-Bone memiliki sekutu orang Makassar. Perang Makassar adalah perang terbesar VOC yang pernah dilakukannya pada abad ke-17.
2.    Proses Masuknya Islam di Kerajaan Gowa
       Tome Pires (1512-1515 Masehi) ketika melakukan perjalanan ke Malaka pada tahun 1513 menceritakan bahwa orang-orang Makassar sudah berdagang hingga ke Malaka, Kalimantan, Jawa, Borneo, dan juga hampir semua tempat yang berada di antara Pahang dan Siam. Tome Pires juga mengatakan bahwa penguasa di daerah itu yang menguasai lebih dari 50 negeri masih menganut agama yang bukan islam.
Baik sumber-sumber asing maupun sumber naskah-naskah kuno menyatakan bahwa kehadiran agama islam di Sulawesi sudah ada sebelum Tome Pires datang. Tome Pires mungkin sekali menitikberatkan beritanya itu pada kerajaan Gowa dan Tallo yang memang baru memeluk islam sebagai agama resmi kerajaan pada awal abad ke-17 Masehi.
Sekalipun para pedagang Muslim sudah berada di Sulawesi Selatan sejak akhir Abad XV, tidak diperoleh keterangan secara pasti, baik dari sumber lokal maupun sumber dari luar, tentang terjadinya konversi ke dalam Islam oleh salah seorang raja setempat pada masa itu, sebagaimana yang terjadi pada agama Katolik.
       Agaknya inilah yang menjadi faktor pendorong para pedagang melayu mengundang tiga orang mubalig dari Koto Tangah (Kota Tengah) Minangkabau ke Makassar untuk mengislamkan elit Kerajaan Gowa-Tallo. Inisiatif untuk mendatangkan mubalig khusus ke Makassar sudah ada sejak Anakkodah Bonang (Nahkodah Bonang). Ia adalah seorang ulama dari Minangkabau sekaligus pedagang yang berada di Gowa pada pertengahan Abad XVI (1525).
Keberhasilan penyebaran Islam terjadi setelah memasuki awal Abad XVII dengan kehadiran tiga orang mubalig yang bergelar datuk dari Minangkabau. Lontara Wajo  menyebutkan bahwa ketiga datuk itu datang pada permulaan Abad XVII dari Koto Tangah, Minangkabau. Mereka dikenal dengan nama Datuk Tellue (Bugis) atau Datuk Tallua (Makassar), yaitu :
1.    Abdul Makmur, Khatib Tunggal, yang lebih populer dengan nama Datuk ri Bandang;
2.    Sulaiman, Khatib Sulung, yang lebih populer dengan nama Datuk Patimang;
3.    Abdul Jawad, Khatib Bungsu, yang lebih dikenal dengan nama Datuk ri Tiro.
       3.    Pengaruh Islam pada Masa Kerajaan Gowa
       Sebagai negara maritim, maka sebagian besar masyarakat Gowa adalah nelayan dan pedagang. Mereka giat berusaha untuk meningkatkan taraf kehidupannya, bahkan tidak jarang dari mereka yang merantau untuk menambah kemakmuran hidupnya. Walaupun masyarakat Gowa memiliki kebebasan untuk berusaha dalam mencapai kesejahteraan hidupnya, tetapi dalam kehidupannya mereka sangat terikat dengan norma adat yang mereka anggap sakral. Norma kehidupan masyarakat diatur berdasarkan adat dan agama Islam yang disebut Pangadakkang. Dan masyarakat Gowa sangat percaya dan taat terhadap norma-norma tersebut.
       Di samping norma tersebut, masyarakat Gowa juga mengenal pelapisan sosial yang terdiri dari lapisan atas yang merupakan golongan bangsawan dan keluarganya disebut dengan Anakarung atau Karaeng, sedangkan rakyat kebanyakan disebut to Maradeka dan masyarakat lapisan bawah disebut dengan golongan Ata.
       Dari segi kebudayaan, maka masyarakat Gowa banyak menghasilkan benda-benda budaya yang berkaitan dengan dunia pelayaran. Mereka terkenal sebagai pembuat kapal. Jenis kapal yang dibuat oleh orang Gowa dikenal dengan nama Pinisi dan Lombo. Kapal Pinisi dan Lombo merupakan kebanggaan rakyat Sulawesi Selatan dan terkenal hingga mancanegara.
https://kerjaanislamdiindonesia.blogspot.co.id/kerajaan-islam-di-sulawesi-dan-gorontalo.html


Kesultanan Gowa

Kesultanan Gowa atau kadang ditulis Goa, adalah salah satu kerajaan besar dan paling sukses yang terdapat di daerah Sulawesi Selatan. Rakyat dari kerajaan ini berasal dari Suku Makassar yang berdiam di ujung selatan dan pesisir barat Sulawesi bagian selatan. Wilayah kerajaan ini sekarang berada di bawah Kabupaten Gowa dan beberapa bagian daerah sekitarnya. Kerajaan ini memiliki raja yang paling terkenal bergelar Sultan Hasanuddin, yang saat itu melakukan peperangan yang dikenal dengan Perang Makassar (1666-1669) terhadap VOC yang dibantu oleh Kesultanan Bone yang dikuasai oleh satu wangsa (dinasti) Suku Bugis dengan rajanya, Arung Palakka. Perang Makassar bukanlah perang antarsuku karena pihak Gowa memiliki sekutu dari kalangan Bugis; demikian pula pihak Belanda-Bone memiliki sekutu orang Makassar. Perang Makassar adalah perang terbesar VOC yang pernah dilakukannya pada abad ke-17.


Bendera Ksl.Gowa


Wilayah Kesultanan Gowa Abad ke 16 

Sejarah


Sejarah Awal




Pada awalnya di daerah Gowa terdapat sembilan komunitas, yang dikenal dengan nama Bate Salapang (Sembilan Bendera), yang kemudian menjadi pusat Kerajaan Gowa: Tombolo, Lakiung, Parang-Parang, Data, Agangjene, Saumata, Bissei, Sero dan Kalili. Melalui berbagai cara, baik damai maupun paksaan, komunitas lainnya bergabung untuk membentuk Kerajaan Gowa. Cerita dari para pendahulu di Gowa mengatakan bahwa Tumanurung merupakan pendiri Kerajaan Gowa pada awal abad ke-14.

Hasil gambar untuk istana kesultanan gowa
Istana Balla Lompoa Kuno 
Hasil gambar untuk istana kesultanan gowa
Istana Balla Lompoa Sekarang (jadi Museum Balla Lompoa), Sungguminasa 

Abad ke-16


Tumapa'risi' Kallonna




Memerintah pada awal abad ke-16, di Kerajaan Gowa bertahta Karaeng (Penguasa) Gowa ke-9, bernama Tumapa'risi' Kallonna. Pada masa itu salah seorang penjelajah Portugis berkomentar bahwa "daerah yang disebut Makassar sangatlah kecil". Dengan melakukan perombakan besar-besaran di kerajaan, Tumapa'risi' Kallonna mengubah daerah Makassar dari sebuah konfederasi antar-komunitas yang longgar menjadi sebuah negara kesatuan Gowa. Dia juga mengatur penyatuan Gowa dan Tallo kemudian merekatkannya dengan sebuah sumpah yang menyatakan bahwa apa saja yang mencoba membuat mereka saling melawan (ampasiewai) akan mendapat hukuman Dewata. Sebuah perundang-undangan dan aturan-aturan peperangan dibuat, dan sebuah sistem pengumpulan pajak dan bea dilembagakan di bawah seorang syahbandar untuk mendanai kerajaan. Begitu dikenangnya raja ini sehingga dalam cerita pendahulu Gowa, masa pemerintahannya dipuji sebagai sebuah masa ketika panen bagus dan penangkapan ikan banyak.

Dalam sejumlah penyerangan militer yang sukses penguasa Gowa ini mengalahkan negara tetangganya, termasuk Siang dan menciptakan sebuah pola ambisi imperial yang kemudian berusaha ditandingi oleh penguasa-penguasa setelahnya pada abad ke-16 dan ke-17. Kerajaan-kerajaan yang ditaklukkan oleh Tumapa'risi' Kallonna diantaranya adalah Kerajaan Siang, serta Kesultanan Bone, walaupun ada yang menyebutkan bahwa Bone ditaklukkan oleh Tunipalangga.

Tunipalangga


Tunipalangga dikenang karena sejumlah pencapaiannya, seperti yang disebutkan dalam Kronik (Cerita para pendahulu) Gowa, diantaranya adalah:

  1. Menaklukkan dan menjadikan bawahan Bajeng, Lengkese, Polombangkeng, Lamuru, Soppeng, berbagai negara kecil di belakang Maros, Wajo, Suppa, Sawitto, Alitta, Duri, Panaikang, Bulukumba dan negara-negara lain di selatan, dan wilayah pegunungan di selatan.
  2. Orang pertama kali yang membawa orang-orang Sawitto, Suppa dan Bacukiki ke Gowa.
  3. Menciptakan jabatan Tumakkajananngang.
  4. Menciptakan jabatan Tumailalang untuk menangani administrasi internal kerajaan, sehingga Syahbandar leluasa mengurus perdagangan dengan pihak luar.
  5. Menetapkan sistem resmi ukuran berat dan pengukuran
  6. Pertama kali memasang meriam yang diletakkan di benteng-benteng besar.
  7. Pemerintah pertama ketika orang Makassar mulai membuat peluru, mencampur emas dengan logam lain, dan membuat batu bata.
  8. Pertama kali membuat dinding batu bata mengelilingi pemukiman Gowa dan Sombaopu.
  9. Penguasa pertama yang didatangi oleh orang asing (Melayu) di bawah Anakhoda Bonang untuk meminta tempat tinggal di Makassar.
  10. Yang pertama membuat perisai besar menjadi kecil, memendekkan gagang tombak (batakang), dan membuat peluru Palembang.
  11. Penguasa pertama yang meminta tenaga lebih banyak dari rakyatnya.
  12. Penyusun siasat perang yang cerdas, seorang pekerja keras, seorang narasumber, kaya dan sangat berani.

Abad ke-17


Pada tahun 1666, di bawah pimpinan Laksamana Cornelis SpeelmanVOC berusaha menundukkan kerajaan-kerajaan kecil di Sulawesi, tetapi belum berhasil menundukkan Kesultanan Gowa. Di lain pihak, setelah Sultan Hasanuddin naik tahta, ia berusaha menggabungkan kekuatan kerajaan-kerajaan kecil di Indonesia bagian timur untuk melawan VOC (Kompeni).

Pertempuran terus berlangsung, Kompeni menambah kekuatan pasukannya hingga pada akhirnya Gowa terdesak dan semakin lemah sehingga pada tanggal 18 November 1667 bersedia mengadakan Perjanjian Bungaya di Bungaya. Gowa merasa dirugikan, karena itu Sultan Hasanuddin mengadakan perlawanan lagi. Akhirnya pihak Kompeni minta bantuan tentara ke Batavia. Pertempuran kembali pecah di berbagai tempat. Sultan Hasanuddin memberikan perlawanan sengit. Bantuan tentara dari luar menambah kekuatan pasukan VOC, hingga akhirnya Kompeni berhasil menerobos benteng terkuat milik Kesultanan Gowa yaitu Benteng Somba Opu pada tanggal 12 Juni 1669. Sultan Hasanuddin kemudian mengundurkan diri dari tahta kerajaan dan wafat pada tanggal 12 Juni 1670.
Hasil gambar untuk sultan hasanudin
Sultan Hasanuddin 

Abad ke-20


Kesultanan Gowa telah mengalami pasang surut dalam perkembangan sejak Raja Gowa ke-1, Tumanurung, hingga mencapai puncak keemasannya pada abad ke-17, hingga kemudian mengalami masa penjajahan dibawah kekuasaan Belanda. Dalam pada itu, sistem pemerintahan mengalami transisi pada masa Raja Gowa ke-36, Andi Idjo Karaeng Lalolang Sultan Muhammad Abdul Kadir Aidudin, menyatakan Kesultanan Gowa bergabung menjadi bagian Republik Indonesia yang merdeka dan bersatu, dan berubah bentuk dari kerajaan menjadi Daerah Tingkat II Kabupaten Gowa. Sehingga dengan perubahan tersebut, Andi Idjo pun tercatat dalam sejarah sebagai Raja Gowa terakhir dan sekaligus Bupati Kabupaten Gowa pertama.

Keadaan Sosial-Budaya


Sebagai negara maritim, maka sebagian besar masyarakat Gowa adalah nelayan dan pedagang. Mereka giat berusaha untuk meningkatkan taraf kehidupannya, bahkan tidak jarang dari mereka yang merantau untuk menambah kemakmuran hidupnya. Walaupun masyarakat Gowa memiliki kebebasan untuk berusaha dalam mencapai kesejahteraan hidupnya, tetapi dalam kehidupannya mereka sangat terikat dengan norma adat yang mereka anggap sakral. Norma kehidupan masyarakat diatur berdasarkan adat dan agama Islam yang disebut Pangadakkang. Dan masyarakat Gowa sangat percaya dan taat terhadap norma-norma tersebut.

Di samping norma tersebut, masyarakat Gowa juga mengenal pelapisan sosial yang terdiri dari lapisan atas yang merupakan golongan bangsawan dan keluarganya disebut dengan Anakarung atau Karaeng, sedangkan rakyat kebanyakan disebut to Maradeka dan masyarakat lapisan bawah disebut dengan golongan Ata.
Dari segi kebudayaan, maka masyarakat Gowa banyak menghasilkan benda-benda budaya yang berkaitan dengan dunia pelayaran. Mereka terkenal sebagai pembuat kapal. Jenis kapal yang dibuat oleh orang Gowa dikenal dengan nama Pinisi dan Lombo. Kapal Pinisi dan Lombo merupakan kebanggaan rakyat Sulawesi Selatan dan terkenal hingga mancanegara.

Para Raja dan Sultan Gowa



  1. Tumanurung (±1300)
  2. Tumassalangga Baraya
  3. Puang Loe Lembang
  4. I Tuniatabanri
  5. Karampang ri Gowa
  6. Tunatangka Lopi (±1400)
  7. Batara Gowa Tuminanga ri Paralakkenna
  8. Pakere Tau Tunijallo ri Passukki
  9. Daeng Matanre Karaeng Tumapa'risi' Kallonna (awal abad ke-16)
  10. I Manriwagau Daeng Bonto Karaeng Lakiyung Tunipallangga Ulaweng (1546-1565)
  11. I Tajibarani Daeng Marompa Karaeng Data Tunibatte
  12. I Manggorai Daeng Mameta Karaeng Bontolangkasa Tunijallo (1565-1590)
  13. I Tepukaraeng Daeng Parabbung Tuni Pasulu (1593)
  14. I Mangari Daeng Manrabbia Sultan Alauddin I Tuminanga ri Gaukanna; Berkuasa mulai tahun 1593 - wafat tanggal 15 Juni 1639, merupakan penguasa Gowa pertama yang memeluk agama Islam
  15. I Mannuntungi Daeng Mattola Karaeng Lakiyung Sultan Malikussaid Tuminanga ri Papang Batuna; Lahir 11 Desember 1605, berkuasa mulai tahun 1639hingga wafatnya 6 November 1653
  16. I Mallombassi Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangape Sultan Hasanuddin Tuminanga ri Balla'pangkana; Lahir tanggal 12 Juni 1631, berkuasa mulai tahun 1653 sampai 1669, dan wafat pada 12 Juni 1670
  17. I Mappasomba Daeng Nguraga Sultan Amir Hamzah Tuminanga ri Allu'; Lahir 31 Maret 1656, berkuasa mulai tahun 1669 hingga 1674, dan wafat 7 Mei 1681
  18. Sultan Mohammad Ali (Karaeng Bisei) Tumenanga ri Jakattara; Lahir 29 November 1654, berkuasa mulai 1674 sampai 1677, dan wafat 15 Agustus 1681
  19. I Mappadulu Daeng Mattimung Karaeng Sanrobone Sultan Abdul Jalil Tuminanga ri Lakiyung. (1677-1709)
  20. La Pareppa Tosappe Wali Sultan Ismail Tuminanga ri Somba Opu (1709-1711)
  21. I Mappaurangi Sultan Sirajuddin Tuminang ri Pasi
  22. I Manrabbia Sultan Najamuddin
  23. I Mappaurangi Sultan Sirajuddin Tuminang ri Pasi; Menjabat untuk kedua kalinya pada tahun 1735
  24. I Mallawagau Sultan Abdul Chair (1735-1742)
  25. I Mappibabasa Sultan Abdul Kudus (1742-1753)
  26. Amas Madina Batara Gowa (diasingkan oleh Belanda ke Sri Lanka) (1747-1795)
  27. I Mallisujawa Daeng Riboko Arungmampu Tuminanga ri Tompobalang (1767-1769)
  28. I Temmassongeng Karaeng Katanka Sultan Zainuddin Tuminanga ri Mattanging (1770-1778)
  29. I Manawari Karaeng Bontolangkasa (1778-1810)
  30. I Mappatunru / I Mangijarang Karaeng Lembang Parang Tuminang ri Katangka (1816-1825)
  31. La Oddanriu Karaeng Katangka Tuminanga ri Suangga (1825-1826)
  32. I Kumala Karaeng Lembang Parang Sultan Abdul Kadir Moh Aidid Tuminanga ri Kakuasanna (1826 - wafat 30 Januari 1893)
  33. I Malingkaan Daeng Nyonri Karaeng Katangka Sultan Idris Tuminanga ri Kalabbiranna (1893 - wafat 18 Mei 1895)
  34. I Makkulau Daeng Serang Karaeng Lembangparang Sultan Husain Tuminang ri Bundu'na; Memerintah sejak tanggal 18 Mei 1895, dimahkotai di Makassar pada tanggal 5 Desember 1895, ia melakukan perlawanan terhadap Hindia Belanda pada tanggal 19 Oktober 1905 dan diberhentikan dengan paksa oleh Hindia Belanda pada 13 April 1906, kemudian meninggal akibat jatuh di Bundukma, dekat Enrekangpada tanggal 25 Desember 1906
  35. I Mangimangi Daeng Matutu Karaeng Bonto Nompo Sultan Muhammad Tahur Muhibuddin Tuminanga ri Sungguminasa (1936-1946)
  36. Andi Ijo Daeng Mattawang Karaeng Lalolang Sultan Muhammad Abdul Kadir Aidudin (1946-1978)[3]
  37. Andi Maddusila Patta Nyonri Karaeng Katangka Sultan Alauddin II (2011-2014)
  38. I Kumala Andi Idjo Sultan Kumala Idjo Batara Gowa III Daeng Sila Karaeng Lembang Parang (2014-Sekarang)
https://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Gowa


Lambang Kesultanan Makassar 


Benteng 


KONDISI SOSIAL BUDAYA KERAJAAN GOWA TALLO

Sebagai negara Maritim, maka sebagian besar masyarakat Makasar adalah nelayan dan pedagang. Mereka giat berusaha untuk meningkatkan taraf kehidupannya, bahkan tidak jarang dari mereka yang merantau untuk menambah kemakmuran hidupnya.  Walaupun masyarakat Makasar memiliki kebebasan untuk berusaha dalam mencapai kesejahteraan hidupnya, tetapi dalam kehidupannya mereka sangat terikat dengan norma adat yang mereka anggap sakral. Norma kehidupan masyarakat Makasar diatur berdasarkan adat dan agama Islam yang disebut PANGADAKKANG. Dan masyarakat Makasar sangat percaya terhadap norma-norma tersebut.Di samping norma tersebut, masyarakat Makasar juga mengenal pelapisan sosial yang terdiri dari lapisan atas yang merupakan golongan bangsawan dan keluarganya disebut dengan “Anakarung/Karaeng”, sedangkan rakyat kebanyakan disebut “to Maradeka” dan masyarakat lapisan bawah yaitu para hamba-sahaya disebut dengan golongan “Ata”.
Dari segi kebudayaan, maka masyarakat Makasar banyak menghasilkan benda-benda budaya yang berkaitan dengan dunia pelayaran. Mereka terkenal sebagai pembuat kapal. Jenis kapal yang dibuat oleh orang Makasar dikenal dengan nama Pinisi dan Lombo.Kapal Pinisi dan Lombo merupakan kebanggaan rakyat Makasar dan terkenal sampai mancanegara.

KONDISI EKONOMI KERAJAAN GOWA TALLO

Kerajaan Makasar merupakan kerajaan Maritim dan berkembang sebagai pusat perdagangan di Indonesia bagian Timur. Hal ini ditunjang oleh beberapa faktor :
a.    Letak yang strategis, 
b.    Memiliki pelabuhan yang baik 
c.    Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis tahun 1511 yang menyebabkan banyak pedagang-pedagang yang pindah ke Indonesia Timur.

Sebagai pusat perdagangan Makasar berkembang sebagai pelabuhan internasional dan banyak disinggahi oleh pedagang-pedagang asing seperti Portugis, Inggris, Denmark dan sebagainya yang datang untuk berdagang di Makasar.

Sebagai pusat perdagangan Makasar berkembang sebagai pelabuhan internasional dan banyak disinggahi oleh pedagang-pedagang asing seperti Portugis, Inggris, Denmark dan sebagainya yang datang untuk berdagang di Makasar.

Pelayaran dan perdagangan di Makasar diatur berdasarkan hukum niaga yang disebut dengan ADE’ ALOPING LOPING BICARANNA PABBALUE, sehingga dengan adanya hukum niaga tersebut, maka perdagangan di Makasar menjadi teratur dan mengalami perkembangan yang pesat.

Selain perdagangan, Makasar juga mengembangkan kegiatan pertanian karena Makasar juga menguasai daerah-daerah yang subur di bagian Timur Sulawesi Selatan.

KONDISI POLITIK KERAJAAN GOWA TALLO

Penyebaran Islam di Sulawesi Selatan dilakukan oleh Datuk Robandang/Dato’ Ri Bandang dari Sumatera, sehingga pada abad 17 agama Islam berkembang pesat di Sulawesi Selatan, bahkan raja Makasar pun memeluk agama Islam. Raja Makasar yang pertama memeluk agama Islam adalah Sultan Alaudin. Sejak pemerintahan Sultan Alaudin kerajaan Makasar berkembang sebagai kerajaan maritim dan berkembang pesat pada masa pemerintahan raja Muhammad Said (1639 – 1653).

Selanjutnya kerajaan Makasar mencapai puncak kebesarannya pada masa pemerintahan Sultan Hasannudin (1653 – 1669). Pada masa pemerintahannya Makasar berhasil memperluas wilayah kekuasaannya yaitu dengan menguasai daerah-daerah yang subur serta daerah-daerah yang dapat menunjang keperluan perdagangan Makasar. Ia berhasil menguasai Ruwu, Wajo, Soppeng, dan Bone.Perluasan daerah Makasar tersebut sampai ke Nusa Tenggara Barat. Daerah kekuasaan Makasar luas, seluruh jalur perdagangan di Indonesia Timur dapat dikuasainya. Sultan Hasannudin terkenal sebagai raja yang sangat anti kepada dominasi asing. Oleh karena itu ia menentang kehadiran dan monopoli yang dipaksakan oleh VOC yang telah berkuasa di Ambon. Untuk itu hubungan antara Batavia (pusat kekuasaan VOC di Hindia Timur) dan Ambon terhalangi oleh adanya kerajaan Makasar. Dengan kondisi tersebut maka timbul pertentangan antara Sultan Hasannudin dengan VOC, bahkan menyebabkan terjadinya peperangan. Peperangan tersebut terjadi di daerah Maluku.

Dalam peperangan melawan VOC, Sultan Hasannudin memimpin sendiri pasukannya untuk memporak-porandakan pasukan Belanda di Maluku. Akibatnya kedudukan Belanda semakin terdesak. Atas keberanian Sultan Hasannudin tersebut maka Belanda memberikan julukan padanya sebagai Ayam Jantan dari Timur. Upaya Belanda untuk mengakhiri peperangan dengan Makasar yaitu dengan melakukan politik adu-domba antara Makasar dengan kerajaan Bone (daerah kekuasaan Makasar). Raja Bone yaitu Aru Palaka yang merasa dijajah oleh Makasar mengadakan persetujuan kepada VOC untuk melepaskan diri dari kekuasaan Makasar. Sebagai akibatnya Aru Palaka bersekutu dengan VOC untuk menghancurkan Makasar.

http://vracarsa.blogspot.co.id/sejarah-kerajaan-gowa-kerajaan-gowa.html

Kerajaan Kerajaan Kecil kelompok2 dari satu suku makassar  laikang  yang terdiri dari sembilan kasuwiang yang menyatakan berada di bawah pengawasan paccailaya =
1. Kasuwiang Tombolo (sekarang kecamatan tinggi moncong dan kecamatan tombolo)
2. Kasuwiang Lakiung (daerah sekitar pantai di kecamatan galesong, toppe jawa di takalar) 
3. Kasuwiang Samata 
4. Kasuwiang Parang parang 
5. Kasuwiang Data (daerah malakaji/ dataran tinggi gowa) 
6. Kasuwiang Agang Je'ne 
7. Kasuwiang Bisei
8. Kasuwiang Kailing 
9. Kasuwiang Sero 
http://www.dzargon.com/



Komentar

Wayang Kulit Gagrak Surakarta

Wayang Kulit Gagrak Surakarta
Jendela Dunianya Ilmu Seni Wayang

Jika Anda Membuang Wayang Kulit

Menerima Buangan Wayang Kulit bekas meski tidak utuh ataupun keriting, Jika anda dalam kota magelang dan kabupaten magelang silahkan mampir kerumah saya di jalan pahlawan no 8 masuk gang lalu gang turun, Jika anda luar kota magelang silahkan kirim jasa pos atau jasa gojek ke alamat sdr Lukman A. H. jalan pahlawan no 8 kampung boton balong rt 2 rw 8 kelurahan magelang kecamatan magelang tengah kota magelang dengan disertai konfirmasi sms dari bapak/ ibu/ sdr siapa dan asal mana serta penjelasan kategori wayang kulit bebas tanpa dibatasi gagrak suatu daerah boleh gaya baru, gaya lama, gaya surakarta, gaya yogyakarta, gaya banyumasan, gaya cirebonan, gaya kedu, gaya jawatimuran, gaya madura, gaya bali, maupun wayang kulit jenis lain seperti sadat, diponegaran, dobel, dakwah, demak, santri, songsong, klitik, krucil, madya dll

Postingan Populer