Lakon Pandawa Gugat

Pandawa Gugat

negara hastinapura sedang dilanda pagebluk. ibarat kata pagi sakit sore mati. sore sakit pagi mati. sedang gelap suasananya. karena merasa susah maka di sitinggil kerajaan hastina dipanggilah pendeta dr pertapaan soka lima. yaitu begawan drona. bengawan drona berkumpul menghadap jaka pitana aka prabu duryodana yag di dampingi prabu baladewa dari mandura dan patih sengkuni dari ploso jenar. maka dimulailah paseban agung yang membicarakan keadaan negeri hastinapura.
prabu jaka pitana menjelaskan keadaan kerajaan hastina yang sedang dilanda pagebluk dan meminta petunjuk pada sang begawan drona. begawan drona menyatakan bahwa sebelum dipanggil telah menerima wangsit dewata jika sebenarnya pagebluk terjadi karena hawa dari tapa para pandawa di tegal kurusetra. begawan drona meyebutkan bahwa pandawa sengaja bertapa untuk kecelakaan para kurawa. hal ini segera menjadi perdebatan karena prabu baladewa menyanggah dan berkata sebaiknya dilihat dahulu keadaan di lapangan sebelum mengambil kesimpulan.
prabu suyudana mengambil keputusan untuk melihat keadaan di tegal kurusetra. untuk itu maka diminta prabu baladewa menjadi saksi. sementara yang memimpin wadya bala ke tegal kurusetra adalah patih sengkuni. setelah keputusan dibuat maka sang prabu membubarkan paseban dan masuk ke sanggar pamujaan. begawan drona diminta untuk menyertai sang prabu untuk manekung memohon kepada dewa agar pagebluk bisa segera diangkat. dan ketentraman kembali ke negeri hastina.
patih sengkuni segera keluar paseban dan menemui para kurawa. para kurawa langsung datang menyambut untuk mengetahui ada apa di paseban dan apa keputusan raja suyudana. diantara pentolan kurawa tampak adipati ngawangga basukarna, tirtanata dari wonokeling dan burisrowo dari mandaraka. kemudian patih sengkuni menjelaskan bahwa misi para kurawa adalah segera berangkat ke tegal kurusetra untuk melihat apakah para pandawa benar benar yang menyebabkan keadaan pagebluk di kerajaan hastina.
maka pasukan segera diberangkatkan. pasukan hatsina lengkap dengan senjata perang. dipimpin oleh basukarna dan patih sengkuni. diiringi oleh para kurawa, burisrowo dan tirtanata. sementara prabu baladewa ikut sebagai saksi sekaligus mengawasi apakah bener pandawa melakukan tindakan yang mengakibatkan pagebluk. hati kecil prabu baladewa sangsi. oleh karena itu prabu baladewa berangkat untuk melihat langsung bagaimana kejadian dilapangan. pasukan pun diberangkatkan....!!!!
di alas dekat tegal kurusetra berkumpulah pendawa. tampak bimasena ditengah kemudian puntadewa, arjuna, nakula dan sadewa, juga tampak gatotkaca, antaredja. sementara di luar terlihat sejumlah pasukan menjaga yang dipimpin oleh patih yodipati patih gagak bongkol.
werkudoro membuka pembicaraan setelah semua sama sama mengajukan pambagya. werkudoro berkata dengan suara yang berat, apakah kalian tahu kenapa kalian saudara saudaraku aku panggil untuk berkumpul di tegal kurusetra ini?. prabu puntadewa dan para pandawa lainya mengaku mereka tidak tahu maksud werkudoro memanggil mereka. mereka hanya datang karena memenuhi panggilan dari werkudoro. maka werkudoro menjelaskan bahwa sanya beberapa waktu lalu telah menerima wangsit dari dewata yang menyatakan bahwa ayahnya pandu dewanata swargi dikabarkan dimasukan ke dalam neraka karena segala kesalahanya di dunia.
maksud werkudoro adalah untuk mengadakan tapa brata bersama agar arwah ayah mereka pandu bisa diterima di surga dan dilepaskan dari neraka. mendengar hal itu maka para pandawa lainya pun menyetujui untuk melakukan tapa brata demi memohon agar para dewata mau mengampuni dosa dan kesalahan pandu selama hidup. sedang dalam keadaan pembicaraan berlari lari datang menghadap patih gagak bongkol. werkudoro bertanya ada apa kenapa patih berlari lari tanpa adanya panggilan dari sang werkudoro. disebutkan bahwa pasukan penjaga telah melihat pasukan besar kurawa lengkap dengan senjata mendekati tegal kurusetra.
maka segeralah antaredja dan gatotkaca serta patih gagak bongkol maju ke depan menemui pasukan besar kurawa. sementara itu werkudoro berpamitan untuk mengawasi kedua anaknya tersebut. puntadewa mengingatkan agar werkudoro tidak cawe cawe karena sedang dalam keadaan tapa brata. tak boleh menurutkan hawa emosi di dalam diri. werkudoro dengan sante berkata aku sudah dewasa tak perlu diingatkan. dan bergegas berjalan mengawasi kedua anaknya dan patih gagak bongkol yang telah memapaki pasukan kurawa.
tampak patih sengkuni dan adipati karna maju ketika mereka melihat gatotkaca maju. terjadi pembicaraan dan perdebatan. adipati karna minta agar para pandawa membubarkan tapanya terlebih dahulu agar hawa pagebluk di hatsina bisa hilang. sementara gatotkaca mengatakan tapa dilakukan untuk menswargakan pandu kakeknya dan lumrahnya tak ada orang tapa teru dipindah itu. dan gatotkaca menyangkal bahwa pagebluk di hastina disebabkan oleh karena tapa brata para pandawa.
karena saling bersengketa dan dipanasi oleh patih sengkuni maka terjadilah perkelahian antara adipati karna dan gatotkaca. perkelahian paman keponakan itu sangat seru. beberapa kali gatotkaca terlempar kena pukulan ajian adipati karna. demikian juga sebaliknya adipati karna beberapa kali terjatuh terkena sambaran pukulan gatotkaca dari atas awan. ahirnya patih sengkuni berhasil memanas manasi adipati karna untuk lebih marah lagi. sampe adipati karna maju menghunus panah pusaka ngawangga. panah ini bernama panah sakti kala dede yang segera dilepaskan ke tubuh gatotkaca.
antaredja melihat hal ini segera mengambil tindakan. sebelum adipati karna sempat melepaskan pusaka antaredja menarik adipati karna ke dalam bumi. disana adipati karna menyerah kalah dan minta dikeluarkan dr dlm bumi. antaredja mau mengeluarkan jika adipati karna bener bener mau berjanji untuk balik ke ngawangga dan tidak meneruskan pertengkaran. adipati menyanggupi. dan setelah dikeluarkan maka adipati memenuhi janjinya. adipati karna pulang ke ngawangga meninggalkan pasukan kurawa.
perang tanding berlanjut. gatotkaca melawan tirtanata dan borisrawa. dalam waktu singkat ke dua pamanya itu berhasil dikalahkan oleh gatotkaca. patih sengkuni kebingungan lalu menyampaikan provokasi kepada raja mandura baladewa bahwa gatotkaca berteriak menantang raja mandura. prabu baladewa yg cepat marah tersulut emosinya. dan dengan senjata nenggala ditangan maju ke medan peperangan. mengetahui prabu baladewa yg maju maka gatotkaca, antaredja dan patih gagak bongkol memilih mundur. karena jika baladewa dilayani maka akan semakin naik emosinya dan bisa berbahaya. prabu baladewa terus mengejar.
prabu baladewa dihadang oleh werkudoro. werkudoro menjelaskan kenapa para pandawa mengadakan tapa hanyalah untuk maksud meminta agar ayahnya rama prabu pandu swargi bisa dimasukan ke dalam surga. prabu baladewa lerem emosinya dan malah berjanji akan membantu para pandawa. bala pasukan kurawa disuruh balik oleh baladewa. kemudian prabu baladewa ikut manekung bersama para pandawa meminta agar prabu pandu bisa dikeluarkan dr neraka dan dimasukan sorga.
khayangan suralaya goncang, pagebluk terjadi karena hawa panas tapa brata pandawa. prabu pr dewa bhatara guru mengumpulkan dewa dewa. kemudian prabu bhatara guru mengadakan rapat. bhatara guru berkata kepada patih narada bahwa semua ini karena polah para pandawa. patih narada berkata bahwa adalah wajar jika para anak ingin berbakti kepada orang tuanya. tetapi karena bhatara guru terlalu dipengaruhi istrinya durga maka bhatara guru memutuskan akan memasukan para pandawa ke kawah candradimuka bersama dengan pandu sekalian jika mereka tak mau menghentikan tapanya.
patih narada menolak dan protes akan keputusan ini. karena protesnya maka bhatara guru menyopot kedewaan bhatara narada. bhatara narada disuruh turun ke ngarcapada dan hidup sebagai manusia biasa. bhatara narada pun rela melepaskan posisinya dan turun ke dunia. tapi dalam hati bhatara narada berjanji akan membela pandawa yang dalam posisi yang benar. sementara itu bhatara guru mengeluarkan perintah agar bhatara indra dan yamadipati segera turun ke kurusetra untuk mengehentikan tapa pandawa. jika tak mau maka segera dicabut nyawanya dan cemplungkan ke kawah candra dimuka. berangkatlah bhatara indra dan yamadipati turun ke ngarcapada dikuntit oleh bhatara narada.
sementara itu bhatara guru membuat titah kepada durga untuk memangsa semua anak turun dan mereka yang mempunyai hubungan dengan pandawa. karena dianggap berani melawan dewa. bhetari durga segera menyuruh anaknya wisrawadewa meimimpin pasukan baju barat yg terdiri dari gandarwa, jin, pocong, balung engklek engklek, banaspati, setan untuk turun ke bumi. dan menghabiskan semua yang ada hubunganya dengan pandawa sebagai hukuman karena berani menentang dewata. berangkatlah pasukan besar baju barat ini ke ngaracapada.
di tengah alas tampak sri prabu kresna dr dwarawati sedang murung. disertai dengan patih setyaki. sri baginda merasa resah karena pandawa menghilang tanpa pamit. bahkan dengan ilmu kaca paesan tak mampu untuk mengetahui dimana pandawa berada. telah berhari hari sri kresna mencari resi yg bisa ditanya dimana para kadang pandawa. ternyata tak ada yang mengerti. maka sri baginda kresna pun memutuskan untuk bertapa di tengah hutan itu. patih setyaki diminta menjaga selama prabu bhatara kresna bertapa.
sementara itu wisrawa dewa masuk alas yang sama disertai oleh bilung dan togog. lalu bertemulah dengan setyaki. segera wisrawa dewa menyerang setyaki dengan asumsi bahwa setyaki pendukung pandawa. beberapa gebuk berkali kali prabu wisrawa dewa dijatuhkan. togog menyampaikan saran agar wisrawa dewa segere balik mundur saja sebelum terjadi apa apa karena setyaki sangat kuat dan tak akan mungkin menang. tapi wisrawa dewa ngotot. maka setyaki mengeluarkan gada wesi kuningnya dan babak belurlah wisrawa dewa. dengan sisa tenaganya larilah wisrawa dewa diiringi oleh togog dan mbilung.
hawa hawa tapa dr pandawa dan juga dr sri baginda bhatara kresna menimbulkan hawa panas yang sangat. menandakan segera dimulainya goro goro. bencana terjadi dimana mana. angin puting beliung, gempa bumi, hujan salah musim. di kayangan bhatara guru mnyiram air cupu manik untuk menenngakan alam. goro goro hanya reda ketika mendengar nyanyian dan suka cita cecandaan dari punakawan. para punakawan berkumpul dihutan. bernyanyi menembang dan berhumor. mereka mendampingi srikandi dan sembadra yang sedang bersedih dan lelaku tirakat masuk hutan mencari jawaban. karena mereka mendapati pendawa kususnya suami mereka arjuna hilang tanpa meninggalkan pesan.
di alas mereka dimomong ki semar badranaya. ki semar selalu menyampaikan agar sembadra dans rikandi berbakti kepada suami dan banyak tirakat. tiba tiba datanglah gandarwa baju barat. lalu terjadi peperangan antara gandarwa dan srikandi. ribuan gandarwa baju barat tewas. punakawan juga berperang dan semakin banyak gandarwa yang tewas. tapi namanya gandarwa baju barat walo mati sehari 7 kali tak jadi masalah karena begitu ketetesan embun mereka akan hidup lagi. mereka ketakutan dan berlari menjauh dr rombongan srikandi dan punakawan. laku tirakat di lanjutkan kembali.
di kurusetra turunlah bhatara endra. disambut oleh para pandawa. mereka merasa senang karena bhatara ada turun ke bumi. pasti ada kabar. ternyata kabar buruk. mereka disuruh mengahiri tapa mereka. tetapi pandawa menolak dan lebih memilih yaitu masuk kawah candra dimuka menemani arwah pandu ayahnya. maka dibawalah para pandawa dan prabu baladewa ke kayangan oleh bhatara indra dan yamadipati. untuk dicemplungkan ke kawah candra dimuka. gatotkaca dan antaredja kaget diberitahu patih gagak bongkol jika pepundenya dibawa ke kayangan untuk dimasukan kawah. mereka segera mencari prabu bhatara kresna untuk meminta "nasehat" menghadapi hal ini.
sementara bhatara narada yg menguntit 2 bhatara td semnejak di kayangan segera mencari kakang semar badranaya. bhatara ismaya. tak berapa lama dalam hutan bhatara narada ketemu dengan bhatara ismaya semar badranaya dengan punakawan dan srikandi serta sembodro. singat cerita di ceritakanlah semua kejadian oleh bhatara narada. semar merasa ga terima dan segera pergi ke kayangan. semar bermaksud masuk ke kawah candra dimuka dahulu agar tak membahayakan para paadawa. karena kawah candradimuka dayanya abyar tak membawa celaka jika bhatara ismaya berada di dalamnya.
sementara itu bhatara narada memberikan cincin kepada sembadra dan manjing dalam tangan srikandi. lalu srkandi dan sembodro berubah jadi raksesi. bernama raksesi bodro yakso dan kandi yakso. mereka pergi ke kayangan untuk menuntut keadilan. diiringi oleh punakawan. di kayangan pandawa nyemplung ke kawah. mereka tak terluka sedikitpun karena kawah sudah dimasuki oleh bhatara ismaya ki semar. malah disana ketemulah antara pandawa dengan arwah prabu pandu dan ibu madrim. maka terjadilah dialog lepas kangen antara ayah dan anak. mereka begitu bahagia mengetahui anak anaknya sangat berbakti.
geger memuncak di kayangan. dua raksesi mengamuk. sementara itu gatotkaca dan antaredja ketemu dengan sri baginda kresna dan memberitahukan masalah yg terjadi. bhatara kresna terbang ke khayangan sementara 2 satria tadi disuruh menunggu kabar di dunia. di khayangan bhatara guru menyambut kresna dan meminta segera menghadapi 2 raksesi yang mengamuk itu. karena khayangan mengalami banyak kerusakan dan kehancuran. para dewa tak ada yang mampu menghadapi amukan raksesi.
kresna mau menghadapi raksesi dengan satu sarat yaitu pandawa dibebaskan dr hukuman. bhatara guru setuju dan bersama kresna segera masuk dlm kawah. disana mereka bertemu dengan pandawa, ki semar, baladewa, dan arwah pandu. karena merasa bersalah maka bhatara guru ahirnya melepaskan hukuman pandawa. dan pandu diberi anugerah surga.
arjuna disuruh menghadapi 2 raksesi bukanya dengan senjata tapi disuruh ngerayu. arjuna manteg aji asmaragama sambil merayu dan badarlah 2 raksesi kembali jd sembadra dan srikandi. mereka lalu bersama pulang ke ngarcapada. di ngracapada gatotkaca dan antaredja menghajar sisa sisa baju barat. durga ngacir lari karena mengetahui semar akan datang. durga memerintahkan semua baju barat kembali ke istana durga di sentra gondo mayit.
http://caritawayang.blogspot.co.id/pandawa-gugat.html

Lagi-lagi Patih Sengkuni dan Pandita Durna, memprofokasi kepada Karna, bahwa penjelasan Gatutkaca, adalah dibuat-buat, yang sebenarnya untuk menutupi maksud jahatnya para Pandawa, yaitu memasang sihir, dan guna-guna, yang ditujukan kepada para kurawa, agar kelak dalam perang Barata Yuda , Pandawa unggul juritnya. Oleh sebab itu usaha para Pandawa harus digagalkan dengan cara mengusirnya dari Hutan Kuru-Setra. Satria Pringgodani merasa tidak ada lagi penjelasan yang dapat meyakinkan para kurawa, malah sebaliknya mendapat tuduhan negative dan sangat memojokannya. Terjadilah silang sengketa bicara, yang berujung kepada perkelahian, adu kekuatan fisik dan kesaktian. Satria Priggondani, adalah satria pilih tanding, satria hasil gemblengan Pandita linuwih Resi Hanoman, dan Resi Seto, maka para kurawa tidak ada satupun yang dapat mengalahkannya. Sekarang giliran Adipati Karna, untuk mengingatkan dan meminta kepada kedua keponakannya itu agar membolehkan hutan Kuru-Setra digeledah. Menghadapi uwa Adipati, Antaraje waspada, sebab Adipati Karna dikenal sangat sakti, memiliki pusaka Kadewatan berupa keris Kyai Kunto Druwasa, dan keris kyai Kalanadah yang sangat ampuh. Jangankan manusia para dewapun pasti takan kuat menerima kesaktian kedua pusaka tersebut. Maka sebelum segalanya terlambat, Raden Antareja mencegah Adipati Karna , dengan meringkus kedua kakinya sang Adipati dan memasukan seluruh badannya kedalam bumi dan tak bisa bergerak sama sekali. Adipati Karna, merasa dapat diperdayai oleh kedua satria putra Bima itu, dan akhirnya adipati karna menyerah serta berjanji untuk tidak menggangu kepada para Pandawa, serta membawa kembali seluruh pasukan Kurawa ke Hastina. Demikan seperginya para kurawa dan Karna, Prabu Baladewa sudah mendapatkan keterangan langsung dari Werkudara, bahwa para pendawa akan melanjutkan laku prihatin, menjalankan Tapa-Brata, sampai permohonannya kepada Maha Dewa untuk men-Suargakan Prabu Pandu dan Dewi Madrim, dikabulkan oleh Maha Dewa. Medengar tekad para Pandawa sedemikian kuat, Prabu Baladewa malah akhirnya berikrar untuk ikut serta membantu melakukan Tapa-Brata bersama para Pandawa. Di Kahyangan Jongring-Salaka, disebut juga Kahyangan Suralaya, sedang ada pasewakan agung para dewa “Tri Dasa Watak Nawa”. Diatas tahta mahligai Mercu Kunda Manik duduk Sang Hyang Pramesti Batara Guru, disebut juga Sang Hyang Giri Nata, dihadiri oleh para dewa; Sang Hyang Narada, Batara Brahma, Batara Surya, Batara Yama Dipati, Batari Durga, dll. Batara Guru merasakan bahwa kahyangan Suralaya sedang mengalami goncangan besar, yang belum diketahui sabab musababnya, oleh sebab itu semua dewa dimintai pandangan dan pendapatnya, apa penyebab goncangan-goncangan besar yang sedang melanda kahyangan Suralaya ini. Tak satupun para dewa yang hadir di pasewakan agung dapat memberi jawaban atas pertanyaan Sang Hyang Guru itu, kecuali satu orang Dewa yakni Batara Narada segera mendekat kepada Guru untuk memberikan jawaban dan pandangannya , perihal terjadinya goncangan-goncangan dan gempa di Suralaya itu. Menurut Batara Narada terjadinya gempa, dan goncangan-goncangan di Kahyangan Suralaya adalah akibat ulah pekertinya para putra-putra Pandawa, tetapi sumbernya adalah dari perbuatan Sang Hyang Guru sendiri, sebab Batara Guru telah berbuat tidak adil kepada Pandu. Batara Guru menghukum Pandu dan Madrim, dengan memasukannya ke dalam kawah Candradimuka. Penyebabnya hanya karena Pandu menolak permintaan Guru, yaitu agar Pandu membunuh anak-anaknya yang lima itu. Tentu saja Pandu menolak. Penolakannya bukan berarti melawan perintah Dewa, tetapi atas dasar perintah agama suci wangsit dari Sang Hyang Wenang, bahwa pandu berkewajiban menjaga keselamatan para pandawa. Ketika itu para Pendawa masih kanak-kanak. Jadi yang sebenarnya, Pandu tidak bersalah.” Demikian penjelasan SangHyang Narada kepada Guru. Batara Guru bersikukuh, dan menyampaikan alasannya kepada Hyang Narada, kenapa pandawa harus dibunuh. “Apakah Kakang Batara Narada tidak tahu, kalau pandawa itu sebenarnya sudah ditakdirkan menjadi makanannya Batara Kala dan para lelembut, atau mereka harus mati dengan dimasukannya ke dalam kawah Candradimuka? Kakang Batara Narada, para Pandawa itu termasuk anak “Sukerta”, dan anak “Sukerta” nasibnya harus diperlakukan seperti itu”. Batara Narada menolak alasan yang disampaikan Batara Guru, sebagai berikut:” Adi Guru, para Pandawa itu bukan anak “Sukerta”, para pendawa bukan termasukanak “Sukerta”. Orang yang menganggap para Pendawa bocah “Sukerta” adalah orang yang bodoh. Kalau para Pendawa, laki-laki lima, berasal dari satu Ibu dan satu Bapak, itu termasuk “Sukerta”, tetapi pendawa itu Ibunya ada dua, bapaknya satu. Yudhistira, Bima, dan Arjuna itu anak dari Kunti dengan Pandu, sedangkan si kembar Nakula, dan Sadewa, anaknya Madrim dengan Pandu. Jadi Pandawa sama sekali bukan “Sukerta” adi Guru. Tambahan pula Kunti, sebelum omah-omah dengan Pandu, sudah pernah punya anak, yaitu Si Karna, hasil dari selingkuhannya dengan Batara Surya, Dewa yang sontoloyo itu. Batara Guru tetap bersikukuh, ujarnya:“Kakang Batara Narada, Saya tetap berkeyakinan, dan memutuskan bahwa Pandawa harus dihukum mati, dimasukan kedalam kawah Candra Dimuka” ini keputusan akhir saya kepada para Pandawa, kakang Batara.” Narada menjawab: “Saya tidak menyetujuinya Adi Guru”. Batara Guru semakin emosi dan berkata:”Kalau kakang Batara Narada, tidak mau mengikuti perintah saya, lebih baik kakang Batara mengundurkan diri saja dari Dewa, dan tidak boleh tinggal di Suralaya, Kakang tidak diperkenankan mempergunakan fasilitas-fasilitas Kadewatan, serta Kakang Narada harus tinggal diluar Kahyangan Suralaya, turun ke Mayapada. Batara Narada menimpalinya:“Baik kalau itu yang Adi Guru kehendaki, Narada tidak berkeberatan, tetapi, Saya ingatkan untuk nasib Kahyangan, nantinya bakal menemui bebenduning Dewa Yang Maha Agung, camkanlah”. Batara Narada meninggalkan pasewakan agung para dewa tri dasa watak nawa, turun ke Mayapada, akan memberikan pelaporan kepada Ki lurah Semar, agar para Pandawa mendapatkan perlindungan dan pembelaan, dari usaha-usaha angkara murka. Batara Guru memerintahkan kepada Batara Indra dan Batara Yamadipati turun menjemput para Pandawa, dibawa ke Kahyangan Suralaya, untuk dimasukan kedalam kawah Candradimuka, bila para Pandawa menolak, maka para Dewa boleh menggunakan cara-cara paksaan. Batari Durga beserta putranya Raja Wirambana Dewa serta Batara Kala, disertai laskar dedemit, jin setan gendruwo, banaspati. mengawal perjalanan Batara Indra dan Batara Yamadipati, menuju negeri Amarta. Dalam pada itu di Kerajaan Dwarawati, Prabu Kresna, tengah berlangsung pertemuan penting, dihadiri oleh para hulubalang kerajaan. Hadir pula dalam pertemuan tersebut Patih Setiyaki. Prabu Kresna mengutarakan isi hati dan pikirannya kepada Raden Setiyaki. Ujarnya:” Dimas Setiyaki, ingsun sudah berkeliling menanyakan kepada para pendeta sakti, dimana gerangan para kadang Amarta, kalau masih hidup dimana mereka berada, kalau sudah mati dimana kuburnya, dan apa yang menjadi penyebabnya. Tidak satupun dari mereka dapat memberikan jawaban yang memuaskan, semuanya serba gelap, seperti terselubungi mega sapitu”. Raden Setiyaki mensarankan agar Sri Kresna mempergunakan daya linuwih, daya kesaktian “Kaca Paesan Gambar Jagad” untuk menunjukan dimana keberadaan para kadang Amarta, atau dengan semedi “Simbar Inten” agar kehadiran SangHyang Wisnu memberikan petunjuk dimana pandawa. Sri Kresna menegaskan bahwa, bukannya tidak menggunakan kesaktian yang dia miliki, segala upaya menggunakan kekuatan batinnya tidak berhasil, semuanya sudah dilakukannya, tetapi sia-sia. Sri kresna hanya mendapat wangsit bisikan ghaib, satu-satunya usaha yang dapat menolongnya haruslah dengan laku Tapa-Brata, dan juga Tapa Ngrame. Disebutkan dalam kisah, setetelah beberapa hari berselang, perjalanan Wirambana Dewa yang diiringi barisan dedemit setan jin parahyangan, sampailah suatu tempat diwilayah negara Amarta. Wirambana Dewa diringi ponakawan nya Togog Catubaya, serta limbung Sarawita. Mereka berhenti sejenak sambil melepaskan lelah. Wirambana Dewa bertanya kepada punakawannya, Togog dan Sarawita. Apakah kepopuleran tentang kesaktian para satria Amarta benar-benar suatu kenyataan atau hanya dongeng saja. Kalau benar, seberapa kuat kesaktian mereka, dan siapa sajakah mereka itu. Togog dan Sarawita meberikan keterangan, bahwa memang benar para satria Amarta terkenal sangat sakti, dan pilih tanding.Misalnya Raden Gatukaca, putra kasatrian Jodipati, bisa terbang tanpa sayap, tidak mempan dengan senjata apapun juga, jangankan yang hanya buatan manusia biasa, senjata dari Kadewatan saja tidak akan dapat melukai dirinya. Dia memiliki aji kesaktian Brajamusti, yang berada di telapak tangan kanannya. Apabila dipukulkan kebatu gunung akan hancur, dipukulkan ke laut, akan terbelah. Raden Gatutkaca juga memakai pusaka sakti, diantaranya kutang AntraKusuma, Caping Basunanda, Tlumpah Madu Katrema. Masing-masing pusaka tadi memiliki daya kesaktian sendiri-sendiri. Misalnya Kutang AntraKusuma, menyebabkan Raden Gatutkaca, Bisa terbang tanpa sayap, caping basunanda mempunyai daya kesaktian dapat mengetahui suara segala mahluk, termasuk mahluk halus. Tlumpah Madu Katrema, mempunyai daya menawarkan segala jenis racun, bisa, guna-guna, menawarkan segala tempat anker. Punakawan Togog dan Sarawita, juga menyampaikan kepada gustinya Patih Wirambanadewa, bawa kekuatan Pandawa sebenarnya jauh lebih hebat. Belum lagi kekuatan yang dimiliki para satria yang lain, seperti Raden Antasena, Raden, Antareja, Raden Wisanggeni dll. Lama sudah punakawan Togog Catubaya, dan Sarawita, bercerita tentang Pandawa, dan para punakawan menyarankan agar diurungkan saja niatnya untuk membunuh para Pandawa. Bukan tuan Wirambanadewa yang akan menang, akan tetapi bisa jadi, tuan akan mengalami nasib naas, di Amarta. Raden Wirambanadewa tidak mau menuruti nasehat pengasuhnya Togog dan Sarawita, malahan semakin bernafsu untuk segera sampai ditujuannya Negara Amarta, ingin membuktikan bahwa dirinya pasti sanggup mengalahkan dan membunuh para satria Pandawa. Tak lama Prabu Wirambanadewa beserta laskar Parangkencana melanjutkan perjalanan, di suatu tempat mereka berhenti, karena dikejutkan penghadangan oleh seorang kasatria gagah, dengan pandangan kedua matanya yang sangat tajam menatap Prabu Wirambanadewa,sambil bertolak pinggang. Prabu Wirambanadewa, teringat akan nasehat pembantunya, bahwa orang Amarta terkenal sangat berani, tidak ada yang ditakuti kepada siapapun juga. Didalam hati Prabu Wirambanadewa bertanya-tanya, siapakah gerangan satria gagah dihadapannya ini. Apa ini yang disebutkan oleh Togog dalam obrolannya selama ini. Mungkin Raden Gatutkaca, Raden Wisanggeni, atau dia ini Raden Antareja. Sang Prabu memberanikan dirinya untuk bertanya mencari tau siapa sebenarnya satria yang menghadang dihadapannya. Togog dan Sarawita, segera memberi isyarat kepada Prabu Wirambanadewa, agar menggunakan tatakrama, karena ini di tlatah tanah jawa, apalagi untuk menyapa orang yang baru dujumpainya di jalan“Siapakah Kisanak ini, dan mau kemana”, “Besediakah ki Sanak memberi tau kepada saya dimana letak Negara Amarta”. Mendengar pertanyaan beruntun, Raden Setiyaki tidak memperkenalkan dirinya, malah balik bertanya:”ke Amarta ada keperluan Apa”. Dan seterusnya sampai terjadi tanya jawab, Prabu Wirambanadewa mengungkapkan tujuannya, bahkan disampaikan tujuannya sebenarnya untuk membunuh Para satria Amarta. Tentu saja Raden Setiyaki menjadi sangat marah.
http://www.kompasiana.com/imamkodrimirkasan/pandawa-gugat-2


Komentar

Wayang Kulit Gagrak Surakarta

Wayang Kulit Gagrak Surakarta
Jendela Dunianya Ilmu Seni Wayang

Jika Anda Membuang Wayang Kulit

Menerima Buangan Wayang Kulit bekas meski tidak utuh ataupun keriting, Jika anda dalam kota magelang dan kabupaten magelang silahkan mampir kerumah saya di jalan pahlawan no 8 masuk gang lalu gang turun, Jika anda luar kota magelang silahkan kirim jasa pos atau jasa gojek ke alamat sdr Lukman A. H. jalan pahlawan no 8 kampung boton balong rt 2 rw 8 kelurahan magelang kecamatan magelang tengah kota magelang dengan disertai konfirmasi sms dari bapak/ ibu/ sdr siapa dan asal mana serta penjelasan kategori wayang kulit bebas tanpa dibatasi gagrak suatu daerah boleh gaya baru, gaya lama, gaya surakarta, gaya yogyakarta, gaya banyumasan, gaya cirebonan, gaya kedu, gaya jawatimuran, gaya madura, gaya bali, maupun wayang kulit jenis lain seperti sadat, diponegaran, dobel, dakwah, demak, santri, songsong, klitik, krucil, madya dll

Postingan Populer