Lakon Kresna Duta

Kresna Duta

Hasil gambar untuk lakon kresna duta
Pandawa telah selesai menjalani masa pembuangan dan pengasingan selama 13 tahun. Sudah menjadi hak Pandawa untuk kembali mendapatkan Astina dan Amarta kembali yang diambil oleh Kurawa. Untuk itu, para Pandawa meminta bantuan Sri Kresna untuk menjadi duta Pandawa dalam menempuh jalan damai antara Pandawa dan Korawa.
Sri Kresna berangkat ke Astina dengan dikusiri oleh Sencaki. Setibanya di Astina, Kresna segera menuju tempat Arya Widura untuk member hormat kepada IbuKunti dan paman Widura.
Sementara, tetua dan pembesar-pembesar Astina telah berkumpul di aula kerajaan menunggu kedatangan duta Pandawa tersebut.
Kresna memasuka aula kerajaan dan kemudian menyampaikan kedatangannya yaitu sebagai duta Pandawa. Pandawa yang telah selesai menjalani hukuman, ingin meminta haknya kembali atas Indraprastha (Amarta).
Sejak awal, Kurawa memang tidak ingin mengembalikan Amarta kepada Pandawa. Prabu Duryudana pun menolak permintaan Sri Kresna. Duryudana memberikan berbagai alasan yang memang sudah direncakan untuk memperkuat alasan mereka mengapa tidak ingin mengembalikan Indraprastha kepada Pandawa.
Doryudana mengatakan bahwa tindakan Pandawa mengadakan upacara Rajasuya menunjukkan bahwa Pandawa mengagungkan diri mereka sendiri. 
Sri Kresna kemudian menjawab bahwa Rajasuya itu bukan merupakan keputusan Yudhistira melainkan merupakan kesepakatan raja-raja yang mengakui Yudhistira sebagai raja arif  bijaksana.
Doryudana kemudian berdalih bahwa para Pandawa telah melanggar hukuman ketika terjadi perselisihan antara Hastina dan Wirata. Pandawa telah menampakkan diri dan bahkan mengangkat senjata terhadap para Korawa. 
Sri Kresna kemudian membalas bahwa saat itu menurut hitungannya, para Pandawa sudah terlepas dari masa hukuman dan mereka mengangkat senjata karena saat itu mereka sedang mengabdi di Wirata . Sebagai penduduk Wirata sudah menjadi kewajiban mereka untuk mengangkat senjata demi membela Negara.
Mendengar perdebatan antara Duryudana dan Kresna, Eyang Bisma berusaha menengahi. Namun, usahanya ternyata sia-sia. Duryudana justru menganggap bahwa Eyang Bisma memang lebih memilih Pandawa daripada Korawa.
Akhirnya, Sri Kresna menanyakan keputusan Korawa untuk terakhir kalinya, apakah Doryudana akan mengembalikan hak Indraprastha kepada Pandawa atau tidak. 
“Para Pandawa telah menghina keluarga Hastina terutama Korawa, semua Korawa telah sepakat tidak akan duduk setingkat dengan para Pandawa dan tidak akan mengembalikan Indraprastha”, Jawab Doryudana.
Jawaban itu membuat Sri kresna kesal dan kemudian ia berkata, “ Doryudana, para tetua disini akan menjadi saksi atas perkataanmu, perkataanmu ini harus kau pertangunggjawabkan di kemudian hari. Aku akan memberitahukan keputusanmu kepada Pandawa!”.
Sri Kresna kemudian meninggalkan gedung pertemuan. Ia menuju ke sebuah taman di dalam istana Hastina. Tampak matanya bersinar tanda amarhnya telah memuncak. Kresna bertriwikrama, berubah ujud menjadi Brahala, makhluk raksasa yang luar biasa besar.
triwikrama Kresna membuar seluruh Astina gempar dan ketakutan. Para Korawa berlarian kesana kemarin mencari tempat bersembunyi.Resi Drona yang juga ketakutan tidak berani meninggalkan gedung. Sementara Eyang Bisma dan Arya Widura dengan tenang meninggalkan gedung pertemuan tanpa rasa takut seperti tidak terjadi apa-apa.
triwikrama Bathara Wisnu juga membuat gempar kahyangan. Para dewa khawatir dan turun untuk melihat triwikrama Sri Kresna.
Para dewa bingung bagaimana harus menghentikan triwikrama Sri Kresna. Maka mereka memutuskan, untuk menjemput Bathara Darma untuk menenangkan kemarahan triwikrama.
Dewa kebijaksanaan dan kesabaran tersebut pean-pelan mendekati triwikrama dan memberi hormat. 
Sang Tiwikarma menjawab dengan sebuah peringatan, “ Grrrr.. jangan dekat dekat Dharma, jika kau tidak ingin kucabik-cabik tubuhmu”.
“Aku bukanlah musuhmu wahai triwikrama, bahkan aku bersedia membantumu untuk mengalahkan musuhmu”, jawab Bathara Dharma. 
“Aku tidak butuh bantuanmu untuk menghancurkan Korawa-Korawa sombong ini”, jawab sang triwikrama. 
Bathara kemudian menuturkan,” Sesakti itukah para Korawa, sehingga perlu dihancurkan oleh triwikrama? Apakah kejahatan mereka mengguncang mayapada seperti Rahwana? Apakah perlu Tiwikarama yang sakti sebagai wakil dewata untuk turun tangan menghancurkan Kejahatan Korawa?”
“ Saudara Wisnu mohon ingat bahwa jika Korawa dihancurkan oleh triwikrama ini akan membuat malu bagi seluruh Dewata. Apakah para Pandawa tak dapat membela diri mereka sendiri sehingga memerlukan bantuan para dewata? Mohon adik Wisnu memperhitungkan lagi tindakan ini yang akan mencoreng muka seluruh dewata dan juga memalukan Pandawa.” 
Mendengar penuturan Batara darma, dalam sekejap triwikrama itu menghilang dan kembali sebagai Sri Kresna. 
Sri Kresna kemudian ke tempat paman Widura untuk mohon diri dan member hormat kepada Arya Widura dan ibu Kunti. Ia pergi meninggalkan Hastina untuk menyampaikan berita hasil pertemuan dengan Korawa kepada para Pandawa.
http://caritawayang.blogspot.co.id/kresna-duta.html
Hasil gambar untuk lakon kresna duta

Kresna Duta “Jebelen”

Merupakan lakon pakem yang dianggap berat oleh sebagian dalang. Nilai filsafat yang harus dibawakan melalui lakon ini mengharuskan para dalang pandai bertutur kata, dan memahami benar karakter-karakter tokoh wayang yang dimainkannya.
Lakon ini menceritakan tugas yang diemban Prabu Kresna selaku duta para Pandawa guna meminta secara baik-baik kerajaan Astina dan Amarta yang menjadi hak Pandawa. Dikawal oleh Setyaki, Kresna berangkat. Dalam perjalanan, empat dewa mengikutinya untuk menjadi saksi atas perundingan itu. Keempat dewa tersebut adalah Batara Narada, Batara Janaka, Batara Ramaparasu, dan Batara Kanwa.
Perundingan itu ternyata gagal, terutama karena Adipati Karna berhasil meyakinkan Prabu Anom Duryudana bahwa jalan perang lebih terhormat daripada berunding, apalagi bila harus menyerahkan Kerajaan Astina pada pihak Pandawa. Selain itu, Patih Sengkuni pun menghasut agar Kurawa menempuh jalan perang.
Sesudah jalan damai tak lagi dapat diupayakan, Sengkuni memberi komando pada para Kurawa agar mengeroyok Kresna. Menghadapi keroyokan ini Kresna marah, lalu bertiwikrama, berubah ujud menjadi Brahala, makhluk raksasa yang luar biasa besar. Karena besarnya Sang Brahala,
Keraton Astina tidak mampu memuat tubuh raksasa itu sehingga hancur.
Prabu Drestrarastra yang buta serta Dewi Gendari yang menutup kedua matanya, tertimpa puing tembok istana. Sementara itu dalam kepanikan para Kurawa berlarian ke sana kemari, menginjak-injak tubuh orang tua mereka sehingga tewas.
Dalam lakon ini, terjadi pula peperangan antara Burisrawa dengan Setyaki, tetapi dihentikan oleh Kresna, karena mereka nanti akan berhadapan lagi pada Baratayuda.
https://ceritawayangkulit.wordpress.com/kresna-duta-jebelen/
Hasil gambar untuk lakon kresna duta

Kresna Duta

Di DwarakaSi kresna sedang berbincang-bincang kepada Subadra dan Abimanyu, mereka berdua ingin ke Wirata untuk bertemu Arjuna. Namun, Sri Kresna meminta mereka untuk menunggu undangan dari Wirata terlebih dahulu karena Sri Kresna tahu bahwa Gathotkaca sedang dalam perjalanan untuk mengundang kedatangannya.
Setibanya Gathotkaca, Sri Kresna sudah tahu maksud kedatangan Gathotkaca. Subadra dan Abimanyu kemudia berangkat ke Wirata dengan kereta kuda yang sudah disipakan Sri Kresna. Gathotkaca kemudian disuruh Sri Kresna untuk kembali kePringgodani karena dirinya masih mempunyai tanggung jawab besar juga disana.
Sri Kresna kemudian memberikan perintah kepada Sencaki sebagai penggantinya selama dirinya tidak ada di tempat. Sri Kresna kemudian melesat ke angkasa menuju Wirata. Mendekati Wirata, Sri Kresna melihat kereta kuda dari Panchala. Kedatangan Sri Kresna di Wirata sudah disambut oleh para Pandawa. Ia kemudian memberitahu bahwa kereta dari Phancala sudah mendekati Wirata, sementara Subadara dan Abimanyu masih dalam perjalanan.
Yudhistira senang karena Dropadi bisa bertemu dengan orangtuanya, begitu juga Arjuna, karena ia memang sudah rindu dengan Subadra dan Abimanyu.
Tidak lama kemudian datanglah kereta kerajaan Phancala, dan disusul kereta Subadra dan Abimanyu . Kedatangan mereka disambut dengan hangat oleh Prabu Matsyapati. Prabu Matsyapati kemudian mengusulkam agar Abimanyu dinikahkan dengan puterinya, Utari. Semua yang ada disana setuju dengan usulan itu.
Undangan-undangan untuk menghadiri pernikahan Abimanyu dan Utari segera dikirim. Diantaranya adlah ke Mandura dan Hastinauntuk mengundang Prabu Baladewa dan tetua-tetua Hastina beserta pada Kurawa. Prabu Baladewa senang mendapat berita bahwa keponakannya Abimanyu akan menikah dan segera menuju ke Wirata.
Sementara di Hastina suasananya sedikit berbeda. Doryudana dan para Korawa yang lain tidak berniat datang ke pernikahan Abimanyu. Oleh karena itu Sangkuni memberi alasan bahwa mereka sedang sibuk dengan urusan kerajaan Hastina sehingga tidak bisa hadir. Sementara Resi Drona yang tidak ingin bertemu dengan Prabu Drupada member alasan bahwa dirinya sudah tua dan tidak cocok untuk berjalan jauh. Sehingga dari Hatina yang hadir hanyalah Eyang BismaArya Widura dan Ibu Kunti.
Kedatangan para tetua Hastina disambut dengan hangat dan penuh rasa hormat. Begitu pula dengan kedatangan Prabu Baladewa, kedatangannya disambut dengan hormat oleh Sri Kresna. Baladewa menyatakan penyesalannya karena dirinya jarang melihat Abimanyu karena Abimanyu lebih senang tinggal di Dwaraka. Sri Kresna mengetahui bahwa kakaknya itu hanya bercanda, kemudian ia menjawab bahwa Abimanyu tidak dipaksa tinggal di Dwaraka, tetapi karena Subadara lebih senang tinggal di Dwaraka, maka Abimanyu juga tinggal di Dwaraka bersama Abimanyu.
Setelah upacara pernikahan Abimanyu dan Utari selesai, para tamu udangan kembali pulang ke tempat masing-masing, kecuali tamu-tamu kehormatan. Kemudian Sri Kresna maju ke muka dan bertanya apa rencana para Pandawa setelah hukumannya selesai. Yudhistira sebagai putera tertua Pandawa, mengatakan bahwa dirinya akan meminta haknya kembali atas Indraprastha. Sri Kresna kemudian lanjut bertanya apa yang akan dilakukan jika Doryudana menolak mengembalikan Indraprastha. Yudhistira yang jujur dan cinta damia menjawab bahwa dirinya tidak ingin membuta kerusuhan yang bia menebar bibit dendam antara Pandawa dan Korawa, sehingga dirinya bersedia mengembara saja jika INdraprastha tidak dikembalikan.
Sri Kresna kemudian memberi nasihat Yudhistira agar ia memikirkan kesejahteraan saudara-saudaranya dan juga Dropadi, istrinya. Sementara Bima yang memang mudah marah menjawab dengan tegas, “Kita hantam saja dan rebut kembali dengan paksa!”.
Prabu Baladewa kemudian berdiri dan berkata bahwa dirinya tidak ingin ikut campur dengan urusan Pandawa dan Korawa, ia datang hnya untuk menghadiri pernikahan Abimanyu dank arena sudah selesai maka ia undur duri pulang ke Mandura.
Para raja yang hadir terkejut dengan tindakan Baladewa, Prabu Drupada pun berkata bahwa jika Baladewa berada dalam posisi Pandawa, sudah pasti ia langsung menyerang Hastina. Sri Kresna yang paham betul bagaimana sikap kakaknya, segera membela dan berkata bahwa Baladewa orang yang jujur dan terus terang serta berpendirian untuk tidak ikut campur dengan urusan orang lain.
Eyang Bisma kemudian menengahi, bahwa sebaiknya masalah ini dibicarakan dulu kepada Korawa di Hastina. Para Pandawa sebaiknya mengirim seorang duta untuk membicarakan masalah ini. SemiArya Widura kemudian mengusulkan Sri Kresna sebaiknya yang diutus sebagai duta, karena Kresna dalah orang yang adil bijaksana dan juga pandai. Semua yang hadir setuju dengan usul tersebut.
Para Pandawa pun kemudian memohon kesediaan Sri Kresna sebagai duta Pandawa ke hastina. Sebenarnya Sri Kresna tahu bahwa tugasnya kali in akan mengalami kegagalan kaerna di masa depanakan terjadi perang Bharatayuda. Namun, Sri Kresna menyanggupi, kaena tuganya sebagai duta juga sudah menjadi rencana dewata.
Setelah diputuskan Sri Kresna sebagai duta Pandawa ke Hastina, Eyang Bisma, Arya Widura dan Ibu Kunti kembali ke Hastina untuk member tahu pihak Hastina agar menyiapkan kedatangan Sri Kresna.
Sri Kresna tidak langsung ke Hastina, ia melesat ke angkasa kembali ke Dwaraka. Ia kemudian berangkat ke Dwaraka dengan kereta kerajaan yng dikusiri oleh Sencaki. Setibanya di Hastina, Sri Kresna segera menuju ke tempat Arya Widura untuk memberi hormat kepada Ibu Kunti dan paman Widura. Pembesar-pembesar Hatina telah berkumpul di sebuah aula menunggu kedatangan Sri Kresna.
Ketika Sri Kresna memasuki gedung, suasana yang tadinya riuh oleh para Korawa menjadi sunyi senyap. Sri Kresna kemudian menyampaikan maksud kedatangannya bahwa ia sebagai duta Pandawa yag telah selesai menjalani hukuman dan kini meminta kembali haknya atas Indraprastha.
Namun Doryudana dan para Korawa sudah bertekad tidak akan mengembalikan Indraprastha. Mereka sudah dilatih oleh Sangkuni untuk memberikan berbagai alasan untuk tidak mengembalikan Indraprastha.
Doryudana mengatakan bahwa tindakan Pandawa mengadakan upacara Rajasuya menunjukkan bahwa Pandawa mengagungkan diri mereka sendiri. Sri Kresna kemudian menjawab bahwa Rajasuya itu bukan merupakan keputusan Yudhistira melainkan merupakan kesepakatan raja-raja yang mengakui Yudhistira sebagai raja arif  bijaksana.
Doryudana kemudian berdalih lagi, ia memberi alasan bahwa para Pandawa telah melanggar hukuman ketika terjadi perselisihan antara Hastina dan Wirata. Pandawa telah menampakkan diri dan bahkan mengangkat senjata terhdap para Korawa. Sri Kresna kemudian membalas bahwa saat itu menurut hitungannya, para Pandawa sudah terlepas dari masa hukuman dan mereka mengangkat senjata karena saat itu mereka sedang mengabdi di Wirata dan sebagai penduduk Wirata meruapakan kewajiban mereka untuk mengangkat senjata demi membela Negara.
Sri Kresna kemudian mengatakan, jika memang Pandawa ingin melukai para Korawa, mereka bisa melakukannya dengan gampang ketika para Korawa sedang tak berdaya di dalam hutan, tetapi sebaliknya, Pandawa justru menolong Korawa. Doryudana membalas, bahwa Pandawa seharusnya menolong Korawa ketika dalam kesulitan, tidak setelah mereka dipermalukan. Sri Kresna menjawab, bahwa rimba itu sangat luas dan saat itu Pandawa sedang menjalani hukuman sehingga mereka sengaja menyingkir supaya tidak menganggu para Korawa yang sedang bersenang-senang. Namun, Doryudana kembali berkata bahwa tindakan Pandawa merupakan bukti bahwa Pandawa menganggap diri mereka lebih baik daripada Korawa dan dalam hati, mereka menertawakan Korawa yang sedang mengalami kesusahan.
Eyang Bisma yang mendengar perdebatan itu berusaha menengahi, bahwa sebagai saudara sudah seharusnya saling membantu tanpa pamrih dan jangan menyimpan dendam antar saudara. Tetapi Doryudana Justru menjawab bahwa Eyang Bisma memang dari dulu lebih memilih Pandawa daripada Korawa.

Hasil gambar untuk lakon kresna duta
Arya Widura yang kesal dengan jawaban Doryudana berkata dengan keras, “Doryudana, perkataanmu sudah keterlaluan dan bukan tindakan seorang raja, aku tidak akan merestui semua tindakanmu”. Dengan ketus, Doryudana menjawab ,” Saya juga tidak ingin restu dari paman”.
Melihat tindakan Doryudana, Sri Kresna kemudian bertanya untuk terakhir kalinya, apakah Doryudana akan mengembalikan hak Indraprastha kepada Pandawa atau tidak. “Para Pandawa telah menghina keluarga Hastina terutama Korawa, semua Korawa telah sepakat tidak akan duduk setingkat dengan para Pandawa dan tidak akan mengembalikan Indraprastha”, Jawab Doryudana.
Jawaban itu membuat Sri kresna kesal dan kemudian ia berkata, “ Doryudana, para tetua disini akan menjadi saksi atas perkataanmun, perkataanmu in harus kau pertangunggjawabkan di kemudian hari. Aku akan memberitahukan keputusanmu kepada Pandawa!”.
Sri Kresna kemudian meninggalkan gedung pertemuan tetapi tidak langsung ke tempat Arya Widura. Sri Kresna menuju ke sebuah taman di dalam istana Hastina. Ia berdiri di tengah-tengah taman itu, tampak matanya bersinar tanda amarahnya yeng telah memuncak. Muncullah sebuah raksasa sebesar gunung yang merupakan tiwikrama Bathara Wisnu jika amarahnya tidak tertahan lagi.
Kehadiran raksasa itu membuat seluruh Hastina gempar dan ketakutan. Para Korawa dan Sangkuni mencari tempat untuk bersembunyi. Resi Drona yang juga ketakutan tidak berani meninggalkan gedung. Sementara Eyang Bisma dan Arya Widura dengan tenang meninggalkan gedung pertemuan tanpa rasa takut seperti tidak terjadi apa-apa.
Tiwikarama Bathara Wisnu juga membuat kegemparan kahyangan, para dewa menjadi khawatir dan turun untuk melihat Sri Kresna yang bertiwikrama. Bethara Bayu berkata kepada Bethara Indra“ Saudara Indra, kita harus melakukan sesuatu, lihatlah angin panas akibat napas tiwikrama”“Entahlah, rasanya diriku tidak mampu melawan kesaktiannya”,jawab Bathara Indra. Kemudian mereka memutuskan untuk menjemput Bathara Dharma, karena hanya Bathara Dharma yang bisa menenangkan kemarahan tiwikrama.
Bathara Dharma merupakan dewa kebijaksanaan dan kesabaran, dan tiwikrama akan kembali menjadi Sri Kresna jka amarahnya telah hilang dan itu memerlukan aji kesabaran Bathara Dharma. Bathara Dharma pelan-pelan mendekati Tiwikrama, ia memberi hormat kepada sang Tiwikrama. Sang Tiwikarma menjawab dengan sebuah peringatan, “ Grrrr.. jangan dekat dekat Dharma, jika kau tidak ingin kucabik-cabik tubuhmu”.
“Aku bukanlah musuhmu wahai Tiwikrama, bahkan aku bersedia membantumu untuk mengalahkan musuhmu”, jawab Bathara Dharma. “Aku tidak butuh bantuanmu untuk menghancurkan Korawa-Korawa sombong ini”, jawab sang Tiwikrama. Bathara kemudian menuturkan,” Sesakti itukah para Korawa, sehingga perlu dihancurkan oleh Tiwikrama? Apakah kejahatan mereka mengguncang mayapada seperti Rahwana? Apakah perlu Tiwikarama yang sakti sebagai wakil dewata untuk turun tangan menghancurkan Kejahatan Korawa?”
Bathara Dharma meneruskan, “ Saudara Wisnu mohon ingat bahwa jika Korawa dihancurkan oleh Tiwikrama ini akan membuat malu bagi seluruh Dewata. Apakah para Pandawa tak dapat membela diri mereka sendiri sehingga memerlukan bantuan para dewata? Mohon adik Wisnu memperhitungkan lagi tindakan ini yang akan mencoreng muka seluruh dewata dan juga memalukan Pandawa.” 
Perkataan Bathara Dharma disertai oleh aji kesabaran dan dalam sekejap Tiwikrama itu telah menghilang dan kembali sebagai Sri Kresna. Sri Kresna kemudian ke tempat paman Widura dan setelah memberi hormat kepada Arya Widura dan ibu Kunti, ia pergi meninggalkan Hastina dengan keretanya. Di tengah perjalanan, Sri Kresna meninggalkan Sencakin dan keretanya yang menuju Dwaraka, sementara dirinya terbang ke angkasa menuju Wirata untuk menyampaikan berita kepada para Pandawa dari hasil pertemuannya dengan para Korawa.
Itulah akhir dari tugas Sri Kresna sebagai duta Pandawa dan juga menjadi pertanda dimulainya perang Bharatayuda.
http://dalang666.blogspot.co.id/kresna-duta.html

Komentar

Wayang Kulit Gagrak Surakarta

Wayang Kulit Gagrak Surakarta
Jendela Dunianya Ilmu Seni Wayang

Jika Anda Membuang Wayang Kulit

Menerima Buangan Wayang Kulit bekas meski tidak utuh ataupun keriting, Jika anda dalam kota magelang dan kabupaten magelang silahkan mampir kerumah saya di jalan pahlawan no 8 masuk gang lalu gang turun, Jika anda luar kota magelang silahkan kirim jasa pos atau jasa gojek ke alamat sdr Lukman A. H. jalan pahlawan no 8 kampung boton balong rt 2 rw 8 kelurahan magelang kecamatan magelang tengah kota magelang dengan disertai konfirmasi sms dari bapak/ ibu/ sdr siapa dan asal mana serta penjelasan kategori wayang kulit bebas tanpa dibatasi gagrak suatu daerah boleh gaya baru, gaya lama, gaya surakarta, gaya yogyakarta, gaya banyumasan, gaya cirebonan, gaya kedu, gaya jawatimuran, gaya madura, gaya bali, maupun wayang kulit jenis lain seperti sadat, diponegaran, dobel, dakwah, demak, santri, songsong, klitik, krucil, madya dll

Postingan Populer