Kesultanan Dompu NTB (Wangsa Darmawangsa/ Sang Aji/ Darmakusuma)

Kerajaan Dompu

Kerajaan Dompu yang kini menjadi Kabupaten Dompu merupakan sebuah kerajaan kuno di Indonesia. Kerajaan ini terletak di antara kabupaten Bima dan kabupaten Sumbawa saat ini. Mayoritas penduduk kini beragama Islam, dengan tradisi dan budaya yang juga mayoritas Islam.
Bangsawan Dompu atau keturuan raja-raja hingga kini masih ada. mereka dipanggil "Ruma" atau "Dae". Istana Dompu, sebagai lambang kebesaran telah lama lenyap. Konon bangunan istana itu sudah diubah menjadi masjid raya Dompu saat ini. Namun rumah kediaman raja masih ada hingga sekarang dan terletak di Kelurahan Bada.
Pada tahun 2000-an, tim peneliti dari Jakarta, yang dipandu langsung oleh Bupati Dompu H Abubakar Ahmad menemukan situs berupa tapak kaki Gajah Mada di wilayah Hu'u sekitar 40 kilometer dari pusat kota Dompu. Banyak yang meyakini Mahapatih Gajah Mada tewas dan atau menghabiskan sisa hidupnya di daerah ini.
Hasil gambar untuk bendera kesultanan madura
Bendera dan Lambang Kesultanan Dompu 

JEJAK SEJARAH DAERAH DOMPU (+ GUNUNG TAMBORA)

Dompu,- Setiap daerah memiliki sejarah dan karakter masing-masing, memiliki asal-usul atau hari jadinya, Di propinsi NTB terdapat beberapa daerah seperti Kabupaten Bima, Kabupaten Dompu, Kabupaten Lombok Barat, Kabupaten Lombok Tengah, Kabupaten Lombok Timur, Kabupaten Lombok Utara, Kabupaten Sumbawa, Kabupaten Sumbawa Barat, Kota Bima, Kota Mataram yang tentu saja daerah-daerah ini memiliki sejarahnya masing-masing.

Maka pada kali ini Media Transisi ingin berbagi informasi dalam mengulas kembali dan sekedar mengingatkan kembali kenangan-kenangan masa lalu daerah dompu yang sejarahnya sebagai berikut ini:

Sebagaimana daerah-daerah lain di Indonesia, Kabupaten Dompu, Propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), mempunyai catatan sejarah tersendiri. Seperti halnya Sejarah Kesultanan Lombok, Sejarah Kesultanan Sumbawa, dan Sejarah Kesultanan Bima, Dompu dahulu kala juga merupakan salah satu daerah bekas kerajaan atau kesultanan. Kerajaan Dompu merupakan salah satu kerajaan yang paling tua khususnya di Indonesia Bagian Timur. Arkeolog dari Pusat Balai Penelitian Arkeologi dan Purbakala, Sukandar dan Kusuma Ayu dari berbagai hasil penelitiannya menyimpulkan Dompu atau (Kerajaan Dompo) adalah kerajaan yang paling tua di wilayah timur Indonesia.

Berdasarkan catatan sejarah di Dompu, sebelum terbentuknya kerajaan di daerah tersebut, telah berkuasa beberapa kepala suku yang disebut sebagai “Ncuhi” atau raja kecil. Ncuhi terdiri atas empat orang yakni Ncuhi Hu`u yang berkuasa di daerah Hu`u (sekarang Kecamatan Hu`u), Ncuhi Soneo yang berkuasa di daerah Soneo dan sekitarnya (sekarang Kecamatan Woja dan Dompu). Selanjutnya Ncuhi Nowa berkuasa di Nowa dan sekitarnya serta Ncuhi Tonda berkuasa di Tonda (sekarang wilayah Desa Riwo Kecamatan Woja Dompu). Dari keempat Ncuhi tersebut yang paling dikenal adalah Ncuhi Hu`u.

Menurut cerita rakyat dompu di negeri Woja berkuasa seorang Ncuhi Kula yang mempunyai anak perempuan bernama Komba Rawe. Ncuhi tersebut kemudian dikenal dengan nama Ncuhi Patakula. Cerita rakyat setempat menyebutkan, putra raja Tulang Bawang terdampar di daerah Woja dalam pengembaraannya, tepatnya di wilayah Woja bagian timur. Kemudian putra raja Tulang Bawang tersebut menikah dengan putri Ncuhi Patakula. Selanjutnya para Ncuhi sepakat menobatkan putra raja Tulang Bawang sebagai raja Dompu yang pertama. Sedangkan Raja Dompu ke-2 bernama Dewa Indra Dompu yang lahir dari perkimpoian antara putra Indra Kumala dengan putra Dewa Bathara Dompu. Berturut-turut Raja yang menguasai daerah ini adalah Dewa Mbora Bisu, yang merupakan Raja Dompu yang ke-3. Raja ke-4 Dompu adalah Dewa Mbora Balada, yang merupakan saudara dari Dewa Mbora Bisu dan Dewa Indra Dompu. Pada abad XIX di Dompu saat itu memerintah raja-raja yang lemah. Kerajaan dikacaukan oleh berbagai pemberontakan pada tahun 1803 yang memaksa pihak residen campur tangan,Sultan Abdull Azis, putra Sultan Abdullah yang kemudian mengganti Sultan Yakub, ternyata tidak mampu banyak berbuat untuk memajukan kerajaannya.

Seluruh kerajaan antara tahun 1810-1814 diancam perompak-perompak yang menghancurkan desa-desa yang ada di wilayah Dompu saat itu. Pada sekitar tahun 1809 Gubernur Jenderal Daendels memerintahkan Gubernur Van Kraam untuk memperbaharui perjanjian dengan Dompu. Perjanjian tersebut diadakan di Bima. Pada 5-12 April 1815, ketika Gunung Tambora meletus, akhirnya sepertiga dari penduduk tewas dan sepertiga lainnya berhasil melarikan diri. Sultan Abdull Rasul II memindahkan Istana Bata yang merupakan Situs Doro Bata yang terletak di kelurahan Kandai I Kecamatan Dompu ke Istana Bata yang baru, karena itu dia disebut dengan gelar Bata Bou. Beliau diganti oleh putranya, Sultan Muhammad Salahuddin.

Salahuddin mengadakan perbaikan dalam sistem dan hukum pemerintahaan. Dia pun menetapkan hukum adat berdasarkan hasil musyawarah dengan para alim ulama, sekaligus menetapkan hukum adat yang dipakai adalah hukum Islam yang berlalu di wilayah kekuasaannya. Dalam menjalankan pemerintahaannya, Sultan dibantu oleh majelis adat serta majelis hukum. Selanjutnya mereka (para pembantu itu) disebut manteri dengan sebutan raja bicara, rato rasanae, rato perenta, dan rato Renda. Mereka tergabung suatu dewan hadat, dan merupakan badan kekuasaan yang mempunyai wewenang untuk mengangkat dan memberhentikan Sultan.

LETUSAN G.TAMBORA
Gunung Tambora yang meletus pada 10 – 11 April 1815, dalam catatan sejarah Dompu, mengakibatkan tiga kerajaan kecil (Pekat, Tambora, dan Sanggar) yang terletak di sekitar Tambora tersebut musnah. Ketiga wilayah kerajaan kecil itu pun kemudian menjadi bagian dari Kerajaan Dompu. Pertambahan wilayah Kesultanan Dompu tersebut dinilai merupakan suatu pertanda kelahiran baru bagi Dompu Baru, yakni pergantian antara Dompu Lama ke Dompu Baru. Peristiwa tersebut menggambarkan kelahiran wilayah Dompu yang bertambah luas wilayahnya. Ahli sejarah Helyus Syamsuddin mengungkapkan, peristiwa 11 April 1815 tersebut akhirnya dijadikan sebagai hari kelahiran Dompu, yang kemudian dikuatkan dengan Peraturan Daerah No.18 tanggal 19 Bulan Juni 2004.
http://donialf.blogspot.co.id/


Leluhur SANGAJI DOMPU dan SILSILAH TURUNANNYA

Sumber utama Sejarah sejatinya adalah prasasti, kronik, piagam, candiyang benar-benar berasal dari jamannya. 
Namun manakala kesemuanya tidak bisa ditemukan, maka Sumber Sejarah berupa keterangan langsung (Sumber lisan) dari Saksi Sejarah atau Turunan langsung dari saksi Sejarah yang menyimpan atau mewarisi ceritnya secara turun temurun menjadi pilihan yang bisa dipertimmbangkan

Salah satu upaya menelusuri Silsilah atau Asal Usul Sangaji Dompu, Penulis menemui H. M. Ali Kamaluddin, di Kampung Kandai II, seseorang yang dianggap memiliki pengetahuan tentang asal mula Sangaji dana Dompu.  Beliau juga adalah orang yang menjadi Sumber Lisan Prof. DR. G.J.Hold,ketua Team Peneliti Universitas Indonesia tahun 1955, tentang BAHASA dan BANGSA Dompu, mengatakan :
Cerita ini menurut beliau, diwariskan secara turun temurun tentang Nenek Moyang  (Ompu ra Waro) Sangaji Dompu. 
Konon ceritanya, leluhur Sangaji Dompu berasal dari suatu Negri yang jauh.
Ada empat anak raja (versi lain lain 3) yang sepakat untuk mencari sisa-sisa kerajaan leluhurnya. Keempat anak raja itu adalah Sang Kula, Sang Bima, Sang Dewa, dan Sang Jin
Dalam perjanalannya mereka menggunakan perahu molek yang berwarna kuning (Lopi Monca). Kemudian melegenda menjadi Lopi JaoPerjalanan mereka membutuhkan waktu yang cukup lama, mengarungi lautan dengan sebuah perahu terbuat dari Bambu. Singkatnya sampailah mereka di sebuah pulau dan singgah  untuk beberapa bulan lamanya atas permintaan Ina Ka'u(Permaisuri) yang menguasai Pulau itu. 
Ina Ka'u sudah lama hidup sendiri karena sang Raja telah wafat dan telah mendengar bahwa di sekitar perairannya akan dilewati oleh rombongan anak turunan Raja. Ina Ka'u sangat berkeinginan untuk mengetahui siapakah mereka. 


Sebagai pimpinan rombongan adalah Sang Kula, anak tertua. Setelah melewati pemeriksaan oleh petugas pantai di mana tidak ditemukan benda-benda yang mencurikan, maka rombongan diijinkan untuk mendarat. Rombongan pun berangkatlah ke Istana menemui Ina Ka'u. Sebagai pimpinan rombongan, Sang Kula menceritakan kisah perjalanan mereka sesuai permintaan Ina Ka'u. Demi melihat kehalusan dan kesopanan Sang Kula, maka Ina Ka'u menyampaikan keinginannya untuk menikah dengan Sang Kuka. Gayung bersambut, lamaran Ina Ka'u diterima oleh Sang Kula. 
Setelah beberapa saat hidup bersama, tibalah waktunya keempat bersaudara ini melanjutkan perjalanan sebagaimana tujuan awal mereka. 
Meski sedih karena perpisahan itu, Ina Ka'u melepas kepergian mereka dengan ikhlas. Sang Kula berpesan, jika Ina Ka'u ingin menyusulnya, Carilah suatu  tempat yang ada Istana yang berhiaskan gambar naga, dengan pintu yang berhiaskan warna warni dan menghadap ke arah matahari terbit.

Perjalanan mereka kemudian dilanjutkan ke arah Timur, menuju Pulau Sangiang, membelok ke Selatan Selat Sape, menuju perairan Waworada, Teluk Cempi, dan berhenti untuk sementara di Riang Ria (Riwo). Tingal beberapa saat di Riwo, dan melepas seekor ayam sebagai pertanda mereka pernah ke tempat itu.
Perjalanan dilanjutkan lagi menuju ke arah Barat dengan tujuan untuk kembali ke daerah asal mereka. Namun yang terjadi perahu mereka tidak dapat dikendalikan, perahu malah membelok Selatan, selat alas, menuju suatu titik arah (Turu), sehingga tempat tersebut dinamakan Turu. Berbula-bulan mereka menuju ke Selatan pulau Sumbawa, terseret kembali ke arah Riwo, tempat yang pernah mereka singgahi. Kokok ayam yang pernah mereka lepas itulah yang menjadi pertandanya
Akhirnya mereka mendarat dipantai yang sekarang disebut Riang Ria atau Riwo. Saking sulitnya sulitnya medan tempat mereka mendarat, sampai mereka berujar "Woja ra Sambamu" Dari itulah muncul nama Woja.
Kemudian di sanalah mereka bermukim dan mengembangkan keturunan.
Atas kesepakatan para Ncuhi akhirnya Sang Kula diangkat menjadi Raja Dompu I. 

Meski informasi yang yang tertulis dalam naskah Sejarah Bima bertolakbelakang dengan Cerita Rakyat yang beredar dan melegenda dalam masyarakat Dompu sendiri, namun sebagai pembanding tidak ada salahnya untuk ditampilkans ilsilah Raja-Raja Dompu versi naskah Sejarah Bima adalah menurut rekaman M. Jauffret (1961) dalam buku Cerita Asal Bangsa Jin dan Segala Dewa-Dewa.
Pada suatu cerita, petikan dari Tambo Kerajaan Dompu, yang tertulis saat Sultan Muhammad Tajul Arifin Sirajuddin berkuasa, menerangkan keturunan Sultan Dompu dengan segala Mentrinya, berasal dari Batara Bima, yaitu Indra Kumala dan Indra Jamrut. Indra Kumala menjadi Raja pertama dan menurunkan Raja-Raja Dompu seterusnya. 
  1. Dewa Batara Dompu (Indra Kumala), anak dari Batara Bima
  2. Dewa Indra Dompu, cucu dari Dewa Indrakumala 
  3. Dewa Ma Mbora Bisu, anak Dewa Indra Dompu
  4. Dewa Ma Mbora Balada, saudara dari  Dewa Ma Mbora Bisu
  5. Dewa Yang Punya Kuda, anak dari Ma Mbora Bisu
  6. Dewa Yang Mati di Bima, putra dari Dewa yang Punya Kuda, diasingkan di Bima karna memerintah terlalu kejam dan meninggal di Bima
  7. Dewa yang bergelar Ma Wa'a Patu, memberi gelar dirinya sendiri, ke Bima menjadi Raja dan diberi gelar Ma Wa'a Laba (Yang Mendatangkan Keuntungan) oleh orang Bima.
  8. Dewa Ma Wa'a Taho,anak dari saudaranya Ma Wa'a Patu

    Demikian yang tertulis di Kepustakaan Bima. Sumber yang bertolakbelakang dengan Cerita atau Legenda Rakyat Dompu sendiri yang dituturkan secara turun temurun.Dari Legenda dan tutur lisan yang turun temurun di Negri Dompu, Sumbawa dan bahkan Bima sendiri, bahwa :
    • Raja yang pertama di Bima adalah Sang Bima
    • Raja yang pertama di Dompu adalah Sang Kula (Nakula)
    • Raja yang pertama di Sumbawa adalah Sang Dewa (Sahadewa)
    Tutur lisan ini diperkuat oleh keterangan dalam buku SEJARAH INDONESIA DI TENGAH-TENGAH DUNUA DARI ABAD KE ABAD, karangan Dr. Soeroto, dilukiskan mengenai pengembaraan Pandawa Lima, sebagai berikut :   
    • Sang Yudhistira di India
    • Sang Arjuna di Jawa
    • Sang Bima, Sang Kula (Nakula) dan Sang Dewa (Sahadewa) ke Timur
    Bukti-bukti yang bisa kita angkat sebagai bahan pembanding adalah :
    • Orang Bima mengabadikan nama Sang Bima dengan nama daerahnya
    • Orang Dompu mengabadikan nama Sang Kula dengan panggilan Sangaji atau Sang Dewa
    • Orang Sumbawa mengabadikan nama Sang Dewa dengan panggilan keturunan Raja-Raja atau bangsawan sumbawa dengan panggilan Dea yang berasal dari kata Dewa
    Dari sumber tutur lisan tersebut Silsilah Raja Dompu adalah sebagai berikut :
    MENGAPA SANGAJI ? 
    Sangaji adalah sebutan (panggilan) oleh rakyat Dompu kepada Raja ataupun Sultan.
    Dalam kisahnya, asal Raja pertama Dompu adalah dari pengembaraan Sang Kula. Sang Kula (Nakula) dipercaya sebagai salah satu Pandawa Lima yang sedang melakukan pengembaraan.
    Menurut Susartra Hindu, setiap anggota Pandawa merupakan penjelmaan (penitisan) dari Dewa tertentu. Meski suami Kunti adalah Pandu, Raja Hastinapura, namun Pandawa Lima adalalah anak Kunti dengan Dewa. 
    Saat Sang Kula memasuki wilayah Dompu, masyarakat Dompu masih menganut faham Animisme, dimana Jin dan Roh haluslah yang dipercaya. Sehingga apa yang disebut dalam kepercayaan Hindu sebagai Dewa, masyarakat Dompu mengasosiasikannya sebagai Jin.  Dengan demikian Sang Kula yang dipercaya sebagai penjelmaan dari Sang Dewa, oleh masyarakat Dompu disebut sebagai Sang Jin. Dari sinilah asal kata panggilan SANGAJI.


    Legenda Lopi Jao 
    Tak terpisahkan dari Riwayat Sangaji Dompu adalah Legenda Lopi Jao.
    Lopi Jao adalah Perahu milik Sang Kula bersaudara yang dipergunakan untuk berlayar dan akhirnya terdampar di Riwo (Riang Ria), sebuah wilayah pantai di Dompu. Lopi Jao (Perahu Hijau) terbuat dari bambu betung (O'o Potu) dan dianggap sebagai benda yang Ma Wa'a Pahu (penjelmaan). 
    Dalam masyarakat sendiri beredar mitos tentang Lopi Jao dengan berbagai kemunculannya yang misterius. Terkadang terlihat di Sungai-sungai yang dikenal angker, dalam mimpi, atau bahkan anak kecil yang mengalami panas tinggi menceritakan pernah melihat Lopi Jao. Kemunculannya selalu dikaitkan dengan akan ada wabah penyakit atau tiba-tiba ada seseorang yang menghilang secara misterius karena diculik oleh Lopi Jao. Begitulah Mitos, percaya gak percaya, tetapi mitos tentang Lopi Jao sangat merakyat waktu itu. 


    Berikut ini adalah  Silsilah Sangaji (Sultan) setelah Kerajaan Dompu berubah menjadi Kesultanan, karena masuknya pegaruh agama Islam, sehingga sebutan Raja pun berubah menjadi Sultan. Namun dalam keseharian Raja ataupun sultan tetap disebut sebagai Sangaji.

    Putra dari Sultan Muhammad Sirajuddin tidak ada yang diangkat menjadi Sultan pengganti Muhammad Sirajuddin, karena pemerintahan  diambil alih oleh Belanda dan Sultan Muhammad Sirajuddin termasuk Raja Muda (Ruma To'i) Abdul Wahab diungsikan ke Kupang
    Pada saat pemulihan kembali Kesultanan, yang diangkat menjadi Sultan adalah cucu dari Muhammad Sirajuddin, Muhammad Tajul Arifin Sirajuddin, anak dari Raja Muda Abdul Wahab (Ruma To'i).
    http://dompunyasejarah.blogspot.co.id/leluhur-sangaji-dompu-dan-silsilah.html

    TERBENTUKNYA KERAJAAN DOMPU

    Dompu, sebuah Kota Kabupaten di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Barat. Dulunya berawal dari wilayah sebuah Kerajaan,kemudian berubah menjadi Kesultanan.  Statusnya menjadi sebuah Kota  Kabupaten justru diperoleh karena nilai historisnya sebagai sebuah Kerajaan yang telah lama berdiri dan berdaulat.


    Kerajaan Dompo (sebutannya di jaman dulu), ma Dompo-na (yang memotong) wilayah Bima dan Sumbawa. Sebagaian berpendapat inilah asal dari nama  Dompo.
    Sebelum menjadi sebuah Kerajaan, di wilayah Dompu tersebar beberapa kelompok masyarakat yang mendiami lahan-lahan pertanian (Nggaro) dan di daerah-daerah pantai. Setiap kelompok masyarakat ini dikepalai oleh seorangKepala Suku yang disebut  Ncuhi. Ncuhi-Ncuhi menyebar di seluruh wilayah Dompu antara lain Ncuhi Tonda, Ncuhi Soro Bawa, Ncuhi Hu'u (Ncuhi Iro Aro), Ncuhi Daha, Ncuhi Puma, Ncuhi Teri, Ncuhi Rumu (Ncuhi Tahira) dan Ncuhi Temba. Dari sinilah bermula Kerajaan Dompu berdiri, atas kesepakatan seluruh Ncuhi dari bagian pedalaman sampai daerah pesisir pantai dibentuklah Kerajaan Dompu dan sebagai Raja pertama (Sangaji) Dompu adalah Dewa Sang Kula 


    Tidak ada catatan tertulis baik dalam bentuk dokumen atau batu tulis (prasasti) yang bisa mengungkapkan kapan mulai terbentuknya Kerajaan Dompu.   Namun beberapa catatan sejarah yang menunjukkan keterkaitannya dengan keberadaan Kerajaan Dompu yang berdiri sejak lama adalah sebagai berikut :


    - Dalam Atlas Sejarah dunia karangan Profesor Muhammad Yamin yang termuat di dalam Sejarah kejayaan Kerajaan Sriwijaya di Sumatra sebagai Kerajaan pertama di   Indonesia sekitar tahun 600-an -1100, nama Dompo tercantum di dalam atlas (Riwayat perubahan nama dari Dompo ke Dompu terdapat di uraian berikutnya)


    - Terdapat juga keterkaitannya dengan sejarah Kerajaan Majapahit (1293-1527). Keterkaitan yang dimaksud terdapat dalam bunyi Sumpah Palapa yang diucapkan oleh patih Gajah Mada, termuat dalam teks Jawa Pertengahan Pararaton : 
     " Jika saya telah mengalahkan Nusantara, saya (baru akan) melepaskan puasa. Jika mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, demikianlah saya( baru akan) melepaskan puasa"
    Begitulah bunyi Sumpah Palapa yang menunjukkan keterkaitan Dompu sebagai salah  satu Kerajaan yang ingin ditaklukkan patih Gajah Mada
    Itu berarti, bahwa telah ada kerajaan kuat di bagian Timur Nusantara yang diperhitungkan oleh Gajah Mada untuk ditaklukkan, yaitu Kerajaan Dompo.



    Rupanya Gajah Mada tidak main-main dengan Sumpahnya. Pada tahun 1340, saat Kerajaan Dompu di bawah kepemimpinan Dewa Ma Wa a Taho, dikirimlah pasukan yang dipimpin oleh Senapati Nala dan dibantu oleh pasukan dari Bali yang dipimpin oleh Panglima Pasunggerigis. Pada penyerangan yang pertama ini pasukan Majapahit gagal mengalahkan pasukan Kerajaan Dompu.
    Pada tahun 1357, kembali Majapahit mengirim pasukan. Kali ini dipimpin oleh Panglima Soko dan dibantu juga oleh pasukan dari Bali yang dipimpin oleh Panglima Dadalanata. Untuk menghindari jatuhnya korban banyak seperti pada perang yang pertama, maka diputuskanlah untuk dilakukan duel antara Panglima Kerajaan Dompu dengan Panglima Kerajaan Majapahit. Duel ini ternyata dimenangkan oleh Panglima dari Kerajaan Majapahit, sehingga Kerajaan Dompu takluk di bawah kekuasaan Majapahit. Kemudian Panglima dari Bali Dadalanata diangkat menjadi Raja Dompu yang ke-8



    Seiring dengan melemahnya Kerajaan Majapahit oleh konflik berkepanjangan perebutan kekuasaan di antara pewarisnya, pengawasan terhadap Kerajaan-Kerajaan bawahannya pun menjadi lemah.  Satu persatu Kerajaan-Kerajaan Kecil mulai melepaskan diri dari kekuasaan Majapahit, termasuk Kerajaan Dompu. 
    Lepasnya dari kekuasaan Majapahit ditandai dengan dinobatkannya (12 September 1545) putra  Dewa Ma wa a Taho sebagai Raja Dompu yang ke 9atau sebagai Raja Dompu I yang mendapat sebutan Sultan. Hal ini menjadi awal dimulainya era Kerajaan Islam sehingga disebut Kesultanan. 
    Sultan Syamsuddin yang bergelar Ma Wa a Tunggu telah terlebih dahulu memeluk agama Islam sebelum diangkat sebagai Sultan. Mendirikan istana Bata (Bata Ntoi) yang menyimpan cerita mistery. Beliau juga mendirikan masjid pertama di Dompu, tepatnya di Kampung Sigi, Karijawa. 



    Di masa penjajahan Belanda, Kerajaan Dompu tidak luput dari incaran pemerintah Belanda untuk dikuasai. Namun perlawanan Sultan dan Rakyatnya sangat berdarah darah, demi untuk tidak tunduk dibawah kekuasaan Belanda. Tercatat rakyat sampai harus memburu Sultannya sendiri bila ketahuan tanda-tanda adanya niat melakukan negosiasi dengan pemerintah Belanda.Perlawanan pun berakhir akibat dari takluknya Sultan Hasanuddin (Makassar) dengan dilakukannya perjanjian Bongaya (1667), yang berarti takluknya juga Kerajaan-Kerajaan di Pulau Sumbawa. Sebuah perjanjian damai, lebih tepatnya  Surat tanda takluk, karena isinya lebih dominan menguntungkan pihak Belanda.
    Perlawanan Sultan dan rakyat Dompu tidak berhenti hanya dengan adanya surat perjanjian. Letup-letup kecil perlawanan masih sering muncul terutama pada saat Sultan Muhammad Sirajuddin memerintah. Keengganan Sultan untuk menempatkan personil Belanda dalam struktur pemerintahannya, menjadi alasan kuat bagi Belanda untuk menyingkirkan Sultan, karena dianggap telah melanggar perjanjian. Oleh sebab itulah Sultan Muhammad Sirajuddin dibuang ke Kupang beserta kedua putranya, putra Abdullah dan putra Abdul Wahab.Kedua putranya ini ikut dibuang karna Belanda khawatir akan timbul kekacauan di masa mendatang akibat dari adanya perebutan kekuasaan.
    Untuk mengisi kekosongan  kepemimpinan di Kesultanan  Dompu, diangkatlah seorang pejabat selfbestuur Commisi Lalu Muhammad Saleh, yang sebenarnya berasal dari turunan Raja Dompu juga.



    Ketika masa kependudukan Belanda berakhir, digantikan oleh kependudukan Jepang. Saat itu terjadi kefakuman kepemimpinan di Kesultanan Dompu karna Sultannya dibuang ke Kupang.  Maka oleh pemerintah Jepang Kesultanan Dompu digabung menjadi satu dengan Kesultanan Bima


    Tidak lama setelah penggabungan itu, Jepang kalah dan meninggalkan Indonesia, disusul dengan diproklamirkannya Kemerdekaan Indonesia. Situasi ini pun tidak disia-siakan oleh rakyat Dompu untuk menuntut kembaliberdirinya Kesultanan Dompu. Maka dengan SK. Resident Timur No.1a tanggal 12 September 1947 Kesultanan Dompu dinyatakan berdiri kembali dan Muhammad Tajul Arifin Sirajuddin II, cucu dari Sultan Muhammad Sirajuddindinobatkan menjadi Sultan Dompu ke-29 (Sultan terakhir).

    Masa pemerintahan Sultan Muhammad Tajul Arifin II berakhir begitu dikeluarkannya peraturan  Undang-Undang No. 1 tahun 1957 tentang pokok-pokok pembentukan Pemerintah Daerah Swatantra Tk II. ini juga menandai masa berakhirnya era Kesultanan di Dompu. Kemudian berdasarkan Undang Undang No. 69 tahun 1956 menjadi Daerah Tk II Kabupaten sampai sekarang. Demikian sebagai bentuk penghormatan kepada Sultan Dompu yang terakhir, diangkatlah Muhammad Tajul Arifin Sirajuddin II menjadi Bupati I Dompupada tanggal 1 Desember 1958 sampai dengan 30 April 1960. 
    http://dompunyasejarah.blogspot.co.id/terbentuknya-kerajaan-dompu.html

    Sejarah Kesultanan Dompu Tahun 1905-1945

    Tahun 1905 adalah kontrak terakhir kekuasaan Pemerintah Hindia Belanda di seluruh Indonesia, khususnya untuk seluruh Pulau Sumbawa, di Pulau Sumbawa terdapat (4) kesultanan yaitu: kesultanan Bima, Kesultanan Dompu, Kesultanan Sumbawa dan kesultanan Sanggar (Kore). Tiga kesultanan sumbawa, kesultanan Dompu, Kesultanan Bima diikat dengan Kontrak Panjang (Langge Kontrak) dan segala urusan langsung dipegang oleh Pemerintah Hindia Belanda di Negeri Belanda.
    Kesultanan Sanggar yang diikat dengan Kontrak Pendek (Korte Verklaring) nasib ditentukan oleh Gubernur Jenderal di Batavia (Jakarta).
    Manggarai adalah Wilayah Kesultana Bima, disaat Pemerintah Hindia Belanda ingin mengembangkan Wilayah Manggarai ke bagian Timur, maka Wilayah Sanggar yang di saat itu tidak mempunyai sultan, oleh Gubernur Jenderal Batavia (Jakarta) ditetapkan menjadi wilayah Kesultanan Bima untuk mengganti Wilayah Manggarai yang ditetapkan ke timur.
    Setelah Pemerintah Hindia Belanda selesai menandatangani Kontrak 1905 dengan Sultan Bima, Sultan Dompu, Sultan Sumbawa, Pemerintah Kolonial Belanda mulai memasuki urusan Administrasi, untuk Bima dan Dompu ditetapkan Gekomiterden Kas antara Bima/Dompu, uang pajak Dompu harus disetor ke Bima, Kebijaksanaan ini secara terang-terangan ditolak oleh Sultan Dompu bersama/Hukumnya, namun ResidenKupang tidak menggubris.
    Sultan Dompu Muhammad Sirajuddin mempunyai dua orang putra yaitu: Abdul Wahab Sirajuddin dan Abdullah Sirajuddin. Menurut ketentuan tradisi putra tertua harus menggantikan ayahnya menjadi Sultan oleh Hadat/Hukum telah menobatkan Abdul Wahab Sirajuddin menjadi Raja Muda (Ruma Toi) kejadian tersebut ditolak oleh adiknya Abdullah Sirajuddin dan bahkan Abdullah Sirajuddin berhasil mendapat dukungan sehingga akhirnya terjadi dua kelompok, kelompok yang mendukung Abdul Wahab Sirajuddin dan kelompok yang mendukung Abdullah Sirajuddin, kedua kelompok sangat fanatik sehingga keributan makin hari makin meningkat, kejadian tersebut sampai juga ke telinga Residen Kupang pada tahun tiga puluhan, Residen Kupang memanggil Sultan Dompu Muhammad Sirajuddin dengan mengirimkan Kapal Putih ke Pelabuhan Bima untuk menjemput Sultan Dompu, setiba Sultan Dompu dari menghadap Residen Kupang, begitu melihat Sultan Dompu langsung Residen Kupang menegur Sultan Dompu, saya tahu keributan yang terjadi di Dompu diatur oleh Tuan Sultan karena saya tak setuju dengan GEKOMITERDEN KAS BIMA/DOMPU. Saya minta setelah tiba di Dompu, agar keributan yang tuan Sultan atur karena tidak setuju dengan GEKOMITERDEN dapat ditentramkan kembali.
    Setelah kembali Sultan Dompu dari Kupang, Sultan yang pada waktu itu usianya sudah 90 tahun, beliau tidak dapat memilih antara kedua putranyanya mana yang harus dirangkul dan yang mana harus tepis, keributannya bukan mereda melainkan bertambah memuncak.
    Berhubung dengan itu, Pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan keputusan MENGHUKUM DENGAN MENGASINGKAN SULTAN DOMPU MUHAMMAD SIRAJUDDIN BERSAMA KEDUA ORANG PUTRANYA ABDUL WAHAB SIRAJUDDIN DAN ABDULLAH SIRAJUDDIN KE KUPANG KARENA MENENTANG KERAS KEKUASAAN PEMERINTAH HINDIA BELANDA: Pada tahun 1937 Sultan Dompu Muhammad Sirajuddin Wafat di Kupang, sedangkan kedua orang putranya Abdul Wahab Sirajuddin dan abdullah Sirajuddin pada berkuasanya Balatentara Jepang berhasil kemabali ke Dompu lewat Ujung Pandang, Abdul Wahab Sirajuddin Wafat di Dompu, sedang Abdullah Sirajuddin Wafat di Jakarta.
    Pada saat Sultan Dompu diasingkan ke Kupang oleh Pemerintah Hindia Belanda, Kesultanan Dompu dipegang oleh satu Zelfbestuur Komisi yang ketuanya dipegang oleh seorang HPB (Hoofd Van Plaselikebestur) dan anggotanya Muhammad Saleh A. Majid Jeneli (Camat Dompu) dan H.Ahmad Jeneli (Camat Kempo) Zelfbestuur komisi inilah yang memegang kekuasaan sampai perang yang disponsori oleh Negara Jepang.
    Begitu Tentara Jepang mendarat di Pelabuhan Bima, oleh para tokoh & masyarakat Bima Balatentara Jepang dijemput diluar asa kota Bima, disanalah mereka minta pada Balatentara Jepang agar Kesultanan Dompu yang tidak mempunyai Sultan digabungkan menjadi Wilayah Bima.
    Seminggu setelah Balatentara Jepang mendarat di Bima, datang Pemerintah dari Bima agar tokoh masyarakat Dompu nisa berkumpul untuk menanti kedatangan Utusan Kesultanan Bima, begitu utusan Bima tiba di tempat Upacara langsung Ketua Utusan naik di atas mimbar (podium) dengan mengatakan ATAS PERINTAH BALATENTARA DAI NIPPON SAYA SAMPAIKAN BAHWA KESULTANAN DOMPU DIGABUNGKAN MENJADI WILAYAH BIMA DAN SAYA MINTA SUPAYA ORANG DOMPU JANGAN BERTOPANG
    Hanya itu disampaikan kemudian beliau turun dan kembali ke Bima.
    Tahun 1945 Perang Dunia ke II berakhir dengan takluknya Jepang karena jatuhnya Bom Atom Amerika atas Wilayah Hiro Sima dan Naga Saki.
    Berakhirnya Perang Dunia ke II merupakan kesempatan Emas bagi para pejuang Kemerdekaan Indonesia.
    Tanggal 17 Agustus 1945 Soekarno/Hatta memperoklamasikan Indonesia Merdeka di saat itu Amerika sebagai pemenang perang datang ke Indonesia mengurus pengembalian tentara Jepang yang kalah, Belanda berhasil mengambil kesempatan/nunut untuk datang ke Indonesia dan Vanmok berhasil mendirikan negara-negara BHONEKA dan untuk Indonesia Timur berhasil mendirikan Negara Indonesia Timur dengan Ibu kota Makassar.
    Dibawah pimpinan Bapak Muhammad Tajul Arifin Sirajuddin rakyat menuntut pengembalian Dompu lewat Negara Indonesia Timur. Atas tuntutan tersebut, Negara Indonesia Timur yaitu ketua Parlemen Indonesia timur yang juga adalah Sultan Sumbawa Muhammad Kaharuddin. Oleh Ketua Parlemen NIT setelah mengadakan rapat berkali-kali dicapailah pengembalian Dompu menjadi/mengangkat Muhammad Tajul Arifin Sirajuddin menjadi WD Zelfvertuurder tahun 1950 Fander Plas Residenenan Kupang datang ke Dompu untuk memperbaharui Kontrak dengan Pemerintah Hindia Belanda.
    Kedatangan Residenan Kupang, disambut oleh Hadat/Hukum serta tokoh masyarakat yang jumlahnya 400 orang lebih.
    Residenan Kupang, menyampaikan maksud kedatangannya adalah untuk menandatangani kontrak dengan Negeri Belanda. Menjawab keinginan Residenan kupang oleh Muhammad Tajul Arifin Sirajuddin, Tuan Residen adalah mustahil saya dapat menandatangani Kontrak dengan Negeri Asing karena Republik Indonesia telah di Proklamasikan pada tanggal 17 agustus 1945.
    Mendengar jawaban dari WD Zelfbertuuder Muhammad Tajul Sirajuddin Residen Kupang langsung mengangkat tasnya dan pulang tanpa permisi sehingga seluruh hadirin menjadi bingung dan tanpa mengeluarkan kata sepatahpun.
    Karena penolakannya untuk menandatangani Kontrak Muhammad Tajul Arifin Sirajuddin tidak pernah diangkat oleh Residen Kupang menjadi sultan penuh dan demikian juga perbaikan gaji, namun demikian oleh seluruh rakyat Dompu Muhammad Tajul Arifin Sirajuddin tetap mengakunya bahwa Muhammad Tajul arifin Sirajuddin adalah Sultan terakhir di Dompu.
    1. Besliut vander Zyiil Excellentie dari Gubernur General tanggal 15 Januari 1934 Nomor: 11 Sultan Dompu dan kedua putranya diasingkan ke luar pulau/Kupang.
    2. Sultan Dompu Muhammad Sirajuddin Wafat di Kupang pada tanggal 14 pebruari 1937.
    3. Dengan Besluit Zelfistiteer Comissie 24 April 1939 Nomor 27 Muhammad Tajul Ariffin Sirajuddin dinobatkan sebagai CandidatZelfisstether.
    Demikian uraian singkat mengenai kontrak 1905 atas Kesultanan di pulau sumbawa khususnya Kabupaten Dati II Dompu.
    Semoga bermanfaat bagi semua pihak.- Dompu, 05 Februari 1999 Source: dompu.org
    https://kambalidompumantoi.wordpress.com/sejarah-kesultanan-dompu-tahun-1905-1945/
    Sejarah Asal Usul DompuLETUSAN TAMBORA, SEBUAH MISTERI LAHIRNYA DOMPU BARUSeperti di daerah lain Lombok,Sumbawa dan Bima, Dompu dahulu kala juga merupakan salah satu daerah bekas Kerajaan atau Kesultanan. Bahkan konon Kerajaan Dompu merupakan salah satu Kerajaan yang paling tua khususnya di bagian Indonesia Timur. Arkeolog dari Pusat balai penelitian arkeologi dan Purbakala Drs.Sukandar dan Dra. Kusuma ayu pada saat melakukan penelitian di Dompu beberapa waktu lalu pernah menyatakan bahwa dari berbagai hasil penelitiannya di Dompu dapat disimpulkan bahwa Dompu (Kerajaan DOMPO-Red) adalah Kerajaan paling tua diwilayah Timur Indonesia.Namun sayang, tidak seperti di Lombok,Sumbawa dan Bima dimana untuk mengetahui lebih jauh tentang Kerajaan tempo dulu ketiga daerah tetangga tersebut banyak didukung oleh berbagai bukti otentik yang dapat menggambarkan tentang peristiwa sejarah tempo dulu,sedangkan di Dompu bukti otentik untuk mendukung keberadaan sejarah masa lalu tampaknya masih sangat kurang sekali bahkan bisa dikatakan hampir sudah tidak ada sama sekali. Barangkali inilah merupakan salah satu tugas dan kewajiban khususnya bagi kalangan generasi muda di daerah ini untuk lebih bekerja keras agar berbagai tabir misteri sejarah tempo dulu dapat segera terungkap meskipun hal itu membutuhkan perjuangan dan usaha yang cukup menyita waktu bahkan material sekalipun. Upaya pemkab Dompu dalam rangka untuk mencapai hal tersebut patut kiranya didukung oleh semua pihak,bahkan pemkab Dompu sendiri telah banyak berupaya dan tentunya pekerjaan tersebut akan sukses apabila selalu mendapat dukungan serta do,a restu dari seluruh lapisan masyarakat yang ada dan jangan malah pekerjaan itu dianggap hanya akan membuang energi serta mubazir saja. “Orang bijak mengatakan,terlalu sombong dan munafik apabila kita melupakan sejarah kita sendiri”, semoga hal itu tidak akan pernah terjadi, amin.
    Sejarah mencatat,di dompu sebelum terbentuknya kerajaan konon didaerah ini berkuasa beberapa kepala suku yang disebut sebagai “NCUHI” atau Raja Kecil, para ncuhi tersebut terdiri dari 4 orang yakni Ncuhi Hu,u yang berkuasa diwilayah kekuasaan daerah Hu,u (Sekarang kecamatan Hu,u Dompu – Red), kemudian Ncuhi Saneo yang berkuasa didaerah Saneo dan sekitarnya (sekarang masuk dalam wilayah Kecamatan woja Dompu), selanjutnya Ncuhi Nowa dan berkuasa didaerah Nowa dan sekitarnya serta Ncuhi Tonda berkuasa diwilayah kekuasaannya yakni di sekitar Tonda dan saat ini masuk dalam wilayah Desa Riwo kecamatan woja Dompu.
    Diantara keempat Ncuhi tersebut yang paling terkenal konon yakni Ncuhi Hu,u. menurut cerita rakyat yang ada bahwa,konon di negeri Woja berkuasa seorang Ncuhi bernama “Sang Kula” yang akhirnya mempunyai seorang anak perempuan bernama “Komba Rame”. Ncuhi ini kemudian terkenal dengan nama Ncuhi “Patakula”. Pada saat itu konon terdamparlah putra Raja Tulang Bawang didaerah woja yang sengaja mengembara di daerah Woja bagian timur. Singkat cerita akhirnya putra Raja Tulang Bawang ini kawin dengan putrid Ncuhi patakula dan selanjutnya para Ncuhi yang ada akhirnya sepakat untuk menobatkan putra Raja Tulang Bawang tersebut sebagai Raja Dompu yang pertama. Pusat pemerintahannya konon disekitar wilayah desa Tonda atau di desa Riwo masuk dalam wilayah kecamatan woja sekarang.
    Sedangkan Raja ke-2 Dompu adalah bernama Dewa Indra Dompu yang lahir dari perkawinana antara putra Indra Kumala dengan putra Dewa Bathara Dompu. Berturut-turut Raja yang menguasai daerah ini adalah : Dewa Mbora Bisu,Raja dompu ang ke-3 adalah yaitu yang menggantikan kakaknya Dewa Indra Dompu,cucu dari Indra Kumala. Dewa Mbora Belanda : beliau adalah saudaranya dari Dewa Mbora Bisu dan Dewa indra Dompu yang menjadi Raja ke-4 didaerah ini. Dewa yang punya Kuda. Pengganti Dewa Mbora Belanda adalah putranya yang bernama Dewa yang punya Kuda dan memerintah sebagai Raja yang ke-5,Dewa yang mati di Bima.
    Raja yang dikenal sebagai seorang yang dictator,sehingga diturunkan dari tahta kerajaan oleh rakyat Dompu ialah Dewa yang mati di Bima. Beliau konon menggantikan ayahnya (Dewa yang punya Kuda) sebagai raja yang ke-6 di Dompu akan tetapi karena hal itu akhirnya di bawa ke Bima dan meninggal di sana,dewa yang bergelar “Mawaa La Patu”. Raja inilah sebenarnya yang akan di nobatkan sebagai raja Dompu yang menggantikan dewa yang mati di Bima,namun beliau ke Bima dan selanjutnya memerintah di sana. Pada masa pemerintahan Raja inilah terkenal satu ekspedisi dari Kerajaan di pulau Jawa yakni kerajaan Majapahit yang konon ekspedisi tersebut di pimpin oleh salah seorang Panglima perang bernama Panglima Nala pada tahun 1344,namun ekspedisi tersebut ternyata gagal.
    Oleh rakyat dompu raja yang satu ini sangat dikenal sebagai raja yang disiplin dalam menjalankan pemerintahanya,teratur dalam social ekonomi maupun politik sehingga masyarakat saat itu memberi gelar sebagai “Dewa Mawaa Taho”, semula raja ini dikenal dengan nama “Dadela Nata”. Beliau adalah raja yang ke-7 dan merupakan raja Dompu yang terakhir sebelum masuknya ajaran Islam di Kerajaan Dompu,raja tersebut berkedudukan atau bertahta di wilayah Tonda.
    Ekspedisi Majapahit yang dipimpin oleh Panglima Nala dan di bawah komanda Sang Maha Patih Gajah Mada mengalami kegagalan pada ekspedisi pertama,selanjutnya menyusul ekspedisi yang ke-2 pada sekitar tahun 1357 yang di Bantu oleh Laskar dari Bali yang dipimpin oleh Panglima Soka. Ekspedisi yang ke-2 inilah Majapahit berhasil menakklukkan Dompu dan akhirnya bernaung di bawah kekuasaan Kerajaan Majapahit. Melihat fenomena diatas maka dapat disimpulkan bahwa keberadaan Kerajaan Dompu tersebut ternyata sudah ada sebelum Majapahit,hal itu juga dapat dibuktikan dalam isi sumpah Palapanya sang Gajah Mada dimana dalam isinya sumpahnya itu disebutlah nama kerajaan DOMPO (Dompu-Red) sebagai salah satu kerajaan yang akan di taklukkan dalam ekspedisinya tersebut.
    Kesultanan Dompu.
    Pada abad ke-XIX di Dompu saat itu memerintah raja-raja yang lemah,Kerajaan di kacaukan oleh berbagai pemberontakan pada tahun 1803 yang memaksa memerlukan campur tangan pihak residen. Sejak Sultan Abdull Azis,putra Sultan Abdullah yang mengganti Sultan Yakub tidak banyak berbuat untuk memajukan kerajaannya. Seluruh kerajaan antara tahun 1810-1814 diancam perompak-perompak yang menghancurkan desa-desa yang ada diwilayah dompu saat itu. Pada sekitar tahun 1809 Gubernur Jenderal Daendels menegaskan,Gubernur Van Kraam untuk memperbaharui perjanjian dengan Dompu. Perjanjian tersebut diadakan di Bima,begitu pula penggantinya sultan Muhammad Tajul Arifin I putra Sultan Abdull Wahab,Sultan Muhammad tajul arifin I diganti oleh Sultan Abdull Rasul II,adik beliau. Dari 5-12 April 1815 ketika tambora meletus akhirnya sepertiga dari penduduk tewas dan sepertiga lainya berhasil melarikan diri.
    Sultan Abdull Rasul II memindahkan Istana Bata (ASI NTOI) kini merupakan Situs Doro Bata yang terletak di kelurahan Kandai I Kecamatan Dompu ke Istana Bata yang baru (ASI BOU) Karena itu beliau disebut dengan gelar “Bata Bou”, beliau diganti oleh putranya,Sultan Muhammad Salahuddin. Salahuddin mengadakan perbaikan dalam system dan hokum pemerintahaan,beliau menetapkan hokum adat berdasarkan hasil musyawarah dengan para alim ulama sekaligsu menetapkan hokum adat yang dipakai adalah hokum Islam yang berlalu diwilayah kekauasaanny. Dalam menjalankan pemeerintahaannyaSultan dibantu oleh majelis hadat serta majelis hokum mereka itu dalam tatanan kepangkatan hadat dan hokum,mereka selanjutnya mereka disebut manteri-manteri dengan sebutan “Raja Bicara,rato rasana,e, rato perenta,dan rato Renda” mereka tergabung suatu dewan hadat,merupakan badan kekuasaan yang mempunyai wewenang untuk mengangkat dan memberhentikan sultan.
    Hadat juga merupakan kelengkapan pemerintahaan yang berfungsi menjalankan hokum agama yang di kepalai oleh “Kadi” atau sultan menurut keperluannya. Seperti sultan-sultan sebelumnya,salahuddin tetap melakukan hubungan dengan pihak pemerintah kolonial Belanda. Menurut Zolinger,sejak mengadakan perjanjian dengan kompeni pada sekitar tahun 1669. selanjutnya Sultan Muhammad salahuddin diganti leh putranya yakni Sultan Abdullah. Pada masa pemerintahaannya beliau menanda tangani kontrak panjang pada tahun 1886 silam. Beliau Selanjutnya diganti oleh putrannya Sultan Muhammad Siradjuddin yang memperbaharui konrak tersebut pada sekitar tahun 1905. Sejarah juga menyebutkan bahwa Sultan pertama di Dompu setelah adanya likuidasi pergantian pemerintahan dari sistim Kerajaan menjadi Kesultanan yakni Sultan Syamsuddin I. Dan beliaulah merupakan pemimpin atau Raja yang pertamakali memeluk agama Islam begitu sistim pemerintahaannya berubah menjadi Kesultanan. Tahun 1958 Kesultanan dompu yang saat itu dipimpin oleh Sultan dompu terakhir yakni Sultan Muhammad Tajul Arifin (Ruma To,i), sistim pemerintahan di Dompu dirubah menjadi suatu daerah swapraja Dompu dan Kepala daerah Swatantra tingkat II Dompu tahun 1958-1960.
    Kerajaan Sanggar.Sanggar merupakan kerajaan kecil yang terletak disebelah barat laut Dompu disebelah timur kaki gunung tambora. Pada tahun 1805 raja sanggar meninggal dan digantikan oleh saudaranya yakni Ismail ali Lujang. Pada abad ke-XIX,sebelum tambora meletus dengan dahsyatnya, penduduk saat itu berjumlah skitar dua ribu orang pada tahun 1808 dan meningkat menjadi dua ribu dua ratus orang pada tahun 1815.
    Ketika Tambora meletus pada bulan april 1815 sebagian besar penduduknya meninggal,dan tinggal dua ratus orang saja dan karena diserang leh perampok pada tahun 1818 mereka melarikan diri ke Banggo di Kerajaan Dompu,dan sebagaian ke Gembe Bima. Dengan bantuan gubernurmen pada tahun 1830 mereka akhirnya kembali ke sanggar. Gubernurmen memberikan bantuan beberapa senapan dan amunisi untuk menjaga diri dari srangan musuh. Pada tahun 1837 penduduk Sanggar masih berjumlah sekitar tiga ratus tiga orang dan pada tahun 1847 meningkat menjadi tiga ratus lima puluh orang atau jiwa. Rumah raja dibuat oleh rakyatnya sendiri dengan bahan dari kayu pilihan secara gotong – royong. Raja dan para pembesar kerajaan saat itu tidak di gaji tetapi tanah-tanah mereka dikerjakan oleh rakyatnya. Pada awal abad ke- XX atau sejak Belanda menguasai pulau sumbawa secara langsung,Kerajaan Sanggar di hapus serta digabungkan dengan kekuasaan Kesultanan Bima hingga sekarang ini.
    Kerajaan Tambora.Kerajaan Tambora yang teretak pada suatu jazirah yang pada ketiga penjuru dibatasi oleh laut. Disebelah timur berbatasan dengan Kerajaan Sanggar dan Kerajaan Dompu dengan luas areal wilayah 459 pal persegi. Seluruh kerajaan berada disekitar kaki gunung Tambora (Gunung Arun). Sebelum Tambora meletus,air sudah sangat kurang dan untuk mendapatkan air minum penduduk saat itu menggali sumur di sekitar pantai. Rakyat tambora hidup dari berladang atau bercocok tanam serta beternak dan meramu.
    Ladang-ladang cukup dilembabpi oleh embun dan karena itu mereka bertanam pada sekitar bulan agustus dan panen pada bulan desember. Kekayaan yang utama adalah ternak kuda dan hasil kayu hutan . setengah dari hasil Gubernemen dan setengah dari kuda-kuda tersebut dikirim ke Kerajaan Bima pada tahun 1806 dan tahun 1807 berasal dari Tambora. Menurut Tobias,pada tahun 1808 Kerajaan Tambora berpenduduk sekitar empat ribu iwa dan pada tahun 1815 atau setelah tambora meletus penduduk kerajaan tambora sebagian habis tewas sebanyak tiga puluh ribu jiwa lebih. Dan pada tahun 1816 sisa penduduk yang masih hidup akhirnya meninggal semua karena diterjang banjir bandang dan banjir lahar,selanjutnya bekas Kerajaan tambora yang sudah habis ditelan ganasnya alam tersebut digabungkan dengan wilayah Kesultanan Dompu hingga sekarang ini. Bekas Kerajaan tambora kini masuk dalam wilayah Kecamatan Pekat Dompu. 
    Kerajaan Papekat (Pekat).Dimasa pemerintahan kabupaten Dompu,nama Pekat saat ini merupakan nama sebuah desa yang terletak di wilayah kecamatan Pekat – Calabay Dompu (Nama Ibu Kota Kecamatan Pekat) Konon nama Pekat berasal dari kata “Pepekat”.
    Kerajaan kecil ini tidak banyak meninggalkan atau menyimpan bukti-bukti untuk mendukung keberadaan kerajaan tersebut tempo dulu bahkan hampir dikatakan tidak ada sama sekali,hanya nama Pekat kini merupakan nama sebuah desa di kawasan lereng gunung Tambora. Catatan sejarah menyebutkan,meskipun suatu kerajaan kecil tetapi Pekat saat itu teraus diijinkan berdiri oleh pemerintah penjanjah VOC terutama untuk membendung pengaruh dari Kerajaan Makassar ang sewaktu-waktu dapat membentuk kekuatan di situ. Maka dengan Pekat pihak VOC mengikat terus persahabatan yang baik sekali, tetapi akibat gunung Tambora meletus,akhirnya penduduk di Kerajaan Pekat musnah seluruhnya kemudian bekas kerajaan Pekat digabung kan dengan wilayah kekuasaan Kerajaan dompu hingga sekarang ini.
    Gunung Tambora Meletus pada tanggal 10 – 11 April 1815, dalam catatan sejarah Dompu letusan Tambora yang paling dahsyat yakni letusan pada tanggal 11 April 1815 yang mengakibatkan beberapa Kerajaan kecil yang terletak di sekitar Tambora menjadi sasaran empuk musibah tersebut sehingga 3 Kerajaan kecil tersebut musnah. Pralaya (Malapetaka) tersebut tampaknya di satu sisi berdampak positif bagi berkembangan Kerajaan Dompu, sebab setelah sekian tahun lamanya dalam perkembangan selanjutnya wilayah Kerajaan (Kesultanan) Dompu bertambah luas wilayahnya karena bekas wilayah 3 Kerajaan kecil pernah musnah akibat letusan Tambora tersebut akhirnya masuk kedalam wilayah Kerajaan (Kesultanan) Dompu hingga sekarang ini. Dengan bertambahnya wilayah Kesultanan Dompu tersebut (Pekat,Tambora dan sebagian wilayah Kerajaan Sanggar) maka moment tersebut dinilai merupakan suatu pertanda kelahiran baru bagi DOMPU BOU (Dompu Baru), yakni pergantian antara Dompu Lama dan Dompu Baru. Peristiwa tersebut menggambarkan kelahiran wilayah Dompu yang bertambah luas wilayahnya. 11 April 1815 Tambora meletus dengan dahsyatnya, akibat letusan Tambora wilayah Dompu dikemudian hari bertambah luasnya meliputi bekas Kerajaan Pekat, Kerajaan Tambora. DOMPU YANG BARU pun akhirnya lahir. Oleh ahli sejarah Prof.DR.HelyusSyamsuddin.PHd, peristiwa 11 April 1815 tersebut akhirnya dijadikan patokan dan dasar yang kuat sehingga 11 April dijadikan sebagai hari lahir atau hari jadi DOMPU. Selanjutnya melalui Peraturan Daerah (Perda) No.18 tanggal 19 Bulan Juni 2004 ditetapkan bahwa tanggal 11 April 1815 sebagai hari lahir/hari jadi Dompu. 
    http://beritantbterbaru.blogspot.co.id/sejarah-asal-usul-dompu_20.html




















    Komentar

    Wayang Kulit Gagrak Surakarta

    Wayang Kulit Gagrak Surakarta
    Jendela Dunianya Ilmu Seni Wayang

    Jika Anda Membuang Wayang Kulit

    Menerima Buangan Wayang Kulit bekas meski tidak utuh ataupun keriting, Jika anda dalam kota magelang dan kabupaten magelang silahkan mampir kerumah saya di jalan pahlawan no 8 masuk gang lalu gang turun, Jika anda luar kota magelang silahkan kirim jasa pos atau jasa gojek ke alamat sdr Lukman A. H. jalan pahlawan no 8 kampung boton balong rt 2 rw 8 kelurahan magelang kecamatan magelang tengah kota magelang dengan disertai konfirmasi sms dari bapak/ ibu/ sdr siapa dan asal mana serta penjelasan kategori wayang kulit bebas tanpa dibatasi gagrak suatu daerah boleh gaya baru, gaya lama, gaya surakarta, gaya yogyakarta, gaya banyumasan, gaya cirebonan, gaya kedu, gaya jawatimuran, gaya madura, gaya bali, maupun wayang kulit jenis lain seperti sadat, diponegaran, dobel, dakwah, demak, santri, songsong, klitik, krucil, madya dll

    Postingan Populer