Kesultanan Berau Kalimantan Timur

 Kesultanan Berau

Kesultanan Berau adalah sebuah kerajaan yang pernah berdiri di wilayah Kabupaten Berau sekarang ini. Kerajaan ini berdiri pada abad ke-14 dengan raja pertama yang memerintah bernama Baddit Dipattung dengan gelar Aji Raden Suryanata Kesuma dan istrinya bernama Baddit Kurindan dengan gelar Aji Permaisuri. Pusat pemerintahannya berada di Sungai LatiKecamatan Gunung Tabur. Sejarahnya kemudian pada keturunan ke-13, Kesultanan Berau terpisah menjadi dua yaitu Kesultanan Gunung Tabur dan Kesultanan Sambaliung. Sebelumnya daerah-daerah milik Berau yang telah memisahkan diri dan berdiri sendiri adalah Bulungan dan Tidung (kemudian ditaklukan Sultan Sulu). Negara Berau kuno meliputi kawasan pesisir dari perbatasan mandala Kerajaan Brunei di Kinabatangan (kini termasuk Sabah) hingga Tanjung Mangkaliat di perbatasan dengan mandala Kerajaan Kutai. Salah satu dari lima daerah bagian Berau adalah Nagri Marancang. Kepala Nagri atau Orang tuanya bernama Rangga Si Kannik Saludai. Pengarappan atau Punggawanya Bernama Harimau Jantan, Lambu Tunggal dan Kuda Sambarani. Wilayah kekuasaannya dari Bulalung Karantigau, Kubuan Pindda, Mangkapadi, Bulungan Selimbatu, Sekatak Buji, Sekata Jelanjang, Betayu, Sesayap, Simangarris, Tawau, Segarung, Talluk Silam dan Kinabatangan berbatasan dengan Brunei. Menurut perjanjian VOC-Belanda dengan Kesultanan Banjar, "negara Berau" (yang terdiri atas Gunung Tabur, Tanjung/Sambaliung, Bulungan dan Tidung) merupakan salah satu bekas negara dependensi/negara bagian di dalam "negara Banjar Raya". Menurut Staatsblad van Nederlandisch Indië tahun 1849, wilayah ini termasuk dalam zuid-ooster-afdeeling yang beribukota di Banjarmasin berdasarkan Bêsluit van den Minister van Staat, Gouverneur-Generaal van Nederlandsch-Indie, pada 27 Agustus 1849, No. 8

Raja pertama

Aji Raden Suryanata Kesuma, dikenal sebagai seorang raja yang bijak dalam menjalankan pemerintahannya selama 32 tahun sekitar tahun 1400 hingga 1432 ada pula yang menyatakan dari 1377 sampai 1426 Dibawah pemerintahannya, Baddit Dipattung berhasil membawa rakyatnya sejahtera serta menyatukan beberapa wilayah pemukiman yang dikenal oleh masyarakat Berau dengan sebutan "Banua", di antaranya Banua MerancangBanua PantaiBanua KuranBanua Rantau Buyut dan Banua Rantau Sewakung. Dalam catatan sejarah, Aji Suryanata Kesuma dikenal sangat berpengaruh dan berwibawa, sehingga dia adalah figur raja yang disegani kawan dan ditakuti lawan. Nama Raja Berau yang pertama ini, kemudian diabadikan menjadi nama Korem 091/Aji Surya Natakesuma (ASN). Kesultanan Brunei menyebut Berau dengan nama Kuran 

Hubungan Kesultanan Berau dan Kesultanan Banjar

Menurut Kakawin Nagarakretagama yang ditulis oleh Empu Prapañca tahun 1365 tidak menyebutkan nama Berau sebagai salah satu negeri yang telah ditaklukan Kerajaan Majapahit oleh Gajah Mada, kemungkinan Berau masih memakai nama kuno yang lainnya yaitu Sawaku/Sawakung (sebuah negeri lama di Kabupaten Berau). Hikayat Banjar yang bab terakhirnya ditulis pada tahun 1663, menyebutkan hubungan Berau dengan Banjar pada masa Maharaja Suryanata, penguasa Banjar kuno abad ke-14 (waktu itu disebut Negara Dipa). Menurut Hikayat Banjar, sejak masa kekuasaan Maharaja Suryanata, pangeran dari Majapahit yang menjadi raja Negara Dipa (sebutan Banjar kuno pada masa Hindu), orang besar (penguasa) Berau sudah menjadi taklukannya, di sini hanya disebutkan orang besar, jadi bukan disebut raja seperti sebutan Raja Sambas dan Raja Sukadana. Berau dalam Hikayat Banjar disebutkan sebagai salah satu tanah yang di atas angin (= kerajaan di sebelah timur atau utara) yang telah membayar upeti. Hubungan Berau dengan Kesultanan Banjar pada masa Sultan Suryanullah/Sultan Suriansyah/Pangeran Samudera (1520-1546) disebutkan dalam Hikayat Banjar, waktu itu Berau salah satu negeri yang turut mengirim pasukan membantu Pangeran Samudera/Sultan Suriansyah dan juga salah satu negeri yang mengirim upeti.  Menurut Hikayat Banjar, pada pertengahan abad ke-17 Sultan Makassar (Gowa-Tallo) meminjam Pasir termasuk daerah ring terluar seperti Kutai, Berau dan Karasikan sebagai tempat berdagang kepada Sultan Banjar IV Mustain Billah/Marhum Panembahan pada waktu Kiai Martasura diutus ke Makassar dan mengadakan perjanjian dengan I Mangadacinna Daeng Sitaba Karaeng Pattingalloang Sultan Mahmud yaitu Sultan Tallo yang menjabat mangkubumi bagi Sultan Malikussaid Raja Gowa tahun 1638-1654. Maka sejak itu Berau tidak lagi mengirim upeti kepada Kesultanan Banjar. 
Hasil gambar untuk keraton kesultanan berau

Pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal VOC Jacob Mossel (1750-1761) dibuat perjanjian antara Sultan Sepuh/Tamjidullah I (1734-1759) dari Banjar dengan Kompeni Belanda ditandatangani pada 20 Oktober 1756. Dalam perjanjian tersebut Kompeni Belanda akan membantu Sultan Tamjidullah I untuk menaklukkan kembali daerah Kesultanan Banjar yang telah memisahkan diri termasuk di antaranya Berau, negeri-negeri tersebut yaitu Berau, Kutai, Pasir, Sanggau, Sintang dan Lawai serta daerah taklukannya masing-masing. Kalau berhasil maka Seri Sultan akan mengangkat Penghulu-Penghulu di daerah tersebut dan selanjutnya Seri Sultan memerintahkan kepada Penghulu-Penghulu tersebut untuk menyerahkan hasil dari daerah tersebut setiap tahun kepada Kompeni Belanda dengan perincian sebagai berikut :


  1. Berau, 20 pikul sarang burung dan 20 pikul lilin.
  2. Kutai, 20 pikul sarang burung dan 40 pikul lilin.
  3. Pasir, 40 tahil emas halus dan 20 pikul sarang burung, serta 20 pikul lilin
  4. Sanggau, 40 tahil emas halus dan 40 pikul lilin
  5. Sintang, 60 tahil emas halus dan 40 pikul lilin
  6. Lawai, 200 tahil emas halus, dan 20 pikul sarang burung

  • Sultan Adam

Pada masa Sultan Adam dari Banjar dibuat perjanjian dengan Belanda yang di antara pasalnya menyerahkan vazal-vazal Banjar termasuk negeri Berau dan daerah-daerah lain di Kalimantan kepada Hindia Belanda. Perjanjian itu terdiri atas 28 pasal dan ditandatangani dalam loji Belanda di Banjarmasin pada tanggal 4 Mei 1826 atau 26 Ramadhan 1241 H. Perjanjian inilah yang menjadi dasar hubungan politik dan ekonomi antara Kesultanan Banjar dengan pemerintah Hindia Belanda di Batavia. Dalam perjanjian tersebut Kerajaan Banjar mengakui suzerinitas atau pertuanan Pemerintah Hindia Belanda dan menjadi sebuah Leenstaat, atau negeri pinjaman.

Daftar Raja-Raja dan Sultan Kesultanan Berau


  • Raja Aji Surya Natakesuma/ Baddit Dipatung (1377-1401)
  • Raja Aji Nikullan (1401-1426)
  • Raja Aji Nikutak (1426-1451
  • Raja Aji Nigindang (1451-1470)
  • Raja Aji Panjang Ruma (1470-1495)
  • Raja Aji Tumanggung Barani (1495-1524)
  • Raja Aji Sura Raja (1524-1550)
  • Raja Aji Surga Balindung (1550-1576)
  • Raja Aji Dilayas (1576-1600)
  • Raja Aji Pangeran Tua (1600-1624)
  • Raja Aji Pangeran Dipati (1624-1650)
  • Raja Aji Kuning I (Aji Kuning Berau) (1650-1676)
  • Sultan Muhammad Hasanuddin (diketahui sultan pertama kesultanan berau) (1676-1700)
  • Sultan Zainal Abidin I (Sultan Zainal Abidin Kesultanan Berau) (1700-1740)
  • Sultan Muhammad Badaruddin (1740-1760)
  • Sultan Maulana Muhammad Salehuddin (Sultan Salehuddin Berau) (1760-1777)
  • Sultan Amiril Mu'minin (1777-1800)
  • Sultan Zainal Abidin II (sultan terakhir Kesultanan Berau) (1800-1810)
https://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Berau

Kesultanan Berau
Kesultanan Berau adalah sebuah kerajaan yang pernah berdiri di wilayah Kabupaten Berau sekarang ini. Kerajaan ini berdiri pada abad ke-14 dengan raja pertama yang memerintah bernama Baddit Dipattung dengan gelar Aji Raden Suryanata Kesuma dan istrinya bernama Baddit Kurindan dengan gelar Aji Permaisuri. Pusat pemerintahannya berada di Sungai Lati, Kecamatan Gunung Tabur.[3] Sejarahnya kemudian pada keturunan ke-13, Kesultanan Berau terpisah menjadi dua yaitu Kesultanan Gunung Tabur dan Kesultanan Sambaliung.Menurut Staatsblad van Nederlandisch Indië tahun 1849, wilayah ini termasuk dalam zuid-ooster-afdeeling berdasarkan Bêsluit van den Minister van Staat, Gouverneur-Generaal van Nederlandsch-Indie, pada 27 Agustus 1849, No. 8.
http://rossyblackmonster.blogspot.co.id/makalah-sejarah-kerajaan-kerajaan-islam.html

Kesultanan Berau (1400).
Kesultanan Berau adalah sebuah kerajaan yang pernah berdiri di wilayah Kabupaten Berau sekarang ini. Kerajaan ini berdiri pada abad ke-14 dengan raja pertama yang memerintah bernama Baddit Dipattung dengan gelar Aji Raden Suryanata Kesuma dan istrinya bernama Baddit Kurindan dengan gelar Aji Permaisuri. Pusat pemerintahannya berada di Sungai Lati, Kecamatan Gunung Tabur.[3] Sejarahnya kemudian pada keturunan ke-13, Kesultanan Berau terpisah menjadi dua yaitu Kesultanan Gunung Tabur dan Kesultanan Sambaliung.Menurut Staatsblad van Nederlandisch Indië tahun 1849, wilayah ini termasuk dalam zuid-ooster-afdeeling berdasarkan Bêsluit van den Minister van Staat, Gouverneur-Generaal van Nederlandsch-Indie, pada 27 Agustus 1849, No. 8

http://anggitwildian.blogspot.co.id/sejarah-kerajan-kerajaan-islam-di.html

Kesultanan Berau (1400).
Kesultanan Berau adalah sebuah kerajaan yang pernah berdiri di wilayah Kabupaten Berau sekarang ini. Kerajaan ini berdiri pada abad ke-14 dengan raja pertama yang memerintah bernama Baddit Dipattung dengan gelar Aji Raden Suryanata Kesuma dan istrinya bernama Baddit Kurindan dengan gelar Aji Permaisuri. Pusat pemerintahannya berada di Sungai Lati, Kecamatan Gunung Tabur. Sejarahnya kemudian pada keturunan ke-13, Kesultanan Berau terpisah menjadi dua yaitu Kesultanan Gunung Tabur dan Kesultanan Sambaliung.Menurut Staatsblad van Nederlandisch Indië tahun 1849, wilayah ini termasuk dalam zuid-ooster-afdeeling berdasarkan Bêsluit van den Minister van Staat, Gouverneur-Generaal van Nederlandsch-Indie, pada 27 Agustus 1849, No. 8

http://lailameika13.blogspot.co.id/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html


Kesultanan Berau
       1.    Latar Belakang Lahirnya Kesultanan Berau
Kesultanan Berau adalah sebuah kerajaan yang pernah berdiri di wilayah Kabupaten Berau sekarang ini. Kerajaan ini berdiri pada abad ke-14 dengan raja pertama yang memerintah bernama Baddit Dipattung dengan gelar Aji Raden Suryanata Kesuma dan istrinya bernama Baddit Kurindan dengan gelar Aji Permaisuri. Pusat pemerintahannya berada di Sungai Lati, Kecamatan Gunung Tabur. Sejarahnya kemudian pada keturunan ke-13, Kesultanan Berau terpisah menjadi dua yaitu Kesultanan Gunung Tabur dan Kesultanan Sambaliung. Sebelumnya daerah-daerah milik Berau yang telah memisahkan diri dan berdiri sendiri adalah Bulungan dan Tidung (kemudian ditaklukan Sultan Sulu).
       2.    Proses Masuknya Islam di Kesultanan Berau
       Ajaran Islam mulai masuk dan berkembang di lingkungan Kerajaan Berau, diperkirakan pada era pemerintahan raja ke-6, yakni Aji Temanggung Barani (1557-1589). Pada masa tersebut, penerapan beberapa hukum islam mulai diberlakukan, meskipun Islam belum menjadi agama wajib Kerajaan. Ajaran Hindu dan Budha, yang merupakan bawaan dari kerajaan Sriwijaya dan Majapahit, masih sangat kuat dianut oeh sebagian besar penduduk Berau.
       3.    Pengaruh Islam pada Masa Kesultanan Berau
                     Pada pemerintahan Sultan Muhammad Hasanuddin (1731-1767) dan Sultan Zainal Abidin (1779-1800), Islam menjadi agama mayoritas penduduk Berau. Gelar “Sultan” yang disandang raja (sebagai pengganti “Aji”) merupakan penanda bahwa Islam menjadi agama resmi kerajaan.
https://kerjaanislamdiindonesia.blogspot.co.id/kerajaan-islam-di-kalimantan.html

SEJARAH KERAJAAN/KESULTANAN BERAU

Kesultanan Berau adalah sebuah kerajaan yang pernah berdiri di wilayah Kabupaten Berau sekarang ini. Kerajaan ini berdiri pada abad ke-14 dengan raja pertama yang memerintah bernama Baddit Dipattung dengan gelar Aji Raden Suryanata Kesuma dan istrinya bernama Baddit Kurindan dengan gelar Aji Permaisuri. Pusat pemerintahannya berada di Sungai Lati, Kecamatan Gunung Tabur. Sejarahnya kemudian pada keturunan ke-13, Kesultanan Berau terpisah menjadi dua yaitu Kesultanan Gunung Tabur dan Kesultanan Sambaliung. Sebelumnya daerah-daerah milik Berau yang telah memisahkan diri dan berdiri sendiri adalah Bulungan dan Tidung (kemudian ditaklukan Sultan Sulu). Negara Berau kuno meliputi kawasan pesisir dari perbatasan mandala Kerajaan Brunei di Kinabatangan (kini termasuk Sabah) hingga Tanjung Mangkaliat di perbatasan dengan mandala Kerajaan Kutai. Salah satu dari lima daerah bagian Berau adalah Nagri Marancang. Kepala Nagri atau Orang tuanya bernama Rangga Si Kannik Saludai. Pengarappan atau Punggawanya Bernama Harimau Jantan, Lambu Tunggal dan Kuda Sambarani. Wilayah kekuasaannya dari Bulalung Karantigau, Kubuan Pindda, Mangkapadi, Bulungan Selimbatu, Sekatak Buji, Sekata Jelanjang, Betayu, Sesayap, Simangarris, Tawau, Segarung, Talluk Silam dan Kinabatangan berbatasan dengan Brunei. Menurut perjanjian VOC-Belanda dengan Kesultanan Banjar, "negara Berau" (yang terdiri atas Gunung Tabur, Tanjung/Sambaliung, Bulungan dan Tidung) merupakan salah satu bekas negara dependensi/negara bagian di dalam "negara Banjar Raya". Menurut Staatsblad van Nederlandisch Indië tahun 1849, wilayah ini termasuk dalam zuid-ooster-afdeeling yang beribukota di Banjarmasin berdasarkan Bêsluit van den Minister van Staat, Gouverneur-Generaal van Nederlandsch-Indie, pada 27 Agustus 1849, No. 8
 Raja pertama
Aji Raden Suryanata Kesuma, dikenal sebagai seorang raja yang bijak dalam menjalankan pemerintahannya selama 32 tahun sekitar tahun 1400 hingga 1432 ada pula yang menyatakan dari 1377 sampai 1426 Dibawah pemerintahannya, Baddit Dipattung berhasil membawa rakyatnya sejahtera serta menyatukan beberapa wilayah pemukiman yang dikenal oleh masyarakat Berau dengan sebutan "Banua", di antaranya Banua MerancangBanua PantaiBanua KuranBanua Rantau Buyut dan Banua Rantau Sewakung. Dalam catatan sejarah, Aji Suryanata Kesuma dikenal sangat berpengaruh dan berwibawa, sehingga dia adalah figur raja yang disegani kawan dan ditakuti lawan. Nama Raja Berau yang pertama ini, kemudian diabadikan menjadi nama Korem 091/Aji Surya Natakesuma (ASN). Kesultanan Brunei menyebut Berau dengan nama Kuran

Hubungan Kesultanan Berau dan Kesultanan Banjar

Menurut Kakawin Nagarakretagama yang ditulis oleh Empu Prapañca tahun 1365 tidak menyebutkan nama Berau sebagai salah satu negeri yang telah ditaklukan Kerajaan Majapahit oleh Gajah Mada, kemungkinan Berau masih memakai nama kuno yang lainnya yaitu Sawaku/Sawakung (sebuah negeri lama di Kabupaten Berau). Hikayat Banjar yang bab terakhirnya ditulis pada tahun 1663, menyebutkan hubungan Berau dengan Banjar pada masa Maharaja Suryanata, penguasa Banjar kuno abad ke-14 (waktu itu disebut Negara Dipa). Menurut Hikayat Banjar, sejak masa kekuasaan Maharaja Suryanata, pangeran dari Majapahit yang menjadi raja Negara Dipa (sebutan Banjar kuno pada masa Hindu), orang besar (penguasa) Berau sudah menjadi taklukannya, di sini hanya disebutkan orang besar, jadi bukan disebut raja seperti sebutan Raja Sambas dan Raja Sukadana. Berau dalam Hikayat Banjar disebutkan sebagai salah satu tanah yang di atas angin (= kerajaan di sebelah timur atau utara) yang telah membayar upeti. Hubungan Berau dengan Kesultanan Banjar di masa Sultan Suryanullah/Sultan Suriansyah/Pangeran Samudera (1520-1546) disebutkan dalam Hikayat Banjar, waktu itu Berausalah satu negeri yang turut mengirim pasukan membantu Pangeran Samudera/Sultan Suriansyah dan juga salah satu negeri yang mengirim upeti.  Menurut Hikayat Banjar, pada pertengahan abad ke-17 Sultan Makassar (Gowa-Tallo) meminjam Pasir termasuk daerah ring terluar seperti Kutai, Berau dan Karasikan sebagai tempat berdagang kepada Sultan Banjar IV Mustain Billah/Marhum Panembahan pada waktu Kiai Martasura diutus ke Makassar dan mengadakan perjanjian dengan I Mangadacinna Daeng Sitaba Karaeng Pattingalloang Sultan Mahmud yaitu Sultan Tallo yang menjabat mangkubumi bagi Sultan Malikussaid Raja Gowa tahun 1638-1654. Maka sejak itu Berau tidak lagi mengirim upeti kepada Kesultanan Banjar. 
  • Sultan Adam
Pada masa Sultan Adam dari Banjar dibuat perjanjian dengan Belanda yang di antara pasalnya menyerahkan vazal-vazal Banjar termasuk negeri Berau dan daerah-daerah lain di Kalimantan kepada Hindia Belanda. Perjanjian itu terdiri atas 28 pasal dan ditandatangani dalam loji Belanda di Banjarmasin pada tanggal 4 Mei 1826 atau 26 Ramadhan 1241 H. Perjanjian inilah yang menjadi dasar hubungan politik dan ekonomi antara Kesultanan Banjar dengan pemerintah Hindia Belanda di Batavia. Dalam perjanjian tersebut Kerajaan Banjar mengakui suzerinitas atau pertuanan Pemerintah Hindia Belanda dan menjadi sebuah Leenstaat, atau negeri pinjaman.
http://northmelanesian.blogspot.com/sejarah-kerajaankesultanan-berau.html

Historis asal-usul berau
TINJAUAN HISTORIS TENTANG KERAJAAN BERAU (KURAN)

Asal Usul Penduduk Barrau
Menurut J. Skrom Kontler Berau, dalam Memorie Overgave en Overname 31 Juli 1940, asal Barrau itu adalah sebagai berikut :
“Penduduk asli Berau dahulu disebut orang Banuwa. Mereka berasal dari keturunan bangsa Melayu yang membuat koloni atau pemukiman beberapa abad lampau. Tidak dapat dipungkiri bahwa dahulu Berau dibawah pengaruh Majapahit".
DR. Ahmad Ramli sangat tertarik tentang masalah ini mencoba dengan metode bleodgroepbepaling (ketentuan golongan darah). Melalaui cara ini, ia berhasil dan membuat kesimpulan bahwa urang Barrau adalah berasal dari Deutro Melayu-Sumatera (Melayu – Muda – Sumatera).
Memperhatikan bahasa lisan, dalam percakapannya terdapat kata-kata bahasa suku lain, akan tetapi pada umumnya bahasa Barrau itu persamaannya dengan bahasa melayu.
Walaupun pada beberapa tempat, terjadi percampuran darah dengan orang Bugis, Solok, Basap dan lain-lain, tetapi orang Barrau masih tetap mempertahankan identitas (jati dirinya), terutama raja-raja dan para bangsawan yang asli keturunan Malayu.
Pada abad ke 7 sampai abad ke XIV kerajaan Sriwijaya mencapai puncak kejayaannya. Perdagangan antara Timur – Tengah dengan Negeri Cina melalui Sriwijaya. Pedagang-pedagang Arab, Parsi, India dan Cina, menjadikan Selat Malaka, Pantai Timur Sumatera, Pantai Barat, dan Pantai Timur-Utara Kalimantan sebagai jalur pelayarannya. Banyak bandar-bandar dan kota-kota kecil di pantai Timur Sumatera di pesisir pulau Kalimantan menjadi besar serta kehidupan rakyatnya bertambah makmur.
Cikal-bakal Kerajaan Berau (Barrau)
Diperkirakan perpindahan Deutro-Melayu-Sumatera itu, pada zaman kerajaan Sriwijaya. Mereka membangun pemukiman baru di daerah Sukadana, Sambas, Berunai, dan Berau berbaur dengan Deutro-Melayu-Kalimantan.
Untuk menjadi lampiran memorie-nya J.S. Krom, meminta bantuan Sultan Sambaliung dan Sutan Gunung Tabur menyusun sejarah Berau. Sebagai pelaksananya dibentuk Tim Penulis terdiri Klerk Lauw. Aji Berni Masuarno juru tulis kelas 1 Datu Ullang putera dari Sultan Amiruddin Sambaliung, Aji Raden Ayub putera dari Sultan H. Siranuddi Gunung Tabur dibantu beberapa magang seperti Abdul Wahab, Adam, Khirul Arip.
Berdasarkan data-data otentik yang dapat dihimpun dari kedua kerajaan itu serta naskah-naskah tradisional milik perorangan, berhasil disusun sejarah Berau.
Ringkasannya sebagai berikut :
Adapun asal mula Nagri Barrau itu terdiri dari lima Banuwa (Nagri) dan dua kampung.
Pertama : Nagri Marancang. Kepala Nagri atau Orang tuanya bernama Rangga Si Kannik Saludai. Pengarappan atau Punggawanya Bernama Harimau Jantan, Lambu Tunggal dan Kuda Sambarani. Wilayah kekuasaannya dari Bulalung Karantigau, Kubuan Pindda, Mangkapadi, Bulungan Selimbatu, Sekatak Buji, Sekata Jelanjang, Betayu, Sesayap, Simangarris, Tawau, Segarung, Talluk Silam dan Kinabatangan berbatasan dengan Brunei.
Kedua : Nagri Kuran kepalanya bernama Tumanggung Macan Nagara.
Ketiga : Nagri Bulalung, Orang tuanya bernama Angka Yuda, ia mempunyai seorang anak laki-laki bernama Si Kuripan.
Keempat : Nagri Sawakung di dalam sungai Kelay. Orang Tuanya bernama Si Patungut gelar Kahar Janggi dan Wakilnya Si Balamman gelar Kahar Pahlawan. Wilayahnya Passut, Bandang dan Maras sampai ke Ulu Kelay.
Kelima : Nagri Pantai. Kepala Nagrinya bernama Rangga Batara. Ia mempunyai seorang puteri yang termasyhur kecerdikannya bernama Si Kannik Barrau Sanipah. Punggawanya Rantai Tumiang, Unjit – Unjit Raja, Panas Karamian dan Ujan Bawari. Wilayah kekuasaannya Buyung-buyung, Semurut, Tabalar, Karang Bassar, Balikkukup, Mataha, Kaniiungan, Talisatan, Dumaring, Batu Putih, Tallauk Sumbang dan Maubar. Perbatasannya dengan Kutai di laut ialah pulau Bira-Biraan Batu Baukir di Tanjung Mangkalihat dan Gunung Bariun di tengah hutan.
Keenam : Kampung Bunyut Letaknya di Tanjung Batu, Kepalanya Bernama Jaya Pati, mempunyai seorang anak angkat bernama Dayang Bunyut anak Raja Mangindanao.
Ketujuh : Kampung Lati, tempatnya cabang kiri masuk sungai Ulak. Kepalanya Bernama Nini Barituk. Tempat Mereka berkebun di Rantau Petung, sebelah kanan sungai Ulak. Wilayahnya dari Parisau, Sata, Samburakat, Birang, Malinau dan Si Agung.
Ketujuh wilayah itu, masing-masing berdiri sendiri.
Berau Menjadi Kerajaan
Raja Berau yang pertama ialah Aji Raden Soela Nata Kasoema dan permaisurinya bergelar Aji Poetari Paramaisoeri. Menurut cerita Mitos kelahiran raja laki isteri berbeda dengan kelahiran bayi manusia biasa.
Tiga hari berturut-turut anjing Nini Barituk Si Baruang yang bebulu hitam dan Si Langsat yang berbulu merah, menyalak-nyalak dekat rumpun Pattung (sejenis bambu besar) dekat kebunnya di Rantau Pattung di Sungai Ulak. Didekatinya rumpun Pattung itu, dilihatnya disalak anjingnya itu, ialah sebuah rubung pattung yang besar. Dipotongnya rebung itu, lalu dikeratnya ujungnya. Kedengaran tangis seorang bayi laki-laki yang baik parasnya. Di rumah isteri Nini Barituk mendapat pula seorang bayi perempuan yang cantik, di dalam gantang panjahitannya yang berisi kurindan benang penjahit dari serat nenas.
Peristiwa Nini Barituk mendapat kedua bayi ajaib itu, tersiar ketujuh nagri itu. Si Kannik Barrau Sanipah dari Pantai, Si Kannik Salundai di Marancang dan Si Dayang Bunyut di Kampung Bunyut, segera ke Kampung Lati ke rumah Nini Barituk. Ketiga puteri itu, sangat bergembira melihat kedua bayi yang elok parasnya dan damai anak laki-laki Baddit Dipatung, anak yang perempuan dinamainya Baddit Dikurindan.
Kerajaan Bersatu Ke dalam Kerajaan Majapahit
Berdasarkan data pada atlas Sejarah oleh Prof. Mr. Muhammad Yamin, Nusantara, Tanah Air Bangsa Indonesia, menurut Para Panca 1365, seluruh Pulau Kalimantan termasuk Berau, Pulau-pulau Solor (Sulu), Mindanao-Selatan bersatu dengan Majapahit.
Pada halaman 17 dari peta tersebut Berau dinamai BERAYU wilayahnya mulai Tanjung Mangkalihat, Bulungan, Tidung dan Sabah. Luas wilayah kekuasaan kerajaan Berau ini diakui pula oleh ilmuan Belanda H. J. Grizen seperti berikut :
“Pada zaman dahulu beberapa Kepala Pemerintahan di daerah Kalimantan Utara Berasal dari Berau sebelum Berau terpecah menjadi dua kerajaan, Bulungan dan Tidung termasuk wilayahnya. Bahkan kerajaan Alas dan Tungku yang sekarang diduduki Inggris, termasuk kawasan Berau.
Dengan diilhami oleh “SUMPAH PALAPA” yang dicetuskan Mahapatih Gajah Mada (1319-1964) pada tahun 1334 yang isinya akan mempersatukan kerajaan-kerajaan kecil di seluruh Nusantara dibawah bimbingan Majapahit, Jai Surya Nata Kesuma Raja Berau pertama, berhasil menerapkan sumpah itu, mempersatukan tujuh wilayah yang terbentang dari Tanjung Mangkalihat sampai sungai Kinabatangan berbatasan dengan kerajaan Berunai.
Sumpah PALAPA itu berbunyi : “Namun huwus kalah Nusantara ingsun amukti palapa, namun huwus kalah ring Gurun ring Seran, Tanjung Pura, ring Haru, ring Pahang, Dompu, Bali, Sunda, Palembang dan Tumasik Samana ingsun amukti palapa”. (Jika telah berhasil mempersatukan Nusantara, saya akan baru beristirahat jika gurun, “Seran, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompu, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik telah bersatu, baru aku akan beristirahat”).
Menilai dan menghargai perjuangan seperti yang dikemukakan diatas, serat meneliti hasil Tim Pencari Fakta yang terdiri dari Mayor Armyn, Kapten Syahranuddin, Drs. Syahrial Hanan, Mohd. Noor, ARS, Kodam IX Mulawarman, berkenan mengabadikannya menjadi KOREM 091/Aji Surya Nata Kesuma yang pertama kali bermarkas di Tarakan pada tahun 1981, sekarang bermarkas di Samarinda. Kebenaran sejarah bahwa Raja Pertama di Kerajaan Berau, adalah Aji Surya Nata Kesuma, diakui pula oleh Pemerintah Propinsi Daerah Kalimantan Timur dalam buku “ Sejarah Pemerintah Di Kalimantan Timur Dari Masa Ke Masa” halaman 91, tahun 1990.
Pada abad ke XIV sampai abad ke XV DR. J. Eisenberger menulis sebagai berikut :
“Pada beberapa tempat di Kalimantan mengalami kembali pengaruh Hindu, dalam periode ini bercampur dengan Kebudayaan Jawa, berhubung pengaruh tersebut datangnya dari Kerajaan Majapahit. Pada pertengahan abad ke XIV (1365) daerah yang bersatu dengan kerajaan Majapahit yaitu kerajaan kota Waringin, Sampit Kapuas, Banjarmasin (Ibu kotanya Tanjung Pura di Sungai Pawan). Hulu Sungai Mayan di Kalimantan Barat, ditengah-tengah Sukadana, Muara Barito, Tabalong di Amuntai, pulau Sebulu, Pulau Laut, Pasi, Kutai dan Berau.
Daerah taklukan ini, dalam catur wulan pertama abad ke XV lepas dari kekuasaan kerajaan Majapahit.
Daerah Berau yang dipimpin oleh Aji Surya Nata Kesuma kembali sepenuhnya memerintah kerajaan, lepas dari kerajaan Majapahit. Keutuhan wilayah dapat dipelihara dan dipertahankan oleh turunannya sampai generasi yang kesembilan yaitu Raja Aji Dilayas.
Pada permulaan abad ke XVII, kerajaan Berau, diperintah oleh raja-raja secara bergiliran, turunan Pangeran Tua dan Pangeran Dipati Putera Raja Aji Dilayas yang berlainan ibu. Pada saat menentukan giliran pengangkatan penguasa inilah, terjadi perbedaan pendapat yang tidak jarang menimbulkan insiden. Akan tetapi dengan berkat kemauan yang baik dengan jalan musyawarah perselisihan itu dapat diatasi. Tidak ada cerita lisan ataupun tertulis, salah satu pihak meminta bantuan, apalagi intervensi pihak asing untuk menyelesaikan masalah mereka, seperti yang ditulis oleh penulis Barat antara lain Informasi Forster tahun 1770 di dalam buku “Aanteekeningen Omtrent Een Gedeeite Der Oestkust van Borneo door J. Hagemen Joz 1888 halaman 101.
Hubungan dengan Kerajaan Tetangga
Sultan Hasanuddin putera pangeran Tua kawin dengan Puteri Raja Sulu (Solok) yang bernama Dayang Lana yang melahirkan 5 orang putera dan 4 orang puteri pulang ke Solok, hanya seorang tinggal di Berau yaitu Sultan Amiril Mukminin. Cucunya perempuan kawin dengan bangsawan Solok Syarif Dakula. Demikian pula turunan Pangeran Dipati, cucunya Sultan Zainal Abidin (Marhum Muara Bangun) kawin dengan Aji Galuh Besar cucu dari Raja Kutai Anum Panji Mendapa Ing Martapura (1710 – 1735).
1.6. Hubungan dengan VOC (Kompeni Hindia Timur)
Pada tahun 1671 kompeni pernah mengirimkan pedagang senior Paulus de Beck de Beck dengan Chialloup de Noorman ke Kutai dan ke Berau untuk berusaha mengadakan dagang, tetapi tidak berhasil. Sejak didirikannya VOC (1602 – 1799) tidak berhasil menduduki Berau dan para raja-raja kerajaan Berau tidak pernah mengadakan politik kontrak, mengakui dibawah kedaulatan VOC.
Sejak berdirinya kerajaan Berau yang diperkirakan hilangnya kekuasaan Sriwijaya tahun 1377, baik de facto atau de jure tidak pernah mengakui kedaulatan kolonial Belanda atau Inggris sampai tahun 1833.
SILSILAH KERAJAAN BERAU / PENJELASAN
1. Berdasarkan data – data otentik dari :
• Sejarah Berau disusun oleh Kontler J.S. Krom, Sultan Sambaliung Muhammad Aminuddin, Sultan Gunung Tabur Achmad Maulana.
• Tim Penulis : Klerk Lauw, Aji Berni Massuarno, Datu Ulang, Aji Raden Ayub dibantu oleh Abdulwahab, Alluh Bachrun, Adam, Chairul Arif, tahun 1939 / 1940.
• Sejarah Berau, milik Museum Mulawarman Tenggarong.
• Hasil Penelitian Tim Pencari Fakta dari Kodam IX Mulawarman 1980 terdiri dari : Mayor Armyn, Kapten Syahranuddin, Drs. Syahrial Hanan, Mohd. Noor. ERS.
• Sejarah Pemerintah di Kalimantan Timur dari Masa ke Masa oleh Pemda Tk. I KALTIM tahun 1990.
2. Silsilah Raja – Raja Berau, Ketika Kerukunan Dan Keutuhan Wilayah Masih Terpelihara Dengan Baik
• Raja Berau pertama Baddit Dipattung gelar Aji Surya Nata Kesuma Isterinya Baddit Dikurindan gelar Aji Permaisuri.
• Aji Nikullam
• Aji Nikutak
• Aji Nigindang
• Aji Panjang Ruma
• Aji Tumanggung Barani. Pada zaman pemerintahan raja ini, mulai diterapkan hukum islam. Didalam Undang-undang kerajaan yang bernama Pamatang Ammas (hukum pidana dan perdata) ditambah satu pasal “Pencuri dipotong tangannya”. Menurut “Sejarah Sumatera Barat” yang diterbitkan Depdikbud 1978 halaman 49 bebunyi :“Raja Baginda yang membawa agama islam ke Kalimantan Utara dan Kepulauan Sulu dan mengembangkannya tahun 1390 M”.
• Aji Suraraja
• Aji Surga Balindung
• Aji Dilayas
3. Sengketa Pergantian Raja Berau Terbagi Tiga Kerajaan
Pada permulaan abad ke XVII pergantian raja secara teratur dari ayah kepada anak seperti yang terjadi 9 generasi terdahulu tidak terbagi lagi. Masalahnya Aji Dilayas raja ke IX berputera dua orang Pangeran yang berlainan ibu yaitu Pangeran Tua dan Pangeran Dipati. Sesudah Aji Dilayas mangkat kedua pangeran ini,masing-masing didukung keluarga ibunya bersikeras mau manjadi raja.
Akhirnya keputusan musyawarah kerajaan kedua pangeran dan seterusnya,keturunannya berganti-ganti menjadi raja. Pergantian raja secara bergiliran itu adalah sebagai berikut :
Oleh penulis sejarah tradisional tidak pernah dicantumkan masa tahun pemerintahan raja-raja itu.
• Giliran Pertama ialah Pangeran Tua
• Giliran Kedua saudaranya Pangeran Dipati
• Giliran Ketiga Sultan Aji Kuning anak Pangeran Dipati
• Giliran Keempat Sultan Hasanuddin Marhum di Kuran anak dari Pangeran Tua.
• Giliran Kelima Sultan Zainal Abidin kemenakan Sultan Aji Kuning turunan Pangeran Dipati. Menurut Kontler J.S. Krom dalam memorinya, kira-kira tahun 1720 pada pemerintahannya Sultan Zainal Abidin, menrapkan syariat islam di kerajaan Berau. Semasa hidupnya sangat dihormati rakyat. Makamnya dianggap keramat.
• Giliran Keenam Sultan Badaruddin menjadi raja pihak keturunan Pangeran Tua melakukan protes, karena turunan Dipati sudah ongkar perjanjian. Mereka sudah empat kali mendapat giliran menjadi raja, sedang turunan Pangeran Tua baru dua kali. Insiden dapat diatasi, pihak keluarga Pangeran Dipati memberikan kompensasi, sesudah habis masa pemerintahan Sultan Badaruddin turunan Pangeran Tua memperoleh giliran 2 kali berturut-turut menjadi raja.
• Giliran Ketujuh Sultan Salehuddin turunan Pangeran Tua.
• Sultan Amirilmukminin bin Sultan Hasanuddin turunan Pangeran Tua.
• Si Taddan Raja Tua atau Sultan Zainal Abidin II Putera tertua dari Sultan Badaruddin turunan dari Pangeran Dipati. Beberapa tahun ia memerintah, raja ini ditimpa penyakit cacar yang sangat parah. Ketika sembuh dari penyakitnya itu, ia berbicara seperti orang bisu sehingga perkataannya tidak dapat dipaham. Hasil kesepakatan orang tua-tua kerajaan, raja harus diganti. Pada waktu menentukan giliran siapa diantara turunan kedua pengeran itu akan menggantikan Si Taddan Raja Tua, terjadi kericuan.
4. Bulungan dan Tidung Memisahkan Diri Membentuk Kesultanan Sendiri
Karena terjadinya kericuan dan insiden pada waktu menetapkan giliran siapa yang harus menjadi raja dari kedua keturunan pangeran itu, kekuasaan pusat pemerintahan yang berkedudukan di Muara bangun hampir tiada berfungsi lagi. Dalam situasi yang tidak menentu itu, daerah Bulungan dan Tidung berkesempatan melepaskan diri dari kesatuan wilayah kekuasaan Berau dan membentuk kesultanan sendiri pada tahun 1800.
5. Wilayah Inti Kerajaan Berau Terpecah Dua
Pemerintahan kerajaan Berau terpaksa harus pasrah kasus Bulungan dan Tidung, karena segala tenaga dan pikiran mereka dipusatkan untuk mengatasi kekacauan perebutan kekuasaan antara turunan Pangeran Tua dan Turunan Pangeran Dipati.
Gazi Mahyudin adik Sultan Zainal Abidin II bersikeras menggantikan kakaknya yang sakit-sakitan itu alasannya kakaknya baru beberapa tahun menjadi raja.
Raja Alam Putera Sultan Amiril Mukminin turunan Pangeran Tua, merasa lebih berhak mendapat giliran menjadi raja, alasannya turunan Pangeran Tua baru empat kali. Suasana semakin tegang, yang mengakibatkan terjadinya insiden di beberapa tempat. Musyawarah kerajaan dan kedua keluarga Pangeran, karena hampir setiap giliran yang akan menjadi raja, timbul persengketaan yang berbahaya bagi kelangsungan hidup kedua keluarga itu, dapat memutuskan lebih akan bermanfaat wilayah itu dibagi atas kesultanan.
Pertama : Sebelah Utara Sungai Berau (Kuran) serta tanah kiri kanan sungai Segah menjadi Kerajaan Gunung Tabur diperintah oleh Sultan Gazi Mahyudin (Sultan Aji Kuning II).
Kedua : Sebelah Selatan Sungai Berau (Kuran) dan tanah kiri kanan sungai Kelay menjadi Kerjaan Sambaliung di perintah oleh raja Alam (Sultan Alimuddin). Kedudukan Pemerintahan di Muara Bangun dipindahkan. Sultan Aji Kuning memilih Gunung Tabur yang terletak di sebelah kanan muara cabang sungai Segah sebagai pusat pemerintahannya dan Sultan Alimuddin Raja Alam memindahkan pusat pemerintahannya di kampong Gayam sebelah kanan masuk sungai Kelay, disebut Tanjoeng. Sesuai dengan keputusan Seminar Hari Jadi Kota Tanjung Redeb tahun 1992 peristiwa itu terjadi pada tahun 1810, sepuluh tahun sesudah Bulungan dan Tidung memisahkan diri.
Sultan Raja Alam Alimuddin inilah sultan pertama dari Tanjung yang kemudian bernama kerajaan Sambaliung, sedang ayahnya Sultan Amiril Mukminin atau marhum di Rijang (sungai kecil dekat kampong Gurimbang) adalah raja giliran ke IX kerajaan Berau.
Gazi Mahyudin atau Sultan Aji Kuning II, sultan pertama dari kerajaan Gunung Tabur sedang kakaknya Raja Tua Si Taddan (Sultan Zainal Abidin II adalah Raja Berau giliran ke X. Setelah kerajaan Berau terbagi dua, kedua kesultanan itu hidup berdampingan secara damai, karena mereka sadar bahwa mereka berasal satu rumpun keluarga besar Aji Surya Nata Kesuma, hanya penulis-penulis sejarah Belanda, membesar-besarkan perbedaan pendapat antara kedua kesultanan itu, sesuai dengan politik adu domba demi suksesnya penjajahan mereka. Hal ini terbukti pada peristiwa sejarah berikutnya.

http://bumibatiwakkal.blogspot.co.id/historis-asal-usul-berau.html


Kerajaan Berau (abad ke-15) di Kalimantan 

Timur.

Kerajaan Berau merupakan institusi pemerintahan yang pernah berdiri di Kalimantan pada abad ke-15. Kemudian terpecah dua pada awal abad ke-19, menjadi Kesultanan Sambliung dan Kesultanan Gunung Tabur. Lingkup wilayah yang dahulu pernah berada di bawah kerajaan Berau, kini menjadi wilayah administratif Kabupaten Berau, Provinsi Kalimantan Timur. Berdirinya kerajaan ini diprakarsai oleh para imigran Melayu asal Sumatera.Menurut J. Skrom Kontler, Berau, dalam Memorie Overgave en Overname 31 Juli 1940, asal Barrau itu adalah sebagai berikut :“Penduduk asli Berau dahulu disebut orang Banuwa. Mereka berasal dari keturunan bangsa Melayu yang membuat koloni atau pemukiman beberapa abad lampau. Tidak dapat dipungkiri bahwa dahulu Berau di bawah pengaruh Majapahit”.DR. Ahmad Ramli sangat tertarik tentang masalah ini. Ia mencoba dengan metode bleodgroepbepaling (ketentuan golongan darah). Melalaui cara ini, ia berhasil dan membuat kesimpulan bahwa orang Berau berasal dari Deutro Melayu-Sumatera (Melayu – Muda – Sumatera). Jika diperhatikan bahasa lisan dalam percakapannya, terdapat kata-kata dalam bahasa suku lain, akan tetapi pada umumnya bahasa Berau sama dengan bahasa melayu. Walaupun pada beberapa tempat, terjadi percampuran darah dengan orang Bugis, Solok, Basap dan lain-lain. Tetapi orang Berau masih tetap mempertahankan identitas (jati dirinya), terutama raja-raja dan para bangsawan yang asli keturunan Malayu.Kenyataan ini membenarkan sebuah teori bahwa pada abad ke 7 sampai abad ke 13, kerajaan Sriwijaya mencapai puncak kejayaannya. Jalur perdagangan antara Timur Tengah dengan Negeri Cina melalui Sriwijaya. Pedagang-pedagang Arab, Parsi, India dan Cina, menjadikan Selat Malaka, Pantai Timur Sumatera, Pantai Barat, dan Pantai Timur-Utara Kalimantan sebagai jalur pelayarannya. Banyak bandar-bandar dan kota-kota kecil di pantai Timur Sumatera dan di pesisir pulau Kalimantan menjadi besar sehingga kehidupan rakyatnya bertambah makmur.Sejumlah peneliti sejarah mengemukakan, Kerjaan Berau lahir dari penggabungan lima “nagari” (disebut juga “banuwa”) dan dua “kampung”, yakni wilayah-wilayah administratif yang berlaku pada zaman itu. Nagari-nagari dan kampung-kampung tersebut adalah Nagari Marancang, Nagari Kuran, Nagari Bulalung, Nagari Sawakung, Nagari Pantai, Kampung Bunyut, serta Kampung Lati. Atas kesepakatan tujuh wilayah tersebut, ditunjuk Baddit Dipppatung dari Kampung Lati, sebagai raja pertama Kerajaan Berau. Sejak berdirinya, kerajaan ini hidup dengan aman dan tentram, dan perlahan wilayah yang dikuasainya pun semakin luas. Sebagai hasil dari penaklukan sejumlah kerajaan lain, di antaranya Kerajaan Bulungan, Tidung, Sabah, Alas, dan Tungku.Selanjutnya, Kerajaan Berau juga mengalami periodesasi Islam. Ajaran Islam mulai masuk dan berkembang di lingkungan Kerajaan Berau, diperkirakan pada era pemerintahan raja ke-6, yakni Aji Temanggung Barani (1557-1589). Pada masa tersebut, penerapan beberapa hukum islam mulai diberlakukan, meskipun Islam belum menjadi agama wajib Kerajaan. Ajaran Hindu dan Budha, yang merupakan bawaan dari kerajaan Sriwijaya dan Majapahit, masih sangat kuat dianut oeh sebagian besar penduduk Berau.Pada pemerintahan Sultan Muhammad Hasanuddin (1731-1767) dan Sultan Zainal Abidin (1779-1800), Islam menjadi agama mayoritas penduduk Berau. Gelar “Sultan” yang disandang raja (sebagai pengganti “Aji”) merupakan penanda bahwa Islam menjadi agama resmi kerajaan.Seperti juga yang dialami kerajaan lainnya di Nusantara, Kerajaan Berau juga tidak terlepas dari upaya intervensi Belanda. Pada 1671, pihak Belanda mengirimkan utusannya yang bernama Paulus de Beck dan Chialloup de Noorman untuk membuka hubungan dagang dengan Kutai dan Berau. Namun di Berau, usaha Belanda itu tidak membuahkan hasil lantaran sikap raja Berau yang antipati terhadap Belanda. Baru pada 1833, pihak asing berhasil masuk ke wilayah Berau, setelah Kerajaan Berau terpecah dua sebagai pemerintahan yang berdiri sendiri-sendiri.Bibit perpecahan dalam lingkungan keluarga kerajaan sejatinya sudah dimulai setelah era kekuasaan Aji Dilayas, raja Berau ke-9. Ketika itu, sang Raja yang beristri banyak memiliki banyak keturunan. Kemudian dua di antaranya sama kuat sebagai kandidat pengganti raja, yakni Pangeran Tua dan Pangeran Dipati. Dalam memutuskan siapa yang berhak mengantikan ayah mereka, terjadi sejumlah perdebatan besar di kalangan keluarga kerajaan. Khawatir konflik akan semakin membesar, diambillah keputusan bersama, bahwa Kerajaan Berau akan dipimpin secara bergantian oleh keduanya dan oleh keturunan keduanya. Sebagai putra sulung, Pangeran Tua mendapat kesempatan memerintah sejak 1673 hingga 1700. Sementara adiknya, Pangeran Dipati memerintah sejak 1700 hingga 1731.Kondisi ini terus berlangsung hingga akhirnya perseteruan yang terjadi di antara dua dinasti tidak bisa lagi damaikan. Pada 1800, Kerajaan Berau dibagi untuk dua keturunan. Keturunan Aji Pangeran Dipati, dengan pewaris tahta Sultan Gazi Mahyudi memperoleh wilayah di sebelah utara Sungai Berau serta wilayah kiri dan kanan Sungai Segah.Sementara keturunan Aji Pangeran Tua, dengan pewaris tahta Raja Alam bergelar Sultan Alimuddin, mendapat wilayah di sebelah selatan Sungai Berau, serta di wilayah kiri dan kanan Sungai Kelay. Sultan Gazi Mahyudi kemudian mendirikan Kesultanan Gunung Tabur. Sementara Raja Alam mendirikan Kesultanan Sambaliung. Raja Alam dicatat oleh sejarah sebagai pemimpin yang gigih melawan Belanda, hingga akhirnya dia diasingkan ke Makassar, Sulawesi Selatan, karena perlawanannya.
https://greatindnesia.blogspot.co.id/kerajaan-berau-abad-ke-15-di-kalimantan.html

Gambar terkait
Bendera Kesultanan Berau 

Komentar

Wayang Kulit Gagrak Surakarta

Wayang Kulit Gagrak Surakarta
Jendela Dunianya Ilmu Seni Wayang

Jika Anda Membuang Wayang Kulit

Menerima Buangan Wayang Kulit bekas meski tidak utuh ataupun keriting, Jika anda dalam kota magelang dan kabupaten magelang silahkan mampir kerumah saya di jalan pahlawan no 8 masuk gang lalu gang turun, Jika anda luar kota magelang silahkan kirim jasa pos atau jasa gojek ke alamat sdr Lukman A. H. jalan pahlawan no 8 kampung boton balong rt 2 rw 8 kelurahan magelang kecamatan magelang tengah kota magelang dengan disertai konfirmasi sms dari bapak/ ibu/ sdr siapa dan asal mana serta penjelasan kategori wayang kulit bebas tanpa dibatasi gagrak suatu daerah boleh gaya baru, gaya lama, gaya surakarta, gaya yogyakarta, gaya banyumasan, gaya cirebonan, gaya kedu, gaya jawatimuran, gaya madura, gaya bali, maupun wayang kulit jenis lain seperti sadat, diponegaran, dobel, dakwah, demak, santri, songsong, klitik, krucil, madya dll

Postingan Populer