Kesultanan Sukadana, Kalimantan Barat

Kerajaan Sukadana (KAL-BAR)
Ada dua versi cerita rakyat yang masih diyakini oleh masyarakatnya Pangeran Baparong adalah Brawijaya yang mengawini wanita setempat anak dari raja Tanjungpura, kemudian mereka memisahkan diri dan membangun Kerajaan di Sukadana. Karena Brawijaya sendiri asal usulnya memang masih keturunan raja, maka tidak sulit baginya untuk menjalankan pemerintahannya.Siapapun pangeran Boporong yang disebut-sebut dalam beberapa sumber sejarah sebagai raja di Sukadana yang dapat memajukan dan merintis kerajaan Sukadana menjadi berkembang pesat baik dalam bidang politik maupun ekonomi (perdagangan). Terlepas dari siapa sebenarnya Pangeran Boporang itu ada banyak versi, namun sisi kesemuanya adalah Boporong salah satu raja yang besar yang pernah dimiliki Kerajaan Tanjungpura. Pada masa pemerintahannya, beliau melanjutkan kebijakan-kebijakan pendahulunya, dan semakin memperkuat jalinan persahabatan dengan kerajaan-kerajaan lain seperti Mataram, Kutai dan lain-lain.[6] Begitu juga dalam bidang perdagangan, hubungan dengan negara-negara seperti China, Coton dan Jazirah Arabia terjalin dengan baik.
Selain Raja Boporong, Raja Bandala merupakan salah satu raja yang berhasil dalam masa pemerintahannya. Berbagai sumber data khususnya dari Belanda menulis bahwa Kerajaan Sukadana masa ini telah melebarkan sayap kekuasaannya dan memajukan perdagangan. Pada masa pemerintahan Air Mala, selama 10 tahun beliau aktif pula dalam memajukan dan mengembangkan pemerintahan. Pada itu juga, Kerajaan Sukadana mendapat serangan dari Jawa. Dalam penyerangan itu Air Mala ditangkap dan dibawa ke Jawa. Penyerangan itu dipimpin oleh Patih Kendal. Sebab-sebab penyerangan belum dapat dipastikan, dikatakan penyerangan itu diakibatkan kesalahpahaman dari keluarga Datuk Mangku, suami Air Mala. Namun alasan-alasan ini belum dapat diterima, yang lebih dapat diterima sebab-sebab penyerangan itu adalah dalam buku yang ditulis oleh Soedarto dan kawan-kawan. Dalam buku itu dikatakan bahwa alasan penyerangan itu disebabkan karena Sultan Agung dari Mataram tidak senang hubungan yang terjalin antara Belanda dan Kerajaan Sukadana. Kedatangan Belanda pada tahun 1640 ke Sukadana bertujuan untuk membeli intan dari Landak. Tak lama kemudian datang pula bangsa Inggris dengan tujuan yang sama, malah akirnya mendirikan kantor dagang di Sukadana. Dengan kedatangan bangsa Eropa ini menjadikan arus pedagangan di Sukadana bertambah maju. Hal ini membuat cemas Sultan Agung sehingga menurut pendapat beliau, hubungan Sukadana-Jawa harus diputuskan. Maka dikirimkan seorang Temenggung dari Kendal yang bernama Bahureksa untuk menyerang Kerajaan Sukadana pada tahun 1622, sehingga akhirnya Ratu Sukadana Air Mala dapat ditawan dan di bawa ke Jawa dan tidak pernah kembali.
Setelah Ratu Air Mala meninggal dunia, berdasarkan pesan yang dibuat, jenazah Ratu dikembalikan ke Sukadana dan dimakamkan di desa Tambak rawang. Pertikaian yang tidak dapat dielakan antara kerajaan Sukadana dengan Kerajaan Landak ketika pereburtan intan. Kerajaan Landak meminta bantuan Belanda dan kerajaan Sukadana meminta bantuan fihak Inggeris yang akhirnya kalah dan Sultan Zainudin melarikan diri ke kota Waringin meminta bantuan kepada orang Bugis dan berhasil merebut kembali dari tangan Landak. Pertikaian kedua antara Sultan Zainuddin dengan adiknya Pangeran Agung yang melibatkan Opu Daeng Manambon dan saudara-saudaranya yaitu :
– Opu Daeng Merewah telah diangkat menjadi Raja Muda bergelar Yam Tuan Muda di Johor
– Opu Daeng Perani kawin dengan Tengku Tengah saudara Sultan Johor
– Opu Daeng Celak kawin dengan Tengku Sandak di Riau
– Opu Daeng Kemasi kawin di Sambas dengan adik Raja Adil bernama Raden Tengah, sewaktu menuju Tanjungpura. Beliau bergelar Pangeran Mangku Bumi.
Perkawinan antara Sultan Zainuddin dengan puteri Raja Sengkauk yang bernama Inderawati, membuat hubungan Sukadana dan Mempawah menjadi semakin erat. Setelah menikah puteri Inderawati diberi gelar Ratu Emas Inderawati. Sultan Zainudin sebelum menikah dengan puteri Inderawati telah mempunyai isteri dari Dusun Air Upas mempunyai puteri 4 orang yaitu :
1. Puteri Kesumbah, bergelar Ratu Agung Sunuhun
2. Pangeran Ratu, bergelar Pangeran Ratu Agung
3. Pangeran Mangkurat
4. Pangeran Agung Kartadipura
Atas jasa Opu Daeng Manambon menyelamatkan orang tuanya maka Ratu Kesumbah menerima lamaran dan menurunkan raja-raja Mempawah. Putera-putera Sultan Zainuddin setelah ayahnya meninggal terjadi perebutan kekuasaan di antara mereka sehingga menyebabkan kerajaan Sukadana pecah menjadi beberapa kerajaan :
– Pangeran Mangkurat diangkat Sultan mengantikan ayahnya Sultan Zainuddin di Inderalaya (Sukadana)
– Pangeran Agung Martadipura diangkat Sultan di Kartapura (Tanah Merah)
– Pangeran Ratu Agung menjadi Panembahan di Simpang bergelar Sultan Kamaluddin tahun 1735.
Setelah Sultan Mohammad Zainuddin wafat pada tahun 1717 dan dimakamkan di Desa Sandai Sukadana (Indralaya) diduduki oleh puteranya Pangeran Mangkurat yang bergelar Sultan Dirilaga. Pada tahun 1786 terjadi perang antara Sukadana dan Pontianak untuk memperebutkan peran perdagangan. Dalam peperangan tersebut Sukadana mengalami kekalahan, peranan Sukadana dilumpuhkan dengan ditutupnya pelabuhan dagang terbesar di Kalimantan Barat. Sultan Akhmad Kamaluddin segerah memindahkan pusat pemerintahannya dari Sukadana ke Matan membangun kerajaan baru yang diberi nama Tanjungpura.
Peninggalan Kerajaan sukadana di kabupaten kayong utara (KKU) Kalimantan Barat (KAL-BAR)
Sukadana dengan jarak 82 km, dari Kota Ketapang ditempuh selama 2 jam. Daerah yang sangat terkenal pada jaman dahulu. Menurut catatan situs London.com Kerajaan Inggris pernah menduduki Sukadana pada tahun 1611. Belanda masuk di Sukadana diduga pada tahun 1617 dijaman Gubernur Jendral VOC Jan Pietersz.Coen.
– Pelabuhan Sukadana (Pantai Pulau Datok)
Pada abad 17 Sukadana menjadi pelabuhan jalur sutera perdagangan wilayah maritim pertemuan jalur perdagangan dari barat, timur dan utara baik perdagangan dari luar nusantara, Eropa,Cina, Johor dan Brunai. Perdangan dari nusantara, seperti Bugis,Melayu,Jawa,Banjarmasin,Riau dan Palembang. Hasil yang dijual pada saat itu adalah rempah-rempah, intan, kayu gaharu dan kerajinan berbagai bangsa, guci-guci dari Cina dll.
– Istana Keturunan Tengku Akil
Rumah milik Tengku Ismail keturunan ke 7 dari Tengku Akil. Menyimpan beberapa peninggalan antara lain genta kuningan (lonceng istana), menurut cerita suara dari lonceng tersebut bisa terdengar sampai radius lima kilometer. Pedang berhulu emas dengan perhiasan batu delima merah, jambrut legitimasi pedang ini sebagi tanda mahkota raja.
– Makam Raja-Raja Sukadana
Komplek makam raja-raja Sukadana di Kampung Dalam terdapat makam Tengku Akil yang wafat pada tahun 1845. Makam dengan ornamen keramik Cina sering dikunjungi masyakat dari luar daerah. Terdapat banyak makam yang tulisan nisannya tidak dapat dibaca, terdiri dari kaum kerabat kerajaan Sukadana
# Komplek Makam Panembahan Air Mala (Puteri dari Karang Tanjung di Desa Gunung Sembilan (Tambak Rawang)
# Makam Tuk mangku (Suami Panembahan Air Mala) di Desa Pangkalan Buton
– Benteng Belanda
Pemerintah Belanda mendirikan benteng dengan nama Nieuw-Brussel terletak sangat trategis menghadap kelaut pantai Sukadana, sebagai tempat pertahanan bagi tentara Belanda.
– Kantor Belanda / Tangsi Militer
Bangunan kantor Belanda dengan nama Gezaghebber. Terletak dilokasi Tanah Merah sebagai suatu daerah pengembangan dan pemukiman bangsa Eropa (Inggris dan Belanda), dihalaman depan ada dua buah meriam. Bangunan yang kokoh dengan kondisi yang masih terawat.Tangsi militer bangunan tempat para prajurit Belanda. Kondisi bangunan sudah tidak memungkinkan untuk ditempati.
https://sabrawandi.wordpress.com/sukadana-5/sejarah-sukadana/
Kerajaan Sukadana (KAL-BAR)
Ada dua versi cerita rakyat yang masih diyakini oleh masyarakatnya Pangeran Baparong adalah Brawijaya yang mengawini wanita setempat anak dari raja Tanjungpura, kemudian mereka memisahkan diri dan membangun Kerajaan di Sukadana. Karena Brawijaya sendiri asal usulnya memang masih keturunan raja, maka tidak sulit baginya untuk menjalankan pemerintahannya.Siapapun pangeran Boporong yang disebut-sebut dalam beberapa sumber sejarah sebagai raja di Sukadana yang dapat memajukan dan merintis kerajaan Sukadana menjadi berkembang pesat baik dalam bidang politik maupun ekonomi (perdagangan). Terlepas dari siapa sebenarnya Pangeran Boporang itu ada banyak versi, namun sisi kesemuanya adalah Boporong salah satu raja yang besar yang pernah dimiliki Kerajaan Tanjungpura. Pada masa pemerintahannya, beliau melanjutkan kebijakan-kebijakan pendahulunya, dan semakin memperkuat jalinan persahabatan dengan kerajaan-kerajaan lain seperti Mataram, Kutai dan lain-lain.[6] Begitu juga dalam bidang perdagangan, hubungan dengan negara-negara seperti China, Coton dan Jazirah Arabia terjalin dengan baik.
Selain Raja Boporong, Raja Bandala merupakan salah satu raja yang berhasil dalam masa pemerintahannya. Berbagai sumber data khususnya dari Belanda menulis bahwa Kerajaan Sukadana masa ini telah melebarkan sayap kekuasaannya dan memajukan perdagangan. Pada masa pemerintahan Air Mala, selama 10 tahun beliau aktif pula dalam memajukan dan mengembangkan pemerintahan. Pada itu juga, Kerajaan Sukadana mendapat serangan dari Jawa. Dalam penyerangan itu Air Mala ditangkap dan dibawa ke Jawa. Penyerangan itu dipimpin oleh Patih Kendal. Sebab-sebab penyerangan belum dapat dipastikan, dikatakan penyerangan itu diakibatkan kesalahpahaman dari keluarga Datuk Mangku, suami Air Mala. Namun alasan-alasan ini belum dapat diterima, yang lebih dapat diterima sebab-sebab penyerangan itu adalah dalam buku yang ditulis oleh Soedarto dan kawan-kawan. Dalam buku itu dikatakan bahwa alasan penyerangan itu disebabkan karena Sultan Agung dari Mataram tidak senang hubungan yang terjalin antara Belanda dan Kerajaan Sukadana. Kedatangan Belanda pada tahun 1640 ke Sukadana bertujuan untuk membeli intan dari Landak. Tak lama kemudian datang pula bangsa Inggris dengan tujuan yang sama, malah akirnya mendirikan kantor dagang di Sukadana. Dengan kedatangan bangsa Eropa ini menjadikan arus pedagangan di Sukadana bertambah maju. Hal ini membuat cemas Sultan Agung sehingga menurut pendapat beliau, hubungan Sukadana-Jawa harus diputuskan. Maka dikirimkan seorang Temenggung dari Kendal yang bernama Bahureksa untuk menyerang Kerajaan Sukadana pada tahun 1622, sehingga akhirnya Ratu Sukadana Air Mala dapat ditawan dan di bawa ke Jawa dan tidak pernah kembali.
Setelah Ratu Air Mala meninggal dunia, berdasarkan pesan yang dibuat, jenazah Ratu dikembalikan ke Sukadana dan dimakamkan di desa Tambak rawang. Pertikaian yang tidak dapat dielakan antara kerajaan Sukadana dengan Kerajaan Landak ketika pereburtan intan. Kerajaan Landak meminta bantuan Belanda dan kerajaan Sukadana meminta bantuan fihak Inggeris yang akhirnya kalah dan Sultan Zainudin melarikan diri ke kota Waringin meminta bantuan kepada orang Bugis dan berhasil merebut kembali dari tangan Landak. Pertikaian kedua antara Sultan Zainuddin dengan adiknya Pangeran Agung yang melibatkan Opu Daeng Manambon dan saudara-saudaranya yaitu :
- Opu Daeng Merewah telah diangkat menjadi Raja Muda bergelar Yam Tuan Muda di Johor
- Opu Daeng Perani kawin dengan Tengku Tengah saudara Sultan Johor
- Opu Daeng Celak kawin dengan Tengku Sandak di Riau
- Opu Daeng Kemasi kawin di Sambas dengan adik Raja Adil bernama Raden Tengah, sewaktu menuju Tanjungpura. Beliau bergelar Pangeran Mangku Bumi.
Perkawinan antara Sultan Zainuddin dengan puteri Raja Sengkauk yang bernama Inderawati, membuat hubungan Sukadana dan Mempawah menjadi semakin erat. Setelah menikah puteri Inderawati diberi gelar Ratu Emas Inderawati. Sultan Zainudin sebelum menikah dengan puteri Inderawati telah mempunyai isteri dari Dusun Air Upas mempunyai puteri 4 orang yaitu :
1. Puteri Kesumbah, bergelar Ratu Agung Sunuhun
2. Pangeran Ratu, bergelar Pangeran Ratu Agung
3. Pangeran Mangkurat
4. Pangeran Agung Kartadipura
Atas jasa Opu Daeng Manambon menyelamatkan orang tuanya maka Ratu Kesumbah menerima lamaran dan menurunkan raja-raja Mempawah. Putera-putera Sultan Zainuddin setelah ayahnya meninggal terjadi perebutan kekuasaan di antara mereka sehingga menyebabkan kerajaan Sukadana pecah menjadi beberapa kerajaan :
- Pangeran Mangkurat diangkat Sultan mengantikan ayahnya Sultan Zainuddin di Inderalaya (Sukadana)
- Pangeran Agung Martadipura diangkat Sultan di Kartapura (Tanah Merah)
- Pangeran Ratu Agung menjadi Panembahan di Simpang bergelar Sultan Kamaluddin tahun 1735.
Setelah Sultan Mohammad Zainuddin wafat pada tahun 1717 dan dimakamkan di Desa Sandai Sukadana (Indralaya) diduduki oleh puteranya Pangeran Mangkurat yang bergelar Sultan Dirilaga. Pada tahun 1786 terjadi perang antara Sukadana dan Pontianak untuk memperebutkan peran perdagangan. Dalam peperangan tersebut Sukadana mengalami kekalahan, peranan Sukadana dilumpuhkan dengan ditutupnya pelabuhan dagang terbesar di Kalimantan Barat. Sultan Akhmad Kamaluddin segerah memindahkan pusat pemerintahannya dari Sukadana ke Matan membangun kerajaan baru yang diberi nama Tanjungpura.
Peninggalan Kerajaan sukadana di kabupaten kayong utara (KKU) Kalimantan Barat (KAL-BAR)
Sukadana dengan jarak 82 km, dari Kota Ketapang ditempuh selama 2 jam. Daerah yang sangat terkenal pada jaman dahulu. Menurut catatan situs London.com Kerajaan Inggris pernah menduduki Sukadana pada tahun 1611. Belanda masuk di Sukadana diduga pada tahun 1617 dijaman Gubernur Jendral VOC Jan Pietersz.Coen.
Pelabuhan Sukadana (Pantai Pulau Datok)
Pada abad 17 Sukadana menjadi pelabuhan jalur sutera perdagangan wilayah maritim pertemuan jalur perdagangan dari barat, timur dan utara baik perdagangan dari luar nusantara, Eropa,Cina, Johor dan Brunai. Perdangan dari nusantara, seperti Bugis,Melayu,Jawa,Banjarmasin,Riau dan Palembang. Hasil yang dijual pada saat itu adalah rempah-rempah, intan, kayu gaharu dan kerajinan berbagai bangsa, guci-guci dari Cina dll.
Istana Keturunan Tengku Akil
Rumah milik Tengku Ismail keturunan ke 7 dari Tengku Akil. Menyimpan beberapa peninggalan antara lain genta kuningan (lonceng istana), menurut cerita suara dari lonceng tersebut bisa terdengar sampai radius lima kilometer. Pedang berhulu emas dengan perhiasan batu delima merah, jambrut legitimasi pedang ini sebagi tanda mahkota raja.
Makam Raja-Raja Sukadana
Komplek makam raja-raja Sukadana di Kampung Dalam terdapat makam Tengku Akil yang wafat pada tahun 1845. Makam dengan ornamen keramik Cina sering dikunjungi masyakat dari luar daerah. Terdapat banyak makam yang tulisan nisannya tidak dapat dibaca, terdiri dari kaum kerabat kerajaan Sukadana
# Komplek Makam Panembahan Air Mala (Puteri dari Karang Tanjung di Desa Gunung Sembilan (Tambak Rawang)
# Makam Tuk mangku (Suami Panembahan Air Mala) di Desa Pangkalan Buton
Benteng Belanda
Pemerintah Belanda mendirikan benteng dengan nama Nieuw-Brussel terletak sangat trategis menghadap kelaut pantai Sukadana, sebagai tempat pertahanan bagi tentara Belanda.
Kantor Belanda / Tangsi Militer
Bangunan kantor Belanda dengan nama Gezaghebber. Terletak dilokasi Tanah Merah sebagai suatu daerah pengembangan dan pemukiman bangsa Eropa (Inggris dan Belanda), dihalaman depan ada dua buah meriam. Bangunan yang kokoh dengan kondisi yang masih terawat.Tangsi militer bangunan tempat para prajurit Belanda. Kondisi bangunan sudah tidak memungkinkan untuk ditempati.
http://newberrymor.blogspot.co.id/kerajaan-sukadana-kal-bar_28.html

Sukadana, Kerajaan / Kal. Barat – Kab. Kayong Utara


Kerajaan Sukadana: 1500 – 1665. Terletak di Kalimantan, Kab. Kayong Utara, Kalimantan Barat.
Kerajaan Sukadana
Pada masa pemerintahan Panembahan Karang Tanjung, pusat Kerajaan Tanjungpura yang semula berada di Negeri Baru dipindahkan ke Sukadana, dengan demikian nama kerajaannya pun berubah menjadi Kerajaan Sukadana.

* 1487-1504: Panembahan Karang Tanjung
* 1504-1518: Gusti Syamsudin atau Pundong Asap atau Panembahan Sang Ratu Agung
* 1518-1533: Gusti Abdul Wahab atau Panembahan Bendala
* 1526-1533: Panembahan Pangeran Anom
* 1533-1590: Panembahan Baroh
* 1590-1604:Gusti Aliuddin atau Giri Kesuma atau Panembahan Sorgi
* 1604?-1622: Ratu Mas Jaintan
* 1622-1665: Gusti Kesuma Matan atau Giri Mustika atau Sultan Muhammad Syaifuddin/Raden Saradipa/Saradewa; Menantu Ratu Bagawan dari Kotawaringin.
Inilah raja terakhir Kerajaan Sukadana sekaligus raja pertama dari Kerajaan Tanjungpura yang bergelar Sultan.
Pada masa pemerintahan Panembahan Karang Tanjung, pusat Kerajaan Tanjungpura yang semula berada di Negeri Baru dipindahkan ke Sukadana, dengan demikian nama kerajaannya pun berubah menjadi Kerajaan Sukadana.
https://sultansinindonesieblog.wordpress.com/kalimantan-4/sukadana-kerajaan/

Komentar

Wayang Kulit Gagrak Surakarta

Wayang Kulit Gagrak Surakarta
Jendela Dunianya Ilmu Seni Wayang

Jika Anda Membuang Wayang Kulit

Menerima Buangan Wayang Kulit bekas meski tidak utuh ataupun keriting, Jika anda dalam kota magelang dan kabupaten magelang silahkan mampir kerumah saya di jalan pahlawan no 8 masuk gang lalu gang turun, Jika anda luar kota magelang silahkan kirim jasa pos atau jasa gojek ke alamat sdr Lukman A. H. jalan pahlawan no 8 kampung boton balong rt 2 rw 8 kelurahan magelang kecamatan magelang tengah kota magelang dengan disertai konfirmasi sms dari bapak/ ibu/ sdr siapa dan asal mana serta penjelasan kategori wayang kulit bebas tanpa dibatasi gagrak suatu daerah boleh gaya baru, gaya lama, gaya surakarta, gaya yogyakarta, gaya banyumasan, gaya cirebonan, gaya kedu, gaya jawatimuran, gaya madura, gaya bali, maupun wayang kulit jenis lain seperti sadat, diponegaran, dobel, dakwah, demak, santri, songsong, klitik, krucil, madya dll

Postingan Populer