Lakon Bambang Kandhihawa


Hasil gambar untuk bambang kandihawa

Bambang Kandihawa
KISUTA.com - Kerajaan Manimantaka adalah kerajaan yang terletak di lembah lereng timur pegunungan Himalaya. Tanahnya yang subur, kekayaan alamnya yang berlimpah menjadikan kerajaan ini sebagai kerajaan yang makmur. Rakyatnya hidup berkecukupan dan sejahtera. 
Di bawah pemerintahan Prabu Dike raja Raksasa yang tegas dan gagah, kerajaan ini berkembang dengan pesat dan disegani negara-negara tetangganya. Walaupun berwujud raksasa, Prabu Dike memiliki kebijaksanaan yang mampu merukunkan rakyat dari keturunan Yaksa (Raksasa) maupun manusia, mereka hidup berdampingan dengan rukun dan damai. Keberhasilan Prabu Dike ini membuatnya mendapatkan hadiah seorang bidadari, Batari Wulandari yang telah memberinya seorang putri yang jelita bernama Dewi Durniti.   Saat sang putri beranjak dewasa, Prabu Dike sangat berbahagia dan bangga karena putrinya memiliki wajah sejelita ibunya. Sang Prabu mulai memikirkan jodoh putrinya. Namun di tengah kebahagiaan itu, sebenarnya Prabu Dike dihinggapi kecemasan luar biasa, karena Dewi Durniti putrinya memiliki fisik yang lemah, sering sakit-sakitan dan tidak bisa beraktifitas layaknya gadis-gadis remaja seusianya. Karena itulah Prabu Dike sering menghabiskan waktunya di sanggar Pamujan memohon pada dewata agung untuk kesejahteraan putrinya.   Pagi itu, di balik asap dupa kemenyan yang harum bergulung-gulung di sanggar pamujan, Bathara Narada datang membawa warta pada Prabu Dike.   Narada: Uuuueiiii...perkencong-perkencong waru doyong...titah ulun Dike yang tirakatnya ngga pernah bolong...hehehe... akhirnya doamu mendapat perhatian Hyang Jagatnata ... Dike .. anakmu yang ayu Dewi Durniti, akan segera terangkat penyakitnya, terkabul perjodohannya bahagia mulya hingga memiliki keturunan...   Dike: Aah..sang Bathara Kaneka Putra...benarkah itu? Segala puji bagi Hyang Widi Wasa atas karuniaNya pada Dike yang bodoh ini...   Narada: Dike...Dike...wujudmu menakutkan...Buta rambut gimbal hidung seperti terong.. tetapi hatimu hati emas..penuh cinta kasih...Ooo...Dike, cinta kasihmu pada keluargamu, kesetiaanmu pada istrimu, perhatianmu pada anak semata wayangmu...itu semua menunjukkan keluhuran budimu. Tidak perlu merendahkan dirimu seperti itu wahai raja yang agung.   Dike: Duh Pukulun sebenarnya itulah yang hamba rasakan, betapa kemuliaan dan karunia telah dewa limpahkan padaku, istri bidadari, kerajaan yang damai sejahtera dan anak yang cantik...tak cukup hanya puji syukur yang aku panjatkan dewa, karena itulah sisa hidupku aku curahkan untuk mereka-2 yang ada dibawah perlindunganku sebagai wujud rasa syukurku...   Narada: Dike...kemuliaan hatimu yang seperti inilah yang membuat karunia melimpah padamu. Betapa banyak yang mendapat karunia tetapi tidak pandai bersyukur, masih mengumbar nafsu mencari dan menggerayangi yang bukan hak nya, berbuat nista yang tidak disesalinya, tak peduli pada rasa sakit terluka mereka-mereka yang dikhianati..para pemimpin yang membenarkan usaha mencurangi yang dipimpinnya, menyemai iri dan dengki, menghalalkan fitnah dan dusta, merekayasa tampilannya agar tampak terhormat dan berwibawa.
Dike: Pukulun ...rasa hormat tumbuh bukan dari topeng dan busana yang dibuat untuk menutupi borok diri...aku hanya menjaga tindak tandukku, agar orang tidak punya kesempatan mencelaku...seandainyapun itu tidak menghentikan orang yang iri dan dengki padaku...aku tidak peduli...itu urusan mereka, bukan urusanku. Ooo Pukulun bagaimana dengan anakku.. benarkah dia akan sehat dan selalu bahagia?   Narada: Ya Dike..Hyang Jagatnata memberikan saran, bukalah sayembara mencari menantu yang pantas untuk anakmu. Jika sudah mendapatkan calon yang mampu menggetarkan hati anakmu, nikahkan mereka...anakmu akan berbahagia hingga memiliki keturunan dari suaminya...tetapi...   Dike: Aaah..tetapi?...tetapi apa Pukulun...?   Narada: Dike....hidup anakmu seharusnya sudah selesai pada titik akhirnya...karena kemuliaan budimulah, Hyang Jagatnata memberi kesempatan agar anakmu mampu memberikan keturunan untuk melanjutkan trah mu...tetapi setelah itu pungkaslah kewajibannya di dunia, dia akan meninggal di Arcapada, tetapi hidup sebagai bidadari di surga.   Duka membayangkan kehilangan putri permata hatinya, tersaput harapan bahwa putrinya akan memberinya seorang cucu dan kelak akan melanjutkan kehidupannya sebagai bidadari di surga. Prabu Dike segera memerintahkan Patih Projowandono mempersiapkan sayembara tanding dan ketrampilan memanah bagi para pelamar yang terdiri dari para ksatria dan raja 1000 negara. Dalam sayembara tanding, pelamar harus mampu saling bersaing, hingga pemenang terakhir akan berhadapan dengan patih Projowandono. Setelah itu pemenang harus mampu memanah 3 buah apel yang dikalungkan dileher kuda yang berlari tanpa melukai leher kuda itu. 
Saat sayembara memperebutkan putri raja Manimantaka mulai digelar. 1000 ksatria dan raja dari negara-negara tetangga berdatangan, termasuk Bambang Kandihawa sesuai petunjuk Batara Narada.   Sayembara tanding memerlukan waktu 3 hari 3 malam untuk menentukan pemenangnya. Ternyata pemenangnya adalah Bambang Kandihawa. Dewi Durniti yang di babak-babak akhir pertandingan mengikuti sayembara ini dengan seksama mulai tergetar hatinya melihat ketampanan Bambang Kandihawa, bibir mungilnya terus melantunkan doa agar si tampan ini bisa menjadi pemenangnya.   Tinggal babak sayembara memanah sasaran yang harus ditaklukkan oleh Bambang Kandihawa. Di tengah alun-alun kuda yang lehernya digantungi 3 butir apel mulai dilepaskan, kuda itu mengitari alun-alun dengan kencang, setelah punggungnya dilecut cemeti oleh pawangnya. Bambang Kandihawa memperhatikan si Kuda dengan seksama, matanya tajam menatap 3 butir apel di leher kuda itu, gendewa terpentang, 3 batang anak panah sekaligus terpasang di gendewa itu....anak panah berdesing menuju sasarannya...dengan telak 3 buah apel itu berhasil tertembus anak panah, lepas dari leher kuda tanpa melukai sang kuda. Pecahlah sorak sorai di alun-alun itu, dengan keberhasilan memanah sasaran kemenangan Bambang Kandihawa menjadi mutlak.   Prabu Dike sangat berbahagia melihat keceriaan putrinya. Seusai pesta pernikahan Dewi Durniti dengan Bambang Kandihawa, Dewi Durniti tampak sehat dan selalu ceria. Sang Prabu dan Permaisuri berharap kebahagiaan putri tunggalnya bersanding dengan Bambang Kandihawa akan langgeng. Sampai pada suatu hari, Dewi Durniti menangis dan memaksa masuk ke peraduan raja dan permaisuri sambil berurai airmata...   Prabu Dike: Anakku ngger Durniti...ada apa ini, pagi-pagi kamu datang menangis dengan rambut awut-awutan...   Batari Wulandari: Sttt..cup..cup..Durniti...sareh ngger, hentikan tangismu, katakan pada Rama dan Ibu apa yang membuatmu berduka..apakah suamimu sakit?   Dewi Durniti: Hicks..hicks..hicks...Ibu, Rama....biarlah ananda mati saja daripada menanggung malu sebesar ini...ooouughh..hicks..hicks..hicks...   Prabu Dike: Lho..lho..apa ini kok malah pamit mati segala...kemarin Rama lihat kamu begitu bahagia...mengapa sekarang mengumbar duka...   Dewi Durniti: Rama...ketahuilah..suamiku..hicks..hicks..sesungguhnya bukan satria perkasa.. dia..dia..ooohh...rama..aku malu...dia sebenarnya seorang putri yang menyamar sebagai laki-laki...   “Aaaarrgccchhhh” !!!.....Raungan kemarahan Prabu Dike menggetarkan suasana di pagi buta itu....luka hati dan rasa malu putri yang sangat dikasihinya membuat sang Prabu murka. Tanpa dapat dicegah sang Prabu lari menuju pesanggrahan kediaman Bambang kandihawa dan Dewi Durniti...diseretnya Bambang Kandihawa dari peraduan, dihajarnya dengan penuh emosi...walau dicegah oleh Batari Wulandari dan Dewi Durniti..Sang Prabu Dike tidak dapat mengendalikan emosinya... Dalam kemarahannya ditendangnya tubuh Bambang Kandihawa yang sudah pingsan. 
Karena kesaktian Prabu Dike tubuh Bambang Kandihawa terbang melintasi negara Manimantaka, jatuh di wilayah pertapaan Parang Gumiwang. Di pertapaan itu seorang raja raksasa yang sudah menjadi pertapa berjuluk Begawan Amintuna sedang bersemedi. Sang Begawan segera menolong Bambang Kandihawa, merawat luka-lukanya dan membiarkannya beristirahat untuk memulihkan kesehatannya. 
http://www.kisuta.com/bambang-kandihawa

Kandihawa

Hasil gambar untuk bambang kandihawa
Kisahnya mengenai Dewi Srikandi yang pergi dari Kerajaan Amarta dan berubah ujud sebagai ksatria, bernama Bambang Kandihawa. Sebagai pria, Bambang Kandihawa memperistri Dewi Durniti, putri Prabu Dike dari Kerajaan Manimantaka.
Karena ternyata Bambang Kandihawa bukan laki-laki, maka Dewi Durniti melapor pada ayahnya. Prabu Dike marah, lalu menghajar Bambang Kandihawa, kemudian melemparnya jauh-jauh.
Bambang Kandihawa alias Dewi Srikandi jatuh di hadapan pendeta raksasa bernama Begawan Amintuna dari Parang Gumiwang yang sedang bertapa. Mereka kemudian bertukar kelamin. Sesudah menjadi laki-laki, Bambang Kandihawa kembali ke Kerajaan Manimantaka. Dewi Durniti menerima Bambang Kandihawa dengan baik sehingga mereka mendapat seorang anak, yaitu Nirbita, yang setelah dewasa kelak lebih dikenal dengan nama Prabu Niwatakawaca.
Setelah melahirkan, Dewi Durniti meninggal.
Bambang Kandihawa lalu ingin menikah lagi. Pilihannya jatuh pada Dewi Subadra, istri Arjuna. Nirbita lalu melamarkan Dewi Subadra bagi Bambang Kandihawa. Dewi Subadra minta syarat Kembang Dewandaru, dan ternyata Nirbita dapat memenuhi mahar itu. Dengan membawa Kembang Dewandaru, Bambang Kandihawa datang ke Dwarawati.
Namun, Kandihawa tidak dapat mempersunting Dewi Subadra, karena harus berhadapan dahulu dengan Arjuna. Terjadilah perang tanding. Nirbita kalah dan pulang ke Manimantaka, sedangkan Bambang Kandihawa berubah ujud kembali menjadi Dewi Srikandi.
http://caritawayang.blogspot.co.id/kandihawa.html

Komentar

Wayang Kulit Gagrak Surakarta

Wayang Kulit Gagrak Surakarta
Jendela Dunianya Ilmu Seni Wayang

Jika Anda Membuang Wayang Kulit

Menerima Buangan Wayang Kulit bekas meski tidak utuh ataupun keriting, Jika anda dalam kota magelang dan kabupaten magelang silahkan mampir kerumah saya di jalan pahlawan no 8 masuk gang lalu gang turun, Jika anda luar kota magelang silahkan kirim jasa pos atau jasa gojek ke alamat sdr Lukman A. H. jalan pahlawan no 8 kampung boton balong rt 2 rw 8 kelurahan magelang kecamatan magelang tengah kota magelang dengan disertai konfirmasi sms dari bapak/ ibu/ sdr siapa dan asal mana serta penjelasan kategori wayang kulit bebas tanpa dibatasi gagrak suatu daerah boleh gaya baru, gaya lama, gaya surakarta, gaya yogyakarta, gaya banyumasan, gaya cirebonan, gaya kedu, gaya jawatimuran, gaya madura, gaya bali, maupun wayang kulit jenis lain seperti sadat, diponegaran, dobel, dakwah, demak, santri, songsong, klitik, krucil, madya dll

Postingan Populer