Lakon Palguna Palgunadi

Palguna - Palgunadi

Lakon ini menceritakan tentang usaha Prabu Palgunadi alias Bambang Ekalaya untuk dapat berguru pada Begawan Drona. Karena Drona menampiknya sebagai murid, ia belajar sendiri. Ternyata keahliannya memanah bisa melebihi kemahiran Arjuna, sehingga Arjuna marah pada Drona.
Suatu hari ketika Ekalaya sedang berlatih memanah, seekor anjing berburu menggonggonginya. Karena dianggap mengganggu, diambilnya tujuh buah anak panah, dipasangnya pada busurnya, dan dengan sekali bidik, ketujuh anak panah itu melesat lalu menancap tepat ke moncong anjing itu.
Tidak lama kemudian, datanglah pemilik anjing itu. Ia ternyata Arjuna. Waktu itu Arjuna memang sedang berburu ditemani anjingnya. Ketika melihat anjingnya mati dengan tujuh buah anak panah menancap sekaligus di moncongnya, ia marah. Namun, selain marah Arjuna juga merasa keahliannya memanah kini tersaing oleh seseorang. Sebagai orang yang selama ini dikenal paling ahli memanah, Arjuna tidak sanggup membidik sasaran dengan sekaligus tujuh buah anak panah seperti yang dilakukan oleh pembunuh anjingnya. Karena itu dengan hati amat penasaran Arjuna mencari orang itu. Setelah berjumpa dengan orang, yang ternyata tampan, itu Arjuna mendapat keterangan bahwa si Pemanah bernama Ekalaya dari negeri Nisada. Ekalaya juga mengaku, keahliannya memanah didapat dari Begawan Drona, yang dianggap sebagai gurunya.
Hal ini membuat Arjuna kemudian menuduh, Begawan Drona telah menyalahi janjinya untuk memberikan seluruh ilmunya hanya pada Arjuna. Untuk meyakinkan Arjuna bahwa Ekalaya bukan muridnya, Drona lalu menipu putra raja Paranggelung itu. Ekalaya disuruh memotong ibu jarinya sendiri, sebagai tanda bakti seorang murid pada gurunya. Pada ibu jari tangan kanan Ekalaya sejak lahir terpasang cicin Mustika Ampal pemberian dewa. Karena Ekalaya memang ingin sekali berbakti pada Resi Drona, permintaan itu dipenuhi. Ibu jari tangan kanannya dipotong dan diserahkan pada Drona. Namun dengan demikian sejak itu Ekalaya tidak dapat lagi memanah dengan baik.
Secara kebetulan suatu saat Arjuna berjumpa dengan Dewi Anggraini, istri Prabu Palgunadi. Melihat kecantikannya, Arjuna jatuh cinta, tetapi wanita cantik itu ternyata tidak melayani rayuan Arjuna. Ketika Arjuna mengejar-ngejar Dewi Anggraini, perbuatannya dipergoki oleh Aswatama, putra Begawan Drona. Aswatama menegur Arjuna, tetapi ksatria tampan itu tidak peduli, dan mereka pun berkelahi. 
Kesempatan itu digunakan Anggraini untuk lari pulang ke Kerajaan Paranggelung dan mengadukan perbuatan Arjuna terhadap dirinya. Namun, Palgunadi tidak percaya. Sepengetahuannya Arjuna adalah ksatria utama, tidak mungkin melakukan perbuatan nista seperti yang dilaporkan istrinya. Palgunadi bahkan menuduh Anggraini sengaja mengadu-adu dirinya agar bermusuhan dengan Arjuna, dan bilamana ia mati — akan ada alasan bagi Anggraini untuk bisa diperistri Arjuna. Prasangka buruk Palgunadi kepada Anggraini ini akhirnya lenyap setelah Aswatama datang dan membenarkan pengaduan istri Palgunadi itu.
Karena sudah jelas persoalannya, Palgunadi lalu mendatangi Arjuna dan menantangnya. Tantangan ini dilayani, walaupun sebenarnya hati kecil Arjuna merasa bersalah. Palgunadi alias Ekalaya akhirnya gugur dalam perang tanding itu, dan Dewi Anggraini bunuh diri sesudah mendengar berita kematian suaminya.
Sebelum gugur, Palgunadi sempat mengucapkan kutukan tertuju pada Drona, bahwa guru besar itu akan mati dalam Baratayuda.
http://caritawayang.blogspot.co.id/palguna-palgunadi.html

Palguna vs Palgunadi

Alkisah di negeri wayang sudah sangat terkenal jikalau Arjuna adalah ksatria tampan yang sakti dan lihai dalam hal panah-memanah. Memang demikianlah paradigma dan takdir yang digariskan Sang Hyang dan selalu dikawalnya takdir-takdir semua tokoh dalam dunia wayang oleh seorang yang bijaksana yaitu Sri Kresna. Namun, mungkin jarang diketahui bahwa sebenarnya ada dua tokoh pewayangan yang kesaktian, ketampanan dan kelihaian dalam panah-memanah. Kedua tokoh ini pun dikenal sebagai laki-laki yang setia terhadap isteri-isteri mereka. Mereka ialah Karna dan Bambang Ekalaya.
Kali ini cerita akan difokuskan kepada Palguna dan Palgunadi. Siapa Palguna dan siapa pula Palgunadi? Palguna ialah tidak lain dan tidak bukan adalah Arjuna putra Pandu Dewanata. Sedangkan Palgunadi adalah nama lain dari Bambang Ekalaya. Palguna adalah murid kesayangan dari Resi Dorna, seorang guru yang mengajarkan ilmu-ilmu beladiri dan keahlian sebagai ksatria. Palgunadi sangat mengagumi Resi Dorna dan bertekad untuk menjadi muridnya. Namun ketia ia datang pada Resi dorna dan diuji kemampuannya dalam hal memanah, Resi Dorna menolaknya sebagai murid. Bukan karena kekurangan atau ketidakmampuannya dalam memanah, namun karena Resi Dorna tahu kalau Palgunadi lebih berbakat dan lebih hebat daripada Arjuna/Palguna. Resi Dorna sudah berjanji dalam dirinya untuk menjadikan palguna sebagai Pemanah yang pernah ada di negeri wayang. Maka dari itu Resi Dorna sangat menyayangi muridnya tersebut. Palgunadi kecewa, namun tidak melunturkan semangatnya untuk berguru pada Resi Dorna. Palgunadi pergi ke hutan dan membuat patung Resi Dorna. Patung tersebut dianggapnya sebagai seorang guru yang mengawasinya dalam berlatih ilmu memanah. 
Hari demi hari ia berlatih memanah, sampai suatu ketika keluarga pandawa yang lain yaitu Bima dan Nakula Sadewa berburu ke hutan dan terheran melihat hewan buruan mereka dipanah tepat di matanya. Bima heran mengetahui ada yang keahlian memanhanya sama hebatnya dengan adiknya, Arjuna, sedang Arjuna saat ini melakukan tapa brata. Siapakah gerangan ksatria yang mempunyai kehebatan itu? Ia adalah Palgunadi, yang dengan kerendahan hatinya meminta maaf telah memanah binatang buruan pandawa. Bima yang mampu melihat kejujuran dan kerendahhatian Palgunadi menjadi simpati dan membujuk Resi Dorna untuk membimbingnya menjadi pemanah hebat. Berita pun cepat tersebar, Sri Kresna dan Resi Dorna mendengar kehebatan Palgunadi, lalu Sri Kresna melarang Resi Dorna untuk mengangkatnya menjadi murid. Sri Kresna tidak ingin Palgunadi menjadi Pemanah yang melebihi kesaktian Arjuna, karena Arjuna sudah ditakdirkan sebagai Pemanah tersakti yang pernah ada. Dengan sedikit tipu muslihat, resi Dorna menghampiri Palgunadi ke hutan. Melihat orang yang dikagumi dan dianggapnya sebagai guru datang, Palgunadi menjadi girang. Namun Resi Dorna tidak mengabaikannya. Karena kedatangan Resi Dorna sebenarnya adalah untuk mematikan kesaktian Palgunadi. Maka dari itu Resi Dorna meminta kedua jempol Palgunadi sebagai tanda penghormatan.
bersambung ke part-2
http://yuddehyde.blogspot.co.id/palguna-vs-palgunadi_13.html

Bambang Ekalaya (Palgunadi)

Hasil gambar untuk ekalaya mahabharata 
Bambang Ekalaya versi mahabharata
Ekalaya adalah seorang pangeran dari kaum Nisada. Kaum ini adalah kaum yang paling rendah yaitu kaum pemburu, namun memiliki kemampuan yang setara dengan Arjuna dalam ilmu memanah. Bertekad ingin menjadi pemanah terbaik di dunia, lalu ia pergi ke Hastina ingin berguru kepada bhagawan Drona. Tetapi ditolaknya.
Keinginannya yang kuat untuk menimba ilmu panah lebih jauh, menuntun dirinya untuk datang ke Hastina dan berguru langsung pada Drona. Namun niatnya ditolak, dikarenakan kemampuannya yang bisa menandingi Arjuna, dan keinginan dan janji Drona untuk menjadikan Arjuna sebagai satu-satunya ksatria pemanah paling unggul di jagat raya, yang mendapat pengajaran langsung dari sang guru. Ini menggambarkan sisi negatif dari Drona, serta menunjukkan sikap pilih kasih Drona kepada murid-muridnya, dimana Drona sangat menyayangi Arjuna melebihi murid-murid yang lainnya.
Penolakan sang guru tidak menghalangi niatnya untuk memperdalam ilmu keprajuritan, ia kemudian kembali masuk kehutan dan mulai belajar sendiri dan membuat patung Drona serta memujanya dan menghormati sebagai seorang murid yang sedang menimba ilmu pada sang guru. Berkat kegigihannya dalam berlatih, Ekalaya menjadi seorang prajurit yang gagah dengan kecapakan yang luar biasa dalam ilmu memanah, yang sejajar bahkan lebih pandai daripada Arjuna, murid kesayangan Drona. Suatu hari, ditengah hutan saat ia sedang berlatih sendiri, ia mendengar suara anjing menggonggong, tanpa melihat Ekalaya melepaskan anak panah yang tepat mengenai mulut anjing tersebut. Saat anjing tersebut ditemukan oleh para Pandawa, mereka bertanya-tanya siapa orang yang mampu melakukan ini semua selain Arjuna. Kemudian mereka melihat Ekalwya, yang memperkenalkan dirinya sebagai murid dari Guru Drona.
Mendengar pengakuan Ekalaya, timbul kegundahan dalam hati Arjuna, bahwa ia tidak lagi menjadi seorang prajurit terbaik, ksatria utama. Perasaan gundah Arjuna bisa dibaca oleh Drona, yang juga mengingat akan janjinya pada Arjuna bahwa hanya Arjuna-lah murid yang terbaik diantara semua muridnya. Kemudian Drona bersama Arjuna mengunjungi Ekalaya. Ekalaya dengan sigap menyembah pada sang guru. Namun ia malahan mendapat amarah atas sikap Ekalaya yang tidak bermoral, mengaku sebagai murid Drona meskipun dahulu sudah pernah ditolak untuk diangkat murid. Dalam kesempatan itu pula Drona meminta Ekalwya untuk melakukan Dakshina, permintaan guru kepada muridnya sebagai tanda terima kasih seorang murid yang telah menyelesaikan pendidikan. Drona meminta supaya ia memotong ibu jarinya, yang tanpa ragu dilakukan oleh Ekalaya serta menyerahkan ibu jari kanannya kepada Drona, meskipun dia tahu akan akibat dari pengorbanannya tersebut, ia akan kehilangan kemampuan dalam ilmu memanah. Ekalaya menghormati sang guru dan menunjukkan “Guru-bhakti”. Namun tidak setimpal dengan apa yang didapatkannya yang akhirnya kehilangan kemampuan yang dipelajari dari “Sang Guru”. Drona lebih mementingkan dirinya dan rasa ego untuk menjadikan Arjuna sebagai prajurit utama dan tetap yang terbaik.
Kematian Ekalaya termuat dalam Srimad Bhagavatha. Ekalaya bertempur untuk Raja Jarasandha dalam peperangan melawan Sri Krishna dan Balarama, dan terbunuh dalam pertempuran oleh pasukan Yadawa.
Gambar terkait  Hasil gambar untuk pandita durna solo  Hasil gambar untuk prabu palgunadi solo 
Bambang Ekalaya versi pewayangan Jawa
Ekalaya atau Ekalaya atau Ekalya dalam kisah Mahabharata, dalam cerita pedalangan dikenal pula dengan nama Palgunadi, adalah raja negara Paranggelung. Ekalaya mempunyai isteri yang sangat cantik dan sangat setia bernama Dewi Anggraini, putri hapsari/bidadari Warsiki.
Ekalaya seorang raja kesatria, yang selalu mendalami olah keprajuritan dan menekuni ilmu perang. Ia sangat sakti dan sangat mahir mampergunakan senjata panah. Ia juga mempunyai cincin pusaka bernama Mustika Ampal yang menyatu dengan ibu jari tangan kanannya. Ekalaya berwatak; jujur, setia, tekun dan tabah, sangat mencintai istrinya.
Ekalaya adalah seseorang yang gigih dalam menuntut ilmu. Suatu ketika Prabu Ekalaya mendapatkan bisikan ghaib untuk mempelajari ilmu atau ajian Danurwenda yang kebetulan hanya dimiliki oleh Resi Drona. Sedangkan Sang Resi sudah berjanji tidak akan mengajarkan ilmu tersebut kepada orang lain melainkan kepada para Pandawa dan Kurawa saja. Dengan kegigihannya Prabu Ekalaya belajar sendiri dengan cara membuat patung Sang Resi dan belajar dengan sungguh-sungguh sehingga berhasil menguasai ajian tersebut.
Istri Prabu Ekalaya sangat cantik jelita sehingga membuat Arjuna berhasrat padanya, Dewi Anggraini mengadukan hal tersebut kepada suaminya sehingga terjadi perselisihan dengan Arjuna. Prabu Ekalaya mempertahankan haknya sehingga bertarung dengan Arjuna yang menyebabkan Arjuna sempat mati yang kemudian dihidupkan kembali oleh Prabu Batara Sri Kresna

Dalam perselisihannya dengan Arjuna, Ekalaya ditipu untuk merelakan ibu jari tangan kanannya dipotong oleh ‘patung’ Resi Drona, yang mengakibatkan kematiaannya karena cincin Mustika Ampal lepas dari tubuhnya. Menjelang kematiaanya, Ekalaya berjanji akan membalas kematiannya pada Resi Drona.
Dalam perang Bharatayuda kutuk dendam Ekalaya menjadi kenyataan. Arwahnya menyatu dalam tubuh Arya Drestadyumena satria Pancala, yang memenggal putus kepala Resi Drona hingga menemui ajalnya.
Akisah seorang ksatria bernama Bambang Ekalaya mencari ilmu memanah yang bernama Danuweda. Hanya satu orang yang memiliki ajian ini yaitu Resi Dorna dari Hastinapura. Tetapi Resi Dorna telah berjanji bahwa dia tidak akan mengajar kepada orang lain kecuali putra2 Hastina. Ketika Bambang Ekalaya datang memohon berguru kepada Resi Dorna, diapun ditolak. Kecewa karena ditolak, Bambang Ekalaya tidak menyerah dan membuat patung Resi Dorna dan berguru panah kepada patung itu. Dengan tekunnya Bambang Ekalaya berguru sehingga akhirnya diapun menguasai aji Danuweda.
Suatu ketika, Para Kurawa dan Pandawa sedang berburu dan mereka melihat sebuah celeng yang mati dengan mulut penuh panah. Tapi panah2 itu tidak dilepaskan satu per satu melainkan sekaligus, yang merupakan ciri khas dari aji Danuweda. Pandawa dan Kurawa menjadi bingung dan mencari ksatria yang memanah celeng tersebut. Setelah dicari mereka bertemu dengan Bambang Ekalaya dan oleh Arjuna ditanyakan kepada siapa berguru di memanah, Bambang Ekalaya menjawab Resi Dorna. Terkejut oleh jawaban Bambang Ekalaya, Arjuna membawa celeng itu kehadapan gurunya resi Dorna untuk meminta penjelasan mengapa sang resi telah mengajarkan ilmu itu kepada orang lain yang bukan putra Hastina (kalau tidak salah hanya 2 orang di Hastinapura yang mampu menguasai ajian ini, Arjuna dan Karna). Resi Dornapun terkejut hatinya ketika melihat bahwa ada orang lain yang memilik aji Danuweda tanpa sepengetahuannya, sang resi meminta Pandawa dan Kurawa untuk menunjukkan tempat ksatria tersebut.
Bambang Ekalaya sangat gembira ketika melihat gurunya datang. Resi Dornapun terkejut dan bertanya mengapa Bambang Ekalaya bisa menguasai aji Danuweda tanpa diajari apapun olehnya. Bambang Ekalaya pun menunjukkan patung Resi Dorna yang dibuatnya dan menjelaskan bahwa dia berlatih memanah setiap saat dibawah pengawasan patung tersebut. Resi Dorna menjadi marah ketika mengetahui hal tersebut dan tetap tidak mau mengakui Bambang Ekalaya sebagai muridnya. Bambang Ekalaya menjawab bahwa dia tidak pantas berguru langsung dari Resi Dorna dan patungnya saja sudah lebih dari cukup untuk berguru. Karena kesal, terbesit sebuah rencana di hati Resi Dorna untuk mencegah Bambang Ekalaya. Resi Dorna akan mengakui Bambang Ekalaya sebagai muridnya jika dia mempersembahkan kedua jempolnya.
Bambang Ekalaya sangat gembira mendegar hal ini dan memotong kedua jempolnya tanpa pikir2. Setelah dipotong kedua jempolnya dipersembahkan kepada Resi Dorna. Resi Dorna berkata bahwa Bambang Ekalaya tidak akan bisa lagi memegang panah karena kedua jempolnya telah tidak ada. Bambang Ekalaya menjawab bahwa dia rela demi menjadi murid Resi Dorna. Resi Dorna pun menyuruh Bambang Ekalaya pulang karena dia tidak akan mengajarkan apapun kepadanya. Mematuhi perintah gurunya, Bambang Ekalaya pun kembali ke tempat asalnya.
Ketika para pendawa telah menetap di Indrapasta, Bambang Ekalaya ingin memberi persembahan kepada gurunya Resi Dorna di Hastinapura untuk memberitahukan bahwa Bambang Ekalaya kini telah menikah dan menjadi seorang raja. Bambang Ekalaya kemudian mengirim istrinya dikawal beberapa ponggawa untuk membawa persembahan ini. Dalam perjalanan mereka diserang oleh sekelompok raksasa yang membunuh seluruh ponggawa. Istri Bambang Ekalaya berhasil melarikan diri tapi para raksasa terus mengejar. Ketika melarikan diri, terlihat seorang ksatria sedang bertapa di gua yaitu Arjuna. Istri Bambang Ekalaya lupa tata krama dan segera masuk kedalam gua tempat Arjuna bertapa. Tapa Arjuna jadi terganggu dan terbangun dari tapanya. Ketika melihat sang putri cantik yang dikejar2 oleh raksasa, Arjuna segera mengambil busur dan panahnya dan dalam sekejap menumpas gerombolan raksasa. Setelah selesai menumpas raksasa2, Arjuna menjadi tertarik oleh istri Bambang Ekalaya yang cantik.
Arjunapun lupa tata krama karena birahinya telah memuncak walaupun telah dijelaskan siapa sang putri itu sebenarnya. Arjuna mengejar sang putri ke pinggir tebing dimana sang putri memilih melompat, Arjuna menjadi terkejut melihat hal ini dan menyesali tindakannya. Untungnya, ibu sang putri yang merupakan seorang dewi turun dari kahyangan untuk menolong putrinya. Istri Bambang Ekalayapun dibawa kembali ke hadapan Bambang Ekalaya oleh sang ibu, ketika ditanya apa yang terjadi dijelaskan bahwa Arjuna telah lupa tata krama dan berusaha mendekati istrinya. Bambang Ekalaya menjadi marah dan bertekad untuk membunuh Arjuna.
Ketika sampai di Indrapasta, Bambang Ekalaya segera menantang Arjuna untuk bertarung. Saat itu, Sri Kresna sedang bertamu di Indrapasta dan mendegar tantangan tersebut dirinya segera sadar bahwa Arjuna akan perlaya jika bertarung melawan Bambang Ekalaya. Sebagai raja yang adil dan bijaksana, Yudistira menolak untuk melibatkan kerajaan Indrapasta kedalam masalah ini sehingga dia menyuruh Arjuna untuk mengatasi masalah ini sendiri dan tidak menyeret2 nama Indrapasta dan juga para Pendawa.
Arjuna juga sadar atas kesalahannya dan menerima tantangan Bambang Ekalaya. Ketika bitotama, ternyata Bambang Ekalaya masih cekatan walaupun dia tidak memiliki kedua jempolnya. Berkali2 Bambang Ekalaya terjatuh mati terkena serangan Arjuna tapi dia tidak bisa mati karena Bambang Ekalaya memilik cincin pusaka Ampal di jarinya yang melindungi dari segala marabahaya dan memberi kesaktian ajian Ampal yang akan membunuh musuhnya jika ditamparkan ke arah musuhnya dari jauh. Ketika Bambang Ekalaya menggunakan ajian Ampal, Arjuna pun segera terjatuh dari kudanya tak bernyawa. Sri Kresna segera memunculkan diri untuk mengambil jenasah Arjuna dan membawanya kembali. Setelah dibawa kembali, Sri Kresna mengeluarkan Aji Wijayakusumah untuk menghidupkan Arjuna kembali. Arjuna yang dihidupkan kembali menyesal karena dia telah rela mati daripada mencoreng nama Pendawa dari sikap ksatria. Tetapi oleh Sri Kresna dijelaskan bahwa tenaga Arjuna masih diperlukan oleh Pendawa di masa depan ketika terjadi perang besar antara kebaikan melawan kejatahan. Arjuna kemudian kembali berkata bahwa dia tidak rela hidup selama Bambang Ekalaya masih hidup. Oleh Sri Kresna kemudian dijelaskan cerita tentang kesaktian cincin Ampal yang dimiliki Bambang Ekalaya.
Kemudian oleh Sri Kresna dijelaskan rencana untuk mengalahkan Bambang Ekalaya kepada Arjuna. Di malam hari, Sri Kresna dan Arjuna menggunakan aji Halimunan untuk menyelinap ke perkemahan Bambang Ekalaya, para ponggawa tertidur nyenyak terkena Aji Sirep Sri Kresna.
Bambang Ekalaya masih belum tidur karena sedang bersemedi di hadapan patung Dorna yang selalu dibawanya kemana saja. Sri Kresna kemudian menyamar menjadi Dorna melalui patung tersebut dan berkata bahwa Bambang Ekalaya telah bersalah karena telah membunuh murid kesayangannya Arjuna. Sri Kresna patung Dorna kemudian meminta cincin wasiat yang telah membunuh Arjuna untuk diletakkan di pangkuannya. Bambang Ekalaya yang gembira karena mendegar suara gurunya segera mematuhi perintah Dorna dan meletakkan cincin pusaka itu dipangkuannya. Setelah dilepas, Arjuna mengambil keris Bambang Ekalaya yang kemudian ditusukkan kepada empunya sendiri sehingga terlihat bahwa Bambang Ekalaya telah bunuh diri. Sri Kresna dan Arjuna pun meninggalkan perkemahan Bambang Ekalaya.Dari situ arwah Bambang Ekalaya menuntut balas kepada Resi Dorna yang dikira telah membunuhnya. Arwahnya kemudian menitis kepada Drestajumena yang di Bharatayuda memenggal Resi Dorna.
https://wayang.wordpress.com/bambang-ekalaya-palgunadi/

Komentar

Wayang Kulit Gagrak Surakarta

Wayang Kulit Gagrak Surakarta
Jendela Dunianya Ilmu Seni Wayang

Jika Anda Membuang Wayang Kulit

Menerima Buangan Wayang Kulit bekas meski tidak utuh ataupun keriting, Jika anda dalam kota magelang dan kabupaten magelang silahkan mampir kerumah saya di jalan pahlawan no 8 masuk gang lalu gang turun, Jika anda luar kota magelang silahkan kirim jasa pos atau jasa gojek ke alamat sdr Lukman A. H. jalan pahlawan no 8 kampung boton balong rt 2 rw 8 kelurahan magelang kecamatan magelang tengah kota magelang dengan disertai konfirmasi sms dari bapak/ ibu/ sdr siapa dan asal mana serta penjelasan kategori wayang kulit bebas tanpa dibatasi gagrak suatu daerah boleh gaya baru, gaya lama, gaya surakarta, gaya yogyakarta, gaya banyumasan, gaya cirebonan, gaya kedu, gaya jawatimuran, gaya madura, gaya bali, maupun wayang kulit jenis lain seperti sadat, diponegaran, dobel, dakwah, demak, santri, songsong, klitik, krucil, madya dll

Postingan Populer