Kesultanan Bima NTB (Wangsa Werkudara/Bratasena)

Kerajaan Bima
Kerajaan Bima merupakan pusat pemerintahan atau kerajaan Islam yang menonjol di Nusa Tenggara dengan nama rajanya yang pertama masuk Islam ialah Ruma Ta Ma Bata Wada yang bergelar Sultan Bima I atau Sultan Abdul Kahir. Sejak itu pula terjalin hubungan erat antara Kerajaan Bima dengan Kerajaan Gowa, lebih-lebih sejak perjuangan Sultan Hasanuddin kandas akibat perjanjian Bongaya. Setelah Kerajaan Bima terus-menerus melakukan perlawanan terhadap masuknya politik dan monopoli perdagangan VOC akhirnya juga tunduk di bawah kekuasaannya.

Ketika VOC mau memperbaharui perjanjiannya dengan Bima pada 1668 ditolak oleh Raja Bima, Tureli Nggampo; ketika Tambora merampas kapal VOC pada 1675 maka Raja Tambora, Kalongkong dan para pembesarnya diharuskan menyerahkan keris-keris pusakanya kepada Holsteijn. Pada 1691, ketika permaisuri Kerajaan Dompu terbunuh, Raja Kerajaan Bima ditangkap dan diasingkan ke Makassar sampai meninggal dunia di dalam penjara. Di antara kerajaan-kerajaan di Lombok, Sumbawa, Bima, dan kerajaan-kerajaan lainnya sepanjang abad ke-18 masih menunjukkan pemberontakan dan peperangan, karena pihak VOC senantiasa memaksakan kehendaknya dan mencampuri pemerintahan kerajaan-kerajaan, bahkan menangkapi dan mengasingkan raja-raja yang melawan.

Berikut ini daftar nama Sultan Bima
  1. 1640: Sultan Abdul Kahir I (Ma bata wadu).
  2. 1640-1682: Sultan Abdul Khair Sirajuddin (Mantau Uma Jati)
  3. 1682-1687:  Sultan Nuruddin, kuburannya di Tolobali.
  4. 1687-1696:  Sultan Jamaluddin (Sangaji Bolo). Tewas di penjara Batavia.
  5. 1696-1731:  Sultan Hasanuddin. Tewas di Tallo diberi gelar Mambora di Tallo.
  6. 1731-1742:  Sultan Alauddin, Manuru Daha.
  7. 1742-1773:  Sultan Abdul Qadim, Ma Waa Taho.
  8. 1773-1795:Sultanah Kumalasyah (Kumala Bumi Partiga).
  9. 1795-1819:  Sultan Abdul Hamid, Mantau Asi Saninu.
  10. 1819-1854:  Sultan Ismail, Ma waa Alu.
  11. 1854-1868:  Sultan Abdullah, Ma waa Adil.
  12. 1868-1881:  Sultan Abdul Azis, Ma Waa Sampela, meninggal diusia muda.
  13. 1881-1915: Sultan Ibrahim, Ma Taho Parange.
  14. 1915-1951:Sultan Muhammad Salahuddin, Ma Kakidi Agama.
  15. 1945-2001:  Sultan Abdul Kahir II, Ma Busi Ro Mawo, Jena Teke.


    http://www.mikirbae.com/2015/10/kerajaan-kerajaan-islam-di-papua-dan.html


    Kerajaan Bima

    Letak Kerajaan Bima di pantai timur Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat atau lebih tepatnya yang kini menjadi kota Bima. Berikut sultan-sultan yang pernah memerintah di Kerajaan Bima.
    • Sultan Bima I atau Sultan Abdul Kahir, yaitu raja Bima pertama yang memeluk Islam. Sebelum menjadi Sultan Bima I bernama Ruma To Ma Bata Wada. Pada masa pemerintahan Sultan Bima I, Kerajaan Bima menjalin hubungan dengan Kerajaan Makassar yang tujuannya untuk mempertahankan wilayahnya dari ancaman Belanda. Raja Bima I mempersunting putri Karaeng Kassuarang (adik istri Sultan Makassar bernama Daeng Sikontu).
    • Sultan Bima II atau Sultan Abdul Khair Sirajuddin, ia dikenal pula dengan nama Ruma Matau Uma Jati dan La Mbila. Sultan Bima II adalah putra Sultan Bima I. Sultan Bima II menikahi Karaeng Bonto Je'ne (Saudara Sultan Hasanuddin).
    • Sultan Nuruddin Abubakar Ali Syah atau Ruma Ma Wa'a Paju, adalah putra Sultan Bima II. Sultan Nuruddin menikah dengan Daeng Tamemang (saudari putri raja Tallo).
    • Sultan Abdul Hamid Muhammad Syah, pada masa pemerintahannya Bima menjadi daerah taklukan Belanda. Hal tersebut tidak terlepas dari kekalahan Gowa atas Belanda (1792). Pada waktu itu, Sultan Abdul Hamid dipaksa Belanda agar Bima dilebur menjadi wilayah protektorat Belanda.
    • Sultan Muhammad Salahuddin, pada masa pemerintahannya terjadi masa peralihan dari masa penjajah ke masa merdeka. Pada waktu itu Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, Sultan Muhammad memilih bergabung dengan Negara kesatuan Republik Indonesia. Sultan Muhammad ini dipandang sebagai raja Bima paling terkemuka dalam hal pengetahuan Islam.
    http://materiku86.blogspot.co.id/sejarah-kerajaan-islam-di-nusa-tenggara.html


    KESULTANAN BIMA
    Bima merupakan kerajaan Islam yang menonjol di Nusa Tenggara.Rajanya yang pertama masuk Islam ialah Ruma Ma Bata Wadu yang bergelar Sultan Bima I atau Sultan Abdul Khair(1611-1640).Namun,setelah terus-menerus melakukan perlawanan terhadap intervensi politik dan monopoli perdagangan VOC.ketika VOC mau memperbaharui perjanjian dengan Bima pada tahun 1668,Sultan Bima,Tureli Nggampo,menolaknya.ketika Tambora merampas Kapal VOC pada 1675,raja Tambora,Kalongkong dan para pembesarnya diharuskan menyerahkan  keris-keris pusakanya kepada Holsteijn.pada tahun 1691,ketika permaisuri Kerajaan Dompu terbunuh,Sultan Bima ditangkap dan diasingkan ke Makassar sampai meninggal dalam Penjara.kerajaan-kerajaan di Lombok,Sumbawa,Bima,dan lainnya selama abad XVIII dan akhir abad itu terus melakukan pemberontakan dan peperangan karena pihak VOC senantiasa mencampuri urusan pemerintahan kerajaan-kerajaan tersebut,bahkan menangkapi dan mengasingkan raja-raja yang melawan.
    Pembicaraan mengenai sejarah Kesultanan Bima abad XIX dapat diperkaya oleh gambaran terperinci dalam Syair Kerajaan Bima yang menurut telaah filologi Henri Chambert-Loir diperkirakan dikarang sebelum tahun 1833,sebelum Raja Bicara abdul Nabi meletakan Jabatan dan digantikan oleh Putranya.Syair itu dikarang oleh Khatib Lukman,barang kali pada  tahun 1830.Syair itu ditulis dengan huruf Jawa dan berbahasa Melayu.Syair itu menceritakan empat peristiwa yang terjadi di Bima pada awal abad XIX,yaitu letusan Gunung Tambora(1815)wafatdan pemakaman Sultan Abdul Hamid pada mei 1819.serangan bajak laut dan Pemberontakan Sultan Ismail pada 26 November 1819.
    Sampai kini jejak Islam bisa dilacak dengan meneliti makam seorang mubaligh asal Makassar yang terletak di kota Bima. Begitu juga dengan makam Sultan Bima yang pertama kali memeluk Islam. Bisa disebut, seluruh penduduk Bima adalah para Muslim sejak mula.Selain Sumbawa, Islam juga masuk ke Lombok. Orang-orang Bugis datang ke Lombok dari Sumbawa dan mengajarkan Islam di sana. Hingga kini, beberapa kata di suku-suku Lombok banyak kesamaannya dengan bahasa Bugis.

    http://zaviraalfiantirizqi.blogspot.co.id/makalah-kerajaan-islam-di-nusa-tenggara.html
    KESULTANAN BIMA
    Bima merupakan kerajaan Islam yang menonjol di Nusa Tenggara.Rajanya yang pertama masuk Islam ialah Ruma Ma Bata Wadu yang bergelar Sultan Bima I atau Sultan Abdul Khair(1611-1640).Namun,setelah terus-menerus melakukan perlawanan terhadap intervensi politik dan monopoli perdagangan VOC.ketika VOC mau memperbaharui perjanjian dengan Bima pada tahun 1668,Sultan Bima,Tureli Nggampo,menolaknya.ketika Tambora merampas Kapal VOC pada 1675,raja Tambora,Kalongkong dan para pembesarnya diharuskan menyerahkan keris-keris pusakanya kepada Holsteijn.pada tahun 1691,ketika permaisuri Kerajaan Dompu terbunuh,Sultan Bima ditangkap dan diasingkan ke Makassar sampai meninggal dalam Penjara.kerajaan-kerajaan di Lombok,Sumbawa,Bima,dan lainnya selama abad XVIII dan akhir abad itu terus melakukan pemberontakan dan peperangan karena pihak VOC senantiasa mencampuri urusan pemerintahan kerajaan-kerajaan tersebut,bahkan menangkapi dan mengasingkan raja-raja yang melawan.
    Pembicaraan mengenai sejarah Kesultanan Bima abad XIX dapat diperkaya oleh gambaran terperinci dalam Syair Kerajaan Bima yang menurut telaah filologi Henri Chambert-Loir diperkirakan dikarang sebelum tahun 1833,sebelum Raja Bicara abdul Nabi meletakan Jabatan dan digantikan oleh Putranya.Syair itu dikarang oleh Khatib Lukman,barang kali pada tahun 1830.Syair itu ditulis dengan huruf Jawa dan berbahasa Melayu.Syair itu menceritakan empat peristiwa yang terjadi di Bima pada awal abad XIX,yaitu letusan Gunung Tambora(1815)wafatdan pemakaman Sultan Abdul Hamid pada mei 1819.serangan bajak laut dan Pemberontakan Sultan Ismail pada 26 November 1819.
    Sampai kini jejak Islam bisa dilacak dengan meneliti makam seorang mubaligh asal Makassar yang terletak di kota Bima. Begitu juga dengan makam Sultan Bima yang pertama kali memeluk Islam. Bisa disebut, seluruh penduduk Bima adalah para Muslim sejak mula.
    Selain Sumbawa, Islam juga masuk ke Lombok. Orang-orang Bugis datang ke Lombok dari Sumbawa dan mengajarkan Islam di sana. Hingga kini, beberapa kata di suku-suku Lombok banyak kesamaannya dengan bahasa Bugis.
    Sumber: Sejarah SMA/MA X Kelas Kemdikbud 2014
    http://ilmusosial.net/perkembangan-kerajaan-islam-di-nusa-tenggara.html

    Kesultanan Bima

    Kesultanan Bima adalah kerajaan yang terletak di Bima.
    Penduduk daerah ini dahulunya beragama Hindu/Syiwa. Pada masa Pemerintahan Raja XXVII,yang bergelar “Ruma Ta Ma Bata Wadu”. Menurut BO (catatan lama Istana Bima), menikah dengan adik dari isteri Sultan Makassar Alauddin bernama Daeng Sikontu, puteri Karaeng Kassuarang. Ia menerima/memeluk agama Islam pada tahun 1050 H atau 1640 M, kemudian raja atau Sangaji Bima tersebut digelari dengan “Sultan” yaitu Sultan Bima I, beliau inilah dengan nama Islam-nya “Sultan Abdul Kahir”. Setelah Sultan Bima I mangkat dan digantikan oleh putranya yang bernama Sultan Abdul Khair Sirajuddin sebagai Sultan II, maka sistem pemerintahannya berubah dengan berdasarkan “Hadat dan Hukum Islam”. Hal ini berlaku sampai dengan masa pemerintahan Sultan Bima XIII (Sultan Ibrahim). Sultan Abdul Khair Sirajuddin adalah putera dari Sultan Abdul Kahir. Dilahirkan bulan + April 1627 (Ramadan 1038 H), bergelar Ruma Mantau Uma Jati. Ia juga bernama La Mbila, orang Makassar menyebut “I Ambela”. Wafat tanggal + 22 Juli 1682 (17 Rajab 1099 H), dimakamkan di Tolo Bali. Menikah dengan saudara Sultan Hasanuddin, bernama Karaeng Bonto Je’ne, pada tanggal 13 September 1646 (22 Rajab 1066 H), di Makassar. Abdul Khair Sirajuddin dinobatkan menjadi Sultan Bima II, pada tahun 1640 (1050 H).
    Sultan Nuruddin Abubakar Ali Syah adalah putera dari Sultan Abdul Khair Sirajuddin. Dilahirkan pada tanggal 5 Desember 1651 (29 Zulhijah 1061 H). Orang Makassar diberi gelar “Mappara bung Nuruddin Daeng Matali Karaeng Panaragang”. Naik tahta pada tahun 1682 (Zulhijah 1093 H). Menikah dengan Daeng Tamemang, saudara Karaeng Langkese puteri Raja Tallo pada tanggal  7 Mei 1684 (22 Jumadilawal 1095 H). Setelah meninggal, diberi gelar “Ruma Ma Wa’a Paju”, karena yang mula-mula memakai Payung jabatan yang berwarna kuning yang terkenal dengan “Paju Monca”.
    Sultan Muhammad Salahuddin adalah Putera dari Sultan Ibrahim, dilahirkan pada tahun 1888 (jam 12.00, 15 Zulhijah 1306 H). Dilantik menjadi Sultan Bima XIII pada tahun 1917. Meninggal di Jakarta pada hari Kamis 11 Juni 1951, jam 22.00 (7 Syawal 1370 H) dalam usia 64 tahun. Setelah wafat diberi gelar “Ma Kakidi Agama”, karena menjunjung tinggi agama serta memiliki pengetahuan yang mumpuni dan luas dalam bidang agama. Sejak berumur 9 tahun, memperoleh pendidikan dan pelajaran agama dari ulama terkenal, diantaranya: H. Hasan Batawi dan Syech Abdul Wahab (Imam Masjidil Haram Mekkah). Ia memiliki koleksi buku-buku agama karya ulama-ulama terkenal dari Mesir, Mekkah, Medinah, dan Pakistan. Juga karya oleh Imam Syafi’i. Ia mendalami Ilmu Fiqih dan Qira’ah. Pada era pemerintahannya, tidak mengherankan apabila perkembangan agama mengalami kemajuan pesat terutama di bidang pendidikannya. Wazir Ruma Bicara yang dipegang oleh Abdul Hamid (menggantikan Muhammad Qurais) pada era itu juga mempunyai peran dan menaruh perhatian yang amat besar dalam bidang yang sama.

    Daftar Sultan Bima

    1) 1640: Sultan Abdul Kahir I (Ma bata wadu) dinobatkan 1640 dan mangkat beberapa bulan setelah menjadi Sultan.

    2) 1640-1682:  Sultan Abdul Khair Sirajuddin (Mantau Uma Jati) 3) 1682-1687:  Sultan Nuruddin, kuburannya di Tolobali.
    4) 1687-1696:  Sultan Jamaluddin (Sangaji Bolo). Tewas di penjara Batavia.
    5) 1696-1731:  Sultan Hasanuddin. Tewas di Tallo diberi gelar Mambora di Tallo.
    6) 1731-1742:  Sultan Alauddin, Manuru Daha.
    7) 1742-1773:  Sultan Abdul Qadim, Ma Waa Taho.
    8) 1773-1795:  Sultanah Kumalasyah (Kumala Bumi Partiga). Dibuang Inggris Ke Sailon Srilangka hingga mangkat.
    9) 1795-1819:  Sultan Abdul Hamid, Mantau Asi Saninu.
    10) 1819-1854:  Sultan Ismail, Ma waa Alu.
    11) 1854-1868:  Sultan Abdullah, Ma waa Adil.
    12) 1868-1881:  Sultan Abdul Azis, Ma Waa Sampela, meminggal diusia bujang.
    13) 1881-1915:  Sultan Ibrahim, Ma Taho Parange. 14) 1915-1951:  Sultan Muhammad Salahuddin, Ma Kakidi Agama. Mangkat di Jakarta, pemakaman Karet.
    15) 1945-2001:  Sultan Abdul Kahir II, Ma Busi Ro Mawo, Jena Teke. Dianugerahi Sultan sebagai penghargaan oleh Majelis Adat saat mangkat 17 Juni 2001. (Catatan Alan Malingi).

    Biografi Tokoh


    Muhammad Salahuddin


    Sultan Muhammad Salahuddin (lahir di BimaNusa Tenggara Barat15 Juli 1889 – meninggal 11 Juni 1951 pada umur 61 tahun) adalah Sultan Bima yang bertahta tahun 1920-1943. Namanya kini diabadikan di Bandar Udara Muhammad SalahuddinBima.
    https://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Bima


    Hasil gambar untuk istana kesultanan bima
    Istana Kesultanan Bima 
    Menguak Misteri Kesultanan Bima Nan Megah
    Menguak Misteri Kesultanan Bima Nan Megah Istana Kesultanan Bima berdiri megah sampai sekarang, bangunan ini terletak di daerah Bima Nusa Tenggara Barat, Istana ini juga disebut Asi Mbojo, mengacu dari maknanya berarti tempat keluarnya sesuatu, ini diartikan sebagai tempat mengeluarkan segala keputusan baik hukum pemerintahan aturan-aturan dalam bermasyarakat dan sebagainya, semuanya terpusat di dalam Asi, bisa dikatakan istana sebagai pusat pemeritahan, sedangkan Mbojo adalah nama suku yang ada di Bima. Kesultanan Bima banyak dipengaruhi oleh kesultanan Makasar, karena keluarga dari kerajaan Bima yang ke XXVII menikah dengan keluarga kesultanan Makasar, sehingga corak pemerintahan sedikit tidak terpengaruh oleh kesultanan Makasar, ini terlihat dari gelar yang dipakai pada kerajaan Bima yaitu sultan, karena sebelumnya memang kerajaan Bima memeluk agama Syiwa, tetapi setelah ada hubungan dengan Sultan Alaudin Makasar, kerjaan tersebut memluk Islam, inilah yang mengawali tonggak kesultanan Bima berdiri. Raja Bima yang diberi gelar Sultan pertama adalah Sangaji Bima, dengan nama Sultan Abdul Khair, kemudian perkembangan kerjaan ini terus mengalami peningkatan sampai pada masa kejayaannya, sultan Bima yang terkenal salah satunya adalah Sultan Muhammad Salahuddin, pada masa pemerintahanya perkembangan agama dan pendidikan sangat berkembang, ini dikarenakan beliau juga terkenal mempunyai keluasan ilmu dalam bidang agama, karena jasa-jasanya yang sangat besar, pemerintah mengabadikannya sebagai nama bandara di Bima yaitu Bandar Udara Muhammad Salahuddin. Jejak kesultanan Bima juga dapat dilihat dari makam-makam yang berdiri kokoh dan bercorak Islam. Istana ini sekarang sudah berubah fungsi menjadi museum, yang dulunya sempat tidak terwat, dan diambil alih oleh pemerintah pada tahun 1986 Bupati Bima H. Umar Harun, kemudian dijadikan museum, peninggalan kesultanan bima dapat dilihat juga di Istana, beberapa koleksi kesultanan Bima, yaitu mahkota emas Sultan, Keris Sultan, dan lain-lain. Kalau anda ingin berkunjung ke Bima, bisa lewat jalur laut dan udara, jarak istana Bima dari bandara sekitar 20 KM, kemudian dilanjutkan menggunakan kendaraan umum atau travel wisata. 

    http://www.kompasiana.com/khairiwardi/menguak-misteri-kesultanan-bima-nan-megah_html
    Cikal bakal Kerajaan Bima adalah Maharaja Pandu Dewata yang mempunyai 5 orang putra yaitu : 
    1. Darmawangsa 

    2. Sang Bima 

    3. Sang Arjuna 

    4. Sang Kula 

    5. Sang Dewa. 
    Dalam penyelenggaraan pemerintahan ini Sultan dibantu Oleh :

    1. Majelis Tureli ( Dewan Menteri ) yang terdiri dari Tureli Bolo, Woha, Belo, Sakuru, Parado dan Tureli Donggo yang dipimpin oleh Tureli Nggampo/ Raja Bicara. 
    2. Majelis Hadat yang dikepalai oleh Kepala Hadat yang bergelar Bumi Lumah Rasa NaE dibantu oleh Bumi Lumah Bolo. Majelis Hadat ini beranggotakan 12 orang dan merupakan wakil rakyat yang menggantikan hak Ncuhi untuk mengangkat/ melantik atau memberhentikan Sultan. 
    3. Majelis Agama dikepalai oleh seorang Qadhi ( Imam Kerajaan ) yang beranggotakan 4 orang Khotib Pusat yang dibantu oleh 17 orang Lebe Na’E.

    Hubungan Darah Bima-Bugis-Makassar
    Arus modernisasi dan demokratisasi disegala bidang kehidupan telah mempengaruhi cara pandang dan cara berpikir seluruh element masyarakat. Hubungan keakrabatan antar etnis dan bahkan hubungan darah sekalipun terpisahkan oleh tembok modernisasi dan demokrasi hari ini. Hubungan keakrabatan dan kekeluargaan yang terjalin selama kurun waktu 1625 – 1819 (194 tahun) pun terputus hingga hari ini. Hubungan kekeluargaan antara dua kesultanan besar dikawasan Timur Indonesia yaitu Kesultanan Gowa dan Kesultanan Bima terjalin sampai pada turunan yang ke- VII. Hubungan ini merupakan perkawinan silang antara Putra Mahkota Kesultanan Bima dan Putri Mahkota Kesultanan Gowa terjalin sampai turunan ke- VI. Sedangkan yang ke- VII adalah pernikahan Putri Mahkota Kesultanan Bima dan Putra Mahkota Kesultanan Gowa. Berikut urutan pernikahan dari silsilah kedua kerajaan ini :

    1. Sultan Abdul Kahir (Sultan Bima I) menikah dengan Daeng Sikontu, Putri Karaeng Kasuarang, yang merupakan adik iparnya Sultan Alauddin pada tahun 1625. dari pernikahan ini melahirkan Sultan Abil Khair (Sultan Bima ke-II)  
    2. Sultan Abil Khair (Sultan Bima ke- II) menikah dengan Karaeng Bonto Je'ne. Adalah adik kandung Sultan Hasanuddin, Gowa pada tanggal 13 April 1646. dari pernikahan ini melahirkan Sultan Nuruddin (Sultan Bima ke-III) pada tahun 1651.
    3. Sultan Nuruddin (Sultan Bima ke-III) menikah dengan Daeng Ta Memang anaknya Raja Tallo pada tanggal 7 mei 1684. dari pernikahan tersebut melahirkan Sultan Jamaluddin (Sultan Bima ke-IV)
    4. Sultan Jamaluddin (Sultan Bima ke IV) menikah dengan Fatimah Karaeng Tanatana yang merupakan putri Karaeng Bessei pada tanggal 8 Agustus 1693. dari pernikan tersebut melahirkan Sultan Hasanuddin (sultan Bima ke- V).
    5. Sultan Hasanuddin (Sultan Bima ke- V) menikah dengan Karaeng Bissa Mpole anaknya Karaeng Parang Bone dengan Karaeng Bonto Mate'ne, pada tanggal 12 september 1704. dari pernikahan ini melahirkan Sultan Alaudin Muhammad Syah pada tahun 1707 (Sultan Bima ke- VI)
    6. Sultan Alaudin Muhammad Syah (Sultan Bima ke- VI) menikah dengan Karaeng Tana Sanga Mamonca Raji putrinya sultan Gowa yaitu Sultan Sirajuddin pada tahun 1727. pernikahan ini melahirkan Kumala Bumi Pertiga dan Abdul Kadim yang kemudian diangkat menjadi Sultan Bima ke- VII pada tahun 1747. ketika itu beliau baru berumur 13 tahun. Kumala Bumi Pertiga putrinya Sultan Alauddin Muhammad Syah dengan Karaeng Tana Sanga Mamonca Raji ini kemudian menikah dengan Abdul Kudus Putra Sultan Gowa pada tahun 1747. dan dari pernikahan ini melahirkan Amas Madina Batara Gowa ke-II. Sementara Sultan Abdul Kadim yang lahir pada tahun 1729 dari pernikahan dari pernikahannya melahirkan Sultan Abdul Hamid (Sultan Bima ke- VIII). Sultan Abdul Hamid (La Hami) dilahirkan pada tahun 1762 kemudian diangkat menjadi sultan Bima tahun 1773.
    7. Sultan Abdul Kadim (Sultan Bima ke- VII) dari pernikahannya (Istrinya tidak terlacak oleh dalam referensi sejarah yang kami baca- mohon Maaf) melahirkan Sultan Abdul Hamid pada tahun 1762 dan Sultan Abdul Hamid diangkat menjadi Sultan Bima ke- VIII pada tahun 1773.
    8. Sultan Abdul Hamid (Sultan Bima ke- VIII) dari pernikahannya (Istrinya tidak terlacak oleh dalam referensi sejarah yang kami baca- Mohon Maaf) melahirkan Sultan Ismail pada tahun 1795. ketika sultan Abdul Hamid meninggal dunia pada tahun 1819, pada tahun ini juga Sultan Ismail diangkat menjadi Sultan Bima ke- IX
    9. Sultan Ismail (Sultan Bima ke- IX) dari pernikahannya (Istrinya tidak terlacak oleh dalam referensi sejarah yang kami baca- Mohon Maaf) melahirkan sultan Abdullah pada tahun 1827
    10. Sultan Abdullah (Sultan Bima ke- X) menikah dengan Sitti Saleha Bumi Pertiga, putrinya Tureli Belo. Dari pernikahan ini abdul Aziz dan Sultan Ibrahim.
    11. Sultan Ibrahim (Sultan Bima ke- XI) dari pernikahannya melahirkan Sultan Salahuddin yang kemudian diangkat menjadi Sultan Bima ke- XII pada tahun 1888 dan memimpin kesultanan hingga tahun 1917.
    12. Sultan Salahuddin (Sultan Bima ke- XII) sebagai Sultan Bima terakhir dari pernikahannya melahirkan Abdul Kahir II (Ama Ka'u Kahi) yang biasa dipanggil dengan Putra Kahi dan St Maryam Rahman (Ina Ka'u Mari). Putra Kahir ini kemudian Menikah dengan Putri dari Keturunan Raja Banten (Saudari Kandung Bapak Ekky Syachruddin) dan dari pernikahannya melahirkan Bapak Fery Zulkarnaen

    Adalah sangat Ironi memang jika pada hari ini generasi baru dari kedua Kesultanan Besar ini kemudian tidak saling kenal satu sama lain. Bahkan pada zaman kerajaan, pertumbuhan dan perkembangan penduduk Gowa dan Bima merupakan Etnis yang tidak bisa dipisahkan dan bahkan masyarakat Gowa pada umumnya tidak bisa dipisahkan dengan Etnis Bima (Mbojo) sebagai salah satu Etnis terpenting dalam perkembangan kekuatan kerajaan Gowa. Dari catatan sejarah yang dapat dikumpulkan dan dianalisa, hubungan kekeluargaan antara kedua kesultanan tersebut berjalan sampai pada keturunan ke- IX dari masing-masing kesultanan, dan jika dihitung hal ini berjalan selama 194 tahun. Dari data yang berhasil dikumpulkan, dapat disimpulkan bahwa hubungan kesultanan Bima dan Gowa dengan pendekatan kekeluargaan (Darah) terjalin sampai pada tahun 1819. Analisa ini berawal dari pemikiran bahwa ada hubungan darah yang masih dekat antara Amas Madina Batara Gowa Ke- II anaknya Kumala Bumi Pertiga dengan Sultan Abdul Hamid (Sultan Bima ke- VIII). Karena keduanya masih merupakan saudara sepupu satu kali. Bahkan ada kemungkinan yang lebih lama lagi hubungan ini terjalin. Yaitu ketika Sultan Abdul Hamid meninggal pada tahun 1819 dan pada tahun itu juga langsung digantikan oleh putra mahkotanya yaitu Sultan Ismail sebagai sultan Bima ke- IX. Karena Sultan Ismail ini kalau dilihat keturunannya masih merupakan kemenakan langsungnya Amas Madina Batara Gowa Ke- II, jadi hubungan ini ternyata berjalan kurang lebih 194 tahun.
    Pada beberapa catatan yang kami temukan, bahwa pernikahan Salah satu Keturunan Sultan Ibrahim (Sultan Bima ke- XI) masih terjadi dengan keturunan Sultan Gowa. Sebab pada tahun 1900 (pada kepemimpinan Sultan Ibrahim), terjadi acara melamar oleh Kesultanan Bima ke Kesultanan Gowa. Mahar pada lamaran tersebut adalah Tanah Manggarai. Sebab Manggarai dikuasai oleh kesultanan Bima sejak abad 17. Namun, pada catatan sejarah tersebut tidak tercatat secara jelas.(dari berbagai sumber)
    http://bimakab.go.id/pages-sejarah-bima.html

    Sejarah Berdiri, Runtuh dan Perkembangan Islam di Kerajaan Bima

    A. Peristiwa Penting Menjelang Berdirinya Kerajaan.
    Kehadiran sang Bima pada abad 11 M, ikut membantu para ncuhi dalam memajukan Dana Mbojo. Sejak itu, ncuhi Dara dan ncuhi-ncuhi lain mulai mengenal bentuk pemerintahan kerajaan. Walau sang Bima sudah kembali ke kerajaan Medang di Jawa Timur, namun tetap mengadakan hubungan dengan ncuhi Dara. Karena istrinya berasal dari Dana Mbojo Bima.
    Sebelum mendirikan kerajaan, semua ncuhi sepakat membentuk kesatuan wilayah di bawah pimpinan ncuhi Dara. Setelah puluhan tahun berada di Jawa Timur, sang Bima mengirim dua orang putranya, yang bernama Indra Zamrud dan Indra Kumala ke Dana Mbojo. Indra Zamrud dijadikan anak angkat oleh ncuhi Dara. Sedangkan Indra Kumala menjadi anak angkat ncuhi Doro Woni. Seluruh ncuhi sepakat untuk mencalonkan Indra Zamrud menjadi Sangaji atau Raja Dana Mbojo. Sedangkan Indra Kumala dicalonkan untuk menjadi Sangaji di Dana Dompu.
    Indra Zamrud di tuha ro lanti atau dinobatkan menjadi Sangaji atau Raja yang pertama.
    Setelah Indra Zamrud dewasa dan memiliki ilmu pengetahuan yang luas dalam bidang pemerintahan, maka pada akhir abad 11 M, ia di tuha ro lanti oleh Ncuhi Dara. Dengan persetujuan semua ncuhi, untuk menjadi Sangaji atau Raja Dana Mbojo yang pertama. Dengan demikian berakhirlah jaman ncuhi. Masyarakat Mbojo Bima memasuki jaman baru, yaitu jaman kerajaan. Pimpinan pemerintahan bukan lagi dipegang oleh ncuhi, tetapi dipegang oleh Sangaji atau Raja.
    Sejak berdirinya kerajaan di sekitar pertengahan abad 11 M, Dana Mbojo memiliki dua nama. Kerajaan yang baru didirikan itu, oleh para ncuhi bersama rakyat diberi nama Mbojo. Sesuai dengan kesepakatan mereka dalam musyawarah di Babuju. Tetapi oleh orang-orang Jawa, kerajaan itu diberi nama Bima. Diambil dari nama ayah Indra Zamrud yang berjasa dalam merintis pendirian kerajaan. Sampai sekarang Dana Mbojo mempunyai dua nama, yaitu Mbojo dan Bima. Dalam masa selanjutnya, Mbojo bukan hanya nama daerah, tetapi merupakan nama suku yang menjadi penduduk di Kabupaten Bima dan Dompu sekarang. Sedangkan Bima sudah menjadi nama daerah bukan nama suku.
    Pada masa kesultanan, suku Mbojo membaur atau melakukan pernikahan dengan suku Makasar dan Bugis. Sehingga adat istiadat serta bahasanya, banyak persamaan dengan adat istiadat serta bahasa suku Makasar dan Bugis. Dou Mbojo yang enggan membaur dengan suku Makasar dan Bugis, terdesak ke daerah Donggo atau pegunungan. Oleh sebab itu, mereka disebut Dou Donggo atau orang pegunungan. Dou Donggo mempunyai adat istiadat serta bahasa yang berbeda dengan dou Mbojo.
    Dou Donggo bermukim di dua tempat, yaitu disekitar kaki Gunung Ro’o Salunga di wilayah Kecamatan Donggo sekarang dan di kaki Gunung Lambitu di wilayah Kecamatan Wawo sekarang. Yang bertempat tinggal di sekitar Gunung Ro’o Salunga, disebut Dou Donggo Ipa (orang Donggo seberang), sedangkan yang berada di kaki Gunung Lambitu, disebut Dou Donggo Ele (orang Donggo Timur).
    B. Proses Masuk dan Berkembangnya islam di Kerajaan Bima
           Kerajaan Gowa Tallo memegang peranan penting dalam proses konversi Bima ke Islam. Saat itu, pada abad ke 17 M, Belanda telah menguasai sebagian besar jalur perdangangan bagian barat. Untuk mencegah jalur timur direbut Belanda, Maka Gowa mengirim expedisi untuk menaklukkan kerajaan pada pantai timur yaitu lombok dan bima. Kerajaan-kerajaan ini berhasil ditaklukkan dan di Islam kan oleh Gowa pada tahun 1609 M . Seiring dengan masuknya islam maka peradaban tulis juga berkembang.
           Beberapa bulan setelah memeluk agama Islam, Jena Teke Abdul Kahir bersama pengikut didampingi oleh beberapa orang gurunya dari Sulawesi Selatan kembali menuju Dusun Kalodu. Setelah berada di Kalodu mereka mendirikan sebuah Masjid, selain sebagai tempat ibadah juga menjadi pusat kegiatan dakwah. Mulai saat itu Dusun Kalodu menjadi pusat penyiaran Islam, selain Kampo Sigi (Kampung Sigi ) di sekitar Desa NaE kecamatan Sape.
           Dari puncak Kalodu, Islam semakin bersinar terang menyelimuti kegelapan Bumi Bima. Seluruh rakyat menyambut gembira instruksi Putera Mahkota Abdul Kahir untuk memeluk Islam. Salisi  semakin berang. Dengan bantuan Belanda ia terus mengejar dan menyerang Pasukan Abdul Kahir. Proses pengejaran itu mulai dari Kalodu, Sape hingga mencapai puncaknya di Wera. Di sinilah terjadi pertempuran habis-habisan hingga menewaskan Panglima Perang Rato Waro Bewi di Doro Cumpu  desa Bala kecamatan Wera. Berkat kerja sama dan kelihaian orang-orang Wera, Abdul Kahir dan teman seperjuangannya dapat diselamatkan ke Pulau Sangiang  yang selanjutnya dijemput perahu-perahu dari Makassar.
           Di Makassar, Empat serangkai Abdul Kahir, Sirajuddin, Awaluddin dan Jalaluddin dibina dan dilatih taktik perang. Di tanah ini pula mereka memperdalam ajaran Islam. Hingga setelah segala persiapan dimatangkan, Sultan Alauddin Makassar mengirim ekspedisi penyerangan terhadap Salisi. Dalam sejarah Bima tercatat dua kali ekspedisi ini dikirim untuk menaklukkan Salisi namun gagal. Pasukan Makassar banyak yang tewas dalam dua ekspedisi ini. Untuk ketiga kalinya pada tahun 1640 M, ekspedisi baru berhasil. Pada tanggal 5 Juli 1640 M Putera Mahkota Abdul Kahir  berhasil memasuki Istana Bima dan dinobatkan menjadi Sultan Bima pertama yang diberi gelar Ruma ta Ma Bata Wadu (Taunku Yang bersumpah Di Atas Batu). Sedangkan Sirajuddin terus mengejar Salisi hingga ke  Dompu. Sirajuddin selanjutnya mendirikan Kesultanan Dompu. Jalaluddin kemudian diangkat menjadi Perdana Menteri (Ruma Bicara)   pertama dan diberi gelar Manuru Suntu, dimakamkan di kampung Suntu (Halaman SDN 3 Bima sekarang).
           Tanggal 5 Juli 1640 M menjadi saksi sejarah berdirinya sebuah kesultanan di Nusantara Timur dan Terus berkiprah dalam percaturan sejarah Nusantara selama 322 tahun. Untuk itulah pada setiap tanggal 5 Juli diperingati sebagai hari Jadi Bima. Seperti telah menjadi takdir sejarah pula, bahwa kesultanan Bima diawali oleh pemimpinnya yang bernama Abdul Kahir I dan berakhir pula dengan Abdul Kahir II (Putera Kahir). Dua tokoh sejarah itu  kini tidur dengan tenang untuk selama-lamanya di atas bukit Dana Taraha Kota Bima.   (Sumber : Kitab BO ; Peranan Kesultanan Bima Dalam Perjalanan Sejarah Nusantara, M. Hilir Ismail ; Novel Sejarah Kembalinya Sang Putera Mahkota, Alan Malingi )
    C. Penyebab Berakhirnya Kerajaan Bima
    Kesultanan Bima berakhir ketika Indonesia berhasil meraih Kemerdekaan pada tahun 1945. Saat itu, Sultan Muhammad Salahuddin, raja terakhir Bima, lebih memilih untuk bergabung dengan Negara Kesatuan Indonesia. Siti Maryam, salah seorang Putri Sultan, menyerahkan Bangunan Kerajaan kepada pemerintahan dan kini di jadikan Museum. Di antara peninggalan yang masih bisa di lihat adalah Mahkota, Pedang dan Funitur.
     https://melayuonline.com/history/kerajaan-bima.html 
    http://lomboksumbawambojo.blogspot.co.id/blog-pag.html


    Sejarah Kesultanan Bima Pertama dan Berakhirnya Era Kerajaan

    Kerajaan Bima yang didirikan atas restu Ncuhi (restu adat) berakhir ketika mengalir ajaran baru yang datang dari Sumatera dan Sulawesi. Begitu kerajaan laut Majapahit runtuh oleh orang dalam, Jawa pecah dan meningkatkan dinamika antara saudagar-saudagar Tionghoa muslim, Gujarat dan Eropa maka gerakan Islam atau gerakan ekonomi yang berbendera Islam mendominasi kekuasaan baru di kawasan pesisir. Meluas dan termasuk merajai tanah Sulawesi, hingga merebes ke kerajaan Bima yang tidak jelas agama resminya.


    Islam sudah memasuki pulau Sumbawa sejak abad 16 awal oleh penyiar dari kerajaan-kerajaan pesisir Jawa seperti Demak, namun semakin jelas ketika saudagar dan penyiar Islam datang dari Sulawesi, Goa, Tallo melalui pintu perairan Bima dan Sape. tahun 1600-an . 
    Pada masa itu Bima tengah dirajai oleh La Kai, salah satu raja yang sudah mengindetifikasi diri sebagai putra Bima bukan lagi nama - nama Jawa seperti Indra Zamrud, Batara Bima Batara Indra Bima dst. La Kai adalah orang yang menjadi raja di Bima abad 17 dan menjadi raja pertama yang menerima Islam sebagai agama yang boleh disebarkan di Bima, dia sendiri menjadi muslim dengan merubah namanya menjadi Abdul Kahir.

    Setelah raja masuk Islam maka Islam menjadi agama resmi istana dan penyebarannya menjadi mudah dengan menggunakan perangkat kekuasaan. Maka sejak itu budaya penamaan orang di Bima berubah menjadi nama-nama berbau Arab dan Timur Tengah, misalnya La Mbila menjadi Jalaluddin, Bumi Jara Mbojo menjadi Awalluddin, Abubakar, Siti Hawa, Aminah, Nurul, Ismail, Syaifullah, Abdullah dst.

    Masuknya Islam di Bima bersamaan dengan adanya konflik internal istana, dimana salahsatu pembesar istana (Salisi Ma Ntau Asi Peka) yang melakukan teror dan pembunuhan pada beberapa penguasa wilayah, dan gerakan ini diam-diam disokong oleh serikat dagang VOC yang sudah masuk Bima dalam misi dagang. Dijadikannya Islam sebagai agama resmi istana membawa keuntungan sendiri bagi kerajaan Bima, karena pada jaman itu imperium Sulawesi sedang berjaya di seluruh kawasan Timur Nusantara dan mengibarkan bendera Islam dalam segala misinya termasuk menghadang ketamakan VOC dan Portugis yang mulai memperkuat tentaranya dengan barisan Meriam.

    Rupanya kondisi ini (Raja Bima masuk Islam / Pro-Sulawesi) dimainkan oleh Belanda (VOC) dengan menyokong pemberontakan La Salisi dkk, sehingga dalam wktu yang relatif singkat kerajaan Bima berhasil diduduki oleh pemberontak. Raja BIma sendiri yang masih muda pengalaman bersama Lam Mbila penasehatnya berhasil menyelematkan diri dan minta suaka politik di Makassar. Sultan Makasar yang sudah mengetahui kabar perkembangan Islam di Bima dengan senang hati menyambut raja Bima dan dia mendukung penuh untuk merebut kembali kekuasaan kerajaan Bima meskipun pemberontak itu didukung tentara VOC.

    Maka Sultan Alauddin Awalul Islam mulai mengirim pasukan untuk menyerang Bima dalam kekuasaan Pemberontak dan berhasil memukul mundul mereka pada tahun 1640, sehingga barisan La Salisi Mantau Asi Peka melarikan diri ke Dompu. Setelah berhasil merebut kembali kekuasaan maka Sultan Abdul Kahir dan rombongannya kembali ke Bima bersama beberapa tokoh ulama. Maka 3 bulan setelah kembali ke Bima,  Abdul Kahir dikukuhkan (kembali) sebagai SULTAN pertama Bima, yang menandai berakhirnya sistem kerajaan.

    Tata pemerintahan akan segera diatur berdasarkan syariat Islam dan meninggalkan tata praja lama yang berbau Hindu. Sultan Abdul Kahir yang kelahiran tahun 1601 adalah putra dari Raja Mantau Asi Sawo, raja terakhir Bima. Sultan Abdul Kahir adalah sultan Bima yang pertama, dan sultan yang menerima Islam sebagai agama resmi istana. Untuk mengukuhkan koalisi dengan Goa maka dia menikah dengan adik istri Sultan Alauddin dari makassar yang bernama Daeng Sikontu.
    Tanggal 5 Juli 1640 adalah Penobatan Abdul Kahir sebagai SULTAN ISTANA BIMA yang pertama, sebuah era baru bagi kekuasaan Bima. Bila dilihat dari angka tahun ini maka kekuasaan Abdul Kahir tidak terlalu lama di era kesultanannya, dia lebih lama berkuasa pada masa Kerajaan (sebagai Raja La Kai).

    Dari penjelasan diatas, kita bisa tarik kesimpulan bahwa masuknya Islam di Bima didukung oleh kerajaan Makassar (Sultan Goa yang pertama) melalui ulama-ulama Sulawesi dan Sumatera. Masuknya Islam di Bima dan menjadi agarnya raja membuat gelisah VOC sehingga mereka mendorong adanya kudeta La Salisi dan berhasil menduduki istana, kemudian direbut kembali atas dukungan penuh laskar kerajaan Goa.
    Kejadian ini menjadi salah satu akar konflik dengan VOC selain ekonomi, karena dalam perkembangan selanjutnya VOC terus ingin mencengkram Bima hingga akhirnya berhasil memecah belah antara Bima-Goa pada era Sultan Hasanuddin.
    Sultan Abdul Kahir adalah yang pertama meletakkan dasar keislaman bagi kerajaan Bima dan tokoh yang membuka jalur bagi koalisi Bima-Sulawesi. Sebagaimana yang telah kita pahami bahwa pada masa itu Sulawesi menjadi pusat dagang maritim di kawasan timur dimana menjadi bandar dunia yang sangat hidup. Maka hubungan ekonomi antara Bima - Goa semakin meningkat dan inilah yang menjadi intaian VOC yang kelak menghancurkan kedua kerajaan ini...
    http://jurnalbima.blogspot.co.id/sejarahkesultananbima-pertamadanberakhirnyaerakerajaan.html


    Komentar

    Wayang Kulit Gagrak Surakarta

    Wayang Kulit Gagrak Surakarta
    Jendela Dunianya Ilmu Seni Wayang

    Jika Anda Membuang Wayang Kulit

    Menerima Buangan Wayang Kulit bekas meski tidak utuh ataupun keriting, Jika anda dalam kota magelang dan kabupaten magelang silahkan mampir kerumah saya di jalan pahlawan no 8 masuk gang lalu gang turun, Jika anda luar kota magelang silahkan kirim jasa pos atau jasa gojek ke alamat sdr Lukman A. H. jalan pahlawan no 8 kampung boton balong rt 2 rw 8 kelurahan magelang kecamatan magelang tengah kota magelang dengan disertai konfirmasi sms dari bapak/ ibu/ sdr siapa dan asal mana serta penjelasan kategori wayang kulit bebas tanpa dibatasi gagrak suatu daerah boleh gaya baru, gaya lama, gaya surakarta, gaya yogyakarta, gaya banyumasan, gaya cirebonan, gaya kedu, gaya jawatimuran, gaya madura, gaya bali, maupun wayang kulit jenis lain seperti sadat, diponegaran, dobel, dakwah, demak, santri, songsong, klitik, krucil, madya dll

    Postingan Populer